Anda di halaman 1dari 7

1.

Perbedaan LRFD dan ASD


Metode Desain AISC: Load and Resistance Factor Design atau Allowable Stress Design
Perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung di Indonesia saat ini
mengacu pada peraturan yang terbaru yaitu SNI 03-1729-2002 yang
menggunakan metode LRFD. Peraturan tersebut mengadopsi peraturan dari
Amerika Serikat yaitu American Institute of Steel Construction - Load and
Resistance Factor Design (AISC - LRFD). Peraturan perencanaan struktur
baja terbaru di Indonesia tersebut menggantikan peraturan lama yang
menggunakan desain tegangan ijin (Allowable Stress Design).
Meskipun metode LRFD mampu menggusur kedudukan metode ASD,
namun para desainer perlu memahami filosofi desain kedua metode tersebut,
karena banyak struktur akan tetap didesain dengan metode ASD ataupun
untuk mengevaluasi struktur-struktur yang didesain di masa lalu. Demikian
pula halnya dengan metode desain AISC 2005 yang saat ini masih tetap
menyajikan pilihan antara desain ASD atau LRFD.
Berikut perbedaan filosofi desain kedua metode tersebut:

Perbedaan ASD LRFD


Kuat ijin setiap komponen Kuat rencana setiap komponen
struktur tidak boleh kurang dari struktur tidak boleh kurang dari
kekuatan yang dibutuhkan kekuatan yang dibutuhkan, yang
Rn/ ditentukan berdasarkan kombinasi
Rumusan Ru ≤ Ω
pembebanan LRFD
Ru = kekuatan yang Ru ≤ ɸ . Rn
dibutuhkan (ASD) Ru = kekuatan yang

Rn = kekuatan nominal dibutuhkan (LRFD) Rn =

Ω = faktor tahanan / reduksi kekuatan nominal

(≤ 1) ɸ = faktor tahanan / reduksi ( 1)

Rn / Ω = kuat ijin
Faktor Diterapkan hanya pada sisi Diterapkan pada kedua sisi, beban
Keamanan tahanan dan tahanan
Beban Tidak diterapkan, langsung Menggunakan beban kerja
Terfaktor beban kerja tak terfaktor terfaktor yang berbeda
berdasarkan derajat ketidak
pastian, dengan kombinasi
pembebanan sebagai berikut:
 1.4D
 1.2D + 1.6L + 0.5 (La atau H)
 1.2D + 1.6(La atau H) +
( L.L atau 0.8W)
 1.2D + 1.3W + L.L + 0.5(La
atau H)
 1.2D 1.0E + L.L
 0.9D (1.3W atau 1.0E)
Analisis Menggunakan analisis elastis Menggunakan analisis orde
Elastis orde pertama pada kondisi beban pertama dan orde kedua (efek P-
kerja untuk mendapatkan gaya delta) yang diperhitungkan dengan
dalam pada komponen struktur menggunakan faktor pembesar
momen
B1 dan B2.

D = beban mati H = beban hujan

L = beban hidup W = beban angin

La = beban hidupdi atap E = beban gempa

γL = 0.5 jika L < 5 kPa atau = 1 jika L ≥ 5 kPa


Sifat – sifat mekanis baja struktural (SNI hal 9):

Modulus elastisitas : E = 200.000 MPa Rasio


Poisson : v = 0.3
Modulus geser : G = 77200 MPa (AISC’05), G = 80.000 MPa (SNI)

Koefisien pemuaian : α = 12 x 10-6 / 0C

Jenis Tegangan putus, Fu Tegangan leleh, Fy


Baja (MPa) (MPA)
BJ 34 340 210
BJ 37 370 240
BJ 41 410 250
BJ 50 500 290
BJ 55 550 410

Hubungan Tegangan – Regangan dari Hasil Uji Tarik Baja


2. Lendutan (δ)
Lendutan Akibat Beban
3. Balok Gelagar
Balok gelagar merupakan komponen struktur lentur yang tersusun dari
beberapa elemen pelat. Balok gelagar pada dasarnya adalah balok dengan ukuran
penampang melintang yang besar serta bentang yang panjang. Penampang
melintang yang besar tersebut merupakan konsekuensi dari panjangnya bentang
balok.
Definisi lainnya yaitu Gelagar plat (girder plate), yaitu balok yang
dibentuk dari elemen-elemen pelat untuk mencapai penataan bahan yang lebih
effisien dibanding dengan yang biasa peroleh dari balok profil pabrikasi. Ada dua
kegagalan yang dapat terjadi pada komponen struktur lentur profil I yang
mengelami lentur. Kegagalan pertama profil akan mengalami lateral-torsional
buckling (tekuk lateral) yang diakibatkan adanya displacemen dan rotasi di
tengah bentang, namun hal ini tidak mengalami perubahan bentuk. Kegagalan
kedua, profil akan mengalami local buckling (tekuk lokal) pada sayap tekan dan
juga pada pelat badan, sehingga mengakibatkan berubahnya bentuk profil, hal ini
diakibatkan oleh adanya rasio kelangsingan yang relatif sangat besar antara tinggi
pelat badan terhadap tebalnya (h/t). Hal tersebut dapat diatasi dengan cara
memasang pertambatan lateral diantara kedua tumpuannya.
Beban yang diterima oleh girder biasanya sangat besar, sehingga jika kita
menggunakan profil hasil pabrikasi (profil standar), akan menghasilkan berat
sendiri yang cukup besar pula, sehingga tidak effisien. Salah satu jalan untuk
mengurangi berat sendiri, yaitu dengan cara mempertinggi profil (membuat profil
yang tidak standar). Namun dengan cara ini akan mengakibatkan profil menjadi
langsing dan akan mengalami local buckling bagian badan profil, atau dengan
kata lain bahwa profil akan berubah bentuknya.
Pelat Girder Pada Jembatan
Aplikasi balok gelagar pada dunia konstruksi pada umumnya digunakan
untuk konstruksi jembatan. Pada konstruksi jembatan, gelagar digunakan pada
struktur atas. Fungsi gelagar pada jembatan adalah memikul beban dari struktur
yang berada di atasnya, kemudian meneruskan beban tersebut ke abutment dan
diteruskan lagi ke poer. Teknologi terbaru dalam balok gelagar adalah gelagar baja
dengan system flens prategang yaitu dengan penambahan kabel baja / strand yang
letakan pada flens bagian bawah gelagar guna meningkatkan kapasitas gelagar baja
dengan adanya momen balik (negatif momen) untuk mengurangi momen
positif. Penambahan kabel baja / strand pada gelagar baja komposit dapat
mengurangi penggunaan baja struktur gelagar baja komposit sehingga dapat
mereduksi berat sendiri baja dan mengurangi biaya konstruksi. Pada awalnya
teknologi ini dimuai dengan adanya teknologi perkuatan gelagar baja komposit
dengan sistem eksternal prestressing. Dengan demikian teknologi ini gelagar baja
komposit yang telah terpasang/ lama dapat ditingkatkan kapasitasnya. Akan tetapi
pada beberapa kondisi perkuatan dengan sistem eksternal prestresing terdapat
kelemahan yaitu dengan adanya kebutuhan eksentrisitas yang lebih untuk
meningkatkan momen balik (negatif) sehingga dengan adanya eksentrisitas tersebut
dapat mengurangi tinggi bebas di bawah jembatan. Untuk itu dilakukan pengkajian
agar tidak mengurangi tinggi bebas dan ditemukan metode perkuatan dengan sistem
gelagar.

Anda mungkin juga menyukai