Anda di halaman 1dari 62

Konsep Six Sigma

Six Sigma merupakan metode yang terstruktur dan fact based yang merupakan

penerapan atau aplikasi metode statistik dalam proses bisnis untuk meningkatkan efisiensi

operasional yang berakibat pada peningkatan nilai organisasi.

Tiga bidang utama yang menjadi target usaha six sigma adalah:

a. Meningkatkan kepuasan pelanggan

b. Mengurangi waktu siklus

c. Mengurangi defect ( cacat )

Terdapat enam aspek kunci yang perlu diperhatikan dalam aplikasi Six Sigma dalam

bidang manufacturing yaitu :

1. Identifikasi karakteristik produk yang akan memuaskan pelanggan (sesuai dengan

kebutuhan dan ekspetasi pelanggan)

2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai CTQ (Critical To Quality)

individu.

3. Menentukan apakah setiap CTQ itu dapat dikendalikan melalui pengendalian material,

mesin, proses-proses dan lain-lain

4. Menentukan batas minimum untuk setiap CTQ sesuai dengan yang diinginkan pelanggan

(menentukan USL dan LSL dalam setiap CTQ)

5. Menentukan meksimum variasi proses untuk setiap CTQ

6. Mengubah design produk sedemikian rupa agar mampu mencapai nilai target Six Sigma

2.2.4 Metode Six Sigma

Dalam upaya menuju pencapaian target six sigma dibutuhkan suatu pendekatan yang

sistematis, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific and fact based)

dengan menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran sehingga ekspektasi dan

kebutuhan pelanggan dapat terpebuhi. Menurut Gaspersz ), langkah-langkah implementasi


peningkatan kualitas Sig Sigma terdiri dari lima langkah yaitu : DMAIC (Define, Measure,

Analyze, Improvement, and control)

2.2.4.1 Define,

Merupakan langkah operasional pertama dalam program peningkatan kualitas Six Sigma.

Pada tahap ini mengidentifikasikan hal-hal yang ter kait dengan kriteria pemilihan proyek sigma,

peran dan tanggung jawab dari orang-orang yang akan terlibat dalam Six Sigma, proses-proses

Six Sigma, kebutuhan spesifikasi dari pelanggan.

Tujuan dari langkah define pada pendekatan DMAIC adalah untuk mengidentifikasi tahap

untuk menentukan pokok permasalahan, tujuan penelitian, dan lingkup pada proses. Untuk itu

diperlukan adanya data kebutuhan pelanggan sehingga dapat diketahui pokok permasalahan

yang harus diteliti, kemudian akan dilakukan aktivitas beserta deskripsi dalam suatu proses

yang terkait dengan proses, serta inspeksi suatu produk sehingga langkah berikutnya yang

dilakukan adalah menentukan apa yang menjadi Critical to Quality (CTQ) bagi pelanggan

(Cahyono & Kholil, 2006). Hal-hal yang dibahas pada tahap define adalah sebagai berikut :

1. Project Charter

Fase ini merupakan penentuan tujuan dan ruang lingkup proyek, mengumpulkan informasi

tentang proses dan pelanggan, dan menentukan kiriman kepada pelanggan (internal dan

external). Beberapa elemen yang termasuk dalam project charter adalah sebagai berikut

(Desai & Shrivastava, 2008):

a. Problems Statements

Problem Statement adalah deskripsi singkat dari masalah yang perlu ditangani. Sebuah

pernyataan masalah yang baik harus menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti apa

masalahnya, siapa yang memiliki masalah (customer) dan apa saja ruang lingkup yang

diperlukan.

b. Project Goals
Proyek atau penelitian terhadap suatu masalah harus memiliki tujuan yang jelas yang

langsung terkait terhadap solusi dari permasalahan tersebut.

c. Project Scope

Memahami persyaratan dari proyek Six Sigma DMAIC sangat penting terhadap lingkup

project. Tanpa pemahaman ini, sangat sulit untuk memberikan keterangan dari sebuah

proyek untuk memperoleh tujuan yang jelas, singkat dengan batas-batas yang akan

memungkinkan resolusi masalah tepat waktu.

2. Critical to quality

CTQ adalah atribut – atribut yang sangat penting untuk diperhatikan karena berkaitan

langsung dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan elemen dari suatu

produk, proses, atau spesifikasi lain yang berhubungan langsung kepada kepuasan

pelanggan. Sebelum melakukan pengukuran terhadap CTQ, maka perlu dilakukan evaluasi

terhadap sistem pengukuran yang ada agar menjamin efektivitas sepanjang waktu

(Gaspersz, 2002)

3. Mendifinisikan masalah dengan 5 W + 1 H.

Konsep 5W – 1H dapat digunakan pada tahap define, yaitu :. (1) What, apa yang menjadi

target utama dari perbaikan kualitas? (2) Why, mengapa rencana tindakan diperlukan? (3)

Where, dimana rencana tersebut dilaksanakan? (4) Who, siapa yang akan mengerjakan

aktivitas rencana itu? (5) When, kapan tindakan ini akan dilaksanakan? (6) How,

bagaimana mengerjakan rencana tersebut? Contoh petunjuk penggunaan metode 5W – 1H

untuk pengembangan rencana tindakan dapat dilihat dalam tabel 2.1 di bawah ini.

Tabel 2.1 Penggunaan Metode 5W +1H untuk mendifinisikan masalah

Jenis 5W – 1H Deskripsi Tindakan


Tujuan What Apa yang menjadi target utama
Utama (Apa) dari perbaikan atau peningkatan Merumuskan target
kualitas sesuai dengan
Alasan Why Mengapa rencana tindakan itu kebutuhan pelanggan.
Kegunaan (Mengapa) diperlukan? Penjelasan tentang
kegunaan dari rencana tindakan
yang dilakukan
Lokasi Where Di mana rencana tindakan ini Mengubah sekuens atau
(Di mana) akan dilaksanakan? Apakah urutan aktivitas atau
aktivitas ini harus dikerjakan di mengkombinasikan
sana? aktivitas – aktivitas yang
Sekuens When Bilamana aktivitas rencana dapat dilaksanakan
(Urutan) (Kapan) tindakan itu akan terbaik untuk bersama.
dilaksanakan?apakah aktivitas
itu akan dilaksanakan
kemudian?
Orang Who Siapa yang akan mengerjakan
(Siapa) aktivitas rencana tindakan itu?
Mengapa harus orang itu yang
ditunjuk untuk mengerjakan
aktivitas itu?
Metode How Bagaimana mengerjakan Menyederhanakan
(Bagaimana) aktivitas rencana tindakan itu? aktivitas – aktivitas
Apakah metode yang diberikan rencana tindakan yang
sekarang merupakan metode ada.
terbaik?
Sumber: (Gaspersz, 2002)

2.2.4.2 Measure

Merupakan langkah operasional kedua dalam program peningkatan kualitas Six Sigma.

Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam tahap ini yaitu : memilih atau menentukan

karakteristik kualitas kunci atau CTQ (Critical To Quality).

Mengembangkan rencana pengumpulan data dan pengukuran kinerja sekarang atau

sebelum mengalami perbaikan. Tahap measure merupakan langkah operasional dalam

program peningkatan kualitas Six Sigma. Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan dalam

tahap ini, yaitu: (1) memilih dan menentukan karakteristik kualitas (CTQ) kunci yang

berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik customers, (2) mengembangkan suatu

rencana pengumpulan data melalui pengukuran yang dapat dilakukan pada tingkat proses,
input, dan output, dan (3) mengukur kinerja pada tingkat proses, input dan output (Gaspersz,

2002).

Pengukuran pada tingkat output untuk mengetahui sejauh mana output dari suatu proses

dalam memenuhi kebutuhan customers. Hasil pengukuran pada tingkat output dapat berupa

data variabel dan data atribut, yang akan ditentukan kinerjanya berdasarkan Pengukuran

DPMO (Defect Per Million Opportunities)

Ukuran kegagalan dalam program peningkatan kualitas Six Sigma, yang menunjukkan

kegagalan per sejuta kesempatan. Target dari pengendalian kualitas Six Sigma Motorola

sebesar 3,4 DPMO tidak diintepretasikan sebagai 3,4 unit output yang cacat dari sejuta unit

output, tetapi sebagai dalam satu unit produk tunggal terdapat rata – rata kesempatan untuk

gagal dari suatu CTQ adalah 3,4 kegagalan per satu juta kesempatan.

Six Sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect Per Million Opportunities

(DPMO) sebagai satu pengukuran. DPMO merupakan Suatu Ukuran dengan cacat biaya dan

waktu yang terbuang, dengan menggunakan table konversi DPMO dan sigma, maka kita akan

dengan mudah mengetahui tingkat sigma dan DPMO, menentukan DPMO adalah sebagai

berikut :

Contoh :

99 Defect pada 750 microchip dengan 150 peluang defect

• Hitung Deffect Per Opportunity (DPO)

DPO = defect / (unit x opportunities) ……………………….( 2.1)

=: 99 / (750 Unit X 150 Peluang per unit)

= 0.00088

• Hitung Defect Per Million Opportinity (DPMO)

DPMO = DPO X 106 ……………………………………………….(2.2)

= 0.00088 X 106 = 880 Unit per Sejuta Kesempatan.

 Hitung nilai Sigma


Untuk nilai Sigma, menggunakan table konversi DPMO ke nilai Sigma ,

Dengan nilai DPMO = 880, maka nilai Sigma adalah 4.6 Sigma

2.2.4.3 Analyze

Merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan kualitas Six Sigma.

Pada tahap ini akan menganalisa kapabilitas dari proses., menganalisa dan menentukan akar

permasalahan dari suatu cacat atau kegagalan. Pada tahap analyze, tujuannya adalah untuk

menggunakan data atau informasi pada tahap pengukuran (measure) untuk memulai

menentukan hubungan sebab akibat pada proses dan untuk memahami perbedaan dari

variabilitas. Dengan kata lain, bahwa pada tahap ini, kita akan menentukan penyebab paling

utama dari defect, masalah kualitas, masukan dari pelanggan, waktu siklus, dan lain-lain

(Gaspersz, 2002). Pada tahap ini perlu melakukan beberapa hal berikut:

1. Melakukan Analisis terhadap Kapabilitas Proses

Dalam menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil, maka perlu

membutuhkan alat – alat atau metode statistika sebagai alat analisis. Kontribusi utama dari

penggunaan metode statistika dalam pengendalian sistem industri adalah memisahkan variasi

total dalam suatu proses, contohnya analisis kapabilitas proses yang memiliki batas spesifikasi

dan analisis kapabilitas proses untuk data atribut.

2. Mengidentifikasikan sumber – sumber dan akar penyebab cacat

Tools Six Sigma yang digunakan dalam tahap ini adalah:

 Pareto Chart, Pareto chart adalah quality improvement tool yang sering digunakan untuk

mendefinisikan langkah – langkah pengukuran, yang merepresentasikan secara grafis

tentang distribusi frekuensi dari masing masing perfomance. Diagram Pareto ini

merupakan suatu gambar yang mengurutkan klasifikasi data dari kiri ke kanan menurut
urutan ranking tertinggi hingga terendah. Hal ini dapat membantu menemukan

permasalahan yang terpenting untuk segera diselesaikan (ranking tertinggi) sampai

dengan yang tidak harus segera diselesaikan (ranking terendah) (Dreachslin, 2007).

 Fishbone Diagram, adalah metode yang menjelaskan akar – akar penyebab dari

masalah yang mengkategorikan sumber – sumber penyebab berdasarkan prinsip 4M +

E, yaitu man power, machines, methods, materials, and environment..

2.2.4.4 Improve

Merupakan langkah operasional keempat dalam program peningkatan kualitas Six

Sigma. Pada tahap ini dilakukan identifikasi penyebab kritis, merancang perbaikan sesuai

dengan hasil identifikasi, kemudian lakukan perbaikan dengan mengimplementasikan suatu

rancangan peningkatan kinerja nmenuju kapabilitas proses minimum 6 sigma..

Tahap improve bertujuan untuk mengoptimasi solusi yang ditawarkan akan memenuhi

atau melebihi tujuan perbaikan dari proyek. Pada dasarnya, rencana – rencana tindakan akan

mendeskripsikan tentang alokasi sumber – sumber daya serta prioritas dan alternatif yang

akan dilakukan dalam implementasi dari rencana itu. Bentuk pengawasan dan usaha – usaha

untuk mempelajari melalui pengumpulan data dan analisis ketika implementasi dari suatu

rencana juga harus direncanakan pada tahap ini (Gaspersz, 2002).

2.2.4.4.1 Failure modes and effect analysis (FMEA)

Failure modes and effect analysis (FMEA) adalah salah satu teknik yang sistematis

untuk menganalisa kegagalan. Teknik ini dikembangkan pertama kali sekitar tahun 1950-an

oleh para insinyur yang sedang mempelajari masalah yang ditimbulkan oleh peralatam militer

yang mengalami malfungsi.

Secara umum tujuan dari penyusunan FMEA adalah sebagai berikut :

- Membantu dalam pemilihan design alternatip yang memiliki keandalan dan keselamatan

potensial yang tinggi selama fasa design.


- Untuk menjamin bahwa semua bentuk mode kegagalan yang dapat diperkirakan berikut

dampak yang ditimbulkannya terhadap kesuksesan operasional sistem telah

dipertimbangkan.

- Membuat daftar kegagalan potensial serta mengidentifikasi seberapa besar dampak yang

ditimbulkannya..

- Sebagai dokumentasi untuk referensi pada masa yang akan datang untuk membantu

manganalisa kegagalan yang terjadi dilapangan serta membantu bila sewaktu-waktu

terjadi perubahan design

- Sebagai data input untuk studi banding

Output dari proses FMEA adalah :

a. Daftar mode kegagalan yang potensial pada proses

b. Daftar critical characteristic dan significant characteristic

c. Daftar tindakan yang direkomendasikan untuk menghilangkan penyebab munculnya

mode kegagalan atau untuk mengurangi tingkat kejadiannya dan untuk meningkatkan

deteksi terhadap produk cacat bila kapabilitas proses tidak dapat ditingkatkan..

Dalam menjalankan FMEA , terlebih dahulu harus dipahami 3 variable utama, yakni :

1. Severity , yakni rating yang mengacu pada besarnya dampak serius dari suatu potensial

failure mode. Severity (Pengaruh buruk), merupakan suatu estimasi atau perkiraan

subyektif tentang bagaimana buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari

kegagalan tersebut (Gaspersz, 2002).. Adapun nilai severity dijelaskan pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Tabel Severity

Ranking Kriteria
1 Negligible severity (pengaruh buruk
yang diabaikan). Kita tidak perlu
memikirkan bahwa akibat ini akan
berdampak pada kinerja produk.
Pengguna akhir mungkin tidak akan
memperhatikan kecacatan ini.
2 Mild severity (pengaruh buruk yang
ringan). Akibat yang ditimbulkan hanya
3 bersifat ringan. Pengguna akhir tidak
akan merasakan perubahan kinerja.
Perbaikan dapat dikerjakan pada saat
pemeliharaan regular.
4 Moderate severity (pengaruh buruk
5 yang moderat). Pengguna akhir akan
6 merasakan penurunan kinerja, namun
masih dalam batas toleransi. Perbaikan
yang dilakukan tidak mahal dan dapat
selesai dalam waktu singkat
7 High severity (pengaruh buruk yang
tinggi). Pengguna akhir akan
8 merasakan akibat buruk yang tidak
akan diterima, berada diluar batas
toleransi. Perbaikan yang dilakukan
sangat mahal.

9 Potential safety problem (masalah


keamanan potensial). Akibat yang
10 ditimbulkan sangat berbahaya dan
berpengaruh terhadap keselamatan
pengguna. Bertentangan dengan
hukum.

2 Occurrence, yakni rating yang mengacu pada berapa banyak potensial failure terjadi.

Occurence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena potential

cause (Gaspersz, 2002). Adapun nilai occurence dijelaskan pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Tabel occurence

Degree Berdasarkan Frekuensi Kejadian Rating

Remote 0.01 per 1000 item 1


0.1 per 1000 item 2
Low
0.5 per 1000 item 3
1 per 1000 item 4
Moderate 2 per 1000 item 5
5 per 1000 item 6
10 per 1000 item 7
High
20 per 1000 item 8
Very High 50 per 1000 item 9
100 per 1000 item 10
Sumber: (Gaspersz, 2002)

3. Detection, yakni mengacu pada kemungkinan metode deteksi yang sekarang dapat

mendeteksi potensial failure mode sebelum produk tersebut dirilis untuk produksi Detection

rate merupakan alat control yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Identifikasi

metode yang diterapkan untuk mencegah penyebab mode kegagalan (Gaspersz, 2002).

Adapun detection dijelaskan pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Tabel Detection Rate (Gaspersz, 2002)

Berdasarkan pada
Rating Kriteria
frekuensi kejadian

Metode pencegahan sangat efektif. Tidak ada kesempatan


1 0.01 per 1000 item
bahwa penyebab mungkin muncul.
2 0.1 per 1000 item
Kemungkinan penyebab terjadi sangat rendah.
3 0.5 per 1000 item
4 1 per 1000 item
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderate. Metode
5 2 per 1000 item
pencegahan kadang memungkinkan penyebab itu terjadi.
6 5 per 1000 item

7 Kemungkinan penyebab terjadi masih tinggi. Metode 10 per 1000 item


pencegahan kurang efektif, penyebab masih berulang
8 kembali. 20 per 1000 item
9 50 per 1000 item
Kemungkinan penyebab terjadi sangat tinggi. Metode
pencegahan tidak efektif, penyebab selalu berulang kembali
10 100 per 1000 item
Sumber: (Gaspersz, 2002)

Metode FMEA mengenal apa yang disebut dengan RISK Priority Number (RPN), yakni

angka yang bakal menggambarkan area mana yang perlu jadi prioritas perhatian. RPN diukur

berdasarkan pertimbangan ratin dari ketiga faktor diatas, severity, occurance, dan detection.
Seandainya severity menunjukkan angka 9 atau 10, maka harus diambil suatu tindakan

koreksi, karena dampaknya sangat serius, dan berpotensi menghasilkan kerugian yang sangat

besar, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada format FMEA tabel 2.5

Tabel 2.5 Format FMEA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Parameter Macam Macam Ke Penyebab kejadian Kontrol Deteksi RPN Rekomendasi


kritis Kegagalan efek burukan potensial Yang
potensial Dilakukan
skarang
Sebelum RPN

11 12 13 14 15 16

Tanggung Aksi Ke Kejadian Deteksi RPN


Jawab Yang burukan
dan diambil
tanggal
selesai
Sesudah RPN

1. Risk Potential Number (RPN)

Nilai RPN menunjukkan keseriusan dari potential cause, semakin tinggi nilai RPN maka

menunjukkan semakin bermasalah. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan

perbaikan. Segera lakukan terhadap potential cause, alat control dan efek yang diakibatkan.

Nilai RPN didapat dari perkalian antara nilai severity, occurence, dan detection rate

(Gaspersz, 2002).

RPN = severity x occurrence x detection …………………(2.3)

Jika sudah memahami beberapa istilah dan variable dalam FMEA, maka selanjutnya berikut

ini adalah langkah-langkah yang perlu dilakukan, yaitu :

1 Identifikasi failure mode, yakni potensi yang mengakibatkan kegagalan. Failure mode ini

bisa berasal dari komponen, subsystem, system, process, dan lainnya.


2. Terjadinya failure mode pada satu komponen dapat berpengaruh pada komponen

lainnya. Daftar failure mode bagi tiap fungsi dari komponen harus dibuat, sekaligus

diidentifikasi mengenai kemungkinan akan terjadinya. Sehingga, kita dapat mengetahui

failure mode apa saja yang berpotensi terjadi secara mendetail.

3. Jelaskan pula mengenai failure effect yang diakibatkan oleh failure mode. Failure effect

ini adalah dampak yang dihasilkan oleh failure mode pada fungsi produk/proses seperti

yang dialami oleh pelanggan, baik internal maupun eksternal. Tentukan juga besar

dampak severity-nya, menggunakan skala dari 1 hingga 10. Makin besar, maka

dampaknya semakin besar dan serius. Rating ini membantu dalam menentukan prioritas

masalah yang harus ditangani duluan.

4. Selanjutnya, identifikasi sebab-sebab dari tiap failure mode. Setiap sebab yang potensial

harus diidentifikasi dan didokumentasikan.

5. Masukkan juga faktor probabilitas atau frekuensi, yang menunjukkan seberapa besar

kemungkinan dari sebab tersebut terjadi. Skala yang digunakan juga

6. Lalu identifikasi juga control yang diterapkan saat ini. Kontrol desain atau proses adalah

suatu mekanisme yang memungkinkan pencegahan terjadinya failure mode atau deteksi

failure sebelum mencapai pelanggan.

7. Tentukan rating dari Detection, yakni berapa besar kemungkinan dari control yang ada

sekarang dapat mendeteksi sebab dari failure mode, atau bahkan failure mode itu

sendiri.

8. Tentukan Risk Priority Numbers, yang merupakan hasil kali antara rating severity,

occurrence dan detection control

9. Identifikasi tindakan-tindakan yang dapat diambil, berdasarkan RPN yang muncul.

Prioritaskan yang punya RPN tinggi.

10. Prediksikan RPN yang baru, dengan asumsi bahwa tindakan koreksi sudah

diimplementasikan. Jika hasil RPN baru di bawah RPN yang sekarang, maka tindakan
koreksi mungkin perlu. Pertimbangkan juga faktor lain seperti waktu, biaya, sumber

daya, dan sebagainya.

11. Tentukan siapa yang bertanggung jawab terhadap tindakan koreksi tersebut, sekaligus

tentukan tanggal yang menjadi tarfet

12. Setelah tindakan koreksi diambil, maka ukur kembali rating-rating tersebut, mulai dari

severity, occurrence, hingga detection-nya. Evaluasi kembali rating RPN. Apakah perlu

tindakan lanjutan?

13. Lakukan perubahan terhadap FMEA jika terdapat perubahan desain atau proses,

sehingga mengakibatkan pengukuran dan tindakan yang berbeda juga nantinya.

2.2.4.5 Control

Setelah keempat tahapan diatas sudah dilakukan maka langkah selanjutnya adalah

membuat suatu rencana dan merancang pengukuran atas hasil improvement yang sudah

dilakukan agar dapat dikontrol dan diawasi secara berkesinambungan. Aktifitas pada tahapan

control ini adalah merancang sistem kontrol, yang selanjutnya menerapkan sistem kontrol yang

telah dibuat tersebut.,

dengan maksud untuk mempertahankan pencapaian dan melakukan perencanaan perbaikan

selanjutnya.

2.2.5 Beberapa Istilah Dalam Konsep Six Sigma

a. Critical To Quality (CTQ)

Critical to Quality (CTQ) adalah atribut yang sangant penting karena berkaitan langsung

adengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan. CTQ merupakan element dari suatu produk,

proses atau praktek-praktek yan berdampak pada kepuasan pelanggan.

b. Defect

Defect adalah kegaglan untuk memberikan apa yang diinginkan oleh pelanggan.
c. Defect Per Unit (DPU)

Defect Per Unit (DPU) adalah ukuran mereflesikan jumlah rata-rata dari defect, semua

jenis, terhadap jumlah total unit dari unit yang dijadikan sampel.

d. Defect Per Opportunity (DPO)

Defect Per Opportunities (DPO) menunjukan defect atas jumlah total peluang dalam

sebuah kelompok, sebagai contoh, jika DPO sebesar 0.05 berarti peluang untuk memiliki

sebuah kategori adalah 5 persen.

e. Defect Per million Opportunities (DPMO)

Defect Per million Opportunities (DPMO) adalah ukuran kegagalan dalam program

peningkatn kualitas Six Sigma, yang menunjukan kegagalan per sejuta kesempatan.

Opportunities yang dimaksud dalam DPMO Six Sigma adalah jumlah kesempatan atau potensi

yang dapat mengakibatkan cacat (defect). Misalnya dalam suatu unit produk terdapat 10 daerah

potensi yang dapat mengakibatkan cacat ( 10 karakteristik CTQ), jika kita memproduksi 1000

unit produk, maka akan terdapat 10,000 kesempatan cacat.

f. Process Capability

Process Capability adalah kemampuan proses untuk memperproduksi atau mengerakan

output sesuai ekspetasi dan kebutuhan pelanggan Process Capability yang merupakan suatu

ukuran yang ditetapkan oleh manajemen berdasarkan kebutuhan dan ekspetasi pelanggan.

2.2.6 Peralatan Six Sigma

2.2.6.1 Peta Kendali (Control Chart)

Peta pengendalian menggambarkan perbaikan kualitas. Perbaikan kualitas terjadi pada

dua situasi. Situasi pertama adalah peta kendali dibuat, proses dalam kondisi tidak stabil.

Kondisi yang diluar batas kendali terjadi karena sebab khusus (assingnabel cause), kemudian

dicari tindakan perbaikan sehingga proses stabil, hasilnya adalah adanya perbaikan proses.
situasi kedua berkaitan dengan pengujian. Peta pengendali tepat bagi penggambilan keputusan

karena model akan melihat yang baik dan yang buruk. Peta kendali memang tepat dalam

penyelesaian masalah melalui perbaikan kualitas, walaupun ada kelemahan apabila digunakan

untuk memonitor atau mempertahankan proses.

Grafik pengedali sifat atribut

Karakteristik kualitas yang tidak dapat dinyatakan secara numeric, sesuai klasifikasi dan

tidak sesuai klasifikasi atau cacat dan tidak cacat. Karakteristik kualitas seperti ini dinamakan

sifat atribut. Grafik pengendali sifat yang digunakan dan berhubungan dengan bagian produk

yang tidak sesuai atau cacat yang diproduksi , dinamakan grafik pengendali bagian yang tidak

sesuai atau grafik p . Grafik pengendalian bagian yang tak sesuai merupakan perbandingan

banyak benda tak sesuai dalam suatu populasi dengan banyak benda keseluruhan dalam

populasi itu. Biasanya dinyatakan dalam bentuk pecahan desimal, atau dapat dinyatakan dalam

persen tak sesuai

Pada kondisi jumlah sample konstan dalam setiap pengamatan, maka untuk mengetahui

proporsi kesalahan atau cacat pada sampel atau sub kelompok pada setiap kali melakukan

observasi.

X
P= …………………………………………(2.4)
n

Dimana :

P = bagian tak sesuai

X = banyaknya unit produk tak sesuai

N = total unit produk yang diambil

g g

 Pi  Xi
i 1 i 1
CLP = P = ………………………………………(2.5)
g nx g
(1  )
UCLP =  + 3 …………………………..……….…..(2.6)
n

(1  )
LCLP =  - 3 …………...…….……………………..(2.7)
n

Grafik pengendali p dengan jumlah sample yang berbeda

Jumlah produksi suatu industri tidak selamanya sama setiap hari atau periodenya, akan
tetapi disesuaikan dengan hasil forecast pada periode produksi mendatang atau order. Dalam
penerapan grafik pengendali bagian tak sesuai samplenya adalah 100% pemeriksaan hasil
proses selama periode waktu tertentu, hal ini menyebabkan adanya perbedaan sample pada
setiap periode produksi.

Pendekatan yang paling sederhana untuk membuat grafik pengendali adalh dengan
menentukan batas pengendali untuk tiap-tiap sampel yang didasarkan pada ukuran sample
tertentu. Jika sample ke I berukuran n , maka

g g

 Pi  Xi
i 1 i 1
CLP = P = ………………………………………
g nx g

(1  )
batas atas dan bawahnya adalah p 3 dimana :
n
p = bagian tak sesuai rata-rata

N = jumlah sample untuk masing masing pengamatan

Tabel 2. Peta p dengan n tidak konstan


Gambar 2.3 peta kendali (Control Chart)
Membuat
peta kendali p dengan minitab 16

1. Langkah pertama dalam membuat peta control p dalam minitab 16 adalah dengan
memasukan data waktu, jumlah produk serta julmlah produk cacat seperti gambar dibawah ini

Gambar 2.4 Inputan Data

2. Selanjutnya klik stat, Control chart, Atribut Chart, lalu pilih peta kendali P seperti pada
gambar 2.5 dibawah ini

Gambar 2.5 Atribut Chart


3. Masukan jumlah defect sebagai variabel dan jumlah produk sebagai subgroup size seperti

gambar 2.6 dibawah ini

Gambar 2.6 Menentukan Jumlah Defect

Kemudian klik OK. Dan akan dihasilkan grafik seperti gambar 2.7 dibawah ini

Gambar 2.7 Hasil Control Chart


2.2.6.2 Diagram Pareto

Pareto merupakan diagram batang khusus yang membagi satu kelompok berdasarkan

katagori, dan membandingkannya dari yang terbesar hingga terkecil. Diagram ini digunakan

untuk mencari bagian terbesar dari masalah, atau kontributor terbesar dari penyebab

masalah. Diagram Pareto (gambar 2.8) dapat membantu untuk mengetahui hal atau masalah

yang mana memiliki pengaruh paling besar, sehingga dapat memfokuskan

Proyek atau solusi kepada hal-hal yang paling berpengaruh. Diagram pareto mengacu

kepada hukum 80-20, artinya kebanyakan masalah (80%) dari sedikit penyebab (20%).

Distribusi Pareto adalah salah satu jenis distribusi dimana sifat-sifat yang diobservasi

diurutkan dari yang frekuensinya paling besar hingga terkecil. Pareto diagram adalah

Histogramdata yang mengurutkandata dari frekuensinya terbesar hingga terkecil. Bentuk

diagram Pareto tidak berbeda jauh dengan histrogram. Pada sumbu horisontal adalah variable

yang bersifat kualitatif yang menunjukkan

Gambar 2.8 : Diagram Pareto

jenis cacat, sedangkan pada sumbu vertikal adalah jumlah cacat dan persentasecacat. Dalam

diagram pareto jumlah atau persentase cacat diurutkan dari yang terbesar hingga terkecil,

seperti yang diperlihatkan dalam gambar 2.8

2.2.6.3 Diagram sebab akibat (fishbone diagram)


Diagram ini merupakan teknik populer, yang disebut juga diagram Ishikawa. Ada banyak

nama lain untuk diagram ini, yaitu diagram fishbone (tulang ikan) yang ditunjukkan pada

gambar 2.9 digunakan untuk menyajikan penyebab suatu masalah secara grafis. Dengan

melakukan Brainstorming terhadap penyebab-penyebab yang mungkin terhadap suatu masalah

(atau afek). Diagram sebab akibat berguna untuk membantu mengumpulkan ide-ide dari tim

mengenai dimana masalah dapat muncul, dan membantu anggota tim untuk memikirkan semua

penyebab yang mungkin. Dengan kata lain, diagram sebab akibat adalah suatu digaram yang

menunjukkan hubungan antara sebab akibat. Diagram sebab akibat dipergunakan untuk

menunjukkan faktor-faktor penyebab dan karakteristik. Kualitas (akibat) yang disebabkan oleh

faktor penyebab itu, pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk

kebutuhan-kebutuhan berikut :

1. Membantu mengidentifikasi penyebab dari suatu masalah

2. Mencari sebab-sebabnya dan mengambil tindakan korektif

3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian faktor lebih lanjut

4. Menyeleksi metode analisis untuk penyelesaian masalah


Gambar 2.9 : Diagram Fishbone

2.2.6.4 Analisa capabilitas proses (Cp)

Capability process (Cp) menurut Vincent Gaspertz bahwa kemampuan dari proses

dalam menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi jika proses memiliki capabilty yang

baik, maka proses itu akan menghasilkan produk yang berada dalam batas-batas spesifikasi

(diantara batas bawah dan batas atas spesifikasi). Sebaliknya, apabila proses memiliki

kapabilitas yang jelek, proses itu menghasilkan produk yang diluar batas, sehingga akan

ditolak atau terdapat banyak scrap. Hal ini mengindikasikan proses produksi memiliki capability

yang rendah atau jelek. Pengukuran kapabilitas saat ini untuk mengetahui seberapa baik

proses dapat memproduksi produk tidak cacat.

Untuk mengukur nilai kapabilitas proses data atribut adalah dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Cp = 1 – p …………………….

Dimana,

Cp = indeks kapabilitas proses

P = rata-rata proporsi cacat

Sebagai contoh,

bila rata-rata proporsi cacat p = 0,1287:

maka kapabilitas proses, Cp = 1 – 0,1287

= 0,8713

Atau setara dengan 87 % , hal ini berarti kemampuan untuk menghasilkan produk baik sebesar

87%, Atau dengan kata lain produk cacat yang dihasilkan sekitar 13%> Bila ingin menghasilkan
produk naik tanpa cacat, maka harus dilakukan perbaikan diberbagai aspek, , agar variasi

penyebab umum pada prose dilapangn dapat dikurangi.

2.2.6.5 Pengujian Statistik (t-test)

Uji-t (t-test) merupakan statistik uji yang sering kali ditemui dalam masalah-masalah

praktis statistika. Uji-t termasuk dalam golongan statistika parametrik. Statistik uji ini digunakan

dalam pengujian hipotesis. Seperti yang telah dibahas dalam tulisan (post) lain di weblog ini, uji-

t digunakan ketika informasi mengenai nilai variance (ragam) populasi tidak diketahui.

Uji-t dapat dibagi menjadi 2, yaitu uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 1-

sampel dan uji-t yang digunakan untuk pengujian hipotesis 2-sampel. Bila dihubungkan dengan

kebebasan (independency) sampel yang digunakan (khusus bagi uji-t dengan 2-sampel), maka

uji-t dibagi lagi menjadi 2, yaitu uji-t untuk sampel bebas (independent) dan uji-t untuk sampel

berpasangan (paired).

Dalam lingkup uji-t untuk pengujian hipotesis 2-sampel bebas, maka ada 1 hal yang perlu

mendapat perhatian, yaitu apakah ragam populasi (ingat: ragam populasi, bukan ragam

sampel) diasumsikan homogen (sama) atau tidak. Bila ragam populasi diasumsikan sama,

maka uji-t yang digunakan adalah uji-t dengan asumsi ragam homogen, sedangkan bila ragam

populasi dari 2-sampel tersebut tidak diasumsikan homogen, maka yang lebih tepat adalah

menggunakan uji-t dengan asumsi ragam tidak homogen. Uji-t dengan ragam homogen dan

tidak homogen memiliki rumus hitung yang berbeda. Oleh karena itulah, apabila uji-t hendak

digunakan untuk melakukan pengujian hipotesis terhadap 2-sampel, maka harus dilakukan

pengujian mengenai asumsi kehomogenan ragam populasi terlebih dahulu dengan

menggunakan uji-F.

Untuk pengujian t-tes dipergunakan alat bantu SPSS versi 12.0 dengan rumus statistik

dasar, sebagai berikut :


……………………………………(2.9)

Keterangan:

X1 = Rata-rata sampel 1

X2 = Rata-rata sampel 2

S1 = Simpangan baku sampel 1

S2 = Simpangan baku sampel 2

S12 = Varians sampel 1

S22 = Varians sampel 2

r = Korelasi antara 2 sampel

n = jumlah sampel

Pengujian hipotesis dilakukan dengan aturan-aturan atau kaidah sebagai berikut :

Ha : Ada perbedaan

Jika (thitung > ttabel) atau nilai ( Sig. < 0,05)

Ho : Tidak Ada perbedaan

Jika (thitung < ttabel) atau nilai ( Sig. > 0,05)

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengumpulan data

4.1.1 Data Awal Kecacatan pada Velg

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran yang
dilakukan secara tidak langsung. Data ini diambil dari record data pada departemen Quality
Control untuk periode data bulan Desember 2014
Tabel 4.1 Data produk cacat velg mobil size 17 inch periode bulan Desember 2014
Tabel 4.1 : Data Kecacatan Sebelum Perbaikan (Periode 1 Des S/D 30 Des’14)
DEFECT (PCS)
JUMLAH
NO TANGGAL PRODUK
(PCS) D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 JUMLAH %
DEFECT
1 1 DES'14 612 18 0 3 2 8 1 3 35 5.72
2 DES'14 510 257 50.39
2 90 7 17 76 41 22 4
3 DES'14 599 184 30.72
3 92 5 20 21 37 7 2
4 DES'14 886 190 21.44
4 82 11 7 61 26 3 0
5 DES'14 807 95 11.77
5 55 2 1 20 15 1 1
6 DES'14 789 55 6.97
6 41 2 2 2 8 0 0
8 DES'14 790 100 12.66
7 43 2 44 7 1 0 3
9 DES'14 762 70 9.19
8 40 0 14 6 5 5 0
10 DES'14 835 43 5.15
9 19 0 1 4 18 1 0
11 DES'14 794 70 8.82
10 24 2 10 20 7 5 2
12 DES'14 721 66 9.15
11 35 0 1 25 5 0 0
13 DES'14 573 103 17.98
12 73 2 4 15 8 0 1
15 DES'14 661 51 7.72
13 34 0 5 6 2 0 4
16 DES'14 687 86 12.52
14 44 2 16 13 9 1 1
17 DES'14 364 73 20.05
15 61 0 4 0 8 0 0
18 DES'14 264 76 28.79
16 56 3 4 2 10 0 1
19 DES'14 265 41 15.47
17 29 0 3 0 7 2 0
20 DES'14 374 13 3.48
18 12 0 1 0 0 0 0
22 DES'14 638 29 4.55
19 17 0 4 4 4 0 0
23 DES'14 388 18 21 5.41
20 0 0 3 0 0 0

Sambungan tabel 4.1

DEFECT (PCS)
JUMLAH
NO TANGGAL PRODUK
(PCS) D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 JUMLAH %
DEFECT
24 DES'14 378 32 40 10.58
21 0 0 1 7 0 0
26 DES'14 264 30 30 11.36
22 0 0 0 0 0 0
27 DES'14 430 23 29 6.74
23 0 3 0 3 0 0
29 DES'14 252 20 24 9.52
24 0 0 0 0 0 4
30 DES'14 335 15 18 5.37
25 0 0 0 3 0 0
TOTAL 13978 1003 38 164 288 232 48 26 1799 12.87

PROSENTASE REJECT 7.176 0.272 1.173 2.06 1.66 0.343 0.186 12.8702
4.2 Analisa Data

4.2.1 Tahap Define

Tahap define merupakan langkah awal dalam pelaksanaan metodologi six sigma. Define
bertujuan untuk mengidentifikasi produk ataupun proses yang akan diperbaiki.
Aktivitas awal yang dilakukan pada tahap ini adalah :
a. Pembentukan tim six sigma
No Tim Six Sigma Peran dan tanggung jawab
1 Manager Produksi Sebagai pemimpin dan memiliki wewenang
dan tanggung jawab pada proses produksi
2 Manager QC Sebagai pihak yang bertanggung jawab dan
memiliki kewenangan dalam masalah
qualitas, dan menganalisa penyebab cacat
pada produk velg size 17 inch dengan six
sigma
3. Kepala seksi Sebagai pihak yang bertanggung jawab pada
produksi casting proses improvement
4. Supervisor QC Sebagai pihak yang membantu pengumpulan
data-data penyebab cacat produksi, dan
tindak lanjutnya.

b. Mendefinisikan masalah dengan metode 5 W+1H sebagai berikut :


Jenis 5W + 1 H Deskripsi
Tujuan utama What (Apa) Pengendalian kualitas produk casting
velg mobil size 17 inch
Alasan Why Menekan angka reject karena casting
kegunaan (mengapa) defect dan menjaga kesetabilan kualitas.
Lokasi Where Bagian produksi seksi casting di PT. XYZ
(dimana) Jawa Timur
Waktu When Dilaksanakan pada bulan Desember 2014
(kapan) s/d April 2015
Orang Who (siapa) Tim Six Sigma
Metode How Menggunakan metode Six Sigma
c. Pembentukan Project Charter
Business Case :
Pengendalian kualitas produksi velg perlu segera dilakukan agar tingkat
reject casting dapat turun hingga dibawah 7% . Saat ini reject untuk velg
ukuran 17 inch ada di tingkat 12.87%, DPMO 18.854, dan level sigma 3,58
Project Title :
Penurunan tingkat riject yang disebabkan oleh proses casting pada velg
ukuran 17 inch
Background and reason for selecting the project :
Sejumlah besar velg size 17 inch direject setelah melalui proses machining
and finishing karena adanya cacat yang disebabkan oleh proses casting.
Masalah ini menimbulkan beberapa kerugian, diantaranya keterlambatan
pengiriman, material, biaya produksi yang meningkat, dll. Velg ukuran 17
inch umumnya merupakan velg jenis passanger car dengan quantity
produksi di atas rata-rata ukuran lain.
Project Goal :
Menurunkan riject yang disebabkan oleh proses casting dibawah 7%
setelah penerapan six sigma pada velg ukuran 17 inch

Project Boundry :
Fokus pada monitoring kualitas dan tingkat reject casting pada velg
ukuran 17 inch

Team Member :
Manager casting, Manager QC, SPV QC, dan improvement project leader

Project Milestones :
Define Phase : Jan’15
Measure Phase ; Feb’15
Analyze : Feb’15
Improve : Maret’15
Control : Maret - April’15
d. Menentukan Critical to Quality (CTQ)
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan dan diskusi dengan bagian QC dan Produksi
dapat ditentukan 7 macam jenis defect atau Critical to Quality (CTQ) yang
disebabkan oleh proses casting, yakni : :
1. Keropos rim contour/bocor (kode : D1)
2. Keropos back spoke (kode : D2)
3. Keropos mounting face (kode : D3)
4. Keropos halus/pin hole motive depan (kode : D4)
5. Oval dimensi (kode : D5)
6. Frontal (kode : D6)
7. Lain-lain cacat casting (kode : D7)

Jenis defect diperlihatkan dalam foto pada gambar 4.1

D1 D2

D3 D4
D5 D6

D7

Gambar 4.1 Foto jenis jenis defect pada hasil coran sebab casting

4.2.2 Tahap Measure


Pada tahap ini dilakukan pengukuran mengenai kinerja proses dan pengukuran kinerja
produk, yaitu menghitung DPMO dan menetapkan level sigma dari produk velg mobil ukuran 17
inch yang diproduksi oleh PT. XYZ Jawa Timur.

4.2.2.1 Pengukuran kinerja proses


Kinerja proses pada proses casting didapatkan hasil produk yang sesuai dengan critical to
quality. Untuk mengukur ini diperlukan peta kendali p yang berhubungan dengan bagian produk
yang tidak sesuai atau cacat yang diproduksi. Selanjutnya adalah kapabilitas proses (Cp)
berdasarkan data atribute, yait yang merupakan kemampuan dari proses untuk menghasilkan
produk yang sesuai (tidak cacat) pada proses produksi .
Adapun alasan penggunaan peta kendali p dan pengukuran kapabilitas prose adalah :
 Peta kendali p merupakan alat statistik yang digunakan untuk mengevaluasi proporsi
ketidak sesuaian pada data atribut, yang dalam penelitian ini adalah data atribut dengan
jumlah sample yang tidak sama dalam tiap pengamatan. Dengan demikian peta kendali
p digunakan untuk mengendalikan proporsiketidak sesuaian dari item-item yang tidak
memenuhi syarat spesifikasi atau proporsi dari produk yang dihasilkan dalam suatu
prose.
 Pengukuran kapabilitas proses (Cp) untuk mengetahui seberapa baik proses dapat
memproduksi produk tidak cacat.
a. Menghitung batas kendali dan peta kendali p

Dari tabel 4.1 diperoleh data perhitungan sbb :


p = Σcacat / Σproduksi
= 1799 / 13978 = 0,1287
CL = p
Untuk data atribut dengan jumlah sample yang berbeda dalam tiap pengamatannya, maka p
adalah nilai proporsi rata-rata, sedangkan nilai n adalah jumlah sample ditiap pengamatan..
Contoh :
Pada pengamatan pertama, jumlah sample 612 bh, maka nilai n adalah
= 612 /1 , maka = 612, demikian seterusnya
Kemudian nilai p dan n dimasukkan dalam rumus dibawah ini untuk menghitung tiap tiap UCL
dan LCL ditiiap pengamatan.

(1  )
UCLP =  + 3
n
Dimana P adalah proporsi cacat rata-rata dan n adalah jumlah sampel dalam tiap pengamatan,
nilai p = 0,1287 sedangkan n pada pengamatan pertama = 612, sehingga UCL bernilai sebagai
berikut :

0,1287(1  0,1287)
UCLP = 0,1287 + 3.
612
UCL = 0,1711

0,1287(1  0,1287)
LCLP = 0,1287 - 3
612
LCL = 0,08627
Demikian seterusnya untuk perhitungan UCL dan LCL untuk ditiap tiap pengamatan sample.
Perhitungan secara lengkap data nilai proporsi defect untuk grafik kendali p dapat dilihat pada
tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2 : Data Untuk Grafik Peta Kendali P Laporan Defect Sebab Seksi
Casting Bulan Desember 2014

JUMLA
H JUMLAH
PROPORSI STANDAR
NO TANGGAL PROD DEFECT
DEFECT
p
DEVIASI
LCL UCL KET
UK (PCS)
(PCS)

1 1 DES'14 612 35 0.06 0.1287 0.01353622 0.08809134 0.1693 out

2 2 DES'14 510 257 0.50 0.1287 0.01482819 0.08421544 0.1732 out


3 3 DES'14 599 184 0.31 0.1287 0.01368232 0.08765304 0.1697 out
4 4 DES'14 886 190 0.21 0.1287 0.0112501 0.09494971 0.1625 out
5 5 DES'14 807 95 0.12 0.1287 0.0117879 0.09333631 0.1641
6 6 DES'14 789 55 0.07 0.1287 0.0119216 0.09293519 0.1645 out
7 8 DES'14 790 100 0.13 0.1287 0.01191405 0.09295784 0.1644
8 9 DES'14 762 70 0.09 0.1287 0.01213097 0.09230708 0.1651 out
9 10 DES'14 835 43 0.05 0.1287 0.01158857 0.09393429 0.1635 out
10 11 DES'14 794 70 0.09 0.1287 0.01188401 0.09304798 0.1644 out
11 12 DES'14 721 66 0.09 0.1287 0.01247112 0.09128664 0.1661
12 13 DES'14 573 103 0.18 0.1287 0.01398929 0.08673212 0.1707 out
13 15 DES'14 661 51 0.08 0.1287 0.01302484 0.08962548 0.1678 out
14 16 DES'14 687 86 0.13 0.1287 0.012776 0.09037201 0.1670
15 17 DES'14 364 73 0.20 0.1287 0.01755183 0.07604451 0.1814 out
16 18 DES'14 264 76 0.29 0.1287 0.02060968 0.06687097 0.1905 out
17 19 DES'14 265 41 0.15 0.1287 0.02057075 0.06698774 0.1904
18 20 DES'14 374 13 0.03 0.1287 0.01731559 0.07675323 0.1806 out
19 22 DES'14 638 29 0.05 0.1287 0.01325754 0.08892739 0.1685 out

Sambungan tabel 4.2


JUML
AH JUMLAH PROPOR
STANDAR
NO TANGGAL PROD DEFECT SI p LCL UCL KET
DEVIASI
UK (PCS) DEFECT
(PCS)
20 23 DES'14 388 21 0.05 0.1287 0.01700033 0.07769902 0.1797 out
21 24 DES'14 378 40 0.11 0.1287 0.01722373 0.07702881 0.1804
22 26 DES'14 264 30 0.11 0.1287 0.02060968 0.06687097 0.1905
23 27 DES'14 430 29 0.07 0.1287 0.01614875 0.08025375 0.1771 out
24 29 DES'14 252 24 0.10 0.1287 0.02109468 0.06541597 0.1920
25 30 DES'14 335 18 0.05 0.1287 0.01829577 0.07381269 0.1836 out
TOTAL 13978 1799

Berdasarkan perhitungan LCL dan UCL serta proporsi defect, dan pada gambar peta kendali p
dapat diketahui bahwa proses produksi velg mobil ukuran 17 inch dinyatakan belum stabil,
dikarenakan ditemukan 14 titik yang melewati batas kendali statistik. Titik titik tersebut adalah
tanggal 1, 2, 3, 4, 6, 10,13. 15, 17, 18, 20, 22, 23, 27, dan 30 Desember 2014

Gambar 4.2 Peta kendali p untuk bulan Desember 2014

b. Pengukuran kapabilitas proses (Cp) data atribute


Pengukuran nilai kapabilitas proses pada kemampuan proses di sub-bagian casting
berdasarkan data atribut menggunakan rumus :
Cp = 1 – p , dimana ;
Cp adalah Indeks kapabilitas proses , dan p adalah rata-rata proporsi defect
Cp = 1 – 0.1287
= 0,868 atau sekitar 87,13%
Maka kemampuan proses untuk membuat produk tidak cacat adalah sebesar 87,13%. Hal ini
serupa dengan kemampuan proses untuk menghasilkan produk cacat sebesar 12,37%
4.2.2.2. Pengukuran kinerja produk
Telah ditetapkan bahwa ada 7 defect potensial yang disebabkan oleh proses casting yang
merupakan CTQ pada produksi velg mobil, Berikut contoh perhitungan nilai DPMO dan nilai
level Sigma untuk laporan riject periode Desember 2014
4.2.2.2.1 Menghitung nilai DPMO
DPO = Σ defect yang ditemukan / ( Σ produk yang diperiksa x CTQ)
= 1799 / ( 13978 x 7 )
= 0,018386
DPMO = DPO x 1.000.000
= 0,018386 x 1.000.000
= 18.386

4.2.2.2.2 . Menghitung level sigma


Dari tabel sigma dapat dilihat bahwa nilai DPMO 18.386 , maka level sigma adalah : 3,59 .
Rangkuman hasil perhitungan DPMO dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Data perhitungan nilai DPO. DPMO dan level Sigma untuk laporan reject pada
bulan Desember 2014

JUMLAH
JUMLAH JUMLAH CTQ
NO TANGGAL PRODUK DPMO
DEFECT POTENSIAL
(PCS)
1 1 DES'14 612 35 7 8169.93464
2 2 DES'14 510 257 7 71988.7955
3 3 DES'14 599 184 7 43882.6616
4 4 DES'14 886 190 7 30635.2789
5 5 DES'14 807 95 7 16817.1358
6 6 DES'14 789 55 7 9958.35597
7 8 DES'14 790 100 7 18083.1826
8 9 DES'14 762 70 7 13123.3596
9 10 DES'14 835 43 7 7356.71514
10 11 DES'14 794 70 7 12594.4584
11 12 DES'14 721 66 7 13077.0755
12 13 DES'14 573 103 7 25679.3817
13 15 DES'14 661 51 7 11022.2606
14 16 DES'14 687 86 7 17883.1358
15 17 DES'14 364 73 7 28649.9215
16 18 DES'14 264 76 7 41125.5411
17 19 DES'14 265 41 7 22102.4259
18 20 DES'14 374 13 7 4965.62261
19 22 DES'14 638 29 7 6493.50649
20 23 DES'14 388 21 7 7731.95876
21 24 DES'14 378 40 7 15117.158
22 26 DES'14 264 30 7 16233.7662
23 27 DES'14 430 29 7 9634.5515
24 29 DES'14 252 24 7 13605.4422
25 30 DES'14 335 18 7 7675.90618

TOTAL 13978 1799 7 18386.0352

4.2.3 Tahap Analyze


Tahap ketiga di dalam model DMAIC adalah tahap analyze. Pada tahapan ini yang
dilakukan adalah berupaya memahami mengapa terjadi penyimpangan dan mencari alasan-
alasan yang mengakibatkannya. Dalam hal ini adalah menganalisa data produk cacat pada
casting velg ukuran 17 inch yang diproduksi oleh PT. XYZ di jawa timur. Mencari penyebab
terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang berakibat pada penurunan kualitas atau
terjadinya cacat produksi yang mengakibatkan peningkatan angka riject, maka pada tahapan
analyze ini digunakan diagram Pareto dan diagram sebab akibat (fishbone diagram).

4.2.3.1 Diagram Pareto


Diagram pareto digunakan untuk mengetahui dan mengambil kesimpulan jenis
kecacatan apa yang menjadi prioritas untuk ditangani. Oleh karena itu digunakan diagram
Pareto yang menggunakan konsep 80%-20% , masalah yang terbesar / dominan dan sering
muncul dapat diketahui. Selanjut menentukan prioritas kecacatan produk jenis apa yang harus
segera ditangani. Langkah pertama dalam pembuatan diagram pareto adalah mengumpulkan
jumlah produksi cacat berdasarkan masing-masing jenis defect. Data tentang produk cacat
dapat dilihat pada tabel 4.5
Tabel 4.5 Data masing masing jenis cacat selama periode tanggal
1 s/d 30 Desember’14

JUMLAH
JUMLAH
KODE DEFECT % DEFECT
NO JENIS DEFECT DEFECT % DEFECT
DEFECT KOMULATIF KOMULATIF
(PCS)
(PCS)

KEROPOS
1 CONTOUR & D1 1003 1003 55.75 55.84
BOCOR

KEROPOS / HALUS
2 D4 288 1291 16.01 71.85
PIN HOLE MOTIF

3 OVAL DIMENSI D5 232 1523 12.90 84.74

KEROPOS
4 D3 164 1687 9.12 93.86
MOUNTING FACE

5 FRONTAL D6 48 1735 2.67 96.53

KEROPOS BACK
6 D2 38 1773 2.11 98.64
SPOKE

LAIN-LAIN SEBAB
7 D7 26 1799 1.45 100.09
CASTING

TOTAL DEFECT 1799

Pada gambar 4.3 memperlihatkan diagram pareto dari produk defect selama periode bulan
desember 2014

100.000
1600 90.000
1400 80.000
1200 70.000
1000 60.000
50.000
800 40.000
600 30.000
400 20.000
200 10.000
0 0.000
D1 D4 D5 D3 D6 D2 D7
JUMLAH DEFECT
1003 288 232 164 48 38 26
(PCS)
% DEFECT
55.84071.84984.74593.86196.52998.642
100.087
KOMULATIF

Gambar 4.3 Diagram pareto produk cacat bulan desember 2014


Berdasarkan tabel 4.5 dan diagram pareto di atas terlihat bahwa cacat yang dominan terjadi
pada jenis cacat keropos contour/bocor sebanyak 55,84%, keropos halus/pin hole motive
sebanyak 16,21%, dan oval dimensi sebanyak 9,13%, sehingga total menjadi 84,74%
Setelah menentukan cacat yang paling dominan dan dijadikan prioritas, maka untuk melakukan
perbaikan kualitas produksi, perlu untuk mengetahui penyebab dari masalah masalah yang
dominan tersebut. Untuk itu dapat digunakan diagram sebab akibat (fishbone diagram).

4,2.3.2 Diagram sebab akibat (fishbone diagram)


Analisis diagram sebab akibat dilakukan agar dapat mengidentifikasi penyebab timbulnya cacat
pada produk. Dari hasil hasil yang didapatkan dengan menggunakan diagram pareto diketahui
3 jenis kecacatan atau defect yang dapat dijadikan prioritas utama untuk diselesaikan. Jenis
defect /cacat berdasarkan diagram pareto yang akan dibuatkan diagram fishbone adalah :
1. Keropos contour/bocor
2. Keropos halus/pin hole motive
3. Oval dimensi
Berdasarkan keterangan di atas , akan dibahas berturut-turut analisa sebab akibat dari defect
yang dominan, yaitu ;
1. Defect keropos riim contour / bocor

Gambar
4.4
Diagram
fishbone
defect
sebab
keropos
contour /
bocor

Pembaha
san
penyebab
masalah dapat dibagi atas ;
1.1 . Man (manusia)
Hasil pengamatan di lapangan terhadap para pekerja ditemukan adanya operator yang
kurang terampil dan kurang pengalaman, serta disiplin yang kurang. Hal ini menyebabkan
masih ditemui adanya penyimpangan dalam pelaksanaan kerja dan penerapan standar
parameter yang tidak sesuai. Pengambilan keputusan yang kurang tepat ketika terjadi masalah,
contohnya keropos pada suatu posisi di bagian rim contour yang kemudian penanganannya
kurang tepat. Juga operator yang kurang memahami tugas dan tanggung jawabnya terutama
dalam menjaga kestabilan kondisi kerja, contohnya implementasi parameter casting , kestabilan
setting yang mana pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya defect keropos atau bocor
pada area contour rim velg.
1.2. Machine (mesin)
Jika ditinjau dari aspek mesin, maka penyebab keropos rim contour / bocor adalah
meliputi penyebab dari kondisi cetakan, design geometri tebal contour dari posisi bawah ke
atas perubahannya kurang gradual, adanya mesin dengan gerakan buka tutup yang tidak
setabil/normal,. Efektifitas cooling system yang kurang optimal karena kadang ada kerak yang
menghambat aliran air pendingin dan juga ada mesin yang perlu diberi indikator water flow
meter untuk pemastian kestabilan aliran air pendingin..
1.3 Metode
Cara setting dan penerapan parameter proses ( casting temperatur, cooling time, jenis
cooling ) yang tidak mengikuti standar, cara pengiriman sample untuk pemeriksaan X-ray yang
tidak mewakili dari jumlah hasil coran yang menyimpang, aturan cara pemeriksaan X-Ray, dan
cara penanganan masalah cacat coran yang kurang tepat. Sehingga ini dapat menyebabkan
meningkatnya jumlah produk cacat yang tidak terditeksi dan tidak diperbaiki.
1.4 Material
Dari faktor material defect disebabkan oleh temperatur logam cair pada tungku yang tidak
sesuai dengan standar ( di atas atau di bawah standar temperatur tuang). Juga kurang bersih
dari logam cair pada tungku tersebut .
1.5 Lingkungan
Lingkungan kerja yang panas, dan berdebu dapat mempengaruhi konsentrasi dan
kenyamanan kerja. Hal ini dapat juga mempengaruhi kedisiplinan kerja operator, yang akhirnya
dapat mempengaruhi kestabilan kualitas produk.

2. Keropos halus / pinhole pada motive


Gambar 4.5 Diagram Fishbone Defect Sebab Keropos Halus / Pin Hole Motive

2.1 Man
Skill dan pengalaman operator sangat penting dalam melaksanakan tugasnya.
Pengamatan di lapangan terhadap para pekerja ditemukan bahwa terdapat operator yang
kurang terampil, operator yang kurang pengalaman, dan juga operator yang bekerja dengan
disiplin yang kurang. Hal ini menyebabkan masih ditemui adanya penyimpangan
penyimpangan dalam pelaksanaan kerja dan penerapan standar parameter yang tidak sesuai.
Kurang memahami penerapan parameter dalam proses casting dan melting, dan juga
dampak dari cara kerja yang berkaitan dengan kondisi cetakan ( contoh; pemahaman
pengaruh setting cooling system terhadap temperatur bottom mould)
Kurang memahami kaitan antara temperatur logam cair pada tungku dengan peningkatan
kandungan gas hidrogen penyebab pin hole defect. Juga Fungsi dan cara kerja alat degassing
(GBF) sebagai penurun kadar gas hidrogen dalam logam cair.
.
2.2 Machine
Faktor mesin dalam hal ini unit mesin cetak yaitu efektifitas cooling system pada bagian
lower mould . dan juga alat degassing. Penyebab terjadinya keropos halus/pin hole pada
motive adalah salah dalam penerapan parameter cooling dan cooling system yang tidak
berfungsi dengan baik , menyebabkan lower mould temperaturnya terlalu panas sehingga
terjadinya hot spot pada posisi tertentu di lower mould. Adanya mesin casting yang belum
dipasang water flow meter menyulitkan pengontrolan flow air pendingin pada cooling system.
Hal lain adalah kerja dari mesin degassing, yang mana variabelnya adalah setting flow gas
Nitrogen yang kurang efektif, dan juga kondisi rotor yang dimensinya sudah terkikis, sehingga
tidak efektif menyebarkan gelembung gas Nitrogen yang berfungsi mengangkat gas hydrogen
keluar dari dalam logam cair.

2.3 Methode
Methode kerja yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah diberikan, dalam hal ini
adalah setting parameter cooling system yang tidak sesuai sehingga menyebabkan temperatur
lower mould tidak stabil/standart. Juga cara pengontrolan efektifitas unit alat degassing dan
cara pengendalian kandungan gas hidrogen yang tidak sesuai prosedur , serta methode yang
ada perlu direvisi untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Pembersihan cetakan dengan
cara menyemprot dengan angina, pelaksanaannya kadang kurang bersih, sehingga akan
menimbulkan lubang cacat halus pada permukaan hasil coran.

2.4 Material
Kandungan gas hidogen dalam logam cair yang di atas batas toleransi ( 0,15 ml/100 gram
aluminium atau berdasarkan tabel standar kandungan gas terhadap hasil sample uji vacuum
test)) . Bahan baku yang mengandung air/lembab karena penyimpanan sebelum dimasukkan
kedalam tungku. Hal lain adalah temperatur logam cair yang terlalu tinggi , sehingga memacu
peningkatan kadar gas hidrogen kelam logam cair. Prinsipnya adalah logam cair yang akan
dituang kedalam cetakan bila temperaturnya terlalu tinggi dan kandungan gas hidrogen yang
terlalu besar dapat menyebabkan timbulnya cacat porositas/ pin hole halus pada hasil coran.

2.5 Lingkungan
Lingkungan kerja yang panas dan berdebu menyebabkan konsentrasi kerja dan
kedisiplinan kerja terganggu. Dalam hal ini temperatur lingkungan sekitar tungku dan mesin
cetak yang di atas temperatur normal , serta lingkungan yang berdebu dapat berpotensi
menyebabkan operator tidak berkonsentrasi atau melanggar kedisiplinan kerja.

3. Oval dimensi
Gambar 4.6 Diagram Fishbone Defect Sebab oval dimensi

3.1 Man
adanya operator yang kurang terampil, dan beberapa operator kurang , menyebabkan
kemampuan mereka menyeting posisi cetakan masih kurang baik. Juga kadang salah dalam
menganalisa penyebab dari ovalitas dimensi tersebut. Contohnya harus memeriksa dengan
teliti apakah penyebab tidak tepatnya posisi cetakan karena terganjal oleh potongan aluminium,
atau karena gerakan hidrlik pendorong side mould yang gerakannya tidak seimbang.
Kurangnya disiplin dari operator untuk secara rutin memeriksa gerakan dan posisi side mould
cetakan saat buka tutup cetakan.

3.2 Machine
Masih ditemui adanya beberapa pin dari top mould dan bottom mould yang posisinya
tidak center, atau ada yang aus , sehingga ada mould model tertentu posisi unit lengkap
cetakan saat disatukan tidak pas posisinya (posisi bergeser satu sama lain).karena pin
pengarah tidak center. Adanya mesin cetak dengan kondisi besar tekanan hidrolik dan
kecepatan untuk gerakan side mould tidak sama satu sama lain, sehingga posisi cetakan saat
menutup tidak tepat .
.
3.3 Methode
Prosedur cara perbaikan posisi cetakan yang kurang tepat, sehingga diameter dan tebal
rim contour ada penyimpangan. Cara pemeriksaan secara visual dan pengukuran dimensi pada
velg as cast, pelaksanaannya kurang efektif sehingga adanya penyimpangan yang significant
tidak terditeksi. Hal lain adalah pemeriksaan kerataan velg yang kurang efektif dan konsisten,
sehingga kerataan velg kurang terjamin. Akibatnya akan mengganggu saat proses permesinan
dalam menghasilkan velg hasil permesinan yang tidak oval (seluruh bagian terbubut)

3.4 Material
Tebal contour velg ada posisi tertentu yang kurang (tidak sama dengan posisi yang lain)
karena ada pergeseran posisi cetakan, atau juga ada ketebalan die coating yang berlebihan
sehingga mengurangi ketebalan dimensi contour. Kerataan motive bagian depan velg
berpotensi mengganggu proses setting up dan proses produksi karena putaran velg tidak stabil
saat permesinan, akibatnya hasil produknya dapat bermasalah.

3.5 Lingkungan
Lingkungan kerja yang panas dan berdebu menyebabkan konsentrasi kerja dan
kedisiplinan kerja terganggu. Dalam hal ini temperatur lingkungan sekitar tungku dan mesin
cetak yang di atas temperatur normal , serta lingkungan yang berdebu dapat berpotensi
menyebabkan operator tidak berkonsentrasi atau melanggar kedisiplinan kerja.

4.2.4 Improve
Tahapan ini merupakan tahapan yang keempat dalam six sigma. Langkah yang
dilakukan pada tahap ini adalah mengerjakan FMEA akan dapat memberikan usulan perbaikan.
Langkah pertama adalah menetapkan nilai dampak kesalahan terhadap proses atau produk
(Severity), frekuensi terjadinya kesalahan (occurance), dan kemungkinan metode diteksi yang
sekarang dapat menditeksi potensial failure sebelum produk tersebut diproduksi (detection).
Dari hasil penetapan tersebut akan didapatkan nilai RPN yang nilainya didapatkan dengan cara
mengalikan nilai SOD seperti yang terlihat pada tabel 4.6 , tabel 4.7 dan tabel 4.8

Tabel 4.6 FMEA Untuk Defect Keropos Contour/Bocor

Nilai
Potensial
Potensial Cause RPN Usulan Tindakan Perbaikan
Failure
S O D

Cara penyetelan dan


Kontrol berkala pelaksanaan
Implementasi parameter casting 6 6 5 180
penerapan parameter proses
tidak sesuai standar

Defect
keropos Operator kurang terampil,
contour/bocor operator kurang pengalaman,
dan operator kurang disiplin, Pelatihan, pembinaan, dan
sehingga kurang memahami 6 6 5 180 peningkatan pengawasan kerja
implementasi parameter proses, operator
prosedur kerja. Dan penanganan
masalah
Dibuatkan dokumen " Ketentuan
Mutu" sebagai referensi kerja,
dan pelatihan bagi operatorQC X-
Ray . Hal lain adalah setiap velg
Cara pengiriman sample untuk casting diberi nomor urutan
meriksaan X-Ray yang kurang 7 5 5 175 produksi untuk memudahkan
efektif monitoring nomor velg yang
dikirim. Implementasi cara
pengiriman velg untuk
pemeriksaan X-Ray sebagai cara
pengendalian shrinkage porositas

Pelatihan, pembinaan, dan


Cara penanganan masalah pada
6 5 5 150 peningkatan pengawasan kerja
cacat coran kurang tepat
operator

Pelatihan, pembinaan, dan


Cara penanganan masalah pada
6 5 5 150 peningkatan pengawasan kerja
cacat coran kurang tepat
operator

Efektifitas cooling system kurang


Secara berkala dilakukan
maksimal karena kadang saluran
pemeriksaan kelancaran saluran
air pendingin karena adanya
air pendingin dengan
sumbatan atau kerak. Disamping
6 4 6 144 menggunakan larutan HCl pada
itu ada mesin yang belum
mould yang akan dipasang pada
terpasang water flow meter
mesin cetak. Pemasangan
untuk kepastian pengaturan
pengukur debit air pendingin
debit alirannya.

Gerakan hidrolik mesin untuk Preventive maintenance secara


gerakan buka tutup cetakan berkala penggerak hidrolik mesin
terlalu lambat , sehingga 7 5 2 70 cetak, penyetelan tekanan power
mempengaruhi kestabilan pack, atau perbaikan power pack
temperatur cetakan. yang sudah bocor/lemah

Penjadwalan preventive
maintenance sistem pengapian
Temperatur logam cair kurang
6 4 2 48 dapur secara berkala, dan kontrol
stabil
temperatur logam cair secara
berkala

Penyimpanan maupun peletakan


sementara jangan sampai basah
Bahan baku lembab/basah 7 2 3 42 oleh air, bila peletakkannya
dalam kondisi emerengy harus
diberi tutup terpal pelindung.
Dibuatkan dokumen " Ketentuan
Pembuatan aturan pemeriksaan Mutu" sebagai referensi kerja,
7 2 2 28
X-Ray dan pelatihan bagi operatorQC
X-Ray

Perlu diberi tambahan fan


dibeberapa lokasi sekitar mesin
Lingkungan kerja yang panas dan untuk mengurangi temperatur
5 2 2 20
berdebu lingkungan yang panas, dan
penggunaan masker debu oleh
tiap operator

Tabel 4.7 FMEA untuk defect keropos halus / pin hole motive

Nilai
Potensial
Potensial Cause RPN Usulan Tindakan Perbaikan
Failure
S O D

Cara penyetelan dan


Kontrol berkala pelaksanaan
Implementasi parameter casting 6 6 5 180
penerapan parameter proses
tidak sesuai standar

Operator kurang terampil,


operator kurang pengalaman,
dan operator kurang disiplin, Pelatihan, pembinaan, dan
sehingga kurang memahami 6 6 5 180 peningkatan pengawasan kerja
implementasi parameter proses, operator
prosedur kerja. Dan penanganan
masalah

Defect Dibuatkan SOP pengendalian


keropos halus Mesin GBF tidak optimal 6 5 5 150
proses degassing
/ pin hole
motive

Efektifitas cooling system kurang


Secara berkala dilakukan
maksimal karena kadang saluran
pemeriksaan kelancaran saluran
air pendingin karena adanya
air pendingin dengan
sumbatan atau kerak. Disamping
6 4 6 144 menggunakan larutan HCl pada
itu ada mesin yang belum
mould yang akan dipasang pada
terpasang water flow meter
mesin cetak. Pemasangan
untuk kepastian pengaturan
pengukur debit air pendingin
debit alirannya.

Pelatihan, pembinaan, dan


Pengendalian gas H2 dan kontrol
6 4 6 144 peningkatan pengawasan kerja
mesin GBF kurang efektif
operator
Monitor penyebarangas N2 , dan
pemeriksaan kondisi dimensi
Kandungan gas H2 tidak di level
6 3 5 90 rotor secara berkala, serta
minimum
konsistensi pemeriksaan vacuum
test

Penjadwalan preventive
maintenance sistem pengapian
Temperatur logam cair tinggi 5 4 3 60 dapur secara berkala, dan kontrol
temperatur logam cair secara
berkala

Pelatihan, pembinaan, dan


Cara pembersihan cetakan
6 2 4 48 peningkatan pengawasan kerja
kurang bersih
operator

Perlu diberi tambahan fan


dibeberapa lokasi sekitar mesin
Lingkungan kerja yang panas dan untuk mengurangi temperatur
5 2 2 20
berdebu lingkungan yang panas, dan
penggunaan masker debu oleh
tiap operator

Penyimpanan bahan baku


sebelum dibawa keproduksi,
Bahan baku basah/lembab 3 2 2 12
peletakannya harus terlindung
dari air .

Tabel 4.8 FMEA untuk defect oval dimensi

Nilai
Potensial
Potensial Cause RPN Usulan Tindakan Perbaikan
Failure
S O D

Operator kurang terampil,


operator kurang pengalaman,
dan operator kurang disiplin, Pelatihan, pembinaan, dan
sehingga kurang memahami 6 6 5 180 peningkatan pengawasan kerja
implementasi parameter proses, operator
Defect oval prosedur kerja. Dan penanganan
dimensi masalah

Cara perbaikan posisi antar Pelatihan dan pembinaan


mesin cetak bagian side 6 6 4 144 pada operator casting dan
mould mould prepared.
Instruksi kewajiban
pelaksanaan pemeriksaan
Penanganan kerataan velg kerataan velg, proses press
6 5 4 120
kurang efektif velg, dan pengawasan
pelaksanaannya secara
berkala

Pelaksanaan pemeriksaan
Keratan motive velg bagian
6 5 4 120 kerataan velg. Velg yang tidak
depan tidak rata
rata dilakukan proses press

Cara pemeriksaan tampilan Pelatihan, pembinaan, dan


dan dimensi rim contour 6 5 3 90 peningkatan pengawasan kerja
kurang efektif operator

Preventive berkala mesin


Problem hidrolik pendorong
hidrolik power pack unit, dan
gerakan mesin cetak tidak 6 6 2 72
penyetelan pengatur posisi
sama
hidrolik pendorong cetakan..

Pin pengarah posisi top mould


Perbaikan dan penggantian
dan botom mould ada aus
5 3 4 60 pin yang rusak. Pengontrolan
atau rusak, sehingga posisi
secara berkala
mould kurang pas.

Pemeriksaan visual dan


Dimensi diameter rim contour
5 4 2 40 pengukuran dimensi pada velg
posisi berlawanan tidak sama
as cast secara berkala

Perlu diberi tambahan fan


dibeberapa lokasi sekitar mesin
Lingkungan kerja yang panas dan untuk mengurangi temperatur
5 2 2 20
berdebu lingkungan yang panas, dan
penggunaan masker debu oleh
tiap operator

4.2.4.1 Menetapkan rencana perbaikan (Improvement plan)


Membuat rencana perbaikan melalui btainstorming dengan pihak-pihak terkait dan
dengan memperhatikan kondisi tempat bekerja. Dasar dari pembuatan prioritas perbaikan
adalah data data yang diperoleh dalam FMEA’
Setiap mode kegagalan mempunyai satu nilai RPN (Eisk Priority Number). Nilai RPN ini disusun
dari nilai yang terbesar hingga nilai terkecil. Dari susunan tersebut dapat dilihat mode
kegagalan mana yang harus segera dilakukan tindakan korektif.
4.2.4.2 Usulan prioritas tindakan perbaikan
Berdasarkan hasil perhitungan RPN , maka dibuat usulan perbaikan. Usulan perbaikan
diprioritaskan berdasarkan pada nilai RPN tertinggi, yang selanjutnya kenilai RPN yang lebih
rendah. Tindakan perbaikan diprioritaskan pada masalah-masalah potensial yang memiliki
prioritas tertinggi, yaitu masalah dengan nilai RPN yang tertinggi untuk dilakukan prioritas
perbaikan. Berdasarkan table data FMEA yang telah dibuat, maka urutan tindakan perbaikan
dapat dilihat sesuai yang tertulis pada table 4.9

Tabel 4.9 Usulan Prioritas Tindakan Perbaikan

Nilai
Jenis Defect Prioritas ke- RPN Usulan Tindakan Perbaikan
S O D

Kontrol berkala pelaksanaan


1 6 6 5 180
penerapan parameter proses

Pelatihan, pembinaan, dan


2 6 6 5 180 peningkatan pengawasan kerja
operator

Dibuatkan dokumen " Ketentuan


Mutu" sebagai referensi kerja,
dan pelatihan bagi operatorQC X-
Ray . Hal lain adalah setiap velg
Defect casting diberi nomor urutan
keropos 3 7 5 5 175 produksi untuk memudahkan
contour/bocor monitoring nomor velg yang
dikirim. Implementasi cara
pengiriman velg untuk
pemeriksaan X-Ray sebagai cara
pengendalian shrinkage porositas

Pelatihan, pembinaan, dan


4 6 5 5 150 peningkatan pengawasan kerja
operator
Pelatihan, pembinaan, dan
5 6 5 5 150 peningkatan pengawasan kerja
operator

Secara berkala dilakukan


pemeriksaan kelancaran saluran
air pendingin dengan
6 6 4 6 144 menggunakan larutan HCl pada
mould yang akan dipasang pada
mesin cetak. Pemasangan
pengukur debit air pendingin

Preventive maintenance secara


berkala penggerak hidrolik mesin
7 7 5 2 70 cetak, penyetelan tekanan power
pack, atau perbaikan power pack
yang sudah bocor/lemah

Penjadwalan preventive
maintenance sistem pengapian
8 6 4 2 48 dapur secara berkala, dan kontrol
temperatur logam cair secara
berkala

Penyimpanan maupun peletakan


sementara jangan sampai basah
9 7 2 3 42 oleh air, bila peletakkannya
dalam kondisi emerengy harus
diberi tutup terpal pelindung.

Dibuatkan dokumen " Ketentuan


Mutu" sebagai referensi kerja,
10 7 2 2 28
dan pelatihan bagi operatorQC
X-Ray

Perlu diberi tambahan fan


dibeberapa lokasi sekitar mesin
untuk mengurangi temperatur
11 5 2 2 20
lingkungan yang panas, dan
penggunaan masker debu oleh
tiap operator

Kontrol berkala pelaksanaan


1 6 6 5 180
penerapan parameter proses
Defect
keropos halus
/ pin hole
motive Pelatihan, pembinaan, dan
2 6 6 5 180 peningkatan pengawasan kerja
operator
Dibuatkan SOP pengendalian
3 6 5 5 150
proses degassing

Secara berkala dilakukan


pemeriksaan kelancaran saluran
air pendingin dengan
4 6 4 6 144 menggunakan larutan HCl pada
mould yang akan dipasang pada
mesin cetak. Pemasangan
pengukur debit air pendingin

Pelatihan, pembinaan, dan


5 6 4 6 144 peningkatan pengawasan kerja
operator

Monitor penyebarangas N2 , dan


pemeriksaan kondisi dimensi
6 6 4 6 144 rotor secara berkala, serta
konsistensi pemeriksaan vacuum
test

Penjadwalan preventive
maintenance sistem pengapian
7 5 4 3 60 dapur secara berkala, dan kontrol
temperatur logam cair secara
berkala

Pelatihan, pembinaan, dan


8 6 2 4 48 peningkatan pengawasan kerja
operator

Perlu diberi tambahan fan


dibeberapa lokasi sekitar mesin
untuk mengurangi temperatur
9 5 2 2 20
lingkungan yang panas, dan
penggunaan masker debu oleh
tiap operator

Penyimpanan bahan baku


sebelum dibawa keproduksi,
10 3 2 2 12
peletakannya harus terlindung
dari air .

Pelatihan, pembinaan, dan


Defect oval
1 6 6 5 180 peningkatan pengawasan kerja
dimensi
operator
Pelatihan dan pembinaan pada
2 6 6 4 144 operator casting dan mould
prepared.

Instruksi kewajiban pelaksanaan


pemeriksaan kerataan velg,
3 6 5 4 120 proses press velg, dan
pengawasan pelaksanaannya
secara berkala

Pelaksanaan pemeriksaan
4 6 5 4 120 kerataan velg. Velg yang tidak
rata dilakukan proses press

Pelatihan, pembinaan, dan


5 6 5 3 90 peningkatan pengawasan kerja
operator

Pelaksanaan pemeriksaan
6 7 3 3 63 kerataan velg. Velg yang tidak
rata dilakukan proses press

Perbaikan dan penggantian pin


7 5 3 4 60 yang rusak. Pengontrolan secara
berkala

Pemeriksaan visual dan


8 5 4 2 40 pengukuran dimensi pada velg as
cast secara berkala

Perlu diberi tambahan fan


dibeberapa lokasi sekitar mesin
untuk mengurangi temperatur
9 5 2 2 20
lingkungan yang panas, dan
penggunaan masker debu oleh
tiap operator
Dengan melakukan tindakan perbaikan secara berkesinambungan dan berdasarkan prioritas
urutan perbaikan yang telah diusulkan, yang mana ini dianggap sebagai sumber potensi
kegagalan utama, maka diharapkan dapat memberikan impak yang besar terhadap perbaikan
tingkat kualitas dari produk.

4.2.5 Control (Pengendalian)


Pada tahap ini dipaparkan mengenai usulan dalam upaya mengendalikan perbaikan
perbaikan yang telah dibuat pada tahap improve, agar permasalahan permasalahan defect velg
yang berupa cacat keropos contour/bocor , cacat keropos halus/ pin hole motive, dan cacat
oval dimensi dapat diminimasi dan dapat dikendalikan pada batas yang wajar. Tahap control ini
merupakan langkah operasional terakhir dalam program pengendalian kualitas , yang bertujuan
untuk mengendalikan proses kerja agar cacat produk yang terjadi dapat dikendalikan atau
diminimas serendah mungkon. Pada table 4.10 diperlihatkan usulan pengendalian tindakan
perbaikan.

Tabel 4.10 Usulan Pengendalian Perbaikan


NO Rencana perbaikan Usulan pengendalian
Dilakukan audit secara berkala mengenai aktual
Kontrol berkala pelaksanaan penerapan
1 penerapan parameter apakah sesuai dengan lembaran
parameter proses
dokumen standar parameter.
Pelatihan, pembinaan, dan peningkatan
Adanya pengawasan terhadap pelaksanaan pelatihan.
pengawasan kerja operator, terhadap semua
Adanya evaluasi terhadap hasil pelatihan terkait dengan
2 operator yang terkait, yaitu casting operator,
implementasi hasil pelatihan, serta evaluasi peningkatan
melting operator, mould prepared, QC
kompetensi operator
operator.
Dibuatkan dokumen " Ketentuan Mutu"
1. Memonitor tanggal due date pembuatan dokumen KM
sebagai referensi kerja, dan pelatihan bagi
Standar pemeriksaan X-Ray.
operatorQC X-Ray . Hal lain adalah setiap
2. Sosialisasi dan implementasi Ketentuan Mutu
velg casting diberi nomor urutan produksi
3 mengenai tata cara pengiriman velg ke ruang X-Ray
untuk memudahkan monitoring nomor velg
untuk dilakukan pemeriksaan secara berkala. 3. Velg
yang dikirim. Implementasi cara pengiriman
diberi nomor urut produksi untukmempermudah
velg untuk pemeriksaan X-Ray sebagai cara
pengontrolannya.
pengendalian shrinkage porositas
Secara berkala dilakukan pemeriksaan
kelancaran saluran air pendingin dengan 1. Lakukan pengawasan pelaksanaan pembersihan
menggunakan larutan HCl pada mould yang saluran/pipa cooling system dari sumbatan
4
akan dipasang pada mesin cetak. sumbatan/kerak 2. Pelaksanaan pemasangan water
Pemasangan pengukur debit air pendingin flow meter.
(water flow meter)
Dibuatkan SOP pengendalian proses 1. Memonitor tanggal terbit dokumen. 2. Sosialisasi dan
5
degassing implementasi pelaksanannya.
Monitor penyebarangas N2 , dan
Pengawasan secara berkala kondisi aktual , baik
pemeriksaan kondisi dimensi rotor secara
6 mengenai hasil uji vacuum test, jadwal penggantian dan
berkala, serta konsistensi pemeriksaan
pemeriksaan peralatan GBF.
vacuum test
Instruksi kewajiban pelaksanaan
pemeriksaan kerataan velg, proses press Memonitoring pelaksanaan pemeriksaan dan press velg
7
velg, dan pengawasan pelaksanaannya yang bermasalah.
secara berkala
Memonitor gerakan hidrolik mesin cetak secara rutin.
Preventive berkala mesin hidrolik power
Segera melaporkan kepada pihak Maintenance untuk
8 pack unit, dan penyetelan pengatur posisi
segera melakukan perbaikan bila gerakan mesin tidak
hidrolik pendorong cetakan..
sempurna.
Penjadwalan preventive maintenance sistem Penjadwalan preventive maintenance sistem pengapian
9 pengapian dapur secara berkala, dan kontrol dapur secara berkala, dan kontrol temperatur logam cair
temperatur logam cair secara berkala secara berkala
Setiap cetakan selesai produksi dilakukan pemeriksaan
Perbaikan dan penggantian pin yang rusak. pada cetakan tersebut. Bila ada kerusakan atau cacat
10
Pengontrolan secara berkala pada cetakan tersebut, segera dibuatkan job order untuk
perbaikan di work shop.

Dengan menggunakan tool improve FMEA, diperoleh urutan prioritas tindakan perbaikan dan
pengendalian yang diusulkan sebagai berikut :

1. Penerapan parameter proses casting dan melting sesuai standar yang telah ditetapkan
adalah hal yang sangat penting. Pengendaliannya melalui audit proses secara berkala
terhadap actual penerapannya. Hal ini dimaksudkan agar parameter-parameternya
tetap terjaga sesuai dengan dokumen standarnya.
2. Pengawasan pelaksanaan pelatihan sangat diperlukan dalam pencapaian tujuan
training. Selalu dilakukan diskusi dan tanya jawab bagi peserta training dalam
menghadapi masalah masalah yang mungkin akan muncul di lapangan. Adanya
evaluasi bagi peserta training sangat diperlukan untuk peningkatan kompetensi trainee.
Peserta training dilakukan pada seluruh operator yang terkait, dalam hal ini operator
cetak, operator mould prepared, dan operator melting. Dari pelatihan ini diharapkan
adanya peningkatan skill, tanggung jawab , dan disipiln kerja operator
Materi training meliputi :
 Cara metal treatment untuk mendapatkan kualitas logam cair yang baik
 Pemahaman pengaruh parameter proses terhadap kualitas
 Persiapan dan setting cetakan pada mesin
 Cara pemeriksaan X-Ray yang effektif untuk meminimasi produk defect
 Cara inspeksi dan item inspeksi pada produk untuk meminimasi dan mencegah
product cacat
3. Pemeriksaan X-Ray yang lebih effektif untuk mencegah produk defect selanjutnya
melalui penerbitan dokumen Ketentuan Mutu yang mengatur tata cara pengiriman
sample dan standar keberterimaan produk. . Memonitor tanggal due date pembuatan
dokumen KM Standar pemeriksaan X-Ray. Sosialisasi dan implementasi Ketentuan
Mutu mengenai tata cara pengiriman velg ke ruang X-Ray untuk dilakukan pemeriksaan
secara berkala. Untuk mempermudah pengontrolan, velg diberi nomor urut produksi
untukmempermudah pengontrolannya.
(lihat lampiran )
4. Memastikan bahwa saluran cooling system pada cetakan dalam kondisi normal , yaitu
melaluiL pengawasan pelaksanaan pembersihan saluran/pipa cooling system dari
sumbatan sumbatan/kerak . Untuk mengoptimalkan fungsi cooling system dengan cara
pemasangan water flow meter.
(lihat lampiran 4. )
5. Untuk pengendalian proses degassing agar lebih efektif, maka dibuatkan SOP
pengendalian proses degassing . Pengontrolan pelaksanaan memamui memonitor
tanggal terbit dokumen dan sosialisasi dan implementasi pelaksanannya.

6. Agar dicapai hasil proses degassing yang optimal lakukan monitor penyebaran gas N2,
dan pemeriksaan kondisi dimensi rotor secara berkala, serta konsistensi pemeriksaan
vacuum test melalui Pengawasan secara berkala kondisi aktual, baik mengenai hasil uji
vacuum test, jadwal penggantian dan pemeriksaan peralatan GBF.

7. Agar kerataan motive velg setelah proses T4 selalu terjaga, lakukan monitoring
pelaksanaan pemeriksaan dan press velg yang bermasalah.

8. Agar dicapai kelancaran gerakan buka tutup cetakan sehingga dapat tercapai
kestabilan kondisi cetakan, memonitor gerakan hidrolik mesin cetak secara rutin.
Segera melaporkan kepada pihak Maintenance untuk segera melakukan perbaikan bila
gerakan mesin tidak sempurna.

9. Agar terjaga kestabilan temperature logam cair selama proses casting tetap dalam
range yang diijinkan, Penjadwalan preventive maintenance sistem pengapian dapur
secara berkala, dan kontrol temperatur logam cair secara berkala

10. Perbaikan dan penggantian pin yang rusak, pengendaliannya melalui pemeriksaan
Setiap cetakan selesai produksi dilakukan pemeriksaan pada cetakan tersebut. Bila ada
kerusakan atau cacat pada cetakan tersebut, segera dibuatkan job order untuk
perbaikan di work shop.
4.3 Perbaikan Kualitas Produksi Melalui Penerapan Six Sigma
Setelah dibuatkan usulan perbaikan pada tahap improve, yang selanjutnya melakukan
upaya pengendalian perbaikan-perbaikan tersebut pada tahap control dengan maksud agar
tidak terjadi perbaikan ulang terhadap proses, dan juga keuntungan dari perbaikan yang
berkelanjutan harus didapatkan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas dari produksi
velg mobil ukuran 17 inch, Setelah tindakan perbaikan dan pengendalian perbaikan dilaksanan
dari bulan February 2015 hingga April 2015, maka didapatkan data perbaikan kualitas produksi
seperti yang diperlihatkan pada table 4.10

4.3.1 Data Akhir Perbaikan Velg


Merupakan data yang diperoleh setelah menerapkan project charter six sigma. Data
tersebut adalah data hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan secara langsung dari
bagian produksi setelah adanya langkah-langkah perbaikan. Hasil yang didapat setelah
dilaksanakan project six sigma pada velg mobil ukuran 17 inch yang data pengamatannya
dilakukan pada bulan April 2015 seperti pada table 4.11
Tabel 4.10 : Analisa Yang Didapat Dari Data Tersebut Adalah Sebagai Berikut :
JUMLAH DEFECT (PCS) %
NO TANGGAL PRODUK JUMLAH
DEFECT
(PCS) D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7
1 1 APRIL'15 415 6 1 1 8 1.93
2 2 APRIL'15 480 8 5 1 13 1 1 29 6.04
3 4 APRIL'15 404 8 8 1.98
4 6 APRIL'15 276 1 1 4 3 3 12 4.35
5 7 APRIL'15 449 8 1 26 1 1 3 40 8.91
6 8 APRIL'15 517 11 7 19 1 2 2 42 8.12
7 9 APRIL'15 709 19 2 1 10 9 8 2 51 7.19
8 10 APRIL'15 832 16 2 1 15 10 44 5.29
9 11 APRIL'15 598 20 10 30 5.02
10 13 APRIL'15 666 14 3 2 19 2.85
11 14 APRIL'15 686 9 1 23 2 2 37 5.39
12 15 APRIL'15 642 22 3 9 18 2 54 8.41
13 16 APRIL'15 325 15 3 22 3 1 44 13.54
14 17 APRIL'15 477 15 9 2 4 1 31 6.50
15 18 APRIL'15 408 26 1 1 28 6.86
16 20 APRIL'15 458 7 7 1.53
17 21 APRIL'15 789 30 1 3 8 7 49 6.21
18 22 APRIL'15 917 28 1 5 2 36 3.93
19 23 APRIL'15 949 51 2 15 6 2 76 8.01
20 24 APRIL'15 752 22 7 2 8 1 40 5.32
21 25 APRIL'15 698 20 2 1 3 1 27 3.87
22 27 APRIL'15 940 24 3 7 2 4 1 41 4.36
Sambungan tabel 4.10
JUMLAH DEFECT (PCS) %
NO TANGGAL PRODUK JUMLAH
DEFECT
(PCS) D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7
23 28 APRIL'15 889 30 4 1 4 3 42 4.72
24 29 APRIL'15 583 22 3 5 5 2 37 6.35
25 30 APRIL'15 383 8 5 13 3.39
TOTAL 14859 432 20 54 184 87 48 20 845 5.69
PROSENTASE REJECT 2.91 0.13 0.36 1.24 0.59 0.32 0.13 5.69

4.3.2 Measure

4.3.2.1. Pengukuran kinerja proses

a. Menghitung batas kendali dan peta kendali p


Dari tabel 4.10 diperoleh data perhitungan sbb :
p = Σcacat / Σproduksi
= 845 / 15242 = 0,055
CL = p

Tabel 4.11 Data untuk grafik kendali p laporan defect sebab seksi casting bulan April
2015

JUMLAH JUMLAH PROPOR


STANDAR
NO TANGGAL PRODUK DEFECT SI p LCL UCL KET
DEVIASI
(PCS) (PCS) DEFECT

1 1 APRIL'15 415 8 0.019 0.055 0.0112294 0.02171194 0.0891 out

2 2 APRIL'15 480 29 0.060 0.055 0.0104414 0.02407584 0.0867


3 4 APRIL'15 404 8 0.020 0.055 0.0113812 0.02125639 0.0895 out
4 6 APRIL'15 276 12 0.043 0.055 0.0137697 0.01409092 0.0967
5 7 APRIL'15 449 40 0.089 0.055 0.0107958 0.02301254 0.0878 out
6 8 APRIL'15 517 42 0.081 0.055 0.0100608 0.02521753 0.0856
7 9 APRIL'15 709 51 0.072 0.055 0.0085912 0.02962629 0.0812
8 10 APRIL'15 832 44 0.053 0.055 0.0079308 0.03160759 0.0792
9 11 APRIL'15 598 30 0.050 0.055 0.0093547 0.027336 0.0835
10 13 APRIL'15 666 19 0.029 0.055 0.0088642 0.02880727 0.0820 out
11 14 APRIL'15 686 37 0.054 0.055 0.0087341 0.02919778 0.0816
12 15 APRIL'15 642 54 0.084 0.055 0.0090284 0.02831477 0.0825 out
13 16 APRIL'15 325 44 0.135 0.055 0.0126893 0.01733214 0.0935 out
14 17 APRIL'15 477 31 0.065 0.055 0.0104742 0.02397749 0.0868
15 18 APRIL'15 408 28 0.069 0.055 0.0113253 0.02142417 0.0894
Sambungan tabel 4.11

JUMLAH JUMLAH PROPOR


STANDAR
NO TANGGAL PRODUK DEFECT SI p LCL UCL KET
DEVIASI
(PCS) (PCS) DEFECT

16 20 APRIL'15 458 7 0.015 0.055 0.0106892 0.02333233 0.0875 out


17 21 APRIL'15 789 49 0.062 0.055 0.008144 0.03096785 0.0798
18 22 APRIL'15 917 36 0.039 0.055 0.0075543 0.0327371 0.0781
19 23 APRIL'15 949 76 0.080 0.055 0.0074258 0.03312247 0.0777 out
20 24 APRIL'15 752 40 0.053 0.055 0.008342 0.03037401 0.0804
21 25 APRIL'15 698 27 0.039 0.055 0.0086587 0.02942399 0.0814
22 27 APRIL'15 940 41 0.044 0.055 0.0074613 0.03301608 0.0778
23 28 APRIL'15 889 42 0.047 0.055 0.0076723 0.03238297 0.0784
24 29 APRIL'15 583 37 0.063 0.055 0.0094742 0.02697727 0.0838
25 30 APRIL'15 383 13 0.034 0.055 0.0116891 0.02033283 0.0905
TOTAL 15242 845

(1  )
UCLP = p + 3
n

0,055(1  0,055)
UCLP = 0,055 + 3
415
UCL = 0,0891

0,055(1  0,055)
LCLP = 0,055 - 3
415
LCL = 0,02171

Setelah dilakukan perhitungan batas kendali, maka peta kendali p dapat dilihat pada gambar
4.7 dibawah ini
Gambar 4.7 Peta kendali p untuk bulan April 2015 ( setelah
dilakukan penerapan six sigma)

Dari gambar peta kendali tersebut di atas memperlihatkan adanya perbaikan proses produksi
velg mobil ukuran 17 inch pada periode bulan April 2015 bila dibandingkan dengan data
produksi di bulan Desember 2014, yaitu berdasarkan turunnya jumlah titik yang ada di luar
garis batas kendali. Pada data produksi bulan april 2015 jumlah titik yang ada di luar batas
kendali ditemukan sebanyak 6 titik, yaitu pada pengamatan tanggal 1 , 3 , 5, 12 , 13 dan 20
April 2015. Berdasarkan masih adanya titik-titik yang di luar batas kendali, memperlihatkan
bahwa perbaikan berkelanjutan masih diperlukan agar dapat dicapai proses yang lebih stabil.
b. Pengukuran kapabilitas proses (Cp) data attribute
Perhitungan kapabilitas proses dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan perbaikan yang
dilakukan terhadap proses sudah cukup kapabel
Pengukuran menggunakan rumus :
Cp = 1 – p
Dimana p adalah proporsi defect rata-rata dengan nilai 0,0568, sehingga didapat nilai
kapabilitas proses (Cp) sebagai berikut :
Cp = 1 – 0.0568
= 0,9432 atau sekitar 94,3%
Hal ini serupa dengan kemampuan proses untuk menghasilkan produk cacat sebesar
5,68%

4.3.1.3.. Pengukuran kinerja produk


Berikut ini perhitungan nilai DPMO dan nilai level Sigma untuk laporan riject periode April 2015
a. Menghitung nilai DPMO
DPO = Σ defect yang ditemukan / ( Σ produk yang diperiksa x CTQ)
= 845 / ( 15242 x 7 )
= 0,00791
DPMO = DPO x 1.000.000
= 0,00791 x 1.000.000
= 7919.8
b. Mnghitung level sigma
Dari table sigma dapat dilihat bahwa nilai DPMO 7918.8 maka nilai level sigma adalah 3,91
. Rangkuman gasil perhitungan DPMO pada table 4.12

Tabel 4.12 Data Perhitungan Nilai DPO, DPMO , Dan Level Sigma Untuk Laporan reject
velg ukuran 17 inch pada bulan April 2015

JUMLAH JUMLAH JUMLAH CTQ


NO TANGGAL DPMO
PRODUK (PCS) DEFECT POTENSIAL

1 1 APRIL'15 415 8 7 2753.9


2 2 APRIL'15 480 29 7 8631
3 4 APRIL'15 404 8 7 2828.9
4 6 APRIL'15 276 12 7 6211.2
5 7 APRIL'15 449 40 7 12727
6 8 APRIL'15 517 42 7 11605
7 9 APRIL'15 709 51 7 10276
8 10 APRIL'15 832 44 7 7554.9
9 11 APRIL'15 598 30 7 7166.7
10 13 APRIL'15 666 19 7 4075.5
11 14 APRIL'15 686 37 7 7705.1
12 15 APRIL'15 642 54 7 12016
13 16 APRIL'15 325 44 7 19341
14 17 APRIL'15 477 31 7 9284.2
Sambungan tabel 4.12

JUMLAH JUMLAH JUMLAH CTQ


NO TANGGAL DPMO
PRODUK (PCS) DEFECT POTENSIAL

15 18 APRIL'15 408 28 7 9803.9


16 20 APRIL'15 458 7 7 2183.4
17 21 APRIL'15 789 49 7 8872
18 22 APRIL'15 917 36 7 5608.4
19 23 APRIL'15 949 76 7 11441
20 24 APRIL'15 752 40 7 7598.8
21 25 APRIL'15 698 27 7 5526
22 27 APRIL'15 940 41 7 6231
23 28 APRIL'15 889 42 7 6749.2
24 29 APRIL'15 583 37 7 9066.4
25 30 APRIL'15 383 13 7 4848.9

TOTAL 15242 845 7 7919.8

4.3.1.4 Kinerja proses sebelum sebelum dan sesudah penerapan sixn sigma
a. Sebelum penerapan six sigma
o Dari gambar peta kendali pada gambar 4.2 memperlihatkan bahwa proses produksi pada
velg mobil ukuran 17 inch belum stabil, yaitu berdasarkan terdapatnya 14 titik titik yang
melewati garis batas kendali. Titik-titik tersebut adalah pengamatan pada tanggal 1, 2, 3, 4,
6, 10, 13, 15, 17, 18, 20, 23, 27, dan 30 Desember 2014.
o Kapabilitas proses (Cp)
Berdasarkan perhitungan kapabilitas proses pada bulan Desember 2014, memperlihatkan
kemampuan proses sebesar 86,6 %
b. Setelah penerapan six sigma
o Dari gambar peta kendali p pada gambar 4.7 memperlihatkan adanya perbaikan pada
proses produksi , yaitu dengan menurunnya jumlah titik titik yang diluar batas kendali
statistic . Pada peta kendali p untuk periode pengamatan bulan April 2015, terdapat 6 titik
yang diluar batas kendali , yaitu pada tanggal 1, 4, 7 , 15, 16, dan 20 April 2015.

o Kapabilitas proses
Berdasarkan perhitungan kapabilitas proses pada bulan April 2015, memperlihatkan
adanya peningkatan kemampuan proses , yaitu meningkat menjadi 94,3%

4.3.1.5 Nilai DPMO dan Level Sigma sebelum dan sesudah penerapan project charter six
sigma

Setelah dilakukan perbaikan-perbaikan proses melalui penerapan six sigma, didapat hasil
berupa penurunan tingkat reject dan peningkatan level sigma sesuai yang ditampilkan pada
table 4.14

Tabel 4.13 Data DPMO dan level Sigma sebelum dan sesudah perbaikan

Sebelum Setelah
No. Uraian
perbaikan perbaikan
1 Jumlah produk yang diperiksa 13.978 pcs 15.242 pcs

2 Jumlah produk cacat (defect) 1.799 pcs 845 pcs

3 Prosentase cacat (defect) 12,8 % 5,54 %

4 DPO 0,018386 0,007919

5 DPMO 18.386 7919

6 Level Sigma 3,59 3,91

Berdasarkan table 4.13 memperlihatkan adanya perbaikan hasil yang diperoleh pada proses
produksi velg mobil ukuran 17 inch setelah penerapan DMAIC Six Sigma, dimana perbaikan
hasil meliputi beberapa hal sesuai yang diperlihatkan pada table 4.14 yaitu :
Prosentase produk cacat menurun dari 12,8 % sebelum perbaikan, menjadi 5,54 % sesudah
perbaikan.
Nilai DPMO terjadi penurunan, yaitu sebesar 18.386 sebelum perbaikan, turun menjadi 7919
setelah perbaikan.
Tingkat level Sigma meningkat , yaitu dari 3,59 sebelum perbaikan, meningkat menjadi 3,91
sesudah perbaikan
4.4 Analisa Ekonomis
Analisa ekonomis yaitu biaya kegagalan internal yang menjelaskan mengenai biaya-
biaya yang berkaitan dengan kesalahan dan non-konformasi, contohnya adalah cacat yang
ditemukan pada produk sebelum diserahkan e konsumen, perhitungannya adalah :
1. Sebelum perbaikan =…………………..

2. Sesudah perbaikan = ………………….

4.5 Uji Statitistik Paired T-Test


Pengujian hipotesis untuk memastikan terdapat perbedaan proporsi cacat pada cacat awal
(Desember 2014) dan data cacat akhir (April 2015), maka keputusan analisa hipotesis
diputuskan sebagai berikut :
Ha : Ada perbedaan jumlah kecacatan velg mobil hasil proses casting setelah
perbaikan dengan metode DMAIC Six Sigma.
Jika (t hitung > t tabel) atau nilai ( Sig. < 0,05)
Ho : Tidak Ada perbedaan jumlah kecacatan velg mobil hasil proses casting setelah
perbaikan dengan metode DMAIC Six Sigma.
Jika (t hitungt< t tabel) atau nilai ( Sig. > 0,05)

Tabel 4.14 Persiapan Analisa Uji Paired T-Test

JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH


PROPORSI PROPORSI
NO TANGGAL PRODUK DEFECT NO TANGGAL PRODUK DEFECT
DEFECT DEFECT
(PCS) (PCS) (PCS) (PCS)

1 1 DES'14 612 35 0.06 1 1 APRIL'15 415 8 0.019


2 2 DES'14 510 257 0.50 2 2 APRIL'15 480 29 0.060
3 3 DES'14 599 184 0.31 3 4 APRIL'15 404 8 0.020
4 4 DES'14 886 190 0.21 4 6 APRIL'15 276 12 0.043
5 5 DES'14 807 95 0.12 5 7 APRIL'15 449 40 0.089
6 6 DES'14 789 55 0.07 6 8 APRIL'15 517 42 0.081
7 8 DES'14 790 100 0.13 7 9 APRIL'15 709 51 0.072
8 9 DES'14 762 70 0.09 8 10 APRIL'15 832 44 0.053

Sambungan tabel 4.14


JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH
PROPORSI PROPORSI
NO TANGGAL PRODUK DEFECT NO TANGGAL PRODUK DEFECT
DEFECT DEFECT
(PCS) (PCS) (PCS) (PCS)
9 10 DES'14 835 43 0.05 9 11 APRIL'15 598 30 0.050
10 11 DES'14 794 70 0.09 10 13 APRIL'15 666 19 0.029
11 12 DES'14 721 66 0.09 11 14 APRIL'15 686 37 0.054
12 13 DES'14 573 103 0.18 12 15 APRIL'15 642 54 0.084
13 15 DES'14 661 51 0.08 13 16 APRIL'15 325 44 0.135
14 16 DES'14 687 86 0.13 14 17 APRIL'15 477 31 0.065
15 17 DES'14 364 73 0.20 15 18 APRIL'15 408 28 0.069
16 18 DES'14 264 76 0.29 16 20 APRIL'15 458 7 0.015
17 19 DES'14 265 41 0.15 17 21 APRIL'15 789 49 0.062
18 20 DES'14 374 13 0.03 18 22 APRIL'15 917 36 0.039
19 22 DES'14 638 29 0.05 19 23 APRIL'15 949 76 0.080
20 23 DES'14 388 21 0.05 20 24 APRIL'15 752 40 0.053
21 24 DES'14 378 40 0.11 21 25 APRIL'15 698 27 0.039
22 26 DES'14 264 30 0.11 22 27 APRIL'15 940 41 0.044
23 27 DES'14 430 29 0.07 23 28 APRIL'15 889 42 0.047
24 29 DES'14 252 24 0.10 24 29 APRIL'15 583 37 0.063
25 30 DES'14 335 18 0.05 25 30 APRIL'15 383 13 0.034

Dari hasil tabel proporsi kecacatan pada bulan Desember 2014 sebagai kecacatan awal dan
proporsi kecactan pada bulan April 2015 secagai kecacatan akhir, Hasil analisanya adalah
sebagai berikut

Tabel 4.15 Hasil Uji Paired T-Test


Berdasarkan analisa data tersebut nilai uji-t sebesar 3,436 dengan nilai sig. 0,002 karena (sig. <
0,05) atau (0,002 < 0,05) maka terima Ha dan tolak Ho yang artinya Ada perbedaan jumlah
kecacatan velg mobil hasil proses casting setelah perbaikan dengan metode DMAIC Six Sigma.

Anda mungkin juga menyukai