OLEH
NAMA : NANDA MUTIARA PURWANTI
NIM : 10011381621164
OLEH
NAMA : NANDA MUTIARA PURWANTI
NIM : 10011381621164
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Kepala Dinas Kesehatan
Universitas Sriwijaya Provinsi Sumatera Selatan
Iwan Stia Budi, S.K.M., M.Kes Dra. Lesty Nurainy, Apt., M.Kes
NIP. 197712062003121003 NIP. 196207031989032002
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan Praktikum
Kesehatan Masyarakat ini dapat diselesaikan. Selama penyusunan laporan ini
penulis menerima banyak bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
iii
8. Seluruh dosen, staf dan karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum
Kesehatan Masyarakat ini.
9. Bapak ku tersayang, Adek Dwiva, Adek Iyas, wak mina, tante Ning, Ibu Susi,
mas Ishaq terima kasih tanpa doa, semangat, perhatian, sekaligus dukungan
yang kalian berikan baik dari segi materi maupun non materi mungkin laporan
ini tidak akan selesai. Allah swt sangat sayang dan baik karena telah
memberikan keluarga seperti kalian dan untuk support system yang lain yang
tak dapat saya sebutkan
10. Teman seperjuangan magang Debrina alias Ebi, Mirandi, Zaim yang selalu
memberikan masukan, saran dan teman-teman mahasiswa angkatan 2016
lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat ini masih
jauh dari kata sempurna, apabila terdapat kesalahan kata ataupun bahasa, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dengan segala keterbatasan yang ada, penulis
berharap semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
iv
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................vii
DAFTAR SINGKATAN.....................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan........................................................................................................3
1.2.1 Tujuan Umum....................................................................................3
1.2.2 Tujuan Khusus...................................................................................4
1.3 Manfaat......................................................................................................4
1.3.1 Bagi Mahasiswa.................................................................................4
1.3.2 Manfaat Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat..................................4
1.3.3 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan...............4
1.4 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan.................................................................5
1.4.1 Waktu Pelaksanaan.............................................................................5
1.4.2 Lokasi Pelaksanaan............................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1 Stunting.....................................................................................................6
2.1.1 Pengertian Stunting............................................................................6
2.1.2 Penyebab Stunting..............................................................................8
2.1.3 Dampak Stunting..................................................................................9
2.2 Pemberdayaan.........................................................................................10
2.2.1 Pengertian Pemberdayaan................................................................10
2.2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat..................................................11
2.2.3 Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat........................................12
2.3 Posyandu.................................................................................................13
v
2.3.1 Pengertian Posyandu........................................................................13
2.3.2 Tingkat Perkembangan Posyandu....................................................16
2.3.3 Pembentukan Posyandu...................................................................17
BAB III DESKRIPSI TEMPAT MAGANG......................................................19
3.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.............19
3.1.1 Letak Geografis Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.........19
3.1.2 Sejarah Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan......................19
3.1.3 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.............20
3.1.4 Tujuan dan Sasaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan...21
3.1.5 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan provinsi Sumatera Selatan....22
3.1.6 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan..............................................................................................23
3.2 Gambaran Khusus Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat..............................................................................................24
3.2.1 Struktur Organisasi Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan................24
3.2.2 Tugas dan Fungsi Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat.......................................................................................25
3.2.3 Visi dan Misi Promosi Kesehatan....................................................26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................28
4.1 Identifikasi Masalah................................................................................28
4.2 Prioritas Masalah.....................................................................................34
4.3 Alternatif Pemecahan Masalah................................................................35
BAB V PENUTUP................................................................................................40
5.1 Kesimpulan..............................................................................................40
5.2 Saran........................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR SINGKATAN
SD = Standar Deviasi
viii
UKBM = Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Data Kesehatan melalui Pemantauan Status Gizi menunjukkan bahwa
angka stunting di Indonesia mencapai 29% pada tahun 2015, pada tahun 2016
angka stunting mengalami penurunan yaitu sebesar 27,5% tetapi pada tahun 2017
angka stunting mengalami kenaikan yaitu mencapai 29,6%. Walaupun angka yang
ditunjukkan oleh PSG pada tahun 2017 sebesar 29,6% tetap saja menurut data
prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO),
Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional
Asia Tenggara. Walaupun demilian angka yang dintunjukan masih melebihi
ambang batas atau prevalensi lebih dari 20%. Artinya, secara nasional masalah
stunting di Indonesia tergolong kronis (Kemenkes RI, 2018).
Dalam penurunan angka stunting di Indonesia dapat dilakukan dengan
pendekatan promotif preventif serta pemberdayaan keluarga dan masyarakat
dalam bidang kesehatan. Pemberdayaan merupakan bagian yang sangat penting
dalam upaya promosi kesehatan bahkan pemberdayaan masyarakat dikatatakan
sebagai ujung tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada
individu, keluarga, atau kelompok sasran secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran serta proses, membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar, dari
tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku yang
diperkenalkan ( Kemenkes RI, 2011).
Salah satu bentuk upaya pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan
adalah menumbuh kembangkan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
yang secara langsung adalah bagian Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat salah satunya programnya adalah Posyandu. Posyandu merupakan
salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi serta penurunan angka stunting di
Indonesia (Kemenkes RI, 2014).
Pencegahan stunting ditetapkan sebagai program prioritas nasional yang
harus dimasukan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tahun 2018-
2
2021. Program pencegahan stunting diselenggarakan untuk kelompok prioritas, di
lokasi prioritas dan melalui intervensi prioritas. Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat juga
memiliki peranan yang tidak kalah pentingnya dalam upaya pencegahan stunting.
Konsep pencegahan masalah yang sebenarnya harus dimulai dari Wanita Usia
Subur, Pasangan Usia Subur, Ibu Menyusui, Ibu Hamil, Bayi, dan Balita. Masalah
stunting di atas tidak terlepas dari pelayanan dasar yang ada di posyandu.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan adalah institusi pemerintah
melalui perpanjangan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang
menjalankan fungsi sebagai fasilitator, pembinaan, monitoring serta evaluasi
pelaksanaan program Posyandu dalam pencegahan stunting di tiap kota atau
kabupaten. Kegiatan praktikum kesehatan masyarakat dilaksanakan agar
mahasiswa mendapatkan pengalaman belajar dalam prakteknya di lapangan
sebagai upaya pemahaman dan melatih keterampilan bagi mahasiswa dalam
bidang kesehatan masyrakat untuk memperoleh kompetensi dan daya saing tinggi
serta berintegritas dan tergolong dalam kategori tenaga siap pakai. Dalam
kesempatan ini melakui praktikum kesehatan masyrakat yang dilakukan di Dinas
Kesehtan Provinsi Sumatera Selatan, mahasiswa tertarik untuk membahas
program Posyandu untuk pencegahan stunting. Mengetahui identifikasi masalah
melalui program Posyandu dalam pencegahan stunting, mengetahui prioritas
masalah yang ada serta mengetahui alternative pemecah masalah yang ada.
Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya pencegahan stunting
melalui pengoptimalisasian peran posyandu yang dilakukan di Seksi Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan 2019.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk menambah wawasan serta melihat upaya Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan terkait pemberdayaan masyarakat khususnya di Seksi Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan guna pengoptimalisasian peran posyandu dalam
pencegahan stunting.
3
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui identifikasi masalah melalui program Posyandu dalam
pencegahan stunting
2. Mengetahui prioritas masalah melalui program Posyandu dalam
pencegahan stunting
3. Mengetahui alternatif pemecah masalah melalui program Posyandu
dalam pencegahan stunting.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Mahasiswa
1. Mendapatkan pengetahuan, meningkatkan Kompetensi, dan
Keterampilan yang lebih aplikatif dalam Bidang Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat.
2. Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu dan teori-teori yang
didapatkan selama perkuliahan
3. Mendapatkan pengalaman dalam bekerja serta mampu
mengembangkan sikap profesionalisme di lingkungan kerja
4. Sebagai salah satu wadah untuk meningkatkan kredibilitas sebagai
calon Sarjana Kesehatan Masyarakat
1.3.2 Manfaat Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
1. Terbinanya kerjasama anatara Fakultas Kesehatan Masyarakat Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
2. Menambah literature ilmiah terkait pemberdayaan masyarakat dalam
pengoptomalisasian posyandu dalam pencegahan stunting
1.3.3 Manfaat Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
1. Membangun hubungan kerjasama yang saling menguntungkan serta
bermanfaat anata Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dan
Fakultas Kesehatan
2. Sebagai bahan evaluasi dan rekomendasi bagi Dinas Kesehatan
Provinsi agar kedepanya diharapkan dapat memberikan yang terbaik
khususnyan di Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat.
4
1.4 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan
1.4.1 Waktu Pelaksanaan
Kegitan Praktikum Kesehatan Masyarakat dilaksanakan pada tanggal 01
Juli- 31 Juli 2019.
1.4.2 Lokasi Pelaksanaan
Kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat ini dilaksanakan di Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1 Pengertian Stunting
Masalah anak pendek stunting merupakan salah satu permasalahan gizi
yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang
(Unicef, 2013). Stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan
meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak
suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya
pertumbuhan mental (Lewit, 1997; Kusharisupeni, 2002; Unicef, 2013). Beberapa
studi menunjukkan risiko yang diakibatkan stunting yaitu penurunan prestasi
akademik (Picauly & Toy, 2013), meningkatkan risiko obesitas (Hoffman et al,
2000; Timaeus, 2012) lebih rentan terhadap penyakit tidak menular (Unicef
Indonesia, 2013) dan peningkatan risiko penyakit degeneratif (Picauly & Toy,
2013, WHO, 2013, Crookston et al 2013). Penelitian kohort prospektif di Jamaika,
dilakukan pada kelompok usia 9-24 bulan, diikuti perkembangan psikologisnya
ketika berusia 17 tahun, diperoleh bahwa remaja yang terhambat pertumbuhannya
lebih tinggi tingkat kecemasan, gejala depresi, dan memiliki harga diri self esteem
yang rendah dibandingkan dibandingkan dengan remaja yang tidak terhambat
pertumbuhannya. Oleh karena itu stunting merupakan prediktor buruknya kualitas
sumber daya manusia yang selanjutnya akan berpengaruh pada pengembangan
potensi bangsa (Unicef, 2013 Unicef Indonesia, 2013).
Bentuk pembangunan dalam bidang kesehatan saat ini berfokus pada
empat program utama, yang salahsatu program tersebut adalah dengan menurunya
angka prevalensi balita pendek atau stunting. Pada tahapan anak usia balita
merupakan suatu tahapan perkembangan anak yang rawan akan status gizi,
sehingga memerlukan perhatian khusus dalam pemenuhan gizi bagi tubuh dan
kesehatannya. Prevalensi dunia terhadap kejadian stunting menurut WHO (World
Health Organization) pada balita terhitung cukup tinggi yaitu 165 juta kasus atau
26%. Menurut WHO apabila prevalensi balita stunting menunjukkan presentase
20% atau lebih, ini berarti sudah menjadi sebuah masalah kesehatan masyarakat.
6
karena adanya kejadian stunting menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki
masalah gizi kronis yang perlu dipantau (Susanti et al, 2019).
Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan dengan
ketidak cukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam masalah gizi yang
bersifat kronis. Stunting diukur sebagai status gizi dengan memperhatikan tinggi
atau panjang badan, umur, dan jenis kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur
tinggi atau panjang badan balita di masyarakat menyebabkan kejadian stunting
sulit disadari (Sutarto et al, 2018).
Stunting merupakan refleksi jangka panjang dari kualitas dan kuantitas
makanan yang tidak memadai dan sering menderita infeksi selama masa kanak-
kanak. Anak yang stunting merupakan hasil dari masalah gizi kronis sebagai
akibat dari makanan yang tidak berkualitas, ditambah dengan morbiditas, penyakit
infeksi, dan masalah lingkungan. Stunting masa kanak-kanak berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah.
Selain itu, juga dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik,
penurunan perkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai
akademik. Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang
berisiko obesitas, glucose tolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi,
osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas. Indonesia termasuk di antara
36 negara di dunia yang memberi 90 persen kontribusi masalah gizi dunia. Dari
pelbagai penelitian tentang stunting dan literatur yang ada diketahui bahwa selain
infeksi stunting berhubungan juga dengan defisiensi gizi (mikronutrien dan
makronutrien). Terdapat beberapa zat gizi yang berkaitan dengan stunting seperti
protein, zat besi, zink, kalsium, dan vitamin D, A dan C. Selain itu, faktor hormon,
genetik dan rendahnya pengetahuan orang tua dalam pengasuhan, kemiskinan,
rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya aksesibilitas pangan pada tingkat
keluarga terutama pada keluarga miskin, rendahnya akses keluarga terhadap
pelayanan kesehatan dasar, dan masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu
mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan. Stunting
merupakan indikator yang sensitif untuk sosial ekonomi yang buruk dan prediktor
untuk morbiditas serta mortilitas jangka panjang. Stunting pada anak usia dini itu
bersifat reversible (Kusumawati et al, 2015).
7
2.1.2 Penyebab Stunting
Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling
berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien
selama seribu hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan
perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan
kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja. Anak stunting
memiliki rerata skor Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah
dibandingkan rerata skor IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada
anak akibat kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan
berlanjut hingga dewasa. Stunting pada balita perlu mendapatkan perhatian khusus
karena dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik, perkembangan
mental dan status kesehatan pada anak. Studi terkini menunjukkan anak yang
mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di sekolah yang buruk, tingkat
pendidikan yang rendah dan pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang
mengalami stunting memiliki kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu
dewasa yang tidak sehat dan miskin. Stunting pada anak juga berhubungan dengan
peningkatan kerentanan anak terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun
Penyakit Tidak Menular (PTM) serta peningkatan risiko overweight dan obesitas.
Keadaan overweight dan obesitas jangka panjang dapat meningkatkan risiko
penyakit degeneratif. Kasus stunting pada anak dapat dijadikan prediktor
rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu negara. Keadaan stunting
menyebabkan buruknya kemampuan kognitif, rendahnya produktivitas, serta
meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan kerugian jangka panjang bagi
ekonomi Indonesia (Setiawan et al, 2018).
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh factor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak
balita. Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan
sebagai berikut :
1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya
pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa
8
kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi
yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak
mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak
usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MPASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia
diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan
baru pada bayi, MP-ASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi
tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk
daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak
terhadapmakanan maupun minuman.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante
Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan),
Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi
yang dikumpulkan dari publikasi Kemen Kesehatan dan Bank Dunia
menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin
menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum
mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah
2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang
memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini
yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di
layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini.
3. Masih kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi.
Penyebabnya karena harga makanan bergizi di Indonesia masih
tergolong mahal.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di
lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia
masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah
tangga belum memiliki akses ke air minum bersih (Sutarto et al,
2018).
2.1.3 Dampak Stunting
Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh stunting Jangka pendek dan
jangka panjang. Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh
9
Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunnya
kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga
mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia
tua. Penanganan Stunting dapat melalui Gizi Spesifik dan Gizi Sensitif
(Kementerian Desa, 2017)
2.2 Pemberdayaan
2.2.1 Pengertian Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan pemberdayaan merupakan bagian yang
sangat penting dan bahkan bisa dikatakan ujung tombak. Sejak berdirinya Ottawa
charter , yang mengubah istilah pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan,
pemberdayaan sudah dijadikan sebagai salah satu strategi dari promosi kesehatan.
Selanjutnya dalam komitmen global yang dicapai di setiap konferensi
Internasional pemberdayaan tidak pernah dilupakan. Pemberdayaan masyarakat
adalah suatu tindakkan yang harus segara dilaksanakkan (Kemenkes RI, 2014).
Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan mengemukakan sejak
dideklarasikannya Piagam Ottawa. Piagam Ottawa menegaskan bahwa partisipasi
masyarakat merupakan elemen utama dalam pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan. Selanjutnya, Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke-7 di
Nairobi, Kenya, menegaskan kembali pentingnya pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan dengan menyepakati perlunya membangun kapasitas promosi
kesehatan, penguatan sistem kesehatan, kemitraan dan kerjasama lintas sektor,
pemberdayaan masyarakat, serta sadar sehat dan perilaku sehat. Pemberdayaan
didefinisikan sebagai suatu proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol
atas keputusan dan tindakan yang memengaruhi kesehatan masyarakat, bertujuan
untuk memobilisasi individu dan kelompok rentan dengan memperkuat
keterampilan dasar hidup dan meningkatkan pengaruh pada hal-hal yang
mendasari kondisi sosial dan ekonomi. Sementara itu, menurut pemerintah RI dan
United Nations International Children’s Emergency Funds, pemberdayaan
masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat noninstruktif untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu
mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan melakukan pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas
10
sektor maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat
(Sulaeman et al, 2006).
Konsep pemberdayaan masyrakat mencakup pengertian community
development pembangunan masyarakat dan community based development
pembangunan yang bertumpu pada masyarakat tahap selanjutnya muncul istilah
community driven development yang diterjemahkan sebagai pembangunan yang
diarahkan masyarakat atau pemabangunan yang digerakkan masyarakat.
Pembangunan yang digerakkan masyarakat didefinisikan sebagai kegiatan
pembangunan yang diputuskan sendiri oleh warga komunitas dengan
menggunakan sebanyak mungkin sumber daya setempat. Dengan demikian
pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non
konstruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentiffikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi daya
setempat (Kemenkes RI, 2014).
Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan merupakan suatu proses
aktif, dimana sasaran atau klien dan masyarakat yang diberdayakan harus
berperan aktif berpatasipasi dalam kegiatan dan program kesehatan. Ditinjau dari
konteks pembanguanan kesehatan, partipasi masyrakat adalah keikutsertaan dan
kemitraan masyarakat serta fasulitator baik pemerintah dan non pemerintah dalam
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan penilaian
kegiatan dan program kesehatan serta memperoleh manfaat dari
keikutsertaannnya dalam rangka membangunan kemandirian masyarakat. Proses
pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal yang
saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Salah satu
faktor eksternal dalam pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan fasilitator
pemberdayaan masyarakat (Kemenkes RI, 2014).
2.2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Pelaksanaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan,
secara umum ditunjukkan pada meningkatnya kemandirian masyarakat dan
keluarga dalam bidang kesehatan, sehingga masyrakat dapat memberikan andil
dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Secara khusus pembedayaan
11
masyarakat dibidang kesehatan ditujukkan pada Meningkatnya pengetahuan
masyarakat bidang kesehatan, Meningkatnya kemampuan masyrakat dalam
pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatannya sendiri, Meningkatnya
pemanfaatan fasilitasi pelayanan kesehatan oleh masyarakat, Terwujudnya
kelembagaan dan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM). Adapun unsur-
unsur pemberdayaan masyarakat :
1. Penggerak pemberdayaan masyarakat
Pemerintah, masyarakat, swasta, motivator, dan fasilitator yang
mempunyai kopetensi memadai dan dapat membangun komitmen
dengan dukungan pimpinan formal dan non formal.
2. Sasaran Pemberdayaan Masyarakat memiliki tiga sasaran yaitu
sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier. Sasaran primer
atau disebut juga sasaran utama pemberdayaan masyarakat dibidang
kesehatan adalah individu, keluarga dan masyarakat. Sasaran sekunder
adalah individu, kelompok atau masyarakat yang mempunyai potensi
mendukung upaya pemberdayaanmasyarakat di bidang kesehatan
adalah petugas kesehatan, kader, tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh adat, organisasi pemuda, organisasi pemuda, kelompok peduli
kesehatan, media massa, lintas sektoral, swasta atau dunia usaha.
Sasaran tersier adalah pengambil keputusan yang mempunyai
kewenangan serta potensi memberikan dukungan kebijakan dan
sumberdaya lainnya dalam meningkatkan status kesehatan masyarakat
yaitu RT, RW, Kepala Desa, Camat, Lurah, Bupati, BPD, DPRD,
Gubernur dan lain-lain.(Pramudyani et al, 2019).
2.2.3 Prinsip Dasar Pemberdayaan Masyarakat
Prinsip dasar pemberdayaan masyarakat yang perlu dipahami dalam
pemberdayaan masyarakat dikenal dengan istilah pengorganisasian masyarakat
community organization dan pengembangan masyarakat community development.
Keduanya berorientasi pada proses pemberdayaan masyarakat menuju tercapainya
kemandirian melalui keterlibatan anggota masyarakat. Lima prinsip dasar
pemberdayaan masyarakat yaitu Menumbuhkan kembangkan kemampuan, peran
serta masyarakat dan semangat gotong royong. Melibatkan partisipasi masyarakat
12
baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Berbasis masyarakat community
based, memberikan kesempatan mengemukan pendapat, memilih dan menetapkan
keputusan bagi dirinya voice and choice keterbukaan, kemitraan, kemandirian.
Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak untuk memaksimalkan sumber
daya, khususnya dalam dana, baik berasal dari pemerintah maupun swasta
maupun sumber dana dari penyandang dana, dan sponsor. Petugas harus lebih
memfungsikan diri sebagai katalis yang menghubungkan antara kepentingan
pemerintah yang bersifat makro dan antara kepentingan masyarakat yang bersifat
mikro. Memepertahankan eksistensinya, pemberdayaan masyarakat memerlukan
break even dalam setiap kegiatan yang dikelola. Tidak sebagai organisasi bisnis
atau profit (Kemenkes RI, 2014).
2.3 Posyandu
2.3.1 Pengertian Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi. Upaya pengembangan kualitas
sumberdaya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak
dapat dilaksanakan secara merata, apabila sistem pelayanan kesehatan yang
berbasis masyarakat seperti Posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien
dan dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan layanan kesehatan
anak, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu nifas (Kemenkes RI, 2011).
Upaya peningkatan peran dan fungsi Posyandu bukan semata-mata
tanggungjawab pemerintah saja, namun semua komponen yang ada di masyarakat,
termasuk kader. Peran kader dalam penyelenggaraan Posyandu sangat besar
karena selain sebagai pemberi informasi kesehatan kepada masyarakat juga
sebagai penggerak masyarakat untuk datang ke Posyandu dan melaksanakan
perilaku hidup bersih dan sehat (Kemenkes RI, 2011).
Meskipun cakupan beberapa program telah melebihi target nasional,
kegiatan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak masih tetap diperlukan agar
13
kesehatannya tetap terjaga. Salah satu upaya yang harus tetap dipertahankan
adalah keikutsertaan secara aktif masyarakat dalam kegiatan posyandu. Program
posyandu merupakan suatu usaha untuk memecahkan permasalahan kesehatan
bagi masyarakat dan berdampak terhadap penurunan angka kematian bayi, angka
kelahiran, KB dan kesehatan Ibu dan Anak. Upaya yang dilakukan di posyandu
melibatkan masyarakat luas dengan menitik beratkan pada upaya promotif dan
preventif (Dardjito dan Purnama, 2011). Jenis program atau kegiatan posyandu
meliputi lima macam antara lain Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga
Berencana (KB), imunisasi, perbaikan gizi dan penanggulangan diare (Mustafa,
2015).
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non
instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar
mampu mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat. Pelayanan kesehatan dasar adalah pelayanan kesehatan yang
mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sekurang-kurangnya
mencakup 5 (lima) kegiatan, yakni KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan
diare (Kemenkes RI, 2011).
Adapaun tujuan didirikannya Posyandu yaitu Menunjang percepatan
penurunan angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Posyandu juga memiliki
peran dalam meningkatkan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Selain itu juga
peran lintas sektor dalam Penyelenggaraan Posyandu harus ditingkatkan terutama
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB. Posyandu memiliki cakupan dan
jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan
AKI dan AKB (Sari et al., 2016)
1. Sasaran Posyandu
Suatu posyandu seharusnya melayani sekitar 100 balita (120KK) atau
sesuai dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat, seperti keadaan
geografis, jarak antara kelompok rumah, jumlah KK dalam suatu
kelompok dan sebagainya (Syahlan, 2002). Sasaran Posyandu adalah
14
seluruh masyarakat, utamanya bayi, anak balita, ibu hamil, ibu
melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, Pasangan Usia Subur (PUS),
Wanita Usia Subur (WUS).
2. Fungsi Posyandu adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam
alih informasi dan keterampilan dari petugas kepada masyarakat dan antar
sesama masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
3. Manfaat Posyandu
Menurut Kemenkes (2011), manfaat Posyandu adalah:
a. Bagi Masyarakat Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan
informasi dan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan dengan
penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi
(AKB), dan Angka Kematian Balita (AKB). Memperoleh layanan
secara professional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama
terkait kesehatan ibu, bayi dan balita. Efisisensi dalam mendapatkan
pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan sosial dasar sector
lain terkait.
b. Bagi kader dan tokoh masyarakat Mendapatkan informasi terlebih
dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan penurunan
Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Balita (AKB), dan
Angka Kematian Balita (AKBA). Dapat mewujudkan aktualisasi
dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah
kesehatan terkait dengan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Balita (AKB), dan Angka Kematian Balita
(AKBA).
c. Bagi Puskesmas Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan perorangan
primer, dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer. Dapat
lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan sesuai kondisi setempat. Mendekatkan akses pelayanan
kesehatan dasar pada masyarakat.
15
d. Bagi sektor lain Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam
pemecahan masalah kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama
yang terkait dengan upaya penurunan Angka Kematian Ibu (AKI),
Angka Kematian Balita (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKBA)
sesuai kondisi setempat. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian
pelayanan secara terpadu sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi
(tupoksi) masing-masing sector.
2.3.2 Tingkat Perkembangan Posyandu
Tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu dipengaruhi oleh
strata posyandu. Ada empat tingkatan/strata posyandu yaitu pratama, madya,
purnama dan mandiri. Beberapa indikator penentu strata posyandu adalah
frekuensi kegiatan penimbangan, cakupan KIA, cakupan KB, cakupan imunisasi,
jumlah kader dan ada tidaknya kegiatan tambahan (Dardjito dan Purnama, 2011).
1. Posyandu Pratama
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.
Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya adalah pelatihan kader
ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan
dasar lagi.
2. Posyandu Madya
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih
dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau
lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan
Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian
posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Intervensi untuk
posyandu madya ada 2 yaitu:
a. Pelatihan tokoh masyarakat dengan modul eskalasi posyandu yang
sekarang sudah dilengkapi dengan metoda simulasi.
b. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk
menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk
menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat.
3. Posyandu Purnama
16
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih
dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan
cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari
50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana
Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu di tingkat ini
adalah:
a. Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan
masyarakat menetukan sendiri pengembangan program di posyandu
b. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat
yang kuat dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.
4. Posyandu Mandiri
Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,
cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana
Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Intervensinya adalah
pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut
menggunakan prinsip JPKM.
2.3.3 Pembentukan Posyandu
Pembentukan posyandu menurut Kemenkes, (2011) Pembentukan
Posyandu bersifat fleksibel, dikembangkan sesuai dengan kebutuhan,
permasalahan dan kemampuan sumber daya. Langkah-langkah pembentukan
Posyandu dapat dilakukan dengan tahapan berikut
1. Pendekatan Internal adalah mempersiapkan para petugas sehingga bersedia
dan memiliki kemampuan mengelola Posyandu melalui berbagai orientasu
dan pelatihan dengan melibatkan seluruh petugas Puskesmas.
2. Pendekatan Eksternal Tujuannya adalah mempersiapkan masyarakat,
khususnya tokoh masyarakat sehingga bersedia mendukung
penyelenggaraan Posyandu melalui berbagai pendekatan dengan tokoh
masyarakat setempat.
3. Survei mawas diri (SDM) Tujuannya adalah menimbulkan rasa memiliki
masyarakat sense of belonging melalui penemuan sendiri masalah yang
dihadapi serta potensi yang dimiiki dengan bimbingan petugas Puskesmas,
aparat pemerintah desa kelurahan dan forum peduli Kesehatan Kecamatan
jika sudah terbentuk.
17
4. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) Inisiatif penyelenggaraaan MMD
adalah para tokoh masyarakat yang mendukung pembentukan Posyandu
atau forum peduli Kesehatan Kecamatan. Posyandu dibentuk dari pos-pos
yang telah ada seperti Pos penimbangan balita, Pos imunisasi, Pos
keluarga berencana desa, Pos kesehatan, Pos lainnya yang dibentuk baru.
18
BAB III
DESKRIPSI TEMPAT MAGANG
19
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tanggal 17 Januari 2001, yang dipimpin Dr.
Syafii Ahmad, MPH. Dalam kurun waktu 5 tahun Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan mengalami beberapa kali perubahan kepemimpinan hingga pada
bulan Juli 2005 Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dipimpin oleh
Dr. H. Syahrul Muhammad. Pada tahun 2010 Dinas Kesehatan dipimpin oleh Dr.
H. Zulkarnain Noerdin, M.Kes. Lalu pada Tahun 2012 Kepala Dinas Kesehatan
berganti kepemimpinan menjadi dr. Hj. Fenty Aprina, M. Kes. Tahun 2014 Kepala
Dinas Kesehatan adalah Dra. Lesty Nurainy, Apt., M.Kes hingga sekarang
(Dinkes Provinsi Sumsel, 2019).
3.1.3 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan (2019) visi
dan misi Dinas Kesehatan sebagai berikut:
1. Visi
Dalam menjalankan tugasnya tentu Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan memiliki visi Sumatera Selatan sehat, mandiri,berkeadilan dan
berdaya saing internasional. Dari visi yang disebutkan diatas diharapakan
program Posyandu dalam pemberdyaaan Masyarakat juga dapat terus
berkembang dan semakin maju, rakyat juga semakin mandiri,
berkeadilan yang merata, serta program Posyandu di Sumatera Selatan
kedepannya dapat menjadi contoh Posyandu di kota lain bahkan bisa
mencapai kategori Internasional.
2. Misi
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan untuk mewujudkan visinya
tentulah memiliki misi yang ingin dicapai yaitu dengan mewujudkan
kesehatan yang berkualitas dan tejangkau bagi seluruh masyarakat
Sumatera Selatan. Meningkatkan kemandirian masyarakat untuk hidup
sehat. Meningkatkan profesionalitas SDM kesehatan yang berdaya saing
global. Mengutamakan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan
penyakit dengan tidak mengabaikan upaya pengobatan dan pemulihan
kesehatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat menjadi
Istansi Kesehatan yang bisa dijangkau masyarakat, dan dapat
meningkatkan SDM khususnya SDM yang professional dalam
memegang maupun mengontrol kemajuan program Posyandu. Serta
dapat menjadikan Posyandu layanan dasar kesehatan di masyarakat
20
sehingga dapat meningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan
tidak mengabaikan upaya pengobatan dan pemulihan kesehatan. Terlebih
lagi program Posyandu dalam pencegahan stunting.
3.1.4 Tujuan dan Sasaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan (2019) visi
dan misi Dinas Kesehatan sebagai berikut:
1. Tujuan
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan tentunya dalam menjalankan
tugasnya memiliki tujuan yaitu mewujudkan sumber daya kesehatan
masyarakat yang berkualitas dan tersebar secara merata, sehingga
masyarakat dapat mandiri untuk hidup bersih dan sehat dalam mencapai
derajat kesehatan yang setingg-tingginya.
2. Sasaran
Sasaran Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan adalah untuk
mengutamakan derajat kesehatan masyarakat dimulai dengan
meningkatkan kesadaran masyrakat, mengatasi masalah gizi dengan
harapan dapat menurunkan penyakit menular maupun tidak menular,
menjamin ketersedian obat dan pelayanan kesehatan bagi penduduk,
meningkatkan kecukupan sumber daya manusia di setiap jenjang
pelayanan kesehatan.
Kepala Dinas
Sekretariat
Sub Bag Perencanaan Sub Bag Keuangan Sub Bag Umum &
Evaluasi dan Pelaporan Kepegawaian
21
Bidang Kesehatan Bidang Pencegahan Bidang Pelayanan Bidang Sumber
Masyarakat & Pengendalian Kesehatan Daya Kesehatan
Penyakit
Kelompok Jabatan
Fungsional
UPTD
22
Tugas, dan Fungsi untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Kepala
Dinas Kesehatan mempunyai Fungsi yaitu sebagai berikut :
1. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat menetapkan dan
merumuskan kebijakan dibidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasiaan, alat kesehatan,
sumber daya kesehatan serta pengendaliaan penduduk dan keluarga
bencana. Untuk itu Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan khususnya
dapat menetapkan dan merumuskan kebijakan yang tentunya dapat
mendukung kemajuan program Posyandu baik dari pengadaan Posyandu
KIT, maupun sumber daya kesehatan yang ada di Kabupaten/Kota.
2. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat melaksanakan kebijakan
dibidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit,
pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan, sumber daya kesehatan
serta pengendalian penduduk dan keluarga berencana yang telah dibuat.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan memastikan bahwa kebijakan
yang dibuat untuk mendukung kemajuan program Posyandu dalam
mencegah Stunting dapat terdistribusi, dapat diterima, dan di aplikasikan
dengan baik di semua Istansi Kesehatan baik yang ada di Dinas
Kabupaten/Kota maupun Puskesmas yang ada di desa.
3. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat melaksanaan evaluasi
dan pelaporan dibidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, alat kesehatan,
sumber daya kesehatan serta pengendalian penduduk dan keluarga
berencana baik pelaporan ke Kementerian Kesehatan maupun pelaporan
langsung kepada Gubernur melalui Sekertaris Daerah. Evaluasi dan
pelaporan dari daerah ke Dinas Kesehatan Provinsi tentunya harus berjalan
dengan baik agar data-data kesehatan maupun data yang ada di Posyandu
pun menggambarkan kejadian yang sebenarnya sehingga dalam membuat
intervensi pun dapat mengatasi masalah kesehatan yang ada.
4. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat melakukan
pengkoordinasian pelaksanaan tugas pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Dinas
23
Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/Kota sehingga pelaksanaan tugas
pembinaan dan pemberian dukungan administrasi dapat menyesuaikan
tugas pokok dan fungsinya masing-masing dan memberikan ruang kapada
seluruh unsur organisasi agar dapat membantu program kesehatan khusnya
proram Posyandu dalam pencegahan stunting.
5. Pengkoordinasian penatausahaan, pemanfaatan dan pengamanan barang
milik negara/daerah yang menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan.
Koordinasi ini sangat diperlukan sehingga kedepannya penatausahaan,
pemanfataan, dan barang pengamanan milik Negara tidak disalah guna dan
hendaknya barang-barang tersebut melalui koordinasi yang baik dapat
terdistribusi dengan baik pula ke daerah-daerah yang minim dengan
bantuan kesehatan ataupun susah untuk dijangkau hal ini tentunya dapat
mendukung dalam meningkatkan kesehatan terutama peningkatan program
Posyandu dalam pencegahan stunting.
6. Pembinaan administrasi dinas sesuai dengan lingkup tugasnya; dan
7. Pelaksanaan tugas kedinasan lainnya.
24
Struktur Organisasi Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
25
2. Menyusun rencana kegiatan pelayanan promosi kesehatan berdasarkan
data program dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pedoman kerja
3. Mengkoordinir dan bertanggung jawab terhadap semua kegiatan Seksi
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
4. Merencanakan, melaksanakan dan evaluasi kegiatan Seksi Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
5. Melaksanakan kegiatan promosi kesehatan meliputi penyuluhan kesehatan,
pembinaan PSM/UKBM, pembinaan PHBS dan fasilitator desa siaga serta
koordinasi lintas program terkait sesuai dengan prosedur dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku
6. Melaksanakan pemberdayaan Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM) yang meliputi Poskesdes, Posyandu, Saka Bakti Husada
( SBH), Poskestren, Usaha Kesehatan Kerja (UKK)
7. Membuat catatan dan laporan kegiatan di bidang tugasnya sebagai bahan
informasi dan pertanggung jawaban kepada atasan
8. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh pimpinan.
3.2.3 Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Visi umum promosi kesehatan tidak terlepas dari Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 maupun misi WHO yaitu meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan,
baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun
sosial. Menurut Notoatmodjo (2012) untuk mencapai visi tersebut, perlu upaya
yang harus dilakukan berupa misi promosi kesehatan secara umum yang terdiri
dari Advokasi, Kemitraan, Pemberdayaan Masyarakat, serta Komunikasi
Informasi dan Edukasi KIE. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan sebagai
fasilitator maka dari itu melalui visi Promosi Kesehatan tentunya diharapkan dapat
membantu masyarakat dalam menambah pengetahuan, menjadikan promosi
kesehatan melalui Advokasi, Kemitraan, Pemberdayaan Masyarakat serta KIE
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam Pemberdayaan
Masyarakat banyak memiliki peranan langsung ke masyarakat melalui
26
Pemberdayaan Masyarakat inilah diharapkan masyarakat lebih mandiri dalam
menangani masalah kesehatannya (Seksi Promosi Kesehatan,2019)
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
28
kesehatan kan pos pelayanan terpadu jadi dalam bayangan wong tu masih
kesehatan padahal seluruhnyo idk kesehatan..” ( C )
Dari hasil wawancara diatas informan selaku pemegang program
Posyandu maka dapat dijelaskan sebagai berikut terkait masalah yang ada di
program Posyandu :
1. Koordinasi Lintas Sektor Masih Terbatas
Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama, kesehatan bukan
hanya tanggung jawab Sektor Kesehatan saja tetapi tanggung jawab
semua Lintas Sektor. Sementara itu peran koordinasi merupakan salah
satu peran penting yang semestinya dijalankan oleh Pemda Dinas
Kesehatan sebagai leading sektor kesehatan disamping peran
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi. Dinas Kesehatan
terutama Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dalam
memenuhi pencapaian program Posyandu masih memiliki keterbatasan
untuk melakukan koordinasi dengan pihak Lintas Sektoral. Lintas
Sektoral masih beranggapan tanggung jawab kesehatan dan kesejahteraan
bangsa khususnya kesehatan masyarakat Indonesia hanya bergantung
pada Sektor Kesehatan dalam menjalankan semua tanggung jawab.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh (Maryani et al, 2019) dalam
kenyataannya dilapangan ternyata koordinasi dan komunikasi yang
dilakukan dengan lintas sektor masih sangat terbatas, seperti koordinasi
dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa (PMD), Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, disingkat (BAPPEDA). Lintas Sektor tersebut merupakan akses
bagi Dinas Kesehatan untuk menjangkau masyarakat serta menunjang
dalam menjalankan program Posyandu yang ada. Melalui sumber
informan yang telah saya wawancarai, dalam penguatan koordinasi Lintas
Sektoral yang diundang dalam melakukan koordinasi sering sekali tidak
memenuhi undangan. Maka dari itu perlu adanya koordinasi yang kuat
bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan dapat menjangkau
masyarakat dengan mudah karena adanya koordinasi dengan Lintas
Sektoral, diharapkan dengan melakukan koordinasi dengan Lintas
Sektoral dapat membantu dalam penurunan angka kesakitan dan
29
meningkatkan angka kesehatan terutama dalam kemajuan program
Posyandu terutama dalam pencegahan stunting .
2. Sistem Informasi Posyandu
Sistem Informasi Posyandu yang lebih dikenal dengan SIP adalah
tatanan dari berbagai komponen kegiatan Posyandu yang menghasilkan
data dan informasi tentang pelayanan terhadap proses tumbuh kembang
anak dan pelayanan kesehatan dasar ibu dan anak yang meliputi cakupan
program, pencapaian program, kontinuitas penimbangan, hasil
penimbangan dan partisipasi masyarakat (Kemenkes RI, 2013). SIP yang
tidak berjalan efektif di lapangan menghambat dalam sinkronisasi laporan
sehingga menghasilkan laporan yang tidak valid dan kurang
menggambarkan kejadian yang sebenarnya di masyarakat. Pengolahan
data Posyandu secara manual mempunyai banyak kelemahan, selain
membutuhkan waktu yang lama keakuratannya juga kurang dapat
diterima karena kemungkinan kesalahan sangat besar. Begitu juga dengan
kegiatan Posyandu, ketersediaan data dan informasi yang akurat
diperlukan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan dalam upaya
pengembangan Posyandu (laporan Posyandu dinkes 2019).
Pengisian SIP seperti administrasi pencatatan, penghitungan, dan
pelaporan, selain banyaknya jenis data, juga beberapa buku laporan
dianggapa terlalu rumit bagi kader Posyandu. Maka dari itu sering
terlambatnya pelaporan ke kelurahan karena proses pendataan serta
pelaporan yang kompleks dan rumit akan mempengaruhi pelaporan dari
Kabupaten/Kota dan Provinsi bahkan ke Pusat. Semakin berkembangnya
zaman semakin berkembang pula teknologi, diharapkan akan berdampak
positif pada Posyandu dalam pencatatan dan pelaporan sehingga data yang
dihasilkan lebih akurat serta menggambarkan keadaan yang sebenarnya
walaupun kendati demikian untuk mencapai sistem informasi Posyandu
berbasis Komputer memerlukan waktu yang cukup lama.
Untuk pencatatan yang masih manual diperlukan kader yang
berkompeten, memiliki pengetahuan yang cukup sangat berpengaruh pada
SIP, maka dari itu diperlukannya pelatihan kader dan tenaga Kesehatan
baik yang diadakan ditingkat Kabupaten/Kota, Provinsi bahkan Pusat.
Refreshing kader pun akan sangat menunjang kinerja kader Posyandu
30
sehingga ada peningkatan dan pengoptimalisasian dalam pencatatan.
Adapun Macam-macam format Sistem Informasi Posyandu :
a. Catatan ibu hamil, kelahiran, kematian bayi dan kematian ibu hamil,
Pencatatan dan Pelaporan Posyandu Pencatatan dan Pelaporan
Posyandu
b. Register bayi dan balita di wilayah kerja Posyandu. Berisi catatan
pemberian tablet besi, vitamin A, pemberian oralit, tanggal imunisasi,
dan tanggal bayi meninggal di wilayah kerja Posyandu tersebut.
c. Register ibu hamil dan nifas di wilayah kerja Posyandu. Berisi daftar
ibu hamil dan ibu nifas, catatan umur kehamilan, pemberian tablet
tambah darah, imunisasi, pemberian kapsul yodium, pemeriksaan
kehamilan, risiko kehamilan, tanggal dan penolong kelahiran, data
bayi yang hidup dan meninggal, serta data ibu meninggal di wilayah
kerja Posyandu.
d. Register WUS dan PUS di wilayah kerja Posyandu. Berisi daftar
wanita dan suami-istri usia produktif yang memiliki kemungkinan
mempunyai anak (hamil).
e. Data Posyandu. Berisi catatan jumlah pengunjung (bayi, balita WUS,
PUS, ibu hamil, menyusui, bayi lahir dan meninggal), jumlah petugas
yang hadir (kader Posyandu, kader PKK, PKB/PLKB, paramedis dan
sebagainya).
f. Data hasil kegiatan Posyandu. Berisi catatan jumlah ibu hamil yang
diperiksa dan mendapat tablet tambah darah, jumlah ibu menyusui,
peserta KB ulang yang dilayani, penimbangan balita, semua balita
yang punya KMS (K), balita yang timbangannya naik dan yang di
Bawah Garis Merah (BGM), balita yang mendapat vitamin A, KMS
yang dikeluarkan (dibagikan), balita yang mendapat sirup besi, dan
imunisasi (DPT, Polio, Campak, Hepatitis B) serta balita yang
menderita diare.
3. Pokjanal Posyandu belum berjalan baik
Kelompok Kerja Opersional Pembinaan Pos Pembinaan dan
Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut Pokjanal Posyandu adalah
Kelompok kerja yang tugas dan fungsinya mempunyai keterkaitan dalam
pembinaan, pengelolaan mutu Posyandu, penyelenggaraan Posyandu yang
berkedudukan di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan dan
31
merupakan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah. Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2007 Pasal 12
kepengurusan Pokjanal Posyandu berasal dari Istansi Lembaga Pemerintah
lainnya dan anggota masyarakat. Pokja Posyandu terdiri dari kepala desa,
perangkat desa, organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, dan
anggota masyarakat yang mempunyai keterkaitan dalam penyelenggaraan
atau pengelolaan Posyandu. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54
Tahun 2007 pada pasal 13 ayat 1 dan 2, yaitu sebagai, pembina, ketua,
wakil ketua, sekretaris, bendahara. Bidang-bidang sesuai kebutuhan
bidang kelembagaan, bidang pelayanan kesehatan dan keluarga berencana,
bidang komunikasi, informasi dan edukatif; bidang sistem informasi
Posyandu, bidang sumberdaya manusia, bidang bina program.
Pokja Posyandu desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) dibentuk dengan Keputusan Desa/Lurah. Pokjanal
Posyandu adalah kelompok kerja yang tugas dan fungsinya mempunyai
keterkaitan dalam pembinaan, penyelenggaraan Posyandu, fasilitasi,
advokasi, pemantauan, dan evaluasi pengelolaan program/kegiatan
Posyandu secara rutin dan terjadwal yang berkedudukan di
desa/kelurahan. Fungsi pembinaan tersebut meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu
aspek program, aspek kelembagaan dan aspek personil atau sumber daya
manusia pengelola Posyandu. Kedudukan Posyandu terhadap Pokja adalah
sebagai satuan organisasi yang mendapat binaan aspek administratif,
keuangan, dan program dari Pokja.
Pokja Posyandu memiliki tugas yang implementatif, yaitu untuk
mendongkrak skor indikator penilaian strata Posyandu, mulai dari
pembinaan kader, keterpaduan layanan, infrastruktur penunjang dan
sebagainya. Sehingga setiap tahunnya ada pertambahan posyandu yang
naik strata khususnya strata Purnama. Selama ini yang terjadi persepsi
yang ada di masyarakat Pokjanal Posyandu merupakan tanggung jawab
teknis kesehatan tetapi tupoksi badan dinas lainnya yang terkait inilah
yang menyababkan koordinasi antar lintas sektor masih lemah.
“..Penentuan starta tu harus ditenutukan oleh tim pokjnal
posyandu kalo sekarang penentuan strata posayndu tu masih sekendak
32
bae oleh puskes yosudah ini yang aktif ini sekian jadi tidak terstandarisasi
karno yang nilai itu bukan ditentukan oleh pokjanal tim khusus pasti dio
meker madai dak ado jadi istilahnyo penentuan posyandu sebasing
berpengarujh jugo sm kegiatan pengembangan sesuai intervensi kegiatan
pendukung pelaksanaan posyandu itu tidak maksimal..” (C)
Dari hasil wawancara diatas dalam penentuan starta posyandu pun masih
tidak terstandarisasi dikarenakan dalam penentuan strata hanya tidak
dilakukan oleh tim khusus perlunya penentuan starata yang sesuai standar
diharapkan intervensi kegiatan pendukung pun dapat maksimal.
Tabel 4.1 Presentase Jumlah Posyandu Menurut Strata, Kecamatan Dan
Puskesmas Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2019
No Kab/Kota Pratama Madya Purnama Mandiri Posyandu
Aktif %
1 Oki 0 102 229 0 229 69,18
2 Oku 5 164 549 66 615 78,44
3 Muara Enim 8 168 200 29 229 56,54
17 Lubuk 1 7 80 12 92 92,00
Linggau
Jumlah Keseluruhan 43,39 34,60 53.56 7,45 61.01
Dari data yang di tunjukkan pada gambar diatas terlihat 53,56 % cakupan
Posyandu untuk Strata Purnama, hal ini perlu ditinggkatkan untuk mencapai
33
cakupan strata Posyandu Mandiri. Karena masyarakat harus mandiri dalam
memelihara Kesehatannya khusunya dalam peningkatan pelayanan dasar
kesehatan. Sejauh ini masih banyak kendala-kendala yang dihadapi oleh
Posyandu. Mulai dari belum adanya SK Posyandu di beberapa desa, masih ada
posyandu yang belum memiliki bangunan sendiri, para kader Posyandu yang
belum mengantongi sertifikat. Selain itu juga Posyandu belum ada akses
pendanaan dari desa untuk operasional.
35
penyuluhan dilakukan dengan mengandalkan petugas kesehatan seperti
bidan. Seharusnya pemerintah khususnya Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan dapat bekerjasama dengan Pokjanal Posyandu untuk
menyelenggarakan kegiatan memberikan bekal kepada para kader
Posyandu agar menjadi kader yang berkualitas dan dapat menjadi ujung
tombak dalam pelayanan dasar kesehatan di masyarakat dan dengan rasa
kemauan dari kader untuk belajar. Menurut penelitian yang telah dilakukan
oleh (Iswarawanti, 2010) bahwa kader sebaiknya diberikan pelatihan yang
berkesinambungan serta tepat guna. Bukan hanya pelatihan tetapi
dukungan seperti materil terlebih lagi dukungan berupa apresiasi agar
kader merasa dihargai apabila mendapat perhatian pemerintah. Melalui
koordinasi dengan Pokjanal Posyandu dengan mengajak tenaga kesehatan
di Puskesmas untuk melakukan pengkaderan Posyandu yang memiliki
kemampuan yang berkompeten dan tak luput pula untuk melakukan
pembinaan terhadap para kader dan mendorong kader untuk dapat
berinovasi. Perlahan tapi pasti demi mewujudkan strata Posyandu
Purnama menjadi Strata Posyandu Mandiri.
2. Money
Posyandu merupakan program unggulan Gubernur Sumatera Selatan
H. Herman Deru dan menjadi fokus Gubernur. Dana yang dikeluarkan
untuk program Posyandu melalui alokasi dana APBD terbilang cukup
besar pada tahun 2019 ini tercatat sekitar kurang lebih 3 miliar dana yang
dialokasikan untuk program Posyandu Dalam penganggaran dana dari
APBN yang dialokasikan untuk pemberdayaan masyarakat sebesar
Rp.486.945.000 dari jumlah tersebut yang dilakosasikan untuk program
Posyandu kurang lebih sebesar 50% pada tahun 2019. Walaupun kendati
demikian dana yang dikeluarkan melalui APBN maupun APBD terbilang
cukup besar, tetapi dana desa dalam pemanfaatannya tidak berjalan
efektif, disebagian wilayah bahkan tidak ada dana desa sama sekali.
Permasalahan kesehatan di masyarakat juga menjadi tanggung jawab
pemerintah desa. Pemerintah Desa melalui Pokjanal Posyandu seharusnya
dapat mengatasi masalah Dana Desa maksimal 10% untuk alokasi di
bidang kesehatan khususnya Posyandu. Melalui Survey Mawas Diri
36
(SMD) dan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD). SMD dan MMD
sendiri merupakan suatu upaya bersama yang dilakukan oleh Puskesmas
dengan melibatkan peran serta masyarakat untuk bersama-sama
mengidentifikasi permasalahan kesehatan di masyarakat, dan menggali
potensi-potensi yang dimiliki untuk memecahkan permasalahan tersebut.
Untuk itu Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan bersama Dinas
PMD melalui Pokjanal Posyandu bekerjasama, berkoordinasi serta
memperhatikan tanggung jawab Posyandu sendiri merupakan tanggung
jawab bersama dan tidak lepas dari tanggung jawab lintas sektoral juga.
Dana desa juga dapat dimanfaat untuk kegiatan penanganan stunting
sesuai MMD. Dalam pemanfaatan dana desa untuk Posyandu dana desa
juga dapat digunakan pembangunan atau rehabilitatif (Poskesdes) Pos
Kesehatan Desa, kegiatan sanitasi. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Selatan dapat melakukan regulasi melalui stakeholder seperti Gubernur
untuk membuat peraturan terkait penggunaan dana desa untuk bidang
kesehatan sebanyak 10%.
Hal ini kedepannya diharapkan ada kordinasi yang lebih memudahkan
Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota agar diharapkan masyarakat
dapat mandiri dan penuruan AKI, AKB serta pencegahan stunting pun
dapat membuahkan hasil yang bagus.
3. Methode
Dalam sistem informasi posyandu pencatatan dan pelaporan yang
dilakukan masih manual. Hal ini menjadi hambatan dalam sistem
informasi posyandu. Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan secara
manual tentu akan banyak mengalami banyak masalah terutama data
posyandu yang tidak valid atau data yang dihasilkan tidak akurat.. Data
yang dihasilkan tidak akurat ini akan menghasilkan jenis kegiatan yang
tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan sasaran. Pencatatan dan
pelaporan yang terbilang dalam jumlah banyak, seperti analisa berat badan
dan umur yang tergambar dalam grafik KIA dan pelaporan ke puskesmas.
Kader harus mengisi data berupa table dan grafik terutama laporan yang
berupa perhitungan persentase secara akurat dimana hal ini terbilang masih
37
sulit bagi sebagian kader yang latar belakang pendidikannya tidak
memumpuni seperti penelitian yang menyebutkan bahwa kader Posyandu
tidak bekerja 60,0% karena mereka berpendidikan rendah (Suhat,2014).
Serta kebanyakan usia kader yang terbilang tidak muda walaupun usia
bukan suatu penghalang bagi seseorang yang ingin menjadi kader
Posyandu. Belum lagi jika pencatatan manual ini hilang atau rusak maka
akan sangat mempengruhi data yang ada di posyandu. Karena dengan
adanya pencatatan dan pelaporan yang baik maka hasilnya dapat terlihat.
Maka dari itu perlu ditingkatkannya pencatatan dan pelaporan yang baik
sebagaimana dengan menggunakan metode yang tepat dan benar agar
mengurangi ketidak akuratan data di Posyandu. Jadi, data dan informasi
merupakan sebuah unsur terpenting dalam sebuah organisasi, karena data
dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau perkembangan
organisasi tersebut. Dalam pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa
Sitem Pencatatan dan Pelaporan data suatu Program sangat berpengaruh
terhadap tercapai atau tidaknya tujuan suatu program yang telah dibuat.
38
Keterbatasan Anggaran Dana Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan
melakukan kerjasama antar Lintas sektoral
seperti Dinas PMD melalui Pokjanal Posyandu
dan stakeholder terkait penggunaan dana desa
untuk mengalokasikan dana desa sebesar 10%
melalui peraturan Gubernur. Dana desa ini
dialokasikan agar dapat digunakan dalam
peningkatan kualitas maupun kuantitas
Posyandu baik dari aspek
Sistem pencatatan dan Perlu ditingkatkannya pencatatan dan
pelaporan masih manual pelaporan yang baik dengan menggunakan
metode yang tepat dan benar agar mengurangi
ketidak validan data di Posyandu melalui
pelatihan dan dapat mengarahkan sistem
pencatatan dan pelaporan melalui sistem yang
lebih mutakhir dan mudah di akses.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan kegiatan Praktikum Kesehatan Masyarakat di Seksi
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat di Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan selama kurang lebih satu bulan maka didapatkan kesimpulan
dari hasil kegiatan Praktikum sebagai berikut ;
5.2 Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam meningkatkan serta
mengoptimalkan kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Posyandu
di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan yaitu :
40
2. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan melakukan kerjasama antar
Lintas sektoral seperti Dinas PMD melalui Pokjanal Posyandu dan
stakeholder terkait penggunaan dana desa untuk mengalokasikan dana
desa sebesar 10% melalui peraturan Gubernur
3. Perlu ditingkatkannya pencatatan dan pelaporan yang baik sebagaimana
dengan menggunakan metode yang tepat dan benar.
41
DAFTAR PUSTAKA
Darjito, Enda. dan Dyah Umiyarni, P, S. 2012. Kajian Keberadaan Pos Kesehatan
Desa (PKD) Terhadap Pencatatan Dan Pelaporan Kegiatan Posyandu
Di Desa Kedungwuluh Lor Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas.
Jurnal Kesmas Indonesia. 4(1): 47-60.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2018. Profil Promosi Kesehatan dan
42
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Pusat Promosi Kesehatan Sekertaris Jendral
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Sari, Endah, Mayang. M, Jufrrie. Neti, Nuraini. Mei, N, S. 2016. Asupan protein ,
kalsium dan fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 24-59
43
bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 12 (4): 152-159.
Susanti, Wahyu Indri, Aris Puji Widodo, Sri Achadi Nugraheni. 2019.
Pengembangan Sistem Informasi Pencatatan dan Pelaporan Status Gizi
Balita Stunting di Kelurahan Gajah mungkur. Jurnal Manajemen
Kesehatan Indonesia. 7(1): 25-34.
44