Anda di halaman 1dari 18

Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No.

1, Januari 2016

FOTO DIRI, REPRESENTASI IDENTITAS DAN MASYARAKAT


TONTONAN DI MEDIA SOSIAL INSTAGRAM

Oleh:
Evania Putri R

Abstrak
Pesatnya perkembangan media komunikasi modern, kemajuan media baru
layaknya media sosial, memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi setiap
individu untuk berkreasi dalam menampilkan identitas masing-masing.
Membuat identitas virtual merupakan sebuah proses yang terus menerus
selayaknya proses yang terjadi di dunia nyata. Kecenderungan fenomena
seringkali dimunculkan dengan menampakkan “diri” kita di setiap foto yang
dipaparkan di media sosial. Momen itu yang menunjukkan adanya
kecenderungan bahwa diantara masyarakat maya di media sosial, terdapat
‘hubungan sosial’yang dimediasi oleh gambar. Melalui studi etnografi visual,
artikel ini menjelaskan bagaimana foto diri merupakan realitas sosial, namun
disatu sisi ia memiliki simbol-simbol berwujud visual yang mampu membentuk
representasi seperti apa yang ingin kita sampaikan. Dalam hal ini menjadi suatu
‘representasi identitas’ yang direproduksi melalui Instagram yang memediasi
ruang bagi ‘the spectacle society’ masyarakat tontonan.

Abstract
The rapid development of modern communication media, the progress of new
media like social media, have been providing the widest possible space for
individuals to reveal their identity creatively. By creating a virtual identity in the
constant means, individual is representing him/herself through an ongoing process
that should take place in the real world. This phenomenon is often raised by
appearing "the self" in every picture presented in the social media. Such moment
refers to a tendency of ‘social relations’ mediated by images among virtual
community in the social media. Through the study of visual ethnography, this
article describes how self photos become social reality, however on the otherhand,
they convey tangible visual symbols which capable to form representations. In this
sense, a 'representation of identity' is reproduced via Instagram that mediatesa
space for 'the spectacle society'.

Key Words: Self Photo, Identity, Representation, Spectacle, Social Media

80
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

A. Pendahuluan dimungkinkan untuk membuat


pesan fotografis yang menjadibagian
Manusia merupakan bagian
dari praktek penandaan. Pesan
dari masyarakat yang memiliki
tersebut merefleksikan kode-kode,
‘konsep diri’. Konsep diri ini
nilai-nilai,dan keyakinan atas
merupakan pandangan mengenai
kebudayaan secara keseluruhan
siapa diri kita, dan itu hanya bisa
(Clarke, 1977: 28).
kita peroleh lewat informasi ataupun
definisi yang diberikan oleh orang Melihat sifatnya yang mampu
lain terhadap diri kita. Konsep diri menampilkan citraan suatu
ini dipengaruhi oleh pandangan peristiwa secara detail serta akurasi
manusia lain diluar diri kita sendiri. penyampaian gambar yang tinggi,
Melalui komunikasi dengan orang fotografi menjadi pilihan bagi
lain, kita belajar dan merasakan masyarakat untuk
mengenai siapa diri kita. Ketika kita mendokumentasikan peristiwa
berupaya berinteraksi dengan orang tertentu serta media penggambaran
lain, terdapat suatu pengharapan, diri yang dianggap ideal. Hal ini,
kesan, dan citra mereka tentang diri disebabkan karena teknologi kamera
kita yang sangat mempengaruhi memang dilahirkan untuk memburu
konsep diri yang kita inginkan. objektivitas karena kemampuannya
Penegasan orang lain atas diri kita untuk menggambarkan realitas
menghadirkan kenyamanan visual dengan tingkat presisi yang
terhadap diri kita sendiri. Orang lain tinggi (Seno Gumira Ajidarma, 2002:
berpotensi ‘mencetak’ diri kita, dan 1). Meskipun demikian, realitas yang
setidaknya kita pun mengasumsikan terdapat dalam foto tersebut perlu
apa yang orang lain asumsikan untuk dipertanyakan kembali
mengenai diri kita. keberadaannya. Apakah realitas
Berdasarkan asumsi–asumsi yang ditunjukkan merujuk kepada
itu, kita mulai memainkan peran- kenyataan dikeseharian atau
peran tertentu yang diharapkan mengarah kepada realitas yang
orang lain. Namun, meskipun kita dikonstruksikan mengenai apa yang
berupaya berperilaku sebagaimana ingin mereka coba untuk
yang diharapkan orang lain, kita representasikan kepada publik.
tidak pernah secara total memenuhi Pada dahulu kala, ketika
pengharapan orang lain tersebut. fotografi pertama kali ditemukan,
Karena kita sebagai manusia masih pelanggan pertamanya adalah kaum
memiliki kebebasan untuk bangsawan yang meminta dibuatkan
menentukan konsep diri sesuai yang foto potret diri maupun keluarganya
apa yang kita inginkan. Seperti dengan latar megah dan kostum
layaknya pengalaman kita dalam mewah sebagai dokumentasi akan
bermedia visual, kita kerap kemakmuran keluarga bagi generasi
mengkonsumsi simbol-simbol untuk mendatang. Pada era sekarang pun,
diri kita sendiri yang membentuk kita masih juga akrab dengan foto
suatu identitas. Kita cenderung keluarga yang sengaja dikonsepsi
memilih medium foto yang sedemikian rupa pada proses
direproduksi dari jaman ke jaman pembuatannya yang dicetak dan
sebagai alat untuk menyampaikan didokumentasikan pada bingkai foto
suatu representasi makna maupun nan besar, yang di pajang sebagai
pesan. Karena setiap foto, ikon keluarga di ruang ruang tamu

81
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

untuk menggadangkan citra selayaknya proses yang terjadi di


keluarga. Selain untuk kepentingan dunia nyata (Lister dkk, 2009:269).
dokumentasi, foto juga Mengapa demikian, karena
dimanfaatkan untuk kepentingan media sosial menjanjikan aktivitas
tertentu seperti halnya kepentingan virtual yang lebih memudahkan para
politik, bagaimana foto digunakan penggunanya menampilkan,
sebagai alat peraga kampanye bertukar, mengirim, bahkan
politik pada pemilihan calon mengkomentari suatu pesan dengan
legislatif yang dipasang di sudut- menggunakan simbol-simbol berupa
sudut kota dengan memampangkan teks maupun visual seperti gambar,
potret wajah calon legislatif dengan foto, dan video yang keberadannya
memvisualkan citra diri semenarik sangat akrab dalam menghiasi media
mungkin untuk menarik hati sosial. Perkembangan media sosial
masyarakat. Selain itu, foto juga saat ini, semakin melahirkan
dimanfaatkan secara pribadi untuk
banyaknya media sosial yang
kepentingan bisnis dengan menawarkan aktivitas virtual yang
menampilkan foto potret diri sang menggiurkan. Contoh saja, seperti
pemilik usaha seperti layaknya media sosial yang saat ini
restoran-restoran ternama yang digandrungi khusus untuk
menggunakan foto potret mengunggah foto, yaitu Instagram.
pemiliknya untuk logo usaha, Instagram menjadi media sosial
sebagai representasi citra identitas favorit karena penggunanya dapat
perusahaan. men-sharing kehidupan pribadi
Lain halnya dengan dunia melalui bentuk visual. Pada
diluar fotografi cetak yang prakteknya, instagram bagaikan
dimanfaatkan dari masa ke masa, sebuah jurnal pribadi yang
foto yang kini lebih bereksistensi berbentuk album foto virtual para
dalam dunia foto digital, penggunanya, dimana mereka dapat
keberadaannya kerap meronai meng-upload foto apapun yang
kehidupan masyarakat saat ini. Foto- mereka inginkan, setiap saat
foto yang saat ini akrab di kapanpun, menentukan lokasi foto
masyarakat bertransformasi dimanapun, serta menuliskan judul
kedalam ranah digital sering kali foto apapun. Sehingga konsekuensi
mewarnai media sosial yang banyak didalamnya, media sosial layaknya
dimiliki masyarakat kekinian. instagram kerap dimanfaatkan
Penggunaan medium foto sebagai sebagai ajang arena memproduksi
proses kreatif dalam realitas yang termediasi (mediated
merepresentasikan identitas kian reality) melalui citra visual foto.Jika
menjadi fenomena yang massif pada kita melihat dari aspek sosial,
masyarakat saat ini. Dengan segala fotografi dapat dilihat dari
perkembangan medium saat ini, kecenderungan masyarakat
kemajuan media baru layaknya mempergunakan fotografi sebagai
media sosial, mampu lebih fungsi sosial. Penggunaan fotografi
memberikan ruang yang seluas- disajikan untuk mendefinisikan
luasnya bagi setiap individu untuk makna sosial seperti apa yang di
berkreasi dalam menampilkan definisikan pada gambar tersebut.
identitas masing-masing. Membuat Hal ini sebagaimana dijelaskan
identitas menjadi virtual merupakan Pierre Bordieu dalam “The Social
sebuah proses yang terus menerus Definition of Photography”, yang

82
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

melihat bahwa pola perilaku penggunaannya, yang dapat dengan


masyarakat dalam menghasilkan mudah diakses melalui smartphone
suatu foto terhegemoni oleh yang difasilitas melalui aplikasi,
‘estetika popular’ yang namun sisi menarik dari media
sesungguhnya sudah dibentuk sosial ini, ketika akun pemiliknya
sesuai dengan kategori norma- dapat diikuti (follow) oleh para
norma yang mengatur dunia secara pengguna instagram lainnya, jika
umum. mereka ingin terus mengetahui foto-
foto terbaru yang akan ditampilkan
B. Metode Penelitian
si pemilik akun tersebut. Sehingga
Penelitian yang saya lakukan para penggunanya dapat
mengenai foto diri di media sosial berinteraksi secara online dan saling
Instagram ini menggunakan metode memberikan respon (like dan
etnografi visual, yakni dengan comment) terhadap foto-foto yang
mendasarkan pertama-tama pada ditampilkan. Selain itu dalam
observasi pada subyek dan obyek penggunaannya, media sosial
penelitian dimana ‘situated instagram juga bersifat frozen in
knowledge’ atau pengetahuan yang time, yang dimana kata lain aktivitas
berdasarkan pada konteks para penggunanya, baik foto-foto
penelitian menjadi pijakan untuk yang ditampilkan maupun interaksi
eksplorasi analisis dan pembahasan antar pengguna lain, akan terekam
secara diskusif. Etnografi visual di ruang profil yang terwujud dalam
secara operasional disini dipahami sebuah album foto virtual.
sebagai suatu metode untuk Oleh karena itu, instagram
mengumpulkan materi dan data- dirasa pantas untuk dikaji dalam
data yang secara spesifik berkenaan penelitian ini karena instagram
dengan image-making atau aktivitas merupakan media sosial yang
memproduksi citra baik secara memiliki pola interaksi antar sesama
visual maupun secara tekstual. penggunanya yang dimediasi oleh
Secara khusus etnografi visual foto.
mengutamakan penggunaan (a) Selfie : Jenis foto potret diri yang
rekaman visual untuk diambil sendiri dengan
mendeskripsikan kehidupan suatu menggunakan kamera digital atau
komunitas masyarakat, baik yang telepon kamera.
masih berlangsung hingga kini (b) Outfit Of The Day :Foto diri yang
maupun yang telah berlangsung di bertujuan menampilkan gaya
masa lampau. (Bell, dalam Van berbusana yang dikenakan pada hari
Leeuwen dan Jewitt; 2001). itu.
Oleh karena itu, penelitian ini (c) Photo Trip :Foto diri saat
melihat beragam praktek foto diri berwisata dengan mengambil latar
yang diaplikasikan dalam media suatu ikon popular dari tempat
sosial “Instagram”. Adapun wisata tersebut.
pemilihan instagram, dikarenakan Berdasarkan ketiga tipologi dasar
memiliki konten yang dikhususkan foto diri populer yang disebutkan
untuk menyimpan dan berbagi foto diatas dalam penelitian ini saya
secara virtual. Instagram saat ini mengambil beberapa sample
menjadi media sosial favorit untuk informan yang melakukan jenis foto
mengunggah foto. Instagram tidak diri seperti diatas dengan praktek
hanya aksesibel dalam dan karakter yang berbeda-beda.

83
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

Adapun pemilihan informan melakukan wawancara mendalam


didasari oleh kategori: (1) usia, dengan para informan melalui tatap
mulai 16 hingga diatas 45 tahun; (2) muka secara langsung, maupun
gender atau jenis kelamin; (3) menggunakan telewicara via telepon
Frekuensi dan konsistensi dan video call untuk para informan
menampilkan foto diri; (4) dengan lokasi dan jarak yang
Popularitas atau Respon sosial berbeda-beda.
(jumlah followers, jumlah like dan C. Analisis Hasil Penelitian: Foto
komentar). Diri sebagai Proyek Sosial dan
Sedangkan untuk teknik Masyarakat Tontonan
pengambilan data, pada awalnya
saya melakukan observasi visual Untuk menggambarkan ekspresi
terhadap akun-akun instagram yang hubungan antara teks media dengan
akan dijadikan calon informan realitas, konsep representasi sering
berdasarkan batasan-batasan digunakan. Secara semantik,
penelitian diatas. Dari hasil representasi dapat dianalogikan
penelusuran melalui empat kategori sebagai sesuatu yang bertujuan
diatas, saya memperoleh delapan untuk “menggambarkan, menjadi
informan yang secara khusus gambar, atau untuk bertindak,
merepresentasikan diri mereka dan berbicara untuk (di tempat, di dalam
terkenal dengan ‘keunikan mereka’ nama) seseorang." Beberapa makna
di Instagram dengan yakni: yang terkandung dalam kata
(1) Bagas Satriadi @bagassatriadi - representasi adalah menghadirkan
“Menghadapi ketakutan, dengan kembali sesuatu, mewakili sesuatu,
berfoto di ketinggian” dan untuk menyampaikan sesuatu
(2) Eri Sri Wahyuningsih | seperti berbicara dan bertindak.
@erisriwahyuningsih – “Hobi selfie Representasi menjadi sebuah tanda
si Eyang Mama” (a sign) untuk sesuatu atau
(3) Frans Leonardo | @franzleonard seseorang, yang tidak sama dengan
– “Pamer otot dan tubuh sexy” realitas yang direpresentasikan tapi
(4) Muhammad Qosim | mendasarkan diri pada realitas yang
@selfiekamarmandi – “Penggila menjadi referensinya. Jadi, konsep
Selfie di Kamar Mandi” representasi mencakup tema dasar
(5) Junanto Herdiawan | bagaimana media
@junantoherdiawan – “Si Pelancong mengkonstruksikan makna dunia ini
Terbang” – media menampilkannya,dan
(6) Sarah Jane Adams | sekaligus membantu audiens untuk
@saramaijewels – “The Eccentric memahaminya).
Old Lady Who Loves Sharing Her Sementara itu, Stuart Hall
Life“ (Hall. 2003 : 17) menegaskan
(7) Benny Winfield | bahwa:
@mrpimpgoodgame – “The King of “Representation is the
The Selfie Movement” production of the meaning of
(8) Pandu Waskitha | @waskithash – the concepts in our minds
“Memotret mimpi menjadi seorang trough language.”
traveler”
Setelah menemukan ke Stuart Hall membagi proses-proses
delapan informan itu, untuk represntasi ke dalam dua hal yaitu
memperoleh data tertulis saya representasi mental (mental

84
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

representation) dan bahasa ‘Masyarakat Tontonan’ melihat


(language/sign). Representasi bagaimana kecenderungan
mental berada dalam konsep di masyarakat saat ini lebih memilih
kepala kita. Dalam representasi media gambar atau visual yang
mental kita menghubungkan antara memiliki penegasan penampilan dan
kenyataan dengan konsep yang kita penegasan kehidupan sosial untuk
miliki. Melalui hal-hal nyata yang menginterpretasikan sesuatu. Ia
kita lihat, dapat tercipta konsep akan meyakini bahwa spectacle
hal tersebut tanpa benar-benar merupakan main production of
berada dalam situasi yang present day society atau produksi
dimaksudkan atau melihat benda utama yang dominan pada
yang dibicarakan. Kesan yang kita masyarakat saat ini. Jadi
dapatkan ini sangat tergantung pada ‘spectacle’kerap hadir pada
subjek yang memaknai sebuah masyarakat yang ingin menjadikan
produk. Tataran kedua dalam sistem dirinya sebagai tontonan atau
representasi adalah bahasa. Semua konsumsi dari masyarakat lainnya,
konsep dalam representasi mental atau dengan kata lain Individual
harus diwujudkan dengan bahasa reality has become social. Masyarakat
agar kita dapat menghubungkannya tontonan merupakan suatu bentuk
dengan kenyataan dan mendapatkan tampilan yang berupaya melakukan
makna. Bahasa dapat diuraikan identifikasi melalui relasi sosial dari
dengan kode-kode. Kode yang seluruh aspek kehidupan sosial
dimaksud disini adalah kode bahasa manusia.Dalam masyarakat
dan budaya.Dalam praktik ini, tontonankehidupan bertranformasi
konstruksi makna harus selalu menjadi ‘representasi’. Setelah itu,
dikaitkan dengan konteks. Dengan salinan dari representasi menjadi
demikian representasi tidak pernah sebuah realitas. Spectacle menjadi
terlepas dari realitas sosial yang kecenderungan untuk melihat dunia
melingkupi subjek dan objek. Oleh realitas melalui medium tertentu
karena itu, konsep (dalam pikiran) (mediated reality). Medium gambar
dan tanda (bahasa) menjadi bagian atau visual inilah yang cenderung
penting yang digunakan dalam digunakan pada masyarakat saat ini
proses konstruksi atau produksi untuk merepresentasikan sesuatu.
makna. Jadi, dapat disimpulkan Meski demikian, Guy Debord
bahwa representasi adalah suatu menekankan bahwa, spectacle
proses untuk memproduksi makna ternyata bukanlah kumpulan citra-
dari konsep yang ada di pikiran kita citra (imaji). Akan tetapi, merupakan
melalui bahasa. suatu ‘relasi sosial’ antara orang-
Ketika berbicara orang yang dimediasikan melalui
representasi, berbagai fantasi yang citra itu sendiri. Pemahaman atas
dibangun untuk merepresentasikan spectacle atau tontonan tidak bisa
diri individu sesuai yang ia hanya dipahami semata-mata
harapkan, merupakan proses dari sebagai upaya penipuan secara
bagian-bagian yang menunjukan material atau visualisasi seperti
bahwa manusia adalah masyarakat yang acapkali berlaku pada industri
yang ingin mempertontonkan media. Imaji-imaji visual inilah yang
sesuatu yang tampak saja. Pemikiran terpisah dari setiap aspek kehidupan
Guy Debord dalam konsepnya digabung kedalam sebuah arus
mengenai Society of Spectacle atau utama, dimana didalamnya kesatuan

85
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

dari kehidupan itu tak dapat lagi bahwa semua kehidupan manusia
ditemukan. Pandangan-pandangan serta kehidupan sosial adalah
dari kenyataan yang penampilan belaka. Namun dibalik
terfragmentasikan menyusun kritik tersebut, suatu ‘penampilan’
kembali diri mereka ke dalam dalam masyarakat tontonan
kesatuan baru sebagai sebuah ‘dunia merupakan hal yang penting, karena
palsu’ yang terpisah, dan hanya merupakan negasi dari kehidupan
dapat ‘disaksikan’. Spesialisasi dari yang menciptakan bentuk visual
imaji dunia, berkembang menjadi untuk dirinya sendiri, yang dapat
sebuah dunia dari imaji kebebasan membedakan citra performer satu
di mana bahkan para ‘penipu pun dan yang lainnya. Karena di dalam
ditipu’. Dengan kata lain, dunia masyarakat spectacle, terdapat
tontonan adalah pandangan dunia realitas yang memberikan pesan
yang telah berhasil membangun khusus sehingga citra sempurna
ruang, saat imaji (image) mendapat merupakan prestise dari sang
tempat istimewa yang telah performer sebagai modal sosialnya
dimaterialisasikan secara aktual, untuk memproduksi ‘dunianya’ di
atau dalam bahasa sarkatis : dalam realitas virtual.
‘Memalsukan kenyataan merupakan Fenomena foto diri sebagai
produk yang riil dari kenyataan itu representasi identitas sekaligus
sendiri’. menjadikan media sosial sebagai
Dalam fenomena foto diri di medium spectacle dapat saya
media sosial, para penampil foto diri uraikan ke dalam beberapa
menjadi bagian dalam masyarakat analisisberdasarkan situated
tontonan. Mereka tidak hanya knowledge, yakni pengetahuan yang
menjadi penonton dalam sebuah saya rangkum dari hasil pengolahan
ruang pertunjukan visual yang data-data etnografi ke dalam lima
massif, tetapi dalam saat yang aspek utama yaitu: (1) Kebebasan
bersamaan mereka juga menciptakan identitas melalui citra
mempertontonkan dirinya kepada visual; (2) Budaya kolektif melawan
orang lain. Dalam kata lain, menjadi arus utama; (3) Empati visual
subyek sekaligus objek tontonan. sebagai kontrol sosial; (4)
Para pelaku foto diri ini seakan Kenikmatan semu; dan (5) Siasat
terbuai pada kesadaran palsu, merebut penonton.
dimana mereka menjadikan dirinya Kelima aspek inilah yang
sebagai ‘pusat tontonan’ bagi para mendasari tesis yang saya ajukan
penontonnya yang memiliki loyalitas mengenai cara-cara reproduksi
(dalam hal ini followers) untuk setia identitas dalam masyarakat
mengikuti setiap aksi yang tontonan (the mode of the
ditampilkan oleh mereka di reproduction of identity in the
panggung visual media sosial. spectacle society). Tesis ini saya
Disinilah peran ‘citra’ dimainkan bangun dari hasil analisis saya pada
sedemikian rupa. Konsep ‘tontonan’ data-data etnografi yang saya
yang menyatukan masyarakat, konstruksikan sebagaimana subyek
menjelaskan bahwa didalam penelitian mensituasikan
masyarakat tontonan terdapat pengetahuan mereka dan sekaligus
keragaman penampilan yang mengkonfirmasi basis kerangka
berbeda-beda. Tetapi disisi lain, teoritik mengenai representasi
terdapat pula kritik didalamnya

86
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

identitas dan masyarakat tontonan menemukan sesuatu yang baru,


secara kritis. unik, berbeda, seakan kita berenang
melawan arus utama yang mayoritas
1. ‘Build Your Own Reality!’
diselami oleh masyarakat luas.
:Kebebasan Menciptakan
Konsekuensinya jika kita berani
Identitas Melalui Citra Visual
mendobrak itu semua, kita akan
Media sosial yang merupakan dipandang sebagai pribadi yang
‘media bersosialisasi’ secara online unik, dan selalu diingat oleh orang
menuntut kita untuk menjalin banyak. Oleh karena itu tidak sedikit
koneksi dengan orang-orang di dari mereka yang berlomba-lomba
sekitar kita, layaknya di dunia memberontak dan memilih
nyata.Kesempatan yang diberikan menyelami budaya anti-mainstream
media sosial untuk menciptakan yang tidak banyak diselami manusia
sendiri identitas virtual yang seperti pada arus utama.Memilih
diinginkan, melanggengkan para ranah Anti-Mainstream adalah dalam
penggunanya untuk menampilkan rangka mementaskan diri ke dalam
imaji diri (self-image) yang sebebas- ‘panggung visual’ dan menampilkan
bebasnya. Mereka dapat pesona yang lain dari pada yang lain
menentukan dirinya ingin dilihat sehingga menarik simpati para
seperti apa, dikenal sebagai siapa, penonton yang melihatnya. Mereka
bahkan memiliki dunia yang merasa dengan menampilkan foto-
bagaimana. Semua itu dapat mereka foto diri yang berbeda dan belum
wujudkan melalui citra visual. Foto banyak dilakukan oleh orang lain,
merupakan salah satu bentuk citra akun instagram miliknya memiliki
visual yang sudah tak diragukan lagi warna yang berbeda, yang tidak
eksistensinya. Dengan mudahnya, sama seperti akun instagram yang
foto dapat dengan sekejap kebanyakan ditampilkan oleh orang
membangun ‘realitas’ seperti apa banyak. Namun memang pada
yang diinginkan para penggunanya. kenyataannya, mereka yang ‘berani
Secara singkat, foto dengan tampil beda’ ini lebih digrandungi
mudahnya melanggengkan identitas dalam hal jumlah pengikut
yang hanya dilihat secara visual. (followers), gejolak respon, dari
Oleh karena itu, para pelaku foto diri pada mereka yang menampilkan
di media sosial menjadikan foto foto diri dengan sewajarnya seperti
sebagai medium favorit untuk orang-orang pada umumnya.Contoh
‘membangun realitas’ sesuai dengan saja Muhammad Qosim dengan foto-
apa yang diinginkan sebagai bentuk foto selfie kamar mandinya, Junanto
dari representasi identitas atas Herdiawan dengan foto-foto
dirinya. manusia terbangnya, yang semua
2. ‘Berbeda Itu Unik’: Budaya adalah sebagian orang yang memilih
Kolektif Melawan Arus Utama mempresentasikan dirinya dengan
(Anti-mainstream) cara berbeda melalui foto diri.

Untuk menjadi berbeda kita


harus bisa melakukan dan menjadi
apa yang tidak ada di orang lain.
Untuk itu perlu upaya untuk
menyelami suatu kultur yang masih
belum banyak tersentuh,

87
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

3. Empati Virtual ‘Like dan


Comment’ sebagai Kontrol
Sosial
Layaknya di kehidupan nyata,
semua orang ingin diterima secara
baik di dunia maya. Karena jika
diterima dengan baik, kita akan
merasa nyaman membawa diri kita
dalam bersosialisasi. Tolak ukur
diterima baik atau tidaknya, tentu
Gambar.1. M. Qosim ‘Selfie Kamar Mandi’ saja dengan melihat respon yang
dari orang-orang sekitar terhadap
apa yang selama ini kita tampilkan.
Fitur Like dan Comment contohnya,
adalah dualitas yang tak dapat
dipisahkan dari respon kehidupan
dunia maya, khususnya di media
sosial instagram. Keberadaan
keduanya, memegang peran penting
untuk mengatur roda interaksi
antara sesama penggunanya. Tanpa
like, kita tidak akan mengetahui
siapa saja yang telah melihat dan
berapa banyak orang yang menyukai
Gambar. 2. Junanto Herdiawan , ‘Si foto kita. Tanpa comment, hampa
Manusia Terbang’
pula ruang berkomunikasi antara
Ketika obsesi pencarian sesama masyarakat maya. Namun
identitas dilakukan, secara kolektif dibalik itu semua, like tidak hanya
masyarakat akan memilih sebatas ‘angka’ berapa banyak orang
mengadopsi ciri khas yang berbeda yang menyukai foto kita. Tetapi lebih
untuk diterapkan pada dirinya. Bagi jauh dari itu, like seperti bentuk
sebagian orang, berani membanting pengakuan positif, persetujuan,
stir ke arah Anti-Mainstream tanda sepakat, terhadap apa yang
memang menjadi sesuatu yang ditampilkan. Baik antara yang
memiliki citra bergengsi. Karena menampilkan, yang menonton,
ditengah ramainya trend yang ataupun antara sesama penonton.
banyak digandrungi mayoritas 4. ‘Kenikmatan Semu’ Buaian
khalayak, budaya Anti-Mainstream Like dan Comment Positif
seakan membawa kita ke jalan yang Apa yang kita rasakan jika kita
lebih berwarna, menantang, dan disanjung, dipuji, diakui,
bahkan penuh resiko (dalam hal ini digandrungi, dipuja-puja oleh
resiko dicintai atau dibenci banyak orang? Apa yang kita
sekalipun). Sehingga, semakin rasakan jika kehadiran kita terus
banyak orang yang melawan budaya ditunggu-tunggu oleh siapapun yang
arus utama, maka semakin memerhatikan kita? Popularitas dan
berbondong-bondong pulalah eksistensi memang dapat membawa
mereka yang mengikuti budaya siapapun yang mendambakannya
tanding, yakni budaya Anti- terbang diatas awan. Ketika kita
Mainstream.

88
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

banyak yang menyenangi, kita mengikuti perkembangan dunia


seakan merasa menjadi ‘idola’ dan media sosial saat ini, kita tentu tidak
pribadi yang dipanuti. Like dan asing lagi dengan bisnis ‘jual beli like’
comment, yang pada prakteknya di instagram. Bisnis ini menawarkan
berfungsi sebagai tolak ukur layak kepada para pengguna instagram
atau tidak foto tersebut dihadapan untuk mendapatkan like maupun
penonton yang melihatnya, menjadi comment dengan membayar jasa
sesuatu yang didambakan oleh para sesuai dengan berapa jumlah like
pemburunya. Jika foto yang kita atau comment yang dikehendaki.
tampilkan mendapat banyak like,
kita berpuas diri karena merasa
sudah menampilkan apa yang
‘terbaik’ dan disukai. Jika
mendapatkan comment-comment
bernada positif, seperti pujian,
sanjungan dan sebagainya, kita juga
merasa mendapat perhatian,
diperdulikan, dan diakui. Contoh
paling nyinyir dari fenomena foto
diri, ketika kita berfoto selfie. Diakui Gambar.3. Beberapa contoh penawaran
atau tidak, berfoto selfie tidak hanya dari bisnis jual beli jasa like & followers
diambil sekedar untuk di instagram
www.jasasosialmedia.com&www.juallik
mengabadikan gambar diri, tetapi
e.com
ada tendesi ingin memperlihatkan
momen terbaik diri kita saat sedang Fenomena ini semakin
berpenampilan menarik. Tentunya memperkuat bahwa like dan
ketika kita menampilkan foto comment merupakan sesuatu yang
tersebut, terbesit dihati kecil untuk memiliki nilai bergengsi bagi orang
mendapat pengakuan dari orang lain yang mendapatkannya. Karena, like
bahwa kita memang ‘menarik’ dan comment di instagram, dapat
seperti apa yang ada di pikiran kita. menentukan eksistensi dari orang
Untuk itu, ketika foto tersebut yang menampilkan foto tersebut dan
diunggah dan mendapat pengakuan menaikan citra dari representasi
dan respon yang positif dari orang- identitas yang ia tampilkan. Tidak
orang yang melihatnya, tentunya ada hanya sampai disitu. Setiap kita me-
‘kepuasan’ dan ‘kenikmatan’ yang like sesuatu, ataupun memilih untuk
dirasakan. Karena, apa yang kita tidak me-like sesuatu, disitulah kita
dapat, sesuai dengan apa yang kita sebagai ‘penonton’ dihadapkan pada
harapkan. Disadari atau tidak, like realitas yang harus kita kurasi untuk
dan respon positif memang layak atau tidaknya masuk kedalam
membuat siapapun yang ‘dunia’ kita. Tentunya kita tidak
mendapatkannya merasa ketagihan. mungkin meninggalkan jejak like
Mereka berupaya mendapatkan pada sesuatu yang tidak kita sukai,
kenikmatan yang lebih dan lebih lagi atau tidak sesuai dengan selera
dengan menampilkan foto diri yang maupun konsumsi kita selama ini.
lebih baik dari sebelumnya. Seakan, Pada media sosial seperti instagram
ada pencapaian yang harus diraih contohnya, jika kita me-like foto
dari apa yang telah dicapai apapun, foto-foto yang kita like akan
sebelumnya. Ironisnya, jika kita terpampang pada timeline sesama

89
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

teman instagram kita. Sehingga, disajikan untuk para ‘pemirsa' di


sesama pengguna dapat mengetahui dunia maya?
foto apa saja yang disukai antar Hashtag yang sudah tidak asing
teman virtualnya. Disinilah like di lagi penggunaannya di media sosial,
media sosial tidak hanya berpihak merupakan kata atau frasa (tanpa
pada performer yang spasi) yang diawali dengan simbol #
mempertontonkan sesuatu, tetapi , untuk membantu orang-orang
like juga dapat membangun menemukan dan bergabung dengan
‘dunianya’ penonton. Sehingga percakapan tentang topik tertentu.
disaat yang bersamaan, like juga Ketika mengklik hashtag, anda akan
dapat membawa representasi melihat aliran berita yang
identitas sang penonton kepada mencantumkan hashtag
penonton lainnya. Karena perihal tersebut.Pada media sosial
selera, konsumsi, dan persepsi, instagram, hashtag dapat
adalah unsur-unsur yang dapat
dicantumkan pada setiap judul foto
membangun identitas. yang kita hendaki. Misalnya, “#selfie
dulu ah hari ini”. Hashtag juga dapat
5. Siasat Merebut ‘Hati’ dicantumkan lebih dari satu kata.
Penonton : Usaha Ketika hashtag-hashtag itu
Mengumpulkan Like dan dicantumkan, foto kita akan secara
Comment Sebanyak- otomatis masuk ke dalam kategori
Banyaknya foto dari belahan dunia manapun
Seperti contoh pada praktek foto yang juga menyisipkan hashtag yang
diri yang dilakukan para informan serupa. Hal ini dapat memudahkan
dalam penelitian ini. Mereka seseorang untuk dapat menemukan
memaparkan citra visual yang foto-foto di instagram sesuai dengan
berbeda-beda dalam merayakan tema-tema foto terkait. Mudah saja,
identitas. Keragaman citra tersebut tinggal ketik hashtag pada kolom
menjadi nilai komoditi yang pencarian, maka seluruh foto yang
berperan sebagai ‘modal’ mereka berada di platform instagram akan
dalam arena pertunjukan visual. tampil sesuai dengan tema yang kita
Tentunya didalam arena yang inginkan.
dipadati kelimpahan visual, mereka Selain berfungsi untuk
harus pandai-pandai mencari celah memudahkan mencari informasi,
untuk dapat tampil lebih unggul ternyata kata berpagar ini juga
diantara para performer lainnya, memiliki dampak yang besar pada
agar selalu diingat, dipuja, dan eksistensi sebuah foto. Bagaimana
menarik simpati para tidak, dengan mencantumkan
penontonnya.Dalam aktivitas hashtag para pengunggah foto di
mengunggah foto misalnya. Waktu instagram dapat menyebarluaskan
primetime, seakan mengingatkan foto-foto mereka agar dengan
kita akan ‘rating' sebuah acara mudah diakses oleh siapapun.
televisi yang ditentukan dengan ‘Tanpa hashtag, tidak eksis’ itulah
banyak atau tidaknya penonton yang perempumaan dari para netizen
menyaksikan acara tersebut. Jika hal pengguna setia media sosial saat ini.
ini juga diterapkan pada praktek- Ketika foto-foto yang dicantumkan
praktek di media sosial, lalu apa hashtag dapat dilihat secara luas
bedanya tontonan televisi dengan oleh orang-orang yang bukan teman
tontonan visual berupa foto yang

90
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

berjejaring kita sekalipun, sudah sebuah tontonan. Jika waktu seakan


menjadi kemungkinan besar, foto- seperti jam tayang suatu tontonan,
foto tersebut juga mendapatkan hashtag berposisi sebagai praktek
respon yang lebih banyak distribusi untuk menarik pasar
dibandingkan kita ketika tidak penonton.
menggunakan hashtag. Hal inilah Mengunggah foto pada saat
yang membuat hashtag kerap jam primetime, mencantumkan
dijadikan senjata jitu para banyak hashtag didalamnya, rasanya
pengunggah foto di instagram, untuk tidak lengkap jika kita tidak peka
menarik magnet like maupun terhadap ‘momen populer’ yang saat
comment terhadap foto-foto yang itu sedang terjadi. Karena cepatnya
mereka tampilkan. media teknologi informasi, tentunya
suatu peristiwa, kejadian,dan trend,
akan secara cepat juga mewabah di
masyarakat. Seperti halnya jika kita
mengingat fenomena-
fenomenapopuler di dunia maya
yang sempat heboh di kalangan
netizen. Pada fenomena foto diri
misalnya, siapa yang tak ingat
dengan gaya berfoto selfie
memonyongkan bibir ala bebek yang
eksis dengan sebutan duckface? Pada
saat yang bersamaan, media sosial
seketika dipenuhi oleh muka-muka
orang yang berfoto selfie ala
tampang bebek tersebut. Atau juga,
Gambar.4. Frans Leonardo, ‘Si sexy tentunya kita sudah tak asing lagi
bersiasat dengan primetime dan dengan trend berfoto ala OOTD atau
hashtag’ yang berarti Outfit Of The Day untuk
Ketika mencantumkan memperlihatkan gaya berpakaian
hashtag, pemilik foto memiliki kita dihari itu. Semua hal diatas
otoritas yang leluasa untuk memilih adalah contoh ‘momen populer’ yang
segmentasi masyarakat seperti apa pernah dan bahkan masih
yang ia hendaki untuk digandrungi oleh para pecinta foto
memgkonsumsi fotonya. Misalnya, diri di media sosial.
pada contoh kasus foto-foto Ketika momen-momen
spornoseksual yang diunggah oleh tersebut naik ke permukaan,
akun instagram @franzleonard. Ia tentunya tidak sedikit orang-orang
mengakui bahwa foto-foto yang yang ingin ikut mencobanya agar
diunggahnya beserta hashtag- terlihat up to date dan tidak
hashtag yang ia cantumkan, sengaja ketinggalan momen yang kekinian,
ditujukan pada orang-orang yang atau bahkan hanya latah merayakan
menggemari tubuh pria momen populer. Disaat itulah,
spornoseksual yang kekar seperti momen yang sedang populer
dirinya. Dalam budaya masyarakat dijadikan kesempatan terbaik untuk
tontonan, waktu dan hashtag seperti para pelaku foto diri untuk
dualitas yang saling memperkuat menampilkan diri mereka dengan
satu sama lain terhadap eksistensi
91
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

gaya yang sedang trend saat itu.


Harapannya, jika trend yang sedang
digandrungi menjadi pusat
perhatian masyarakat, foto-foto
mereka yang menampilkan gaya
serupa juga akan turut naik ke
permukaan dan mendapatkan
perhatian yang lebih dari
masyarakat seperti like yang banyak
maupun komentar-komentar yang
positif.

D. Penutup: Siklus Penciptaan


Identitas Didalam
Masyarakat Tontonan
Apa yang terjadi ketika Gambar.5 Tabel Logika “The Mode of The
panggung, performer (penampil), Reproduction of Identity in the Spectacle
dan spectator (penonton) berada Society” oleh Evania Putri R
dalam ruang dimensi yang sama? Dari studi etnografi yang saya
Kedua aktor ini, yakni performer dan lakukan mengenai representasi
spectator memegang peran penting identitas melalui foto diri di
dalam keberlansungan masyarakat Instagram dan masyarakat tontonan,
tontonan. Melalui keberadaan dan saya mengajukan suatu tesis yakni
aktivitas yang dilakukan keduanya, yang saya sebut sebagai “The Mode
dapat tercipta pola relasi yang of the Reproduction of Identity in
secara simultan berotasi the Spectacle Society”. Cara-cara
menghidupkan satu sama lain yang reproduksi identitas dalam
mampu membentuk representasi masyarakat tontonan menurut saya
akan sebuah identitas. Walapun adalah sebuah siklus reproduksi
semua itu hanya dimediasi oleh identitas pada masyarakat tontonan
realitas visual. yang diadopsi dari temuan menarik
praktek-praktek foto diri di media
sosial Instagram. Dalam siklus ini,
terdapat empat pemeran utama yang
mempengaruhi keberlangsungan
reproduksi identitas yakni
Performer, Spectator, Photo dan
Response. Dalam prakteknya, siklus
ini dimulai dari aktivitas pengguna
sosial yang mengunggah photo ke
akun instagram miliknya, dan
menyuguhkan foto tersebut kepada
audiens yang melihatnya. Dalam hal
aktivitas ini, diibaratkan layaknya
seorang performer yang
menampilkan dirinya dalam sebuah
tontonan melalui wujud visual foto.
Kemudian setelah diunggah, foto

92
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

tersebut berada dalam suatu Gerakan selfie movement yang


panggung virtual yang disaksikan digagasi Benny Wienfield,
oleh para spectator. Setelah foto merupakan sebagian bentuk dari
tersebut diunggah dan menjadi foto diri yang dimanfaatkan untuk
konsumsi publik di dunia maya, menyampaikan pesan katarsis akan
spectators yang melihatnya memilki keresahan politik identitas terhadap
hak preriogratif untuk memberikan isu-isu kesetaraan di dunia nyata.
response. Respon tersebut difasilitasi Hal ini mengingatkan kita, bahwa
dalam bentuk like (sebagai tanda foto diri tidak semata-mata berakhir
suka) maupun comment (sebagai pada isu narsistik, tetapi dengan
ruang komentar), dimana hal itu power yang ada baliknya, foto diri
sebagai wujud interaksi timbal balik dapat menyampaikan sebuah
antara performer dan spectator yang representasi identitas yang dapat
dimediasi oleh foto. mempengaruhi siapapun yang
melihatnya. Media sosial dengan
Selanjutnya, setelah
segala citra didalamnya, ternyata
spectators meninggalkan jejak like
mampu mewujudkan itu. Melalui
maupun comment, respon tersebut
foto diri, seseorang dapat sebebas-
dijadikan evaluasi atau bahkan
bebasnya menciptakan realitas
penilaian bagi performer yang
visual seperti apa yang ia mau.
menampilkan foto, untuk
Sehingga konsekuensi didalamnya,
memastikan apakah pesan foto yang
realitas visual yang cenderung
ia tampilkan diterima dengan baik
dipilih untuk disampaikan
oleh para spectator sesuai dengan
merupakan citra yang dapat
apa yang ia harapkan. Ketika foto-
meningkatkan harga diri individu di
foto tersebut mendapatkan respon
dunia maya. Sejauh ini, harga diri
positif yang banyak, ada
atau self-esteem dimengerti sebagai
kecenderungan dari performer untuk
penilaian individu terhadap
memaparkan foto dengan identitas
performa dirinya sendiri, atas
serupa karena merasa mendapat
kemampuan, keberartian,
pengakuan dan disukai banyak
kehormatan, dan keberhargaan
orang. Perputaram siklus ini akan
dirinya. Tentunya penilaian tersebut,
terus bergulir disetiap kali sang
tidak dapat diukur tanpa melihat
performer menampilkan dan
pengakuan dari orang-orang sekitar
mempublikasikan dirinya kedalam
untuk menganalisa : apakah perilaku
citra visual. Sehingga konsekuensi
yang dilakukan sudah sesuai dengan
didalamnya, performer semakin
apa yang diidealkan (bagi
merasa yakin bahwa inilah proses
masyarakat).
reproduksi yang ia inginkan. Karena,
kapanpun representasi menjadi Berdasarkan siklus ‘The mode
independen, spectacle beregenerasi of the reproduction of identity in the
dengan sendirinya. spectacle society’, seseorang akan
menampilkan identitasnya secara
“fortable what who you are.
simultan jika ada pemantik berupa
You know alot of people not
respon-respon yang diberikan pada
really comfortable with
foto diri tersebut. Dengan kata lain,
themself.”
seseorang akan merasa percaya diri
(Benny Winfield, wawancara 6 untuk tampil ‘lagi dan lagi’ jika
September 2015) penampilan yang sebelumnya
mendapat apresiasi positif dari

93
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

orang-orang yang melihatnya. dikarenakan, foto diri yang


Disinilah psikologis seseorang ditampilkan di media sosial
dipermainkan melalui citra visual. instagram sangat mempengaruhi
Keterbukaan era digital mampu eksistensi pemilik akun media sosial
membuat siapapun yang bermain tersebut di kalangan masyarakat
didalamnya memiliki kebebasan dunia maya. Eksistensi inilah yang
untuk menciptakan identitas tanpa pada akhirnya mengundang banyak
batas. Seperti halnya dengan atau tidaknya interaksi yang terjalin
fenomena foto diri di media sosial antara pemilik foto dan para netizen
instagram ini, Foto-foto diri yang lainnya, yang dimediumisasi oleh
ditampilkan di media social tidak foto-foto diri yang ditampilkan.
semata-mata hanya untuk Melihat dari fenomena ini,
mengabadikan gambar diri. pada akhirnya timbul suatu
Bagaimanapun, apa yang pertanyaan yang menggelitik,
ditampilkan didalam foto diri, sesungguhnya, apa arti dari suatu
merupakan wujud visual dari identitas yang sebenarnya? Siapakah
representasi identitas dari pemilik pemegang kuasa pencipta identitas?
akun media sosial tersebut. Dan identitas ‘menurut’ siapa yang
Sehingga, foto-foto diri tersebut pada akhirnya di tampilkan? Karena,
dapat menjadi medium relasi sosial melalui fenomena foto diri dan
yang membawa ‘identitas’ pemilik representasi identitas di media
foto kepada netizen lainnya, menjadi sosial instagram ini, kita dapat
kekuatan politik identitas, menjadi melihat bahwa foto-foto diri yang
medium eksistensi diri, bahkan ditampilkan seakan tidak secara
menjadi pendongkrak harga diri dari murni merepresentasikan diri sang
sang pemilik foto. pemilik foto sesuai dengan identitas
Karena sifatnya yang serba yang ia kehendaki. Tetapi,
visual, media sosial instagram penciptaan identitas ini dipengaruhi
dimanfatakan sebagai ‘panggung oleh pola relasi dan interaksi sosial
virtual’ untuk menciptakan realitas dari penikmat foto-foto tersebut.
visual bagi siapapun yang Sehingga identitas popular yang
berkecimpung didalamnya. Mereka disukai oleh masyarakat dunia maya,
dengan bebasnya mengekspresikan menjadi panutan untuk menciptakan
diri melalui foto agar terlihat dan identitas pemilik foto di media
dikenal menjadi ‘siapa’, dan bahkan sosial. Pada akhirnya kita
menciptakan dunia yang seperti menyadari, representasi identitas
‘apa’. Seperti halnya ketika kita yang ditampilkan melalui foto diri di
melihat foto-foto diri yang media sosial merupakan realitas
ditampilkan para informan dalam semu yang dirayakan.
penelitian ini, yang masing-masing
dari mereka memiliki karakter
identitas yang berbeda-beda. Mereka
mencoba untuk mepresentasikan
dirinya dengan penampilan
semenarik mungkin kehadapan
penonton dunia maya agar terlihat
dominan ditengah-tengah riuknya
beragam identitas virtual
masyarakat digital. Hal ini

94
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

Daftar Pustaka Antropologi Visual tentang


Media (Audio) Visual, Seni,
Abdullah, I. (2006). Konstruksi dan
dan Penonton. Yogyakarta:
Reproduksi Kebudayaan.
Rumah Sinema.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Finkelstein, Joanne (2007). The Art
Ajidarma, S. G. (2002). Kisah Mata,
of Self Invention Image and
Fotografi antara Dua Subyek:
Identity in Popular Visual
Perbincangan Tentang Ada.
Culture. London-New York :
Yogyakarta: Galang Press.
I.B Tauris & Co. Ltd
Banks, Marcus (2001). Visual
Gaudelius, C. G. (2008). Spectacle
Analysis in Social Research.
Pedagogy. Albany: State
London : Sage Publications
University of New York
Ltd
Harper, D. (2012). Visual Sociology.
Barker, C. (Oktober 2004). Cultural
USA and Canada: Routledge.
Studies: Teori dan Praktek.
Yogyakarta: Kreasi Wacana. Hassan, Robert (2004). Media,
Politics and the Network
Baudrillard, J. (1995). Simulacra and
Society. New York : University
Simulation. Michigan:
Press.
University of Michigan Press.
Kellner, M. G. (2006). Media and
Berger, J. (1972). The Way of Seeing.
Cultural Studies. 350 Main
London: British Broadcasting
Street, Malden, MA 02148-
Corporation & Penguin.
5020, USA: Blackwell.
Bordieu, Pierre (1996). Photography
Manuel Alvarado, E. B. (2001).
A Middle Brow Art. French :
Representation and
Polity Press
Photography : A Screen
Bordieu, Pierre (1984). Distinction : Education Reader. New York:
A Social Critique of the Palgrave.
Judgement of Taste.
McRobbie, Angela (1994).
Cambridge, Massachusetts :
Postmodernism and Popular
Harvard University Press
Culture. London : Routledge
Danesi, M. ( 2010). Pesan, Tanda, dan
Messaris, P. (1994). Visual Literacy :
Makna; Buku Teks Dasar
Image, Mind, & Reality.
Mengenai Semiotika dan Teori
Komunikasi. Yogyakarta: Boulder: Westview Press.
Jalasautra. Pickering, M. (2008). Research
Methods for Cultural Studies.
Debord, G. (1970). The Society of
George Square, Edinburgh:
Spectacle. Detroit: Black and
Edinburgh University Press.
Red Translation.
Rose, G. (n.d.). Visual Methodologies :
Doy, G. (2005). PICTURING THE SELF
An Introduction of Visual
: Changing Views of The
Materials. London: SAGE
Subject in Visual Culture. 6
Publication
Salem Road, London W2 4BU:
I.B.Tauris & Co Ltd. Storey, John (2009). Cultural Theory
Fauzanafi, M. Z. (n.d.). Melampaui and Popular Culture An
Introduction 5th Edition.
Penglihatan : Kumpulan Esai

95
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

University of Sunderland : Sumber Internet :


Pearson http://www.selangkahlagi.com
Wittgenstein, L. 1. (1958). diakses pada 9 Mei 2015
Philosophical Investigations. http://kandidat-
Oxford: Basil Blackwell kandidat.blogspot.co.id/diak
ses pada 9 Mei 2015
Sumber Karya Ilmiah dan Proyek http://www.lokalsocial.com/
Penelitian diakses pada 10 Mei 2015
http://neolucida.com/history/three
-camerasdiakses pada
Heru Setiawan, Agus (2014). Citra
Sempurna? Pola Visual dan 15 Mei 2015
Makna Foto Pre-Wedding. http.//www.everystockphoto.comdi
Tesis S2 Antropologi UGM,
akses pada 20 Mei 2015
Yogyakarta.
http://galeri-nasional.or.iddiakses
pada 26 Mei 2015
Renangningtyas, Luri. Me, Myself and http://mashable.comdiakses pada
I. Fleksibilitas Identitas
dalam Budaya Percepatan 1 Juni 2015
Studi Kasus : Foto Profil http://dailysocial.id/diakses pada
Facebook Bing Bedjo dan
Christin Ana Wijaya (Aiyuki 5 Juni 2015
Aikawa). www.instagram.com/15_dimples,
https://www.academia.edu/ diakses pada 9 Juni 2015
3434677/
www.instagram.com/inne_nau,
diakses pada 9 Juni 2015
Zappavigna, Michele. Social Media www.instagram.com/im_boodoo ,
Photography : Construing diakses pada 9 Juni 2015
Subjectivity in Instagram
www.instagram.com/haseheila,
Images. School Of The Arts
diakses pada 9 Juni 2015
and Media, University Of New
South Wales. www.instagram.com/indahinggrid ,
https://www.academia.edu/ diakses pada 9 Juni 2015
s/de78dadeb3 www.instagram.com/indoselfiepics,
diakses pada 15 Juli 2015
Manovich, Lev (2014), SELFIECITY : www.instagram.com/ootdindomen,
http://selfiecity.net diakses pada 15 Juli 2015
www.instagram.com/OOTDINDO,
diakses pada 15 Juli 2015
http://www.abc.net.audiakses pada
21 Juli 2015
www.instagram.com/discoverearth,
diakses pada 10 Agustus
2015

96
Jurnal Pemikiran Sosiologi Vol. 3 No. 1, Januari 2016
Evania Putri R
Foto Diri , Representasi Identitas dan Masyarakat Tontonan di Media Sosial Instagram

www.dailymail.co.uk/diakses pada
15 Agustus 2015
Metrotvnews.com/ Pythag
Kurniatdiakses pada
9 September 2015
www.mirror.co.uk/Don
Mackaydiakses pada
9 September 2015
www.worldnewsdailyreport.com/Bo
b Flanagandiakses pada
10 September 2015
www.kaskus.co.id/ fadliueo diakses
pada 11 Oktober 2015
http://boombastis.com/Centralismo
diakses pada
11 Oktober 2015
https://hello-pet.com/ Yoko
Widitodiakses pada
15 Oktober 2015
www.jasasosialmedia.comdiakses
pada 10 November
www.juallike.comdiakses pada
10 November 2015
www.instagram.com/indomuscle88,
diakses pada
16 November 2015

97

Anda mungkin juga menyukai