INFORMED CONSENT
Disusun oleh :
Kelas : 2A
Waktu : 1 x 10 menit
A. Tujuan Penyuluhan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan pasien dan keluarga pasien dapat mengetahui
dan memahami tentang inform consent.
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penkes tentang inform consent, pasien dan keluarga pasien diharapkan
dapat :
B. Materi (terlampir)
D. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab
c. Diskusi
E. Alat/Media
a. Leaflet
F. Evaluasi
G. Sumber
Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja. 2005. Bioetik dan Hukum
Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum. Penerbit Pustaka Dwipar.
M.jusuf H & Amri Amir.Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan.EGC. Jakarta. 1999.
Anonim.(2012). Persetujuan dan Penolakan terhadap Tindakan Medis.
http://informedconsent_a1.webs.com/persetujuanpenolakan.htm. Diakses pada tanggal 14 mei
2018, pukul 18.00 WIB
A. Definisi
Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat
penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi
izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah
mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
2.1.1 Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan
medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan
medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi
pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan
biaya tinggi atau “over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan
medisnya
2.1.2 Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-
tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan
bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan
walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi
medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat
dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh
teman sejawat lainnya.
Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan medis
pasien saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai tanggung jawab orang lain
yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya penyakit
tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif. Hak-hak pasien dalam
pemberian inform consent adalah:
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik apa
yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan
untuk mengatasinya, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yg diberikan tanpa paksaan oleh
seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia berikan ,dimana orang
tersebut secara hukum mampu memberikan consent. Kriteria consent yang syah yaitu tertulis,
ditandatangani oleh klien atau orang yang betanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur yang
tepat dilakukan, memenuhi beberapa elemen penting, penjelasan tentang kondisi, prosedur dan
konsekuensinya. Hak persetujuan atas dasar informasi (Informed Consent).
2.4.6 Hak perlindungan bagi orang yg tidak berdaya (lansia, gangguann mental, anak dan remaja
di bawah umur)
Hak pasien membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi, mendapatkan informasi yang
lengkap, menghentikan partisipasi dalam penelitian tanpa sangsi, bebas bahaya, percakapan
tentang sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak kompeten.
2.4.8 Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
2.4.10 Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi keperawatan tanpa diskriminasi
2.4.11 Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan
peraturan yg berlaku di rumah sakit
2.4.12 Hak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi
yg jelas tentang penyakitnya
2.4.14 Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu
tidak mengganggu pasien lainnya
2.4.15 Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
2.4.16 Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
2.4.18 Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter
Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.Misalnya
perubahan keganasan pada hasil Pap smear.Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan
selanjutnya berada di tangan pasien.
2.5.2 Risiko
Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi
yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut.Reaksi alergi idiosinkratik dan kematian
yang tak terduga akibat pengobatan selama ini jarang diungkapkan dokter.Sebagian kalangan
berpendapat bahwa kemungkinan tersebut juga harus diberitahu pada pasien.
Jika seorang dokter mengetahui bahwa tindakan pengobatannya berisiko dan terdapat
alternatif pengobatan lain yang lebih aman, ia harus memberitahukannya pada pasien. Jika
seorang dokter tidak yakin pada kemampuannya untuk melakukan suatu prosedur terapi dan
terdapat dokter lain yang dapat melakukannya, ia wajib memberitahukan pada pasien.
2.5.3 Alternatif
Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi. Ia
harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari
beberapa pilihan tersebut. Sebagai contoh adalah terapi hipertiroidisme.Terdapat tiga pilihan
terapi yaitu obat, iodium radioaktif, dan subtotal tiroidektomi.Dokter harus menjelaskan
prosedur, keberhasilan dan kerugian serta komplikasi yang mungkin timbul.
2.5.5 Prognosis
Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan,
biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak
mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa
yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang dapat
diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari
informed consent.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak
dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun hukum
administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur yang
digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan kecil dalam
tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya
secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara umum berlaku adagium “barang
siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi”.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah
“kesalahan berat” (culpa lata).Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada pelaksanaan
tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk menjatuhkan sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan medis
(pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan persetujuan,
maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan digugat telah melakukan
suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya,
sehingga dokter dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal
351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan
invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa
tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat
dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran
terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara pihak
pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang
seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan.
Masih banyak seluk beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak
mudah untuk menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter.
Hal tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum mantap,
sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah hukum yang
berkenaan dengan informed consent ini.
Kualitas informasi sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman
seseorang mengolah stimulus menjadi informasi.Burch (1986:5) mengatakan bahwa sebuah
informasi yang berkualitas sangat ditentukan oleh kecermatan (accuracy), tepat waktu
(timeliness) dan relevansinya (relevancy).