Anda di halaman 1dari 6

Analisis Faktor Internal Bank dan Makroekonomi Terhadap Risiko Kredit Bank

Konvensional dan Bank Syariah : Studi Kasus Perbankan Indonesia Tahun 2008 - 2018

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Bank adalah institusi keuangan yang sangat fundamental dalam sebuah sistem
perekonomian. Peran bank adalah sebagai salah satu lembaga intermediaris yang artinya bank
menjadi lembaga yang menengahi antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan
pihak yang kekurangan dana (defisit unit) (Wiwoho, 2014). Berdasarkan Undang-Undang
(UU) Repubik Indoneisa nomor 10 tahun 1998, bank didefinisikan sebagai Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam menjalankan perannya
dalam menghimpun dan menyalurkan dana menjalankan tiga fungsi inti yaitu sebagai:
maturity transformator, credit creator dan credit allocator (Kapoor, 2010). Peran bank
sebagai penggerak perekonomian melakukan penyalurkan dana kepada sektor rill, dengan
demikian maka akan dapat menggerakkan roda perekonomian (Fahrial,2018). Mengingat
posisi bank yang sangat strategis dalam perekonomian maka menjaga kestabilan dan
kesehatan bank menjadi sebuah keharusan dalam sistem ekonomi. Kekacauan dalam sistem
perbankan dapat mengancam perekonomian satu negara. Kekacauan satu bank dapat
mempengaruhi bank lainnya dan kekacauan sistem perbankan akan mengakibatkan kekcauan
ekonomi keseluruhan, dinamika kekacauan satu demi satu bank secara beruntut ini sering
dianalogikan serupa dengan efek domino.(Christiawan,2013).

Salah satu risiko yang paling mengkhawatirkan bank adalah risiko kredit. Risiko
kredit adalah risiko yang terjadi karena kegagalan atau ketidakpastian debitur dalam
mengembalikan atau memenuhi kewajibannya (Ghozali, 2007). Dalam dunia perbankan,
terdapat perbedaan penamaan untuk kredit bermasalah bagi bank Syariah dan konvensional.
Dalam bank Syariah kredit bermasalah dikenal dengan istilah Non Performing Financing
(NPF) sedangkan pada bank konvensional dikenal dengan istilah Non Performing Loan
(NPL). Perbedaan penamaan ini disebabkan karena perbedaan karakteristik dari pinjaman
atau pembiayaan yang dilakukan oleh bank Syariah dan konvensional. Pada bank Syariah
pada umumnya melakukan kontrak pembiayaan (financing) sedangkan pada bank
konvensional kontrak yang digunakan adalah pinjaman (loan), oleh karena itu kedua
penamaan mereka berbeda. . Diyanti (2012) menjelaskan NPL dan NPF adalah salah satu
indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank, karena NPL yang tinggi adalah indikator
gagalnya bank dalam mengelola bisnis antara lain timbul masalah likuiditas
(ketidakmampuan membayar pihak ketiga), rentabilitas (hutang tidak dapat ditagih), dan
solvabilitas (modal berkurang). Laba yang merosot adalah salah satu imbasnya karena praktis
bank kehilangan sumber pendapatan disamping harus menyisihkan pencadangan sesuai
kolektibilitas kredit. NPL mencerminkan juga risiko kredit, semakin tinggi tingkat NPL maka
semakin besar pula risiko kredit yang ditanggung oleh pihak bank. Risiko yang dihadapi
dalam kegiatan penyaluran kredit adalah terjadinya kredit bermasalah. Berdasarkan Surat
Edaran Bank Indonesia No. 12/11/DPNP kredit bermasalah digolongkan ke dalam
kolektibilitas kurang lancar, diragukan, dan macet (Pratiwi,2016). Risiko kredit pada bank
adalah risiko inherent atau risiko yang terikat dan merupakan karakteristik dari kegiatan
perbankan itu sendiri. Risiko kredit menjadi risiko yang inherent dikarenakan beberapa hal,
yaitu (Pratiwi, 2016) :

1. Kegiatan bank dengan memberikan pinjaman dan pembiayaan mengakibatkan adanya


jeda waktu atau gap diantara waktu pemberian uang dan pengembalian. Dalam jeda
waktu tersebut terdapat potensi kejadian-kejadian yang tidak dapat dikontrol oleh
bank sehingga adanya risiko kredit yang muncul
2. Barang yang dipinjamkan berupa uang merupakan barang habis pakai dan dapat
bertransformasi bentuk baik menjadi digital maupun fisik (kartal). Kondisi ini
menyebabkan fisik dari barang yang di transaksikan, dalam hal ini uang, menjadi
lebih abstrak sehingga pada akhirnya kondisi kembali kepada nasabah mengenai
pengembalian barang tersebut.

Terdapat dua trend penelitian dalam membahas bagaimana risiko kredit yang dihadapi
oleh bank. Trend pertama mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan risiko kredit pada
bank adalah dari internal bank itu sendiri sedangkan faktor kedua mengatakan bahwa
regulasi, kondisi ekonomi dan faktor eksternal makro yang menyebabkan munculnya risiko
kredit pada bank (Zribi,2011). Risiko pembiayaan bermasalah dapat disebabkan dari sisi
internal bank berupa kinerja bank itu sendiri dan sisi eksternal berupa kondisi makroekonomi
(Auliani & Syaichu, 2016). Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam kondisi
bank itu sendiri seperti keputusan manajemen pada balance sheet, pengelolaan profit dan
kerugian, ukuran (size) dari bank, modal, dll. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang
berasal dari kondisi eksternal perbankan seperti kondisi makroekonomi seperti inflasi, tingkat
suku bunga, dll (Almazari,2014).

Dilihat dari sisi faktor eksternal, kondisi politik dan ekonomi dunia yang sedang tidak
stabil karena banyaknya isu baik pada level nasional maupun internasional sedikit banyak
mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya adalah sektor
perbankan. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada laporan profil industri perbankan
triwulan II 2019 mengatakan bahwa ketidakpastian akibat perang dagang yang masih
berlanjut serta isu geopolitik berdampak pada perlambatan perekonomian global, termasuk
Indonesia. Pada triwulan II 2019, perekonomian domestik tumbuh melambat yaitu 5,05%
(yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya (5,07%, yoy). Dalam laporan tersebut OJK juga
menjelaskan bahwa ekspor berpotensi menurun karena intensitas perang dagang telah
menekan volume perdagangan dunia dan menyebabkan turunnya harga komoditas yang
menjadi andalan ekspor Indonesia. Jika impor membesar dan ekspor menyusut maka
repayment capacity debitur sektor ini akan berkurang dan berpotensi meningkatkan risiko
kredit yang dapat menekan kinerja perbankan. Dari laporan diatas kita dapat melihat bahwa
adanya indikasi pergejolakan dalam sektor makroekonomi Indonesia. Variable
makroekonomi juga dapat mempengaruhi risiko kredit dunia perbankan. Hal ini menjadi
sebuah warning bagi dunia perbankan di Indonesia mengenai adanya kemungkinan faktor
makroekonomi yang mempengaruhi resiko kredit dunia perbankan.

Selain dari sisi faktor eksternal (makroekonomi) risiko yang dihadapi oleh dunia
perbankan juga berasal dari faktor internal perbankan itu sendiri. Beberapa penelitian
sebelumnya banyak yang telah menjelaskan bahwa terdapat faktor internal dari dalam
perbankan itu sendiri yang menjadi penyebab terjadinya risiko gagal bayar. Contohnya adalah
faktor Financing to Deposit Ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio
perbandingan antara pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK). Semakin tinggi rasio FDR
maka akan semakin berisiko buat bank, namun semakin rendah rasio FDR mengindikasikan
bahwa fungsi intermediasi pada bank tidak berjalan dengan baik (Ardana,2019). Contoh
lainnya adalah Faktor internal berupa Capital Adequacy Ratio (CAR). Capital Adequacy
Ratio (CAR) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung risiko, seperti halnya terhadap
kredit/pembiayaan yang diberikan. Besarnya CAR dapat mempengaruhi kemampuan bank
dalam mengambil keputusan terkait risiko (Ardana,2019). Dapat kita simpulkan bahwa dunia
perbankan menghadapi ancaman baik dari segi internal maupun eksternal mengenai risiko
kredit dan pembiayaan mereka. Pratiwi (2016) menjelaskan bahwa risiko kredit memberikan
dampak kerugian bagi perbankan yaitu :

1. Bank tidak mendapatkan pemasukan berupa pendapatan bunga atau pendapatan bagi
hasil bagi perbankan Syariah yang dimana jenis pendapatan tersebut adalah corner
stone dari pendapatan bank.
2. Jumlah pembiayaan dan kredit yang tidak kembali harus dikompensasikan dengan
modal dimana hal ini dapat mengancam angka Capital Adequacy Ratio (CAR)
3. Bank terpaksa membuat pencadangan yang lebih atas kualitas aset produktif
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 14/15/PBI/2012 tentang
penilaian kualitas aset bank umum.

Pentingnya untuk memahami penyebab dari munculnya risiko gagal bayar di dunia
perbankan amatlah penting mengingat posisi perbankan yang memiliki efek yang contingent
terhadap perekonomian secara makro. Berikut adalah kondisi perkembangan kredit
bermasalah pada bank Syariah dan konvensional

Rata-rata NPF dan NPL Tahunan


6.00%

5.00%

4.00%

3.00%

2.00%

1.00%

0.00%
2018 2017 2016 2015 2014
NPF Bank syariah 4.28% 4.71% 5.26% 4.10% 4.33%
NPL Bank Konvensional 2.10% 2.29% 2.38% 2.02% 1.73%

NPF Bank syariah NPL Bank Konvensional

Figure 1. Sumber : OJK (diolah oleh penulis)

Perhatian khusus harus diberikan lebih kepada perbankan Syariah karena melihat dari data
diatas, angka NPF bank Syariah yang secara rata-rata setiap tahun selalu berada diatas bank
konvensional. Mengambil patokan dari peraturan Bank Indonesia nomor 17/11/PBI/2015
tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank
Umum Konvensional dimana Batasan maksimum NPL adalah 5% maka bank Syariah pada
posisi yang sangat rawan mengingat angka NPF bank Syariah yang selalu lebih dari 4%. Hal
ini merupakan indikasi bagaimana kondisi perbankan Syariah dalam hal pembiayaan
memiliki masalah yang lebih dibandingkan dengan perbankan konvensional.

1.2. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana hubungan variable faktor internal bank dan risiko kredit pada perbankan
konvensional ?
2. Bagaimana hubungan variable faktor makroekonomi dan risiko kredit pada perbankan
konvensional ?
3. Bagaimana hubungan variable faktor internal bank dan risiko pembiayaan pada
perbankan Syariah ?
4. Bagaimana hubungan variable faktor makroekonomi dan risiko pembiayaan pada
perbankan Syariah ?
5. Apakah terdapat perbedaan diantara bank konvensional dan bank Syariah terhadap
dampak dari faktor internal bank dan makroekonomi terhadap NPL dan NPF mereka ?
6. Bagaimana pengaruh shock dari variabel makroekonomi terhadap

1.3. Manfaat Penelitian

1. Mengetahui hubungan antara variable faktor internal bankdan variabel makroekonomi


terhadap risiko kredit atau pembiayaan oleh bank konvensional dan bank Syariah
2. Mengetahui perbedaan penyebab risiko bank konvensional dan bank Syariah
3. Melihat seberapa jauh shock pada variabel faktor makroekonomi terhadap kredit atau
pembiayaan bermasalah bank konvensional dan bank syariah
4. Sebagai pertimbangan manajemen resiko atas adanya kemungkinan gejolak pada
kondisi makroekonomi.

1.4. Batasan Penelitian

1. Penelitian ini dibatasi pada lingkup di Indonesia pada tahun 2008 – 2018
2. Penelitian ini tidak menguji semua faktor internal bank dan variabel makroekonomi
3. Tidak ada pembedaan antara bank buku 1/2/3/4 pada penelitian ini

Sumber :
Zribi, N., & Boujelbegrave, Y. (2011). The factors influencing bank credit risk: The case of
Tunisia. Journal of Accounting and Taxation, 3(4), 70-78.

Almazari, A. A. (2014). Impact of internal factors on bank profitability: Comparative study between
Saudi Arabia and Jordan. Journal of Applied finance and banking, 4(1), 125.
Auliani, M. M. & Syaichu, M. (2016). Analisis Pengaruh Faktor Internal Dan Faktor Eksternal Terhadap
Tingkat Pembiayaan Bermasalah Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode Tahun 2010-2014.
Diponegoro Journal of Management, 5(3), 1–14.
Ardana, Y. (2019). Faktor Internal, Makroekonomi dan Pembiayaan Bermasalah Bank Syariah di
Indonesia. Esensi: Jurnal Bisnis dan Manajemen, 9(1), 41-56.

Kapoor, Sony, 2010, "The Financial CrisisCause and Cure" Re-Define: Brussel
Christiawan, N. G., & Arfianto, E. D. (2013). Interbank Contagious: Sistemik Market Risk Kasus Pada
Perbankan Indonesia 2002-2012 (Doctoral dissertation, Fakultas Ekonomika dan Bisnis).

Wiwoho, J. (2014). Peran lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank dalam
memberikan Distribusi keadilan bagi masyarakat. Masalah-Masalah Hukum, 43(1), 87-97.

Fahrial, F. (2018). Peranan Bank dalam Pembangunan Ekonomi Nasional. Ensiklopedia of


Journal, 1(1).

Ghozali, Imam. 2007. Manajemen Risiko Perbankan: Pendekatan Kuantitatif Value at Risk (VaR).
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Pratiwi, Y. W. (2016). Analisis Manajemen Risiko Kredit Untuk Meminimalisir Kredit Modal Kerja
Bermasalah (Studi Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Cabang Ponorogo). Jurnal
Administrasi Bisnis, 38(1), 157-163.

Diyanti, A dan Widyarti, E. T. (2012). Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal
terhadap terjadinya NonPerforming Loan (Studi Kasus pada Bank Umum Konvensional yang
Menyediakan Layanan Kredit Pemilikan Rumah Periode 2008-2011). Diponegoro Journal of
Management, 1(4), 290 – 299.

Anda mungkin juga menyukai