Anda di halaman 1dari 10

Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.

1), September 2017

Laporan Kasus :
Neurosifilis Asimtomatik Pada Pasien Sifilis Sekunder Dengan
Koinfeksi Human Immunodeficiency Virus

Dia Febrina1, Dartri Cahyawari2, Nina Roslina3, Rasmia Rowawi4, Pati Aji Achdiat5
1-5
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, RSUP dr. Hasan Sadikin/
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung, Indonesia
Submitted: July 2017 |Accepted: August 2017 |Published: September 2017

Abstrak
Neurosifilis merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang disebabkan invasi sawar darah otak oleh
Treponema pallidum yang umumnya terjadi pada pasien sifiis koinfeksi dengan human
immunodeficiency virus (HIV). Neurosifilis umumnya terjadi pada sifilis tersier, tetapi dapat pula
terjadi pada stadium lainnya, termasuk stadium sekunder. Diagnosis neurosifilis asimtomatik
ditegakkan apabila didapatkan serum venereal disease research laboratory (VDRL) yang positif tanpa
tanda dan gejala neurologis disertai satu dari karakteristik berikut pada pemeriksaan liquor
cerebrospinal (LCS): (1) jumlah leukosit > 10/mm3; (2) protein total > 50 mg/dL; (3) hasil VDRL
reaktif. Dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun dengan sifilis sekunder koinfeksi HIV
tanpa ditemukannya tanda dan gejala neurologis. Kecurigaan neurosifilis pada pasien ini disebabkan
oleh kegagalan terapi pada sifilis sekunder, status HIV dengan jumlah CD4+ 106/mm3, dan serum
VDRL 1:256. Diagnosis neurosifilis pada laporan kasus ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan LCS
yang menunjukkan hasil VDRL yang reaktif, peningkatan jumlah leukosit dan protein total. Pasien ini
diberikan penisilin G prokain 2,4 juta unit tanpa probenesid yang diberikan secara intramuskular
selama 14 hari. Pada pasien sifilis koinfeksi HIV dapat dicurigai neurosifilis apabila ditemukan salah
satu karakteristik berikut: (1) tidak terjadi penurunan titer VDRL setelah terapi benzatin penisilin; (2)
serum VDRL/rapid plasma reagin (RPR) ≥ 1:32; (3) jumlah CD4+ < 350 sel/mm3. Kegagalan terapi
pada sifilis sekunder dapat disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum pada sistem saraf pusat.
Simpulan, dilaporkan satu pasien usia 35 tahun dengan neurosifilis asimtomatik yang diberikan terapi
penisilin G prokain 2,4 juta unit tanpa probenesid selama 14 hari. Pemeriksaan serum VDRL pada
bulan ketiga pasca terapi belum mengalami penurunan titer.
Kata kunci: neurosifilis asimtomatik, HIV, sifilis sekunder, gagal terapi

Abstract
Neurosyphilis is infection of the central nervous system that caused by invasion of Treponema pallidum
in blood-brain barrier that commonly occur in syphilis patient coinfection with HIV. Neurosyphilis
commonly considered to be a manifestation of tertiary syphilis, although neurosypyhilis can in fact
occur during any stage of infection include secondary syphilis. Diagnosis of neurosyphilis is made
based on reactive VDRL serum without neurological’s signs and symptoms accompanied with one of
this characteristics in cerebrospinal fluid (CSF): (1) leukocyte count > 10/mm3; (2) total protein > 50
mg/dL; (3) reactive VDRL. A case of secondary syphilis coinfection with HIV in a 35-year-old-male
without neurological’s signs and symptoms was reported. Suspicion of neurosyphilis in this patient was
caused by treatment failure of secondary syphilis, HIV status with CD4+ count 106/mm3, and VDRL
serum 1:256. The diagnosis of neurosyphilis was made based on CSF examination that showed reactive
CSF VDRL, increase leukocyte count and total protein. Patient was treated with procaine penicillin G
2,4 million units intramuscularly without probenecid for 14 days. Neurosyphilis should be suspected in
patient syphilis coinfection with HIV if one of the following: (1) a non-declining syphilis titre after
benzathin penicillin therapy; (2) VDRL/RPR serum ≥ 1:32; (3) CD4+ count < 350 cells/mm3. Treatment
failure for secondary syphilis can be caused by infection of Treponema pallidum in central nervous
system. Conclusion, A case of asymptomatic neurosyphilis that given procaine penicillin G 2,4 millions
unit for 14 days without probenecid in a 35-year-old-male was reported. Three months after therapy
showed no decline in VDRL titre serum
Keywords: asymptomatic neurosyphilis, HIV, secondary syphilis, treatment failure

Korespondensi : diafebrina87@gmail.com

1
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

Pendahuluan Pada era setelah ditemukan penisilin,


Sifilis adalah infeksi kronis yang neurosifilis jarang ditemukan.7 Namun,
disebabkan oleh Treponema pallidum sejak banyak ditemukan kasus HIV,
subspesies pallidum yang umum ditularkan neurosifilis banyak ditemukan dengan
melalui hubungan seksual.1,2 Sifilis bentuk neurosifilis dini terutama pada
memiliki empat stadium yang berbeda pasien HIV tersebut.12
secara klinis yaitu stadium primer, Berdasarkan data rawat jalan Bagian
sekunder, laten dan tersier.1 Gambaran Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK)
klinis lesi kulit pada sifilis sekunder RS. DR. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung
umumnya tidak terasa gatal, berwarna periode 1 Januari 2012 sampai 31
merah tembaga, berdistribusi simetris dan Desember 2014 terdapat 1 kasus
generalisata,3,4 mengenai batang tubuh dan neurosifilis dengan gejala nyeri kepala
ekstremitas termasuk telapak tangan dan hebat yang termasuk dalam tipe neurosifilis
kaki.4 Meskipun demikian, dapat pula simtomatik. Pada kasus tersebut juga
memberikan gambaran lesi asimetris dan ditemukan pada pasien yang terinfeksi
terdistribusi lokalisata.2,5 Pada pasien sifilis HIV. Laporan kasus ini bertujuan untuk
sekunder yang disertai infeksi human menunjukkan bahwa pada pasien sifilis
immunodeficiency virus (HIV), invasi koinfeksi HIV dapat dicurigai neurosifilis
Treponema pallidum bersifat lebih agresif apabila tidak terdapat penurunan titer
sehingga meningkatkan risiko keterlibatan VDRL sebesar empat kali dalam waktu
neurologis yang lebih dini.6 enam bulan setelah pemberian terapi
Neurosifilis merupakan infeksi pada benzatin penisilin, meskipun tidak terdapat
sistem saraf pusat yang disebabkan oleh tanda dan gejala kelainan neurologis.
invasi sawar darah otak oleh Treponema
pallidum.1,7 Neurosifilis umum terjadi pada Laporan Kasus
sifilis tersier, tetapi dapat pula terjadi pada Seorang pria berusia 35 tahun,
stadium lain, termasuk stadium primer.1,8,9 karyawan spa, datang ke Poliklinik Divisi
Merritt dkk.10 mengelompokkan Infeksi Menular Seksual (IMS) Rumah
neurosifilis menjadi 4 jenis yaitu: (1) Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung
asimtomatik; (2) meningeal; (3) dengan keluhan utama berupa bercak
parenkimatosa; dan (4) gumatosa. Pada kemerahan yang tidak terasa gatal pada
neurosifilis asimtomatik, tidak ditemukan kedua telapak tangan dan kaki. Berdasarkan
tanda dan gejala kerusakan sistem saraf anamnesis diketahui sejak tiga tahun
2,4
pusat. sebelum berobat pasien mengeluh makula
Infeksi HIV dapat mempercepat dan eritema yang telah ada sebelumnya menjadi
mengubah perjalanan klinis neurosifilis.11 semakin banyak dan menyebar hingga

2
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

mengenai sebagian telapak tangan dan kaki. Pemeriksaan anti HIV menunjukkan hasil
Keluhan pertama kali disadari pasien satu yang reaktif dan jumlah CD4+ sebesar 106
bulan sebelumnya berupa makula eritema sel/mm3. Pasien diberikan obat
berukuran sebesar biji jagung, berjumlah antiretroviral (ARV) berupa tenofovir,
sekitar dua di kedua telapak tangan yang lamivudin dan efavirenz dari Klinik Teratai.
tidak terasa gatal. Pasien berobat ke dokter Pasien dirujuk ke Poliklinik IMS RSHS
spesialis kulit dan kelamin (SpKK), karena hasil pemeriksaan sifilis yang reaktif
dikatakan menderita reaksi alergi, diberikan dengan titer VDRL 1:256 dan Treponema
obat tablet yang diminum 2-3 kali sehari pallidum hemagglutination assay (TPHA)
serta obat oles, tidak terdapat perbaikan, reaktif dengan titer 1:2560. Pasien ketika itu
tetapi karena tidak merasa terganggu, didiagnosis sifilis sekunder dan diberikan
pasien tidak melanjutkan pengobatannya. pengobatan berupa injeksi benzatin benzil
Satu tahun sebelum berobat penisilin 2,4 juta unit intramuskular (IM)
penglihatan mata kanan menjadi kabur. dosis tunggal. Pasien kemudian kontrol
Enam bulan sebelum berobat penglihatan untuk pemantauan respons pengobatan,
mata kanan menjadi semakin kabur tetapi titer VDRL tidak mengalami
sehingga pasien berobat ke dokter spesialis penurunan sebesar empat kali dalam waktu
mata, dikatakan menderita uveitis posterior enam bulan. Hasil pemeriksaan titer VDRL
(pasien menyebutkan), diberikan dua setelah enam bulan terapi yaitu 1:512.
macam obat minum dan obat tetes mata Pasien kemudian dirujuk ke Poliklinik Saraf
kemudian dirujuk ke Klinik Teratai untuk untuk dilakukan pemeriksaan komplikasi
pemeriksaan HIV karena diduga infeksi penyakitnya. Hasil jawaban konsultasi dari
oleh toxoplasma (pasien menyebutkan). Departemen Ilmu Penyakit Saraf tidak

Gambar 1. Pengamatan har i ke-1 (bulan ke-6 setelah injeksi benzatin benzil penisilin)
Tampak makula hiperpigmentasi

3
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

didapatkan defisit neurologis. Hasil pemeriksaan titer VDRL 1:256. Pasien ini
pemeriksaan pungsi lumbal didapatkan direncanakan pemeriksaan pungsi lumbal
3
peningkatan jumlah sel 176/mm dan pada bulan ke-6 setelah terapi.
protein total 102 mg/dL, VDRL reaktif
(titer 1:16). Pembahasan
Pasien belum menikah, coitarche saat Prevalensi sifilis bervariasi dalam
berusia 21 tahun dengan teman selintas laki beberapa tahun terakhir. Pada tahun 1999,
-laki secara anogenital tanpa menggunakan World Health Organization (WHO)
kondom. Riwayat promiskuitas dan memperkirakan sekitar 12 juta kasus baru
berhubungan dengan lain jenis diakui. sifilis di seluruh dunia yang khususnya
Pasien dapat berposisi sebagai “top” dan mengenai orang dewasa. Pada tahun 2000,
“bottom”, tetapi lebih sering sebagai prevalensi sifilis di Amerika Serikat (AS)
“top”. Pasien jarang menggunakan mencapai angka paling rendah yaitu sebesar
kondom. Pasien sudah disirkumsisi. 2,2 kasus per 100.000 populasi. Prevalensi
Riwayat mengonsumsi minuman keras dan penyakit ini meningkat setiap tahunnya
mentato diakui oleh pasien. mencapai 2,97 kasus per 100.000 populasi
Dari pemeriksaan status generalis pada tahun 2005 khususnya mengenai
ditemukan tanda-tanda vital dalam batas kelompok laki-laki suka laki-laki (LSL) dan
normal. Kelainan kulit pada bulan ke-6 pasien yang terinfeksi HIV.5 Penelitian oleh
setelah terapi injeksi benzatin penisilin Poliseli dkk.12 melaporkan bahwa hampir
didapatkan perbaikan (gambar 1). Pada 90% pasien neurosifilis adalah laki-laki,
pemeriksaan status dermatologikus yang dapat menjadi gambaran bahwa
didapatkan lesi yang regioner, pada kedua neurosfilis dan HIV berkaitan erat dengan
telapak tangan dan kaki tampak lesi LSL. Neurosifilis pada pasien yang
multipel, diskret, sebagian konfluens, terinfeksi HIV umumnya bersifat
bentuk tidak teratur, ukuran terkecil 0,5 x asimtomatik yaitu sekitar 40-60% kasus.13
0,5 cm, ukuran terbesar 5 x 1 cm, batas Pasien pada laporan kasus ini merupakan
tegas, tidak menimbul, kering, berupa seorang laki-laki, LSL, dan terinfeksi HIV.
makula hiperpigmentasi. Pada status Lesi pada sifilis sekunder disebabkan
venereologikus tidak ditemukan kelainan. oleh penyebaran Treponema pallidum
Pasien didiagnosis neurosifilis secara hematogen dan limfogen. Sifilis
asimtomatik dan mendapat terapi injeksi sekunder memiliki manifestasi klinis yang
penisilin G prokain 2,4 juta unit setiap hari melibatkan kelainan sistemik dan
IM selama 14 hari tanpa probenesid. Pada mukokutan. Gejala sistemik yang dapat
pengamatan hari ke-47 didapatkan hasil terjadi berupa demam ringan, malaise, nyeri
pemeriksaan titer VDRL 1:128. Pada tenggorokan, limfadenopati, penurun berat
pengamatan hari ke-100 didapatkan hasil badan, nyeri otot, bahkan nyeri kepala yang

4
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

disebabkan oleh iritasi meningeal.2,14 tangan dan kaki dan hasil pemeriksaan
Manifestasi klinis yang sering dijumpai VDRL dengan titer 1:256 dan TPHA
pada sifilis sekunder adalah ruam reaktif. Pasien ketika itu diberikan terapi
makulopapular difus yang biasanya terjadi benzatin pensilin, tetapi pada pemeriksaan
enam minggu setelah lesi primer timbul.11 bulan ke-6 titer VDRL tidak mengalami
Lesi yang lokalisata dapat timbul pada penurunan, bahkan meningkat menjadi
telapak tangan dan kaki berupa papula dan 1:512.
plak simetris disertai skuama kolaret yang Kegagalan terapi sifilis sekunder
disebut Biette’s collarette.1,2 Lesi biasanya dapat disebabkan oleh reinfeksi,16 koinfeksi
tidak gatal, meskipun rasa gatal dapat HIV,12 infeksi Treponema pallidum pada
timbul pada sekitar 40% pasien.1 Pada sistem saraf pusat,14 dan resistansi obat.17
sifilis sekunder koinfeksi HIV dapat terjadi Berdasarkan beberapa penelitian terungkap
perubahan gambaran klinis berupa ruam bahwa infeksi HIV dapat meningkatkan
kulit yang tidak khas, keterlibatan organ risiko kegagalan terapi pada sifilis sehingga
dalam yang lebih progresif, dan dapat berlanjut menjadi neurosifilis.12
berkembang lebih cepat menjadi Centers for disease control and prevention
15
neurosifilis. Diagnosis sifilis sekunder (CDC) merekomendasikan pemeriksaan
ditegakkan berdasarkan ditemukan LCS pada pasien yang terinfeksi HIV
gambaran lesi tersebut disertai hasil dengan sifilis laten lanjut, sifilis yang tidak
pemeriksaan titer VDRL yang reaktif dan diketahui durasinya, sifilis yang disertai
dikonfirmasi dengan pemeriksaan TPHA tanda dan gejala neurologis serta pasien
yang menunjukkan hasil reaktif. Terapi lini sifilis yang mengalami kegagalan terapi.18
pertama untuk sifilis sekunder adalah Neurosifilis pada pasien HIV diduga bila
benzatin penisilin 2,4 juta unit IM dosis titer serum VDRL/rapid plasma reagin
tunggal. Pasien sifilis sekunder harus (RPR) ≥ 1:32 dan pasien dengan jumlah
dievaluasi secara klinis dan serologis pada CD4+ ≤ 350 sel/mm3 sehingga pada
bulan ke-3, 6, 9, 12 dan 24 setelah terapi keadaan tersebut direkomendasikan untuk
untuk mengetahui efektivitas terapi. Titer dilakukan pemeriksaan LCS.1,19 Pada
tes nontreponema yang tidak mengalami laporan kasus ini, titer VDRL pasien tidak
penurunan sebesar 4 kali lipat dalam 6 mengalami penurunan dalam 6 bulan
bulan setelah terapi sifilis dapat disebut setelah terapi, koinfeksi HIV dengan CD4+
sebagai kegagalan terapi.14 Pada kasus ini, 106 sel/mm3 dan serum VDRL 1:256.
pasien enam bulan yang lalu telah Berdasarkan hal-hal tersebut, dilakukan
didiagnosis sifilis sekunder berdasarkan pemeriksaan LCS untuk mendeteksi adanya
ditemukannya gambaran klinis berupa neurosifilis.
papula dan plak hiperpigmentasi disertai Faktor risiko terjadinya neurosifilis
skuama yang mengenai kedua telapak adalah koinfeksi HIV bila jumlah CD4+

5
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

≤ 350 sel/mm3, laki-laki, sifilis stadium serologis VDRL yang reaktif, peningkatan
lanjut, dan pasien sifilis dengan serum jumlah leukosit dan jumlah protein total.2,4
VDRL/RPR ≥ 1:32.19 Sifilis dan HIV Neurosifilis asimtomatik dapat mengawali
merupakan penyakit yang keduanya perkembangan neurosifilis ke arah
ditularkan melalui hubungan seksual. Sifilis simtomatik dengan puncak kejadian 12-18
dapat meningkatkan risiko transmisi HIV bulan setelah terinfeksi.3
melalui ulkus genital yang Pada neurosifilis meningeal
11
diakibatkannya. Neurosifilis lebih sering didapatkan tanda dan gejala meningitis
mengenai pasien sifilis dengan koinfeksi seperti demam, nyeri kepala, kaku kuduk,
HIV karena pada infeksi HIV terjadi kejang, delirium dan kelumpuhan saraf
gangguan imunitas selular, fungsi makrofag kranialis. Pada neurosifilis meningeal dapat
dan limfosit B sehingga mengubah terjadi stroke dengan manifestasi
perjalanan alamiah penyakit sifilis. HIV hemiparesis atau hemiplegia, afasia, dan
dapat menginfeksi sel neuroglia dan kejang,4 yang disebut neurosifilis
1,9
merusak lapisan meninges sehingga meningovaskular. Neurosifilis
memudahkan T. pallidum untuk melakukan parenkimatosa terdiri dari paresis generalis,
20
penetrasi pada sawar darah otak. Kondisi tabes dorsalis, atau campuran keduanya
imunosupresi yang bersifat sementara pada yang disebut taboparesis. Manifestasi klinis
awal infeksi Treponema pallidum dapat pada paresis generalis dapat berupa
mengganggu respons pejamu terhadap HIV. dementia yang berkembang dengan cepat
Penggunaan ARV sebelum infeksi sifilis dan disertai perubahan kepribadian. Pada
dapat mengurangi risiko neurosifilis tabes dorsalis memiliki gejala berupa
sebesar 65%.21 Pada pasien ini, faktor ataksia sensoris, disfungsi pada usus dan
risiko terjadinya neurosifilis adalah laki- kandung kemih serta tanda berupa A rgyll-
laki, sifilis koinfeksi HIV dengan nilai Robertson pupil dan atrofi optik.4
CD4+ 106 sel/mm3. Neurosifilis gumatosa merupakan bentuk
Bentuk manifestasi yang ditimbulkan yang jarang terjadi, bahkan pada era
dari neurosifilis dapat berupa neurosifilis sebelum antibiotik ditemukan. Guma dapat
dini yang terdiri dari neurosifilis terjadi di manapun pada otak atau medula
asimtomatik dan neurosifilis meningeal spinalis dan manifestasi klinis bergantung
serta neurosifilis lanjut yang terdiri dari pada lokasi guma.21 Kelainan yang
neurosifilis parenkimatosa dan gumatosa. ditemukan pada LCS sama dengan bentuk
Pada neurosifilis asimtomatik tidak neurosifilis lainnya, tetapi terdapat
ditemukan tanda dan gejala kerusakan peningkatan tekanan intrakranial.4 Pada
sistem saraf pusat. Diagnosis neurosifilis pasien ini tidak didapatkan gejala demam,
asimtomatik ditegakkan berdasarkan nyeri kepala, kaku kuduk, kejang, delirium,
pemeriksaan LCS yang menunjukkan tes dementia, perubahan kepribadian, dan tanda

6
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

-tanda defisit neurologis maupun tanda- neurosifilis.25 Pada hasil pemeriksaan LCS
tanda peningkatan tekanan intrakranial di pasien laporan kasus ini didapatkan
otak. peningkatan jumlah leukosit dan protein
Berdasarkan kriteria CDC, diagnosis total yang juga dapat disebabkan oleh HIV,
neurosifilis ditegakkan apabila didapatkan tetapi hasil pemeriksaan VDRL LCS
serum VDRL yang positif disertai kelainan memberikan hasil reaktif sehingga
neurologis yang sesuai dengan gambaran membantu penegakkan diagnosis pasti
klinis neurosifilis atau didapatkan satu dari neurosifilis pada pasien ini.
karakteristik berikut pada pemeriksaan Terapi pada neurosifilis berbeda
LCS: (1) jumlah leukosit >10/mm3; (2) dengan terapi yang diberikan untuk sifilis.
protein total >50 mg/dL; (3) hasil VDRL Benzatin penisilin tidak direkomendasikan
12
reaktif. Pada pasien yang terinfeksi HIV, untuk terapi neurosifilis karena
jumlah leukosit umumnya meningkat lebih konsentrasinya pada LCS terlalu rendah
dari lima per mm3 sehingga perlu nilai untuk membunuh Treponema pallidum.26
cutoff yang lebih tinggi (> 20 per mm3) Terapi yang direkomendasikan oleh CDC
untuk meningkatkan spesifisitas dalam untuk neurosifilis asimtomatik dan
mendiagnosis neurosifilis pada pasien simtomatik adalah pemberian penisilin G
koinfeksi HIV.22 Hasil pemeriksaan LCS kristalin dalam akua 18-24 juta unit per hari
pada pasien ini didapatkan VDRL yang yang diberikan 3-4 juta unit setiap 4 jam
reaktif dengan titer 1:16, peningkatan intravena (IV) selama 10-14 hari. Jika
3
jumlah leukosit sebesar 176/mm dan pasien memiliki kepatuhan terapi yang baik
protein total sebesar 102 mg/dL serta tidak dan tidak memungkinkan untuk rawat inap,
ditemukannya tanda dan gejala neurologis regimen alternatif yang dapat diberikan
sehingga diagnosis neurosifilis asimtomatik yaitu penisilin G prokain 2,4 juta unit IM
dapat ditegakkan pada pasien ini. setiap hari ditambah probenesid 4 kali 500
Berbagai kelainan pada LCS banyak mg per oral, keduanya diberikan selama 10-
ditemukan pada pasien HIV termasuk 14 hari18 Penisilin dieliminasi dengan cepat
peningkatan jumlah leukosit dan protein melalui filtrasi gromerulus dan sekresi
23
total. Walaupun diagnosis neurosifilis tubulus ginjal sehingga menyebabkan waktu
dapat ditegakkan melalui pemeriksaan paruhnya sangat singkat yaitu sekitar 30-90
LCS, penegakkan diagnosis neurosifilis menit. Pemberian probenesid dapat
pada pasien yang terinfeksi HIV tidak menghambat sekresi penisilin oleh tubulus
12,24
mudah. Peningkatan jumlah leukosit ginjal27 dan meningkatkan konsentrasi
dan protein total LCS pada pasien HIV penisilin di dalam LCS. Goh dkk.28
dapat membantu penegakkan diagnosis melaporkan bahwa pada 72% pasien
neurosifilis meskipun sulit membedakan didapatkan kadar penisilin dengan efek
apakah disebabkan oleh infeksi HIV atau treponemisidal pada LCS setelah diberikan

7
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

terapi penisilin prokain 0,6 juta unit yang dengan jumlah sel CD4+ kurang dari 200 sel/
ditambahkan dengan probenesid, mm3 akan mengalami penurunan titer VDRL
sedangkan pada pasien yang tidak LCS 3,7 kali lebih rendah dibandingkan pasien
mendapat probenesid, efek treponemisidal HIV dengan jumlah CD4+ lebih dari 200 sel/
hanya didapatkan pada 20% pasien. Pada mm3. Penurunan titer VDRL/RPR pada serum
pasien ini diberikan penisilin G prokain 2,4 dapat memprediksi apakah sudah terdapat
juta unit yang diberikan secara IM selama perbaikan pada LCS setelah terapi
19
14 hari. Pasien pada laporan kasus ini tidak neurosifilis. Hasil pemeriksaan serum VDRL
mendapatkan probenesid karena obat pada pasien laporan kasus ini yang diperiksa
tersebut sulit didapatkan di Indonesia. satu bulan setelah terapi adalah 1:128. Serum
Pada neurosifilis, pengamatan VDRL pasien telah mengalami penurunan titer
lanjutan setelah terapi harus dilakukan. sebesar empat kali dari 1:512 menjadi 1:128.
Pemeriksaan LCS harus diulang setiap 6 Pemeriksaan LCS akan dilakukan enam bulan
bulan hingga jumlah leukosit mencapai setelah terapi.
nilai normal jika saat terdiagnosis Pasien dengan neurosifilis dini akan
neurosifilis terdapat peningkatan jumlah memberikan respons pengobatan yang lebih
leukosit. Pemantauan LCS digunakan untuk baik dibandingkan neurosifilis lanjut sehingga
mengevaluasi perubahan titer VDRL dan menghasilkan prognosis yang lebih baik tanpa
protein total setelah terapi, tetapi kedua meninggalkan sequelae neurologis.29
parameter tersebut akan mengalami Kegagalan terapi neurosifilis asimtomatik
penurunan lebih lambat dibandingkan pada pasien yang terinfeksi HIV dapat
jumlah leukosit. Jumlah leukosit berlanjut menjadi neurosifilis simtomatik yang
merupakan parameter dengan sensitifitas dapat mengancam jiwa dengan manifestasi
yang baik untuk melihat efektivitas terapi. utama yang dapat terjadi berupa stroke.4
Pemberian terapi ulang harus dapat Pasien yang terdiagnosis dan mendapat terapi
dipertimbangkan jika jumlah leukosit LCS neurosifilis, terdapat penurunan risiko
tidak mengalami penurunan setelah 6 bulan kegagalan terapi apabila telah mendapatkan
terapi atau jika jumlah leukosit dan protein ARV selama enam bulan atau lebih.23 Bentuk
tidak mencapai nilai normal setelah 2 tahun neurosifilis pada pasien ini adalah neurosifilis
18
terapi. Respons terapi pada pasien dini yang telah mendapatkan terapi penisilin
neurosifilis koinfeksi HIV berbeda dengan dan obat ARV. Berdasarkan hal tersebut,
pasien yang tidak terinfeksi HIV. Penelitian risiko untuk berlanjut pada kondisi yang
oleh Marra dkk.19 melaporkan bahwa mengancam jiwa berupa stroke lebih kecil.
penurunan titer titer VDRL LCS pasien Penelitian oleh Dowell dkk. melaporkan
HIV adalah 2,5 kali lebih rendah bahwa angka kekambuhan neurosifilis
dibandingkan pasien yang tidak terinfeksi asimtomatik pada pasien koinfeksi HIV
HIV setelah 1 tahun terapi. Pasien HIV setelah 1-2 tahun terapi yaitu sebesar 23%.30

8
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

Pekerjaan pasien sebagai karyawan spa, 5. Balagula Y, Mattei PL, Wisco OJ, Erdag
G, Chien AL. The great imitator
status sebagai LSL yang sering
revisited: the spectrum of atypical
berhubungan dengan cara anogenital, serta cutaneous manifestations of secondary
syphilis. Int J Dermatol. 2014;53:1434–
status HIV yang diderita oleh pasien
41.
menyebabkan pasien rentan mengalami 6. Lynn WA, Lightman S. Syphilis and
HIV: a dangerous combination. Lancet
kekambuhan dan reinfeksi.
Infect Dis. 2004;4:456-66.
7. Bălaşa R, Bajko Z, Moţăţăianu A, Maier
S. Pitfalls in the diagnosis of
Simpulan neurosyphilis - case report and literature
Pasien sifilis koinfeksi HIV dapat review. Acta Medica Transilvanica.
2014;2(4):201-203.
dicurigai neurosifilis apabila tidak terdapat 8. Ghanem KG. Neurosyphilis: A historical
penurunan titer VDRL sebesar empat kali perspective and review. CNS
Neuroscience and Therapeutics.
dalam waktu enam bulan setelah pemberian 2010;16:157–68.
terapi benzatin penisilin, meskipun tidak 9. James WD, Berger TG, Elston DM.
Syphilis, Yaws, Bejel, and Pinta. Dalam:
terdapat tanda dan gejala kelainan James WD, Berger TG, Elston DM,
neurologis. penyunting. Andrew’s diseases of the
skin clinical dermatology. Edisi ke-11.
Cina: Elsevier;2011.hlm.345-359.
Daftar Pustaka 10. Merritt HH. Neurosyphilis. New York:
Oxford, 1946.
11. Rajan J, Prasad PV, Chockalingam
1. Katz KA. Syphilis. Dalam:
K, and Kaviarasan PK. Malignant
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
syphilis with human immunodeficiency
BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K,
virus infection. Indian Dermatol Online
penyunting. Fitzpatrick’s
J. 2011; 2(1):19–22.
dermatology in general medicine.
12. Poliseli R, Vidal JE, Oliveira AC, dkk.
Edisi ke-8. New York: McGraw Hill;
Neurosyphilis in HIV-infected patients:
2012.hlm.2471-93.
clinical manifestations, serum venereal
2. Stary A. Sexually Transmitted
disease research laboratory titers, and
Infections. Dalam: Bolognia JL,
associated factors to symptomatic
Jorizzo JL, Rapini RP, penyunting.
neurosyphilis. Sexually Transmitted
Dermatology. Edisi ke-2. New York:
Diseases. 2008;35(5):425–29.
Mosby; 2008.hlm.1239-62.
13. Walter T, Lebouche B, Miailhes P, dkk.
3. Kinghorn GR. Syphilis and Bacterial
Symptomatic relapse of neurologic
Sexually Transmitted Infections.
syphilis after benzathine penicillin G
Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox
therapy for primary or secondary
N, Griffiths C, penyunting. Rook’s
syphilis in HIV-infected patients. Clin
text book of dermatology. Edisi ke-8.
Infect Dis. 2006;43:787–90.
UK: Wiley-Blackwell; 2010.hlm.34.1
14. Janier M, Hegyi V, Dupin N, Unemo M,
-38.
Tiplica GS. 2014 European guideline on
4. Holmes KK, Sparling PF, Swartz
the management of syphilis. JEADV;
MN, Musher DM, Healy BP. Clinical
2014:28:1581–93.
manifestations of syphilis. Dalam:
15. Amador VR, Saavedra GA, Ramírez BC,
Holmes KK, Sparling PF, Stamm
dkk. Clinical spectrum of oral secondary
WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L,
syphilis in HIV-infected patients. J Sex
penyunting. Sexually transmitted
Transm Dis. 2013;4:1-8.
diseases. Edisi ke-4. New York :
McGraw Hill; 2008. hlm. 661-84.

9
Syifa’ MEDIKA, Vol.8 (No.1), September 2017

16. Seña AC, Zhang XH, Li T, Zheng 24. Sadeghani K, Kallini JR, Khachemoune
HP, dkk. A systematic review of C. Neurosyphilis in a man with human
syphilis serological treatment immunodeficiency virus. J Clin Aesthet
outcomes in HIV-infected and HIV- Dermatol. 2014;7(8):35–40.
uninfected persons: rethinking the 25. Merins V, Hahn K. Syphilis
significance of serological non- and neurosyphilis: HIV-coinfection
responsiveness and the serofast state and value of diagnostic parameters
after therapy. BMC Infect Dis. in cerebrospinal fluid. Eur J Med Res.
2015;5:1-15. 2015;20:1-7.
17. Stamm LV. Global challenge of 26. Musher DM. Neurosyphilis: diagnosis
antibiotic-resistant Treponema and response to treatment. World J Clin
pallidum. Antimicrob.Agents Infect Dis. 2008;47:900–2.
Chemother. 2010;54(2):583–89. 27. Buitrago D, Jimenez A, Conterno LO,
18. Workowski KA, Bolan GA. Sexually Martí-Carvajal AJ. Antibiotic therapy
Transmitted Diseases Treatment for adults with neurosyphilis (Protocol).
Guidelines, 2015. CDC MMWR The Cochrane Library. 2014;11:1-17.
Reports. 2015;64(3):34-48. 28. Goh BT, Smith GW, Samarasinghe L,
19. Marra CM. Neurosyphilis. Curr dkk. Penicillin concentrations in serum
Neurol and Neurosci Rep. and cerebrospinal fluid after
2004;4:435–40. intramuscular injection of aqueous
20. Hu R, Lu C, Lu S, Hu Y, dkk. Value procaine penicillin 0,6 MU with and
of CXCL13 in diagnosing without probenecid. Br J Vener Dis.
asymptomatic neurosyphilis in HIV- 1984;60:371-3.
infected patients. Int J STD AIDS. 29. Schiff E, Lindberg M, Harlford, dkk.
2015:1-15. Neurosyphilis. South Med J.
21. Ghanem KG, Moore RD, Rompalo 2002;95:1083-87.
AM, dkk. Antiretroviral therapy is 30. Dowell ME. Ross PG, Musher DM, dkk.
associated with reduced serologic Response of late syphilis or
failure rates for syphilis among HIV- neurosyphilis to ceftriaxone therapy in
infected patients. Clin Infect Dis. persons infected with human
2008;47(2):258–65. immunodeficiency virus. Am J Med.
22. Workowski KA, Bolan GA. Sexually 1992;93:481-8.
Transmitted Diseases Treatment
Guidelines, 2010. CDC MMWR
Reports. 2010;59:26-38.
23. Chahine LM, Khoriaty RN, Tomford
WJ, dkk. The changing face of
neurosyphilis. Int J Stroke.
2011;6:136–143.

10

Anda mungkin juga menyukai