Anda di halaman 1dari 5

10 Fenomena Futur

 Syamsuddin Al-Munawiy  Juli 21, 2015  1,038 Views

11
SHARES
 Facebook  Twitter

“Sesunggunya setiap amal ada saat semangatnya dan setiap saat semangat ada saat FUTUR-nya, . . .”. (Terj. HR. Ahmad dan dinilai

Shahih Oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ As-Shaghir).

Hadits riwayat Imam Ahmad di atas menunjukkan bahwa setiap amalan ada saat semangat dan ada pula saat futurnya. Futur secara

bahasa bermakna pecah, lemas, dan lemah. (Al-Mukhtasr As-Shihah, Bab fatara). Menurut Ar-Raghib dalam Al-Mufradat fi Gharibil

Qur’an (hlm. 731), Futur artinya putus setelah tersambung, lembut setelah keras, dan lemah setelah kuat. Senada dengan Ar-Raghib,

Ibnu Mandzur dalam Lisanul Arab menulis, “Seseorang telah futur; putus setelah tersambung dan lembut setelah keras”. (Lisanul Arab,

Bab fatara). Sementara dalam Kitab Afatun ‘alat Thariq (1/19) dijelaskan bahwa futur adalah malas, lambat, dan santai setelah

bersungguh-sungguh, rajin, dan bersemangat.

Dari ta’rif (pengertian) di atas dapat disimpulkan bahwa futur adalah lemah setelah bersemangat, terputus setelah kontiniu, dan malas

setelah rajin dan bersungguh-sungguh.

Futur merupakan penyakit yang kadang menimpa para ahli ibadah, juru da’wah, dan penuntut ilmu. Jika terserang penyakit ini

seseorang menjadi lemah, lamban, dan malas setelah sebelumnya semangat, rajin, dan bersungguh-sungguh. Bahkan pada tingkat

yang paling parah seseorang terputus sama sekali dari suatu amal ibadah dan da’wah, wallahul musta’an.

Kefuturan biasanya terjadi secara perlahan. Artinya seseorang tidak serta merta terputus secara total dari suatu amal setelah

sebelumnya ia rajin, bersemangat, dan rutin dalam melakukan suatu amalan. Tetapi berawal dari fenomena malas, bosan dan

semacamnya yang tidak disadari dan tidak diatasi. Sehingga ketika fenomena dan gejalanya makin akut sulit untuk bangkit kembali.
Oleh karena itu mengenali fenomena futur sangat penting, agar mudah menghindarinya atau mudah mengatasinya ketika awal mula

datang. Ibarat penyakit mengenali gejalanya merupakan salah satu cara menghindari dan mengobatinya ketika telah menimpa.

Berikut ini uraian singkat 10 fenomena dan gejala futur yang perlu diketahui agar mudah terhindar dari penyakit ini.

1. Bermalas-malasan dalam melakukan Ibadah dan Ketaatan

Hal ini juga merupakan salah satu sifat orang Munafiq, Allah Ta’ala berfirman tentang mereka dalam Surah An-Nisa ayat 142 dan At-

Taubah ayat 54;

“Sesungguhnya orang-orang hendak menipu Allah, tetapi Allah Maha Kuasa membalasa tipudaya mereka, jika bangkit untuk shalat

mereka bangkit dalam keadaan malas. Mereka riya kepada manusia dan tidak berdzikir kepada Allah melainkan sedikit”. (terj. Qs.

4:142).

“. . . dan tidaklah mereka (orang munafik) mendatangi shalat melainkan dalam keadaan malas, dan tidaklah berinfaq melainkan

disertai perasaan benci”. (terj. Qs. 9:54).

Termasuk fenomena ini adalah malas mengerjakan shalat malam, shalat witir, dan shalat-shalat sunnah rawatib, yang apabila

terlewatkan, sangat jarang diqadha. Selain itu Contoh lain dari gejala dan fenomena ini adalah lalai dari membaca Al-Qur’an dan

berdzikir. Bisanya hal ini berawal dari merasa berat melakukannya (baca Qur’an dan dzikir), lantas lambat laun ditinggalkan.

2. Hati Terasa Gersang dan Mengeras

Hati yang keras sebagai akibat dari dosa membuat seseorang tidak lagi tersenuth oleh bacaan Qur’an dan mau’idzah (nasehat). Sebab

hati telah tertutupi oleh dosa tersebut. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Muthaffin ayat 14; “Sekali-kali tidak, tapi hati mereka

tertutup oleh perbuatan dosa yang mereka lakukan”.

Kadang kerasnya hati sampai pada tingkat tidak dapat mengambil pelajaran dari kematian atau adanya orang mati. Dia melihat

jenazah atau melewati kuburan, namun hatinya tidak tersentuh sedikitpun. Padahal kematian merupakan pemberi peringatan. “Kafa

bilmati wa ‘idzan; cukuplah kematian sebagai pemberi peringatan”, kata Amirul Mu’minin Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.

Yang lebih para dari itu, tidak tersentuh dan tidak bergetar hatinya saat membaca dan atau mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, baik

tentang janji maupun ancaman. Padahal diantara ciri orang beriman adalah gemetar hatinya bila disebut nama Allah dan bertambah

imannya bila dibacakan ayat-ayat-Nya.

3. Melakukan Perbuatan Dosa dan Maksiat

Perbuatan dosa dan maksiat yang dimaksud di sini adalah dosa dan maksiat yang dilakukan secara terus menerus tanpa disadari dan

disertai sikap meremehkan dosa dan maksiat tersebut. Dosa dan maksiat yang dilakukan secara sadar dan sengaja tanpa persaan

bersalah sama sekali akan berlanjut pada sikap mujaharah (melakukan dosa secara terang-terangan). “Setiap ummatku (berpeluang)
untuk diampuni, kecuali orang-orang yang melakukan dosa secara terang-terangan”, kata Rasulullah sebagaimana diriwayatkan oleh

Imam Bukhari dan Muslim.

4. Tidak Bertangung Jawab Serta Meremehkan dan Menyepelekan Amanah Yang Dibebankan di Pundaknya

Orang yang futur biasanya tidak menngagungkan amanah yang dibebankan kepadanya. Ia hidup tanpa target dan tujuan yang tinggi.

Perhatian dan targetnya sangat rendah. Cita-cita dan keinginannya tidak tinggi. Tidak peduli dengan problem yang menimpa kaum

Muslimin. Bila diberi amanah dan tugas da’wah ia meremehkan dan melalaikannya, padahal menunaikan mahan merupakan bagian

dari iman. Nabi menafikan kesempurnaan iman bagi orang yang tidak amanah.

5. Terputusnya Hubungan Persaudaraan Antara Dua Orang Yang Sebeleumnya Saling Mencintai, Lalu Berubah Menjadi Saling

Benci dan Saling Menjauhi

Diantara fenomena futur adalah saling membenci dan menjauhi sesama saudara setelah sebelumnya saling mencintai. Tentu saja

fenomena ini disebabkan oleh dosa masing-masing atau salah satuu pihak. Rasul bersabda tentang hal ini, “Tidaklah dua orang saling

mencintai karena Allah atau karena Islam, kecuali dipisahkan oleh suatu dosa yang dilakukan salah satunya”. (HR. Ahmad dan Al-

Haitsami).

Hal ini kemudian berlanjut pada sikap menjauhi teman dan saudara yang shaleh, lalu memilih menyendiri atau bergaul dengan teman

yang buruk yang membuatnya makin jauh dari jalan yang benar. Benarlah sabda Rasul yang mulia, “Seseorang tergantung Agama

teman dekatnya, maka hendaknya setiap kalian memeperhatikan siapa yang ia jadikan teman dekat”.

6. Sibuk dengan Urusan Dunia Serta Melalaikan Ibadah, Thalabul ‘Ilmi, dan Da’wah

Dunia memang menggoda dan menggiurkan. Sedikit orang yang selamat dari perangkapnya. Sehingga kadang kita temukan seseorang

yang dulunya terkenal sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan berda’wah. Namun setelah menggeluti dunia dan sibuk

dengannya, ia makin larut sehingga ia berubah. Hatinya tergantung pada dunia. Semangat, kesibukan, dan obsesinya hanya untuk

dunia. Lambat laun ia mulai meninggalkan aktivitas thalabul ilmi dan da’wah.

7. Banyak Bicara dan Sedikit Bekerja Untuk Maslahat Da’wah

Orang-orang seperti ini biasanya sibuk membicarakan dan menceritakan apa yang pernah dilakukannya pada masa lalu. “Dulu saya

begini dan begitu”, “Dulu saya pernah melakukan ini dan itu”, “Program itu dulu saya yang gagas dan rintis”, dst. Ia lebih sibuk

membahas apa yang pernah dilakukannya pada masa lalu tinimbang melakukan pekerjaan yang bermanfaat dan mendatangkan hasil

pada masa kini. Orang seperti ini juga senang dah ahli berdebat serta mengemukakan teori-teori, tapi malas bekerja.

8. Berlebih-lebihan dalam Urusan Makan, Minum, Pakaian, dan Kendaraan

Seharusnya perkara-perkara itu tidak perlu berlebihan dan menggelayuti seluruh perhatian. Secukupnya saja dan tidak perlu

berlebihan, sebagaimana yang disyariatkan oleh Allah; “Wahai anak cucu Adam, pakaiah pakaianmu yang indah pada saat setiap
(memasuki) masjid, serta makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-

lebihan”. (terj. Qs. Al-A’raf:31).

Orang yang telah terjangkiti penyakit futur biasanya mencurahkan seluruh perhatianya pada hal-hal di atas (makanan, minuman,

pakaian, dan kendaraan). Padahal bagi seorang Muslim hal itu sebatas wasilah dan sarana ibadah mendekatkan diri kepada Allah.

Artinya tidak mengapa seseorang memiliki pakaian dan kendaraan yang bagus, selama sesuai dengan kemampuannya dan

diperuntukan bagi ibadah dan ketaatan kepada Allah. Demikian pula halnya dengan makan dan minum. Seseorang tentu butuh

mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, guna menunjang kesehatan dan kebugaran fisiknya sehingga kuat

dalam beribadah kepada Allah dan berda’wah.

9. Padamnya Api Cemburu, Melemahnya Bara Iman, dan Tidak Adanya Kemarahan Saat Aturan Allah Dilanggar

Orang yang futur biasanya tidak sensitif terhadap kemunkaran dan pelanggaran yang terjadi di hadapannya. Dia menyaksikan

kemunkaran, namun baginya biasa-biasa saja. Melihat orang-orang berbuat dosa, seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal paling tidak ia

dapat berreaksi dengan standar paling minimal (selemah-lemah iman), yakni membenci dosa dan kemunkaran tersebut dalam hati,

sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.

10. Fenomena dan Gejala Lain

Selain kesembilan gejala dan fenomena di atas, masih ada bentuk-bentuk yang lain yang merupakan tanda-tanda futur, diantaranya,

(a) Menyia-nyiakan waktu dan tidak memanfaatkannya dengan baik untuk melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat. Ia lebih

menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak penting.

(b) Bekerja serampangan dan asal-asalan serta tanpa target dan tujuan yang jelas.

(c) Menipu diri sendiri dengan sok sibuk, padahal sebenarnya menganggur dan bersantairia. Ia sibuk dengan pekerjaan yang remeh

temeh dan tidak berguna, sehingga pekerjaan lain yang lebih urgent terbaikan.

(d) Mengkritik semua aktivitas positiv dan tidak turut serta dalam suatu amal. Ia lebih banyak mencari-cari alasan untuk menutupi

kefuturan dan kemalasannya, dan

(e) Suka menunda-nunda pekerjaan dan panjang angan-angan, sehingga tidak satupun pekerjaan dan amanah yang diselesaikannya.

Semoga Allah menjaga kita dari bahaya penyakit futur, Allahumma Inna na’udzu bika minal ‘ajzi wal kasali. (sym)

Sumber: Disarikan dari Kitab Al-Futur; Al-Madzahir, Al-Asbab, Wa Al-‘Ilaj, Karya Syekh. Prof. DR. Nashir bin Sulaiman Al-Umar

hafidzahullah dengan sedikit perubahan seperlunya.

Terkait

Faktor Penyebab Futur (01): Tidak Ikhlas & FAKTOR PENYEBAB FUTUR (02): Tidak Menangis Karena Allah
Tidak Menjaga Keikhlasan Menguasai Ilmu Syar’i Mei 14, 2008
Juli 28, 2015 Agustus 6, 2015 Postingan serupa
dalam "Mutiara Qolbu" dalam "Mutiara Qolbu"

11
SHARES
 Facebook  Twitter


Dipersilahkan menyebarkan konten website ini tanpa perlu izin, dengan tetap menyertakan
sumber

Anda mungkin juga menyukai