Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute
insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat
kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer & Bare, 2009).

B. Tanda dan Gejala


1) Poliuria ( akibat dari diuresis osmotic bila di ambang ginjal terhadap reabsobsi
glukosa di capai dan kelebihan glukosa keluar melalui ginjal )
2) Polidipsi ( disebabkan oleh ehidrasi dan poliuria )
3) Poliphagi (disebabkan oleh peningkatan kebutuhan energi dan perubahan sintesis
protein dan lemak ).
4) Keletihan
5) Kelemahan
6) Malaise
7) Penurunan berat badan ( akibat dari katabolisme protein dan lemak ).
8) Perubahan pandangan/mata kabur
9) Kesemutan,kebas ekstrimitas
10) Penyembuhan luka lambat
11) Infeksi kulit dan pruritus
12) Mengantuk
C. Patofisiologi

Pada diabetes mellitus terjadi defesiensi insulin yang disebabkan karena hancurnya sel –
sel beta pankreas karena proses outoimun. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak bisa disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah yang menimbulkan
hiperglikemi. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tiak dapat
mengabsobsi semua sisa glukosa yang akhirnya dikeluarkan bersama urine (glukosaria).
Ketika glukosa yang berlebih di eksresikan kedalam urine, ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini disebut diuresis osmotik.
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan simpanan kalori yang menimbulkan kelelahan, kegagalan pemecahan lemak dan
protein meningkatkan pembentukan badan keton, merupakan produksi, disamping
pemecahan lemak oleh badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbagan asam
basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetic menimbulkan tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas bau aseton. Bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma, bagkan kematian.
Pada DM tipe II masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Jika sel – sel beta tidak mampu mengimbangi
permintaan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM
tipeII. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin merupakan cirri khas akibat DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetika tadak
terjadi pada DM tipe II, paling sering terjadi pada usia > 30 tahun.
Komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes antara lain: pembuluh – pembuluh kecil
(mikroagiopati), pembuluh – pembuluh sedang dan besar (makroangiopati). Mikroangiopati
merupakan lesi spesifik diabetic yang menyerang kapiler, arterial retina, glomerulus ginjal,
syaraf – syaraf perifer, otot – otot kulit. Makroangiopati mempunyai gambaran berupa
arterosklerosis. Pada akhirnyan akan mengakibatkan penyumbatan vaskuler. Kalau ini
mengenai arteri – arteri perifer maka dapat mengakibatkan insufusuensi vaskuler perifer yang
di sertai ganggren pada ekstrimitas.
Pathway

DM Type I DM Type II

Reaksi auto imun Idiopatik, usia, genetik

Sel β pankreas hancur Jumlah sel pankreas


menurun

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Liposis meningkat


meingkat

Pembatasan diet Penurunan BB

Fleksibilitas darah merah Intake tidak adekuat Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Kekurangan volume
Poliuria cairan
Pelepasan O2

Hipoksia perifer Perfusi jaringan perifer Risiko Ketidak stabilan


tidak efektif kadar glukosa

Nyeri Akut
D. Etiologi

Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):


1. Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
a) Glukotoksisitas
Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan stress
oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
b) Lipotoksisitas
Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses
lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang toksik
terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
c) Penumpukan amyloid
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa darah
akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya dengan
meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan sekresi
insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk disekitar
sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu sendiri
sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi berkurang. Pada
DM Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
d) Efek incretin
Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara meningkatkan
proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi apoptosis sel beta.
e) Usia
Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin sering terjadi
setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat pada usia lanjut. Usia lanjut yang
mengalami gangguan toleransi glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis, dan
biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan
ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen
tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang mengahasilkan
hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan
hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
f) Genetik

2. Retensi insulin
Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu jelas, tapi faktor-faktor
berikut ini banyak berperan:
a) Obesitas
Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa darah berkurang,
selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah
dan keaktifannya kurang sensitif.
b) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
c) Kurang gerak badan
d) Faktor keturunan (herediter)
e) Stress
Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang
diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka sistem
hipotalamus pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing
faktor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol, yang akan
mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah.

E. Faktor Resiko
1. Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Keturunan
2. Faktor resiko yang dapat diubah:
a. Hipertensi
b. Kolesterol tinggi
c. Obesitas
d. Merokok
e. Alkohol
f. Kurang aktivitas fisik
F. Kadar Glukosa Normal
No Parameter Normal Pra - Diabet
1 Gula Darah Puasa  110  110 – 125
(GDP)
2 Gula Darah Setelah  < 110  110 – 199
Makan (GDSM)
3 Gula Darah Sesaat  SM < 85  SM > 85 – 130
(GDS)  MT < 110  MT >110 – 140

Keterangan : - (SM) Sebelum Makan


- (MT) Menjelang Tidur

G. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat muncul akibat DM Tipe II, antara lain (Stockslager L,
Jaime & Liz Schaeffer, 2007) :
a. Hipoglikemia
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita diabetes yang di obati
dengan insulin atau obat-obatan antidiabetik oral. Hal ini mungkin di sebabkan
oleh pemberian insulin yang berlebihan, asupan kalori yang tidak adekuat,
konsumsi alkohol, atau olahraga yang berlebihan. Gejala hipoglikemi pada lansia
dapat berkisar dari ringan sampai berat dan tidak disadari sampai kondisinya
mengancam jiwa.
b. Ketoasidosis diabetic
Kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia berat, merupakan kondisi
yang mengancam jiwa. Ketoasidosis diabetik biasanya terjadi pada lansia dengan
diabetes Tipe 1, tetapi kadang kala dapat terjadi pada individu yang menderita
diabetes Tipe 2 yang mengalami stress fisik dan emosional yang ekstrim.
c. Sindrom nonketotik hiperglikemi, hiperosmolar (Hyperosmolar hyperglycemic
syndrome, HHNS) atau koma hyperosmolar.
Komplikasi metabolik akut yang paling umum terlihat pada pasien yang
menderita diabetes. Sebagai suatu kedaruratan medis, HHNS di tandai dengan
hiperglikemia berat(kadar glukosa darah di atas 800 mg/dl), hiperosmolaritas (di
atas 280 mOSm/L), dan dehidrasi berat akibat deuresis osmotic. Tanda gejala
mencakup kejang dan hemiparasis (yang sering kali keliru diagnosis menjadi
cidera serebrovaskular) dan kerusakan pada tingkat kesadaran (biasanya koma
atau hampir koma).
d. Neuropati perifer
Biasanya terjadi di tangan dan kaki serta dapat menyebabkan kebas atau
nyeri dan kemungkinan lesi kulit. Neuropati otonom juga bermanifestasi dalam
berbagai cara, yang mencakup gastroparesis (keterlambatan
pengosongan lambung yang menyebabkan perasaan mual dan penuh setelah
makan), diare noktural, impotensi, dan hipotensi ortostatik.

e. Penyakit kardiovaskuler
Pasien lansia yang menderita diabetes memiliki insidens hipertensi 10 kali
lipat dari yang di temukan pada lansia yang tidak menderita diabetes. Hasil ini
lebih meningkatkan resiko iskemik sementara dan penyakit serebrovaskular,
penyakit arteri koroner dan infark miokard, aterosklerosis serebral, terjadinya
retinopati dan neuropati progresif, kerusakan kognitif, serta depresi sistem saraf
pusat.
f. Infeksi kulit
Hiperglikemia merusak resistansi lansia terhadap infeksi karena
kandungan glukosa epidermis dan urine mendorong pertumbuhan bakteri. Hal ini
membuat lansia rentan terhadap infeksi kulit dan saluran kemih serta vaginitis.

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes (FKUI, 2011) :
a. Diet
b. Latihan
c. Pemantauan
d. Terapi (jika diperlukan)
.Perencanaan makan
1. Kabohidrat = 60 – 70 %
2. Protein = 10 – 15 %
3. Lemak = 20 – 25 %
4. Kolesterol = < 300 mg/dl - Serat = 25 gr/hari diutamakan jenis serat larut .
5. Konsumsi garam dibatasi bila terdapat hipertensi.
6. Latihan jasmani dianjurkan secara teratur 3 – 4 kali permiggu selama ± 0,5 jam,
latihan yang dianjurkan jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda, mendayung.

7. Obat berkhasiat hipoglikemik Obat hipoglikemik oral (OHO) antara lain


sulfoniurea, biguanid, inhibitor, glukosidae, insulin sensizing agen.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk DM sebagai berikut (FKUI, 2011) :
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds : Ketidakmampuan Ketidakseimbangan
 Klien mengatakan tidak nafsu pemasukan atau nutrisi kurang dari
makan mencerna makanan kebutuhan tubuh
Do : dan zat – zat gizi
 Klien tampak lemah berhubungan faktor
 sulit bergerak / berjalan biologis

2 Faktor Risiko : Risiko Kekurangan


 Gangguan mekanisme volume cairan
regulasi
 Kehilangan cairan melalui
rute normal
 Kehilangan volume cairan
aktif

3 Ds: Nyeri Akut Nyeri Akut


 Klien mengatakan nyeri Agen Injury Fisik
pada kaki kanan.
Do:
 Klien tampak meringis

4 Faktor Risiko : Risiko Ketidak


 Ketidakadekuatan monitor stabilan kadar
glukosa darah glukosa
 Asupan makanan
K. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Ketidakmampuan
pemasukan atau mencerna makanan dan zat – zat gizi berhubungan faktor biologis
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan berlebih, tidak adekuatnya intake
cairan.
3. Nyeri akut b.d Agen Injury Fisik
4. Risiko Ketidak stabilan kadar glukosa

L. Nursing Care Planning

No Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan

(Nursing OutCome) (Nursing Intervention Classification)

1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Nutrition Management


nutrisi kurang dari selama 1 x 24 jam diharapkan masalah
kebutuhan tubuh b.d nutrisi dapat teratasi.
- Kaji adanya alergi makanan
Ketidakmampuan
Kriteria Hasil : - Kolaborasi dengan ahli gizi
pemasukan atau
untuk menentukan jumlah
mencerna makanan Nutririon Balance
kalori dan nutrisi yang
dan zat – zat gizi Indikator IR ER
dibutuhkan pasien.
berhubungan faktor - Adanya peningkatan - Anjurkan pasien untuk
biologis. berat badan sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tujuan - Anjurkan pasien untuk
- Beratbadan ideal sesuai meningkatkan protein dan
dengan tinggi badan vitamin C
- Mampumengidentifikasi - Yakinkan diet yang dimakan
kebutuhan nutrisi mengandung tinggi serat
- Tidak ada tanda tanda untuk mencegah konstipasi
malnutrisi - Berikan makanan yang
- Menunjukkan terpilih (sudah
peningkatan fungsi dikonsultasikan dengan ahli
pengecapan dari gizi)
menelan - Ajarkan pasien bagaimana
- Tidak terjadi penurunan membuat catatan makanan
berat badan yang berarti harian.
- Monitor jumlah nutrisi dan
Keterangan :
kandungan kalori
1.Ekstrim
- Berikan informasi tentang
2.Berat
kebutuhan nutrisi
3.Sedang
- Kaji kemampuan pasien untuk
4.Ringan
mendapatkan nutrisi yang
5.Tidak ada keluhan
dibutuhkan
2 Kekurangan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluid management
cairan b.d kehilangan selama 1 x 24 jam diharapkan - Catat intake dan output
cairan berlebih, tidak keseimbangan cairan klien terpenuhi. - Monitor status hidrasi
adekuatnya intake - Monitor vital sign
Kriteria Hasil :
cairan. - Monitor status nutrisi
Fluid Balance
- Kolaborasi pemberian terapi
Indikator IR ER cairan IV
- Mempertahankan urine - Dorong masukan oral
output sesuai dengan
usia, BB
- Vital sign dalam batas
normal
- Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
- Intake output 24 jam
seimbang

Keterangan :
1.Ekstrim
2.Berat
3.Sedang
4.Ringan
5.Tidak ada keluhan
3 Nyeri akut b.d Agen Setelah dilakukan tindakan keperawatan Paint Management
Injury Fisik selama 1 x 24 jam diharapkan nyeri - Lakukan pengajian nyeri
teratasi. secara kotnprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
Paint Level karakteristik, durasi,
Indikator IR ER frekuensi, kualitas, dan
- Melaporkan adanya faktor resifitasi
nyeri - Obsevasi reaksi nonferbal
- Frekuensi nyeri dari ketidaknyamanan
- Pernyataan nyeri - Gunakan komunikasi
- Ekspresi nyeri pada terapeutik untuk
wajah mengetahui pengalaman
- Posisi tubuh nyeri pasien
protektif - Kajikultur yang
- Panjangnya episode mempengaruhi respon
nyeri nyeri
Keterangan : - Evaluasi pengalaman
1.Kuat nyeri masa lampau
2.Berat - Evaluasi bersama pasien
3.Sedang dan tim kesehatan lain
4.Ringan tentang ketidak efektifan
5.Tidak ada kontrol nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
- Kurangi faktor presifitasi
nyeri
- Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(fakmakologi,
nonfarmakologi, dan
interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri
- Ajarkan tentang teknik
nonfarma kologi
- Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Kolaborasikan pada
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
- Monitor penerima pasien
tentang management nyeri
4 Risiko Ketidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Hyperglikemia management
stabilan kadar glukosa selama 1 x 24 jam diharapkan tidak
 Memantau kadar glukosa
terjadi.
darah, seperti yang
Kriteria Hasil : ditunjukkan
 Pantau tanda-tanda dan
 Blood Glucose, Risk FoUnstable
 Diabetes Self Management gejala hiperglikemia :
poliuria, polidipsia,
Indikator IR ER
polifagia, lemah, kelesuan,
- Penerimaan : malaise, mengaburkan visi,
kondisi kesehatan atau sakit kepala
- Kepatuhan Perilaku  Memantau keton urin, seperti
: diet sehat yang ditunjukkan
- Dapat mengontrol  Memantau abg, elektrolit,
kadar glukosa darah dan tingkat
- Dapat betahydroxybutyrate, sebagai
memanajemen dan tersedia
mencegah penyakit  Memantau tekanan darah dan
semakin parah denyut nadi ortostatik,
- Mengkontrol seperti yang ditunjukkan
perilaku Berat badan  Mengelola insulin, seperti
- Pemahaman yang ditentukan
manajemen Diabetes  Mendorong asupan cairan
- Olahraga teratur oral
 Menjaga akses IV
 Memberikan cairan IV sesuai
kebutuhan
 Mengelola kalium, seperti
yang ditentukan
Keterangan :
 Konsultasikan dengan dokter
1.Tidak pernah menunjukkan jika tanda dan gejala
hiperglikemia menetap atau
2.Jarang menunjukkan
memburuk
3.Kadang – kadang menunjukkan  Membantu ambulasi jika
4.Sering menunjukkan hipotensi ortostatik hadir
 Menyediakan kebersihan
5.Selalu menunjukkan
mulut, jika perlu
 Mengidentifikasi
kemungkinan penyebab
hiperglikemia
 Mengantisipasi situasi di
mana kebutuhan insulin akan
meningkat (misalnya,
penyakit kambuhan)
 Batasi latihan ketika kadar
glukosa darah adalah > 250
mg/dl, terutama jika keton
urin yang hadir
 Menginstruksikan orang lain
pasien dan signifikan
terhadap pencegahan,
pengenalan manajemen, dan
 Hiperglikemia
 Mendorong pemantauan diri
kadar glukosa darah
 Membantu pasien untuk
menafsirkan kadar glukosa
darah
 Tinjau catatan glukosa darah
dengan pasien dan / atau
keluarga
 Instruksikan tes urin keton,
yang sesuai
 Anjurkan pasien untuk
melaporkan tingkat urin
keton sedang atau tinggi
untuk kesehatan profesional
 Menginstruksikan orang lain
pasien dan signifikan
terhadap manajemen diabetes
selama sakit, termasuk
penggunaan insulin dan /
atau agen oral/mulut, asupan
cairan pemantauan,
pengganti karbohidrat, dan
kapan harus mencari bantuan
kesehatan profesional, sesuai
 Memberikan bantuan dalam
menyesuaikan rejimen untuk
mencegah dan mengobati
hiperglikemia (misalnya,
peningkatan insulin atau
agen oral), seperti
ditunjukkan
 Memfasilitasi kepatuhan
terhadap diet dan latihan
 Uji kadar glukosa darah
anggota keluarga
Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta:EGC.


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu,
Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA
NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare B. G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth (Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.
Stockslager L, Jaime dan Liz Schaeffer. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatric. Jakarta:EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Anda mungkin juga menyukai