TINJAUAN PUSTAKA
A. Koping
1. Pengertian Koping
Koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, respon terhadap situasi
yang mengancam. Upaya individu dapat berupa perubahan cara berfikir
(kognitif), perubahan perilaku atau perubahan lingkungan yang bertujuan
untuk meyelesaikan stres yang dihadapi. Koping yang efektif akan
menghasilkan adaptasi. Koping dapat diidentifikasi melalui respon,
manifestasi (tanda dan gejala) dan pertanyaan klien dalam wawancara
(Keliat, 1999). Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan
dicapai, dan respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri
individu (Nurhaeni, 1998). Berdasarkan definisi di atas maka yang
dimaksud koping adalah cara yang digunakan individu dalam
menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi
yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
Koping dibagi menjadi dua bagian, yaitu memfokuskan pada
pemecahan masalah dan memfokuskan pada emosi.
Jenis-jenis koping yang memfokuskan pada masalah berupa :
a. Keaktifan diri, adalah suatu tindakan yang mencoba menghilangkan
atau mengelabuhi penyebab stres atau untuk memperbaiki akibat yang
ditimbulkan, dengan kata lain bertambahnya usaha seseorang untuk
melakukan koping, antara lain dengan bertindak langsung.
b. Perencanaan, adalah memikirkan tentang bagaimana mengatasi
penyebab stres, contohnya dengan membuat strategi untuk bertindak,
memikirkan tentang langkah apa yang perlu diambil dalam
menangani suatu masalah.
6
7
2. Aspek-Aspek Koping
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya adalah aspek
psikososial (Keliat, 1999) yaitu :
a. Reaksi Orientasi Tugas
Berorientasi terhadap tindakan untuk memenuhi tuntunan dan situasi
stres secara realistis, dapat berupa konstruktif atau destruktif. Misal :
1) Perilaku menyerang (agresif) biasanya untuk menghilangkan atau
mengatasi rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan untuk menghilangkan sumber-
sumber ancaman baik secara fisik atau psikologis.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk merubah cara melakukan,
merubah tujuan atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi
seseorang.
b. Mekanisme Pertahanan Diri
Sering disebut sebagai mekanisme pertahanan mental. Adapun
mekanisme pertahanan diri adalah sebagai berikut (Mustikasari, 2006):
8
1) Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidak setujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah
paling sederhana dan primitive.
2) Pemindahan (displecement)
Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada
seseorang/benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit
mengancam dirinya.
3) Disosiasi
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari
kesadaran atau identitas.
4) Identifikasi (Identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang ia
kagumi berupaya dengan mengambil/menirukan pikiran-pikiran,
perilaku dan selera orang tersebut.
5) Intelektualisasi (Intelectualization)
Penggunaan logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang mengganggu perasaannya.
6) Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat
diterima masyarakat untuk menghalalkan/membenarkan impuls,
perasaan, perilaku, dan motif yang tidak dapat diterima.
7) Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan
dalam penyalurannya secara normal.
8) Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan
tetapi sebetulnya merupakan analog represi yang didasari atau
pengesampingan yang disengaja tentang suatu bahan dari
9
4. Mekanisme Koping
a. Pengertian Mekanisme Koping
Koping didefinisikan sebagai strategi untuk memanajemen
tingkah laku kepada pemecahan masalah yang paling sederhana dan
realistis, berfungsi untuk membebaskan diri dari masalah yang nyata
maupun tidak nyata, dan koping merupakan semua usaha secara
kognitif dan perilaku untuk mengatasi, mengurangi, dan tahan terhadap
tuntutan-tuntutan Lazarus, 1984 dalam Safaria, Triantoro, 2009.
Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan
11
B. Orang Tua
1. Pengertian Orang Tua
Orang tua didalam kehidupan keluarga mempunyai posisi sebagai
kepala keluarga atau pemimpin rumah tangga, orang tua sebagai
pembentuk pribadi pertama dalam kehidupan anak, kepribadian orang tua,
sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang
tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak
yang sedang tumbuh.
Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan
ibu dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang
dapat membentuk sebuah keluarga (Habibi, 2008). Ayah dan Ibu
ditambah dengan anak akan membentuk sebuah unit terkecil dalam
masyarakat yang disebut dengan keluarga (Soetjiningsih, 1995).
16
C. Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu proses karena suatu alasan darurat atau
berencana yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah
(Dachi, 2006).
Hospitalisasi merupakan bentuk stressor individu yang berlangsung
selama individu tersebut dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi merupakan
pengalaman yang mengancam bagi individu karena stressor yang
dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman (Muhaj, 2009).
Pemahaman anak tentang hospitalisasi akan tergantung dari usia
anak. Jika anak yang dirawat di rumah sakit mempunyai kakak atau adik,
orang tua harus menjelaskan apa yang akan terjadi pada saudaranya.
17
2. Reaksi Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap sakit dan hospitalisasi dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan usia, pengalaman sebelumnya, support system dalam
keluarga, keterampilan koping, dan berat ringannya penyakit (Alawi,
2006).
Anak-anak mempunyai reaksi dalam menghadapi hospitalisasi
dimulai saat sebelum masuk rumah sakit, selama hospitalisasi, dan
setelah pulang dari rumah sakit. Perubahan perilaku temporer dapat
terjadi selama anak dirawat di rumah sakit sampai pulang dari rumah
sakit. Perubahan ini disebabkan oleh perpisahan dari orang-orang
terdekat, hilangnya kesempatan untuk membentuk hubungan baru, dan
lingkungan yang asing (Wong, 2007).
Menurut Dachi (2006), reaksi anak terhadap hospitalisasi sesuai
dengan tahap usianya adalah:
a. Masa bayi (0-1 tahun)
Usia anak lebih dari 6 bulan terjadi stanger anxiety, dengan
menunjukkan reaksi seperti menangis keras, pergerakan tubuh yang
banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
b. Masa toddler (1-3 tahun)
Sunber utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon perilaku anak
terhadap perpisahan dengan tahap sebagai berikut:
1) Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain.
2) Menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan
minat bermain, sedih, apatis.
3) Pengingkaran/denial
4) Mulai menerima perpisahan
5) Membina hubungan secara dangkal
18
4. Dampak Hospitalisasi
Sakit dan hospitalisasi sering menjadi krisis pertama pada anak-anak
yang harus dihadapi. Konsep anak-anak terhadap sakit bahkan lebih
penting daripada usia dan intelektual untuk memprediksi tingkat
adjustment sebelum hospitalisasi. Hal tersebut mungkin atau mungkin
tidak dipengaruhi oleh lamanya kondisi penyakit atau hospitalisasi
(Wong, 2003).
Dampak hospitalisasi yang dialami bagi anak dan keluarga akan
menimbulka stress dan tidak merasa aman. Jumlah dan efek stress
tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap kerusakan penyakit
dan pengobatan. Selama proses tersebut, bukan saja anak tetapi orang tua
juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkungan yang asing, orang tua
yang kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas.
Rasa cemas pada orang tua membuat stress anak meningkat (Dachi,
2006).
Hospitalisasi merupakan kondisi yang stressful bagi anak, tetapi
dapat juga memberi manfaat. Manfaat yang paling terlihat adalah proses
penyembuhan anak dari sakit dan hospitalisasi juga akan memberikan
kesempatan pada anak untuk mengendalikan stress dan mampu untuk
menggunakan kemampuan koping mereka. Lingkungan rumah sakit
membuat anak mempunyai pengalaman sosial baru yang dapat
memperluas hubungan interpersonal mereka (Wong, 2007).
Hospitalisasi menyebabkan kecemasan dan stress pada semua usia.
Ketakutan pada hal-hal yang tidak diketahui selalu menjadi ancaman bagi
anak. Anak-anak masih terlalu muda untuk untuk memahami apa yang
21
sedang terjadi atau takut bertanya pada perawat atau dokter. Lama rawat
yang singkat di rumah sakit lebih sering muncul ketakutan dibandingkan
dengan hospitalisasi yang panjang (Klossner, 2006).
Perawatan di rumah sakit merupakan saat yang menakutkan bagi
anak dan keluarganya. Hal yang paling dikhawatirkan oleh anak-anak
adalah mereka merasa akan disakiti dan asing dengan tenaga kesehatan
yang ada di rumah sakit. Perawatan di rumah sakit akan menjadi lebih
mudah bagi anak dan keluarganya dengan beberapa persiapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak adalah
berpisah dengan orang tua dan saudara kandung, fantasi-fantasi dan
unrealistic anxietas, gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak
diizinkan menjenguk, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau
penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat dan kematian
(Alawi, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi hospitalisasi pada anak adalah
berpisah dengan orang tua dan saudara kandung, fantasi-fantasi dan
unrealistic anxietas, gangguan kontak sosial jika pengunjung tidak
diizinkan menjenguk, nyeri dan komplikasi akibat pembedahan atau
penyakit, prosedur yang menyakitkan, takut akan cacat dan kematian
(Alawi, 2008).
22
D. Kerangka Teori
Aspek-aspek Koping :
• Pemindahan
• Disosiasi
Adaptif Maladaptif
Gambar 2.1
Kerangka Teori
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah mekanisme koping orang tua dalam
menghadapi anak yang pertama kali dirawat di RSJD Dr.Amino
Gondhohutomo Semarang.