Presus DR Dae SP.B
Presus DR Dae SP.B
Diajukan Kepada :
Disusun oleh :
20174011163
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Tahta Rilo Mei P.
20174011163
Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:
16 Januari 2018
Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing,
IDENTITAS
Nama : Tn. P
Umur : 49 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Kauman Kidul, Sidorejo
Masuk Rumah Sakit : 10 Januari 2018
Anamesis (Subjektif)
Keluhan utama : Benjolan pada leher bagian kanan sejak 1 tahun SMRS
RPS : Pasien datang ke poli bedah dengan keluhan terdapat benjolan
pada leher bagian kanan yang semakin lama semakin membesar sejak 1 tahun
yang lalu. Benjolan kira-kira berdiamter 3 x 2,5 x 4,5 mm, konsistensi lunak,
permukaan nodul rata, berjumlah lebih dari satu, berbatas tegas dan tidak nyeri.
Pasien tidak mengeluh suara serak dan nyeri saat menelan.
RPD :
o Riwayat alergi makanan dan alergi obat disangkal
o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat DM disangkal
o Riwayat Penyakit serupa disangkal
RPK :
o Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal
o Riwayat penyakit tumor ganas maupun jinak dalam keluarga disangkal
o Riwayat hipertensi dalam keluarga disangkal
o Riwayat DM dalam keluarga disangkal
RPSos :
o Pasien jarang mengkonsumsi makanan cepat saji
o Pasien tidak merokok maupun minum-minuman beralkohol
Timpani
Palpasi :
Nyeri Tekan (-)
Pemeriksaan penunjang
4 Januari 2018. USG Region Coli
Hasil USG Thyroid Dextra:
Jaringan kutis subkutis DBN
Tampak massa multiple nodul tanpa kalsifikasi
Diameter kira – kira 3,02 x 2,57 x 4,51 mm
Pemeriksaan colour doppler USg tampak adanya neo / hipervaskularisasi pada
daerah massa tersebut
Belum ada tampak penekanan pada asrtery carotis communis dextra
Gambaran / Kesan:
Multinodular goiter (dextra)
Diagnosis Different : Struma Nodusa Non Toksik
Saran : FNAB
Diagnosis (Assesment)
Struma Nodus Non Toksik (SNNT)
Terapi (Plan)
Lobektomi
Inj Ceftriaxone 2x1gr
Inj Ketorolac 3x30mg
Inj Ranitidin 3x50mg
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hematuria
Definisi
Hematuria adalah suatu gejala yang ditandai dengan adanya darah atau sel darah
merah dalam urin (Dorland, 2002). Secara klinis, hematuri dapat dikelompokkan menjadi:
Hematuria makroskopis (gross hematuria) adalah suatu keadaan urin bercampur darah
dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Keadaan ini dapat terjadi bila 1 liter urin
bercampur dengan 1 ml darah. Hematuria mikroskopis yaitu hematuri yang hanya dapat
diketahui secara mikroskopis atau tes kimiawi (Bickley, 2003).
Etiologi
Gambar 1. Etiologi hematuria berdasarkan lokasi kelainan
Karsinoma Buli
Anatomi
Buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang terbentuk
dari lapisan otot longitudinal pada bagian dalam dan luarnya serta lapisan otot sirkuler
pada bagian tengahnya.Buli terletak di belakang simfisis pubis di dalam cavum pelvis.
Secara anatomi bentuk buli terdiri atas 3 permukaan, yaitu permukaan superior yang
berbatasan dengan rongga peritoneum, 2 permukaan inferolateral dan permukaan
posterior. Pada kubah buli terletak ligamentum umbilikalis media, jaringan fibrosa yang
menempel ke umbilikus. Ureter adalah organ yang mentranspor urin dari ginjal ke buli,
posisinya miring dan posterosuperior ketika mendekati buli dan memasuki trigonum
(daerah antara punggung interureterik dan leher buli). Orifisium ureter intravesical kira-
kira 2-3 cm dan membentuk perbatasan superolateral dari trigonum. Leher buli berfungsi
sebagai sfingter internal, yang dikorbankan selama sistektomi radikal.
Pasokan pembuluh darah ke buli terutama melalui arteri iliaka interna
(hipogastrik), bercabang ke superior, media, dan inferior arteri vesikalis, yang sering
dikenal sebagai pedikel lateral dan posterior. Pasokan arteri juga melalui arteri glutealis
obturator dan inferior dan pada wanita melalui arteri uterina dan vagina. Drainase vena
bulisebagian besar pada akhirnya mengalir ke vena iliaka internal.
Drainase limfatik awal dari buli terutama ke iliakaeksternal, obturator, iliaka
interna (hipogastrik), dan kelenjar iliaka lainnya. Setelah drainase pada daerah pelvis ini,
penyebaran mungkin berlanjut ke presacral, paracava, interaortocava, dan rantai kelenjar
getah bening para-aorta (Sjamsuhidajat and jong, 2007).
Definisi
Karsinoma buli merupakan suatu karsinoma yang berasal dari jaringan pada buli.
Karsinoma buli merupakan 2% dari keganasan dan merupakan keganasan kedua
terbanyak pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Kanker (karsinoma)
kandung kemih (buli / vesika urinaria) adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan
pertumbuhan abnormal sel kanker atau tumor pada kandung kemih. Rata-rata usia
penderita adalah 65 tahun. Sekali diagnosis ditegakkan maka tendensi untuk berulang
sepanjang waktu dan lokasi yang baru pada traktus urinarius dapat terjadi sehingga
diperlukan monitoring yang berkelanjutan (Desen, 2008)
Karsinoma buli/kandung kemih merupakan suatu penyakit keganasan dimana sel-
sel yang melapisi kandung kemih kehilangan kemampuan dalam mengontrol
pertumbuhan dan pembelahan sel-selnya. Suatu pertumbuhan yang abnormal ini akan
menghasilkan suatu kelompok sel-sel yang kemudian membentuk tumor. Karsinoma buli
merupakan suatu keganasan di bidang urologi yang banyak ditemui. Hampir
semuakarsinoma buli berasal dari urothelium yang merupakan lapisan sel mukosa dalam
otot buli (Lumbantobing, 2009)
Etiologi
Etiologi karsinoma buli kebanyakan belum jelas. Faktor terkait yang umum
diakui adalah:
1. Lingkungan dan pekerjaan. Beberapa pekerja memiliki resiko lebih tinggi untuk
terkena kangker karena tempatnya bekerja atau lingkungan sekitarnya banyak
ditemukan bahan-bahan karsinogenik. Misalnya pada industri karet, dan bahan
kimia
2. Merokok merupakan faktor resiko utama. Baik menjadi perokok pasif maupun
perokok aktif
3. Resiko terjadinya karsinoma buli semakin tinggi dengan bertambahnya usia.
4. Riwayat keluarga yang mengalami
5. Riwayat radiasi pelvic atau kemotherapi (cyclophosphamide)
6. Chronic bladder inflamation (penggunakna kateter, chronic UTI)
Patofisiologi
Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada usia di atas 50 tahun dan angka
kejadian laki-laki lebih besar daripada perempuan. Karena usia yang semakin tua, maka
akan terjadi penurunan imunitas serta rentan terpapar radikal bebas menyebabkan
bahan karsinogen bersirkulasi dalam darah. Selanjutnya masuk ke ginjal dan terfiltrasi di
glomerulus. Radikal bebas bergabung dg urin terus menerus, masuk ke kandung kemih.
Radikal bebas mengikat elektron DNA & RNA sel transisional sehingga terjadi kerusakan
DNA. Mutasi pada genom sel somatik menyebabkan pengaktifan oonkogen pendorong
pertumbuhan, perubahan gen yang mengendalikan pertumbuhan, dan penonaktifan gen
supresor kanker. Sehingga produksi gen regulatorik hilang dan replikasi DNA berlebih.
Akhirnya terjadi kanker pada kandung kemih.
Gejala klinis
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan dari suatu karsinoma buli antara lain:
a. Darah pada urin (hematuria makroskopis atau hematuria mikroskopis).
b. Nyeri saat proses mengeluarkan urin (disuria)
c. Urgensi
d. Frekuensi
e. Nyeri pada daerah pelvis atau pinggang
f. Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang
dengan meminta pertolongan karena tidak dapat miksi.
2. Grade 2
Tumor berbentuk papiler, dengan diferensiasi yang kurang baik, cenderung
menginvasi lamina propria atau otot detrusor. Ukuran tumor lebih besar dari Grade
1, dan berhubungan lebih luas dengan dinding vesika. Sering dapat diatasi dengan
reseksi transuretral. Kurang berespon dengan radio terapi.
3. Grade 3
Tumor cenderung berbentuk noduler dan invasif, menyebar sampai ke dalam
muscularis propria, yang melibatkan jaringan-jaringan lunak di sekitar kantung
kemih, prostat, uterus, atau vagina. Masih belum ada organ limfe yang terpengaruh
hingga tahap ini. Transuretral dan sistektomi tidak terlalu berpengaruh, namun masih
sensitif terhadap radio terapi.
4. Grade 4
Tumor telah menyerang pelvis atau dinding abdominal, atau telah
menyerang hingga jaringan limfe. Transuretral dan sistektomi tidak terlalu
berpengaruh, namun masih sensitif terhadap radio terapi.
Kode Keterangan
Nx
Minimal yang ditetapkan kel. Lymfe regional tidak dapat ditemukan
No
Tanpa tanda-tanda pemebsaran kelenjarlymfe regional.
N1
Pembesaran tunggal kelenjar lymfe regional yang homolateral.
Anamnesis
Perlu diwaspadai jika seorang pasien datang dengan mengeluh hematuri yang bersifat:
a. Tanpa disertai rasa nyeri (painless),
b. Kambuhan (intermitten), dan
c. Terjadi pada seluruh proses miksi.
Karakteristik suatu hematuria dapat dipakai sebagai pedoman untuk
memperkirakan lokasi penyakit primernya, yaitu apakah warna merah terjadi pada awal
miksi, semua proses miksi, atau pada akhir miksi. Kualitas warna urine dapat juga
menolong menentukan penyebab hematuria. Darah baru yang berasal dari buli, prostat,
dan uretra berwarna merah segar sedangkan darah lama atau yang berasal dari glomerulus
berwarna lebih coklat dengan bentuk seperti cacing (vermiform). Hematuria dapat
menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang dengan keluhan tidak dapat
miksi. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa obstruksi saluran kemih bagian
atas atau edema tungkai. Edema tungkai disebabkan karena penekanan aliran limfe oleh
massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar pada daerah pelvis (Bickley, 2003).
Nyeri yang menyertai hematuria dapat berasal dari nyeri di saluran kemih bagian
atas berupa kolik atau gejala iritasi dari saluran kemih bagian bawah berupa disuria atau
stranguria. Nyeri pada karsinoma buli disebabkan karena tumor lokal yang makin
berkembang atau karena telah bermetastasis. Nyeri pada daerah panggul dapat
mengindikasikan adanya obstruksi uretra. Nyeri pada daerah suprapubik dapat
disebabkan karena invasi tumor ke jaringan lunak perivesika, obstruksi pada muara buli
dan adanya retensi urin. Nyeri pada tulang mengindikasikan bahwa tumor telah
bermetastasis ke tulang (Lumbantobing, 2009)
Meskipun seringkali karsinoma buli tanpa disertai gejala disuri, tetapi pada
karsinoma in situ atau karsinoma yang sudah mengadakan infiltrasi tidak jarang
menunjukkan gejala iritasi buli, antara lain: disuri, polakisuri, frekuensi, danurgensi.
Hematuri dapat menimbulkan keluhan retensi bekuan darah. Keluhan akibat penyakit
yang telah lanjut berupa: gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tunkai.
Edema tunkai ini disebabkan karena adanya penekanan aliran limfe oleh massa tumor
atau oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah pelvis.
Pemeriksaan Fisik
Palpasi bimanual dapat dilakukan dengan narkose umum (agar otot buli relaks)
pada saat sebelum dan setelah reseksi tumor TUR buli. Jari telunjuk kanan melakukan
colok dubur atau colok vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi pada daerah
suprasimfisis untuk memperkirakan infiltrasi tumor. Selain itu pemeriksaan ini dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya massa dan penyebarannya, ukuran, mobilitas, dan derajat
fiksasi pada organ lain. Jika buli tidak mobile, hal ini menunjukkan fiksasi tumor pada
struktur didekatnya melalui invasi langsung (Lumbantobing, 2009).
Pemeriksaan Penunjang
USG
USG dapat menemukan tumor di atas 0,5 cm, jika dilakukan scanning
transuretral, akurasi dapat mencapai 94%, dapat secara lebih tepat mengetahui lingkup
invasi dan stadium tumor. Akhir-akhir ini penggunaan pencitraan ultrasonik 3 dimensi
dapat menunjukkkan bentuk dan lokasi tumor secara stereoskopik.
CT
Akurasi stadium lebih tinggi dibandingkan dengan USG, dapat mencapai
90%.Peemriksaan ini dapat memahami secara tepat hubungan tumor dan sekitarnya
maupun ada tidaknya metastasis kelenjar limfe regional.
Penatalaksanaan
Metode terapi pada pasien dengan karsinoma buli meliputi operasi, radioterapi,
kemoterapi dan imunoterapi, namun yang utama adalah operasi. Penentuan jenis operasi
didasarkan atas patologi tumor dan kondisi umum pasien (Desen, 2008).
Pasien dengan karsinoma buli superfisial dapat ditangani dengan TUR yang diikuti
dengan kemoterapi atau imunoterapi. Pasien dengan tumor yang kecil dan stadium rendah
memiliki resiko rendah untuk mengalami progresi sehingga dapat ditangani dengan TUR
saja disertai dengan pengawasan ketat atau diberikan kemoterapi intravesika. Pasien
dengan T1, stadium tinggi, multipel, besar, tumor rekuren atau disertai dengan adanya
CIS pada biopsi merupakan tumor yang berisiko tinggi untuk mengalami progresi dan
rekuren sehingga harus dipertimbangkan pemberian kemoterapi atau imunoterapi
intravesika setelah dilakukan TUR komplit. Reseksi yang kedua pada daerah yang sama
dilakukan untuk menentukan stadium tumor yang lebih akurat dan untuk mementukan
terapi. Reseksi ulangan dapat meningkatkan respon terhadap terapi intavesika.
Penanganan pada pasien dengan T1 hingga saat ini masih kontroversial. Beberapa klinisi
menyarankan untuk dilakukan radikal sistektomi khususnya pada grade III atau adanya
lesi yang beresiko tinggi untuk mengalami progresi. Namun progresifitas dapat
diturunkan dengan pemberian imunoterapi intravesika (Lumbantobing, 2009).
Pasien dengan tumor yang lebih invasif namun masih terlokalisir (T2,T3)
memerlukan tindakan lokal yang lebih agresif berupa parsial atau radikal sistektomi atau
kombinasi antara radiasi dan kemoterapi sistemik. Tumor yang lebih cepat perluasannya
perlu dilakukan terapi yang lebih agresif. Pasien dengan tumar yang tidak dapat direseksi
T4b dapat diberikan kemoterapi sistemik yang diikuti oleh operasi. Pasien dengan
metastasis jauh diberikan kemoterapi sistemik dan diikuti pemberian terapi selektif
seperti radiasi atau operasi tergantung pada respon pasien
TUR buli
TUR merupakan bentuk penatalaksanaan awal karsinoma buli. TUR ini
memungkinkan hasil yang lebih akurat dalam memperkirakan stadium dan tingkat tumor
serta merupakan pengobatan tambahan pada karsinoma buli. Pasien dengan tumor
tunggal, stadium dini dan tumor yang bersifat non invasif dapat diterapi dengan TUR saja
namun tumor yang superfisial dengan stadium lanjut harus diterapi dengan TUR yang
disertai dengan terapi intravesika selektif. TUR tunggal jarang dilakukan dalam
menangani pasien dengan karsinoma yang invasif karena memiliki tingkat progresifitas
dan kekambuhan tinggi.
Operasi
Operasi/pembedahan dilakukan jika penyebaran karsinoma sudah mencapai otot
buli. Jenis operasi yang dapat digunakan dalam menangani karsinoma buli adalah
sistektomi parsial, sistektomi total, dan sistektomi radikal. Sistektomi parsial merupakan
indikasi untuk tumor soliter dengan batas tegas pada mukosa. Sistektomi total merupakan
terapi definitif untuk karsinoma superfisialis yang mengalami kekambuhan. Sistektomi
radikal merupakan suatu tindakan pilihan jika terapi lain tidak berhasil atau timbul
kekambuhan.
1. Sistektomi Parsial
Sistektomi parsial dapat memberikan kemampuan dan fungsi buli yang normal
setelah dilakukan operasi. Jenis operasi ini memiliki angka morbiditas dibanding jenis
sistektomi lain. Pasien dengan tumor yang soliter, tumor yang menginfiltrasi lokal (T1-
T3) di sepanjang dinding posterior lateral atau di kubah buli merupakan indikasi untuk
dilakukan sistektomi parsial, begitu juga pada karsinoma yang berada pada divertikulum.
selain itu indikasi dilakukan sistektomi parsial adalah jika tidak ditemukan CIS, letak
tumor tidak berada pada leher buli, dasar ataupun pada prostat, tidak ada riwayat penyakit
yang sama sebelumnya ataupun riwayat keganasan urotelial. (3). Setelah dilakukan operasi
maka untuk meminimalkan inplantasi tumor pada daerah luka maka pada saat dilakukan
operasi dapat diberikan iradiasi dosis terbatas (1000-1600 cGy) dan dapat diberikan agen
kemoterapi intravesika sebelum dilakukan operasi.
2. Sistektomi Total
Sistektomi total pada laki-laki dilakukan dengan cara mengangkat buli, prostat,
vesika seminalis, lemak perivesika pelvis peritonium, urakus remnant, uretra dan 1/3-1/4
bawah ureter. Pada perempuan dilakukan dengan cara mengangkat buli, uretra, dinidng
anterior vagina, ovarium, tuba fallopi, uterus, pelvis peritonium, urakus remnnant dan
1/3-1/4 bawah ureter.
3. Sistektomi radikal
Sistektomi radikal memiliki prosedur yang hampir sama dengan sistektomi total
dengan tambahan dilakukan diseksi pada limfatik disepanjang bifurkasio aorta. Indikasi
dilakukan sistektomi radikal yakni jika ukuran tumor terlalu besar untuk dilakukan
sistektomi parsial, posisi tumor tidak memungkinkan untuk dilakukan resesksi misalnya
pada dasar buli, tumor multipel, karsinoma sel squamosa dan sarkoma yang radio
resisten, ditemukannya leukoplakia dimana dapat berkembang ke arah keganasan.
Indikasi dilaksanakannya psistektomi radikal adalah:
- T2-T4a, N0-Nx, M0
- Tumor superficial dengan resiko tinggi (T1 G3) atau yang rekuren
- Tumor papilar yang ekstensi
Radioterapi
Penyinaran dengan irradiasi eksternal (5000-7000 cGy) diberikan selama 5-8
minggu merupakan alternatif pilihan pada pasien dengan sistektomi radikal dimana
karsinoma sangat berinfiltrasi. Pengobatan pada umumnya ditoleransi dengan baik.
Namun kira-kira 15% pasien memberikan komplikasi usus, buli atau rektal yang
signifikan. Angka harapan hidup lima tahun pada pasien dengan T2-T3 berada pada
rentang 18-41%.
Namun sayangnya kekambuhan lokal sering terjadi sekitar 33-68% dari pasien.
Oleh karena itu pemberian radiasi sebagai monoterapi biasanya diberikan hanya pada
pasien yang memberikan respon yang tidak baik jika dilakukan operasi akibat lanjut usia
ataupun ada penyakit penyerta.
Kemoterapi
Sekitar 15% dari pasien dengan karsinoma buli ditemukan adanya metastasis
regional maupun metastasis jauh dan 30-40% pasien dengan penyakit yang invasif dapat
mengalami metastasis jauh meskipun telah dilakukan sistektomi radikal. Tanpa adanya
pengobatan, kelangsungan hidup pasien akan terbatas. Pemberian agen kemoterapi
tunggal dan yang paling sering kombinasi beberapa obat menunjukkan respon terapi
parsial ataupun komplit yang signifikan terhadap sejumlah pasien karsinoma buli dengan
metastasis. Cisplatin merupakan agen tunggal yang paling aktif yang jika digunakan
secara tunggal, memberikan respon terapi sekitar 30%. Agen efektif lainnya yakni
methotrexate, doxorubicin, vinblastin, siklofosfamid, gemcitabin, dan 5-fluorouracil.
Tingkat respon meningkat dengan mengkombinasikan beberapa bahan aktif. Regimen
methotrexate, vinblastin, doksorubicin (adriamicin) dan cisplatin (MVAC) merupakan
regimen yang sering digunakan pada pasien karsinoma buli tahap lanjut dan sekitar 13-
15% pasien yang menerima regimen ini memberikan respon komplit. Namun demikian
angka harapan hidup sekitar 20-25%.Pengobatan dengan MVAC kadang dikaitkan
dengan adanya toksisitas substansial meliputi kematian akibat keracunan sekitar 3-4%.
Prognosis
Tumor superfisial yang berdiferensiasi baik dapat timbul kembali, atau muncul
papiloma baru. Dengan kewaspadaan konstan, sistoskopi berkala diperlukan minimal 3
tahun. Tumor baru juga dapat dikontrol dengan cara transuretral, tapi bila muncul
kembali, kemungkinan akan menjadi lebih invasif dan ganas. Sistektomi dan radio terapi
harus dipertimbangkan kemudian.
Secara umum, prognosis tumor buli bergantung pada derajat invasi dan
diferensiasi. Pada tumor Grade 1,2, Stage 0, A, B1 hasil terbaik didapatkan dengan
reseksi transuretral. Sistektomi dapat untuk mengatasi 15-25% tumor Grade 3,4, Stage
B2, C dengan persentasi kematian saat operasi sebesar 5-15%. Radioterapi pada
neoplasma ganas dapat mengontrol 15-20%neoplasma selama 5 tahun.
Tumor papilari yang tidak menembus hanya berada pada buli. Mereka memiliki
karakteristik untuk tidak bermetastasis kecuali mereka melewati proses perubahan ganas,
menembus lapisan membran dasar dan menembus dinding buli. Tumor jenis ini dapat
selalu dihancurkan dengan sempurna dengan fulgurasi, radium ataupun elektroeksisi.
Beberapa mungkin menghilang setelah terapi rontgen dalam atau proses instilasi atas
podofilin. Adalah sangat penting untuk memeriksa pasien dalam interval reguler.
Sehingga adanya tumor yang kembali datang dapat dikenali lebih awal dan dapat diobati
sebagaimana seharusnya. Jika pemeriksaan ini dilakukan dalam interval tiap enam hingga
delapan bulan pada awalnya, dan perlahan-lahan waktu interval yang dibutuhkan semakin
panjang, maka prognosisnya dapat dikatakan sukses.
Tumor buli yang menembus jauh lebih serius dan cepat atau lambat akan
bermetastasi. Beberapa pembelajaran otopsi menunjukkan bahwa kejadian metastasis dan
ekstensi ekstra vesikel secara langsung adalah proporsional dengan tingkat kedalaman
sejauh apa tumor tersebut telah menembus dinding kantung kemih.
Metode apapun dari perawatan yang mana mampu untuk secara sempurna
melenyapkan tumor utama yang superfisial dan menembus akan dapat memberikan
tingkat bertahan hidup 5 tahun yang baik. Dalam kasus dari prosedur konservatif, bukti
atas sebuah efisiensi sama dengan yang dicapai dari reseksi segmental atau sistektomi
jelas akan tergantung kepada segregasi pra-operasi dari tumor yang superfisial yang mana
terletak cukup dalam.
Tumor yang telah menyebar ke lebih dari setengah jalan melewati muskularis
biasanya tidak lagi terlokasi ke kantung kemih. kemungkinan bertahan hidup 5 tahun dari
kasus-kasus seperti ini setelah sistektomi sederhana hanya 10 persen. Ketika tumor
menembus hingga sangat dalam, muncul kemungkinan kematian yang lebih tinggi setelah
kegagalan untuk membuang semua tumor tersebut dengan sistektomi. Elektroeksisi
transurethral dan elektrokoagulasi diketahui memberikan kenyamanan untuk berbulan-
bulan dan bahkan bertahun-tahun. Terkadang radiasi eksternal dengan kontrol dari
hemorrhage dan transplantasi uretral ke dalam kulit akan mengurangi iritabilitas vesikal.
Lebih jauh lagi, pemecahan dari arus urinase dalam kasus tertentu dapat diikuti oleh
penurunan dari masa total dari tumor.
Survival rate digunakan untuk mengetahui berapa banyak orang yang memiliki
kanker dengan stage yang sama dapat survive dalam sejumlah waktu tertentu ( sone year
survival rate/ 5 years survival rate). Survival rate tidak dapat memberitahu berapa lama
pasien akan hidup, tetapi dapat membantu memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana kemungkinan yang terjadi jika dilakukan perawatan. Namun, survival
rate pada tiap orang berbeda-beda tergantung apakah terdapat faktor pemberat atau tidak.
5 years survival rate adalah persentase orang yang hidup setidaknya 5 tahun setelah
didiagnosa menderita kanker. Misalnya, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun dari 70%
berarti bahwa diperkirakan 70 dari 100 orang yang memiliki kanker yang masih hidup 5
tahun setelah didiagnosis. Relative survival rates adalah cara yang lebih akurat untuk
memperkirakan efek dari kanker pada kelangsungan hidup. Angka ini membandingkan
orang dengan karsinoma buli dengan orang-orang dalam populasi secara keseluruhan.
Misalnya, jika 5 tahun tingkat kelangsungan hidup relatif untuk tahap tertentu dari kanker
kandung kemih adalah 80%, itu berarti bahwa orang-orang yang memiliki stadium
kanker, rata-rata, sekitar 80% lebih mungkin sebagai orang yang tidak memiliki kanker
untuk hidup selama setidaknya 5 tahun setelah didiagnosis.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan penegakan diagnosis pada pasien Ny. X adalah berdasarkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mengarahkan diagnosis
karsinoma buli grade II dengan hematuria. Karsinoma buli sendiri memiliki tanda awal
berupa hematuria yang tidak nyeri. Kadang disertai dengan disuria, urgency dan
frekuensi. Untuk prognosis dari karsinoma buli tergantung pada grade penyakit tersebut
dan pengobatan dini yang adequate. Berdasarkan america cancer society untuk 5 years
survival rate tanpa melihat grade adalah sebesar 77%, Sedangkan jika dilihat
berdasarkan grade 5 years survival rate pasien adalah sebesar 63%. Jika mengacu pada
survival rate dari penelitian di inggris pasien memiliki 5 years survival rate sebesar 30%
dengan grade 2 karsinoma buli. Bila tanpa melihat grade memiliki 5 years survival rate
sebesar 45,6%. Bila pasien memilih untuk melakukan radical cyctectomy prognosis untuk
rekuren masih dapat terjadi. Sedangkan jika pasien memilih untuk melaksanakan EBRT
simptomp pasien akan teratasi dengan cepat namun memiliki efek samping jangka
panjang yang berat.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, L.S. (2003) BATES- Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan, 8th edition,
Jakarta: EGC.
Desen, W. (2008) Buku Ajar Onkologi Klinis, 2nd edition, jakarta: FKUI.
Dorland, W.A.N. (2002) Kamus Kedokteran Dorland, 29th edition, Jakarta: EGC.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (2014) Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, Jakarta.
Sherwood, L. (2011) Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, 6th edition, Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat and jong, d. (2007) Buku Ajar Ilmu Bedah , 3rd edition, JAkarta: EGC.