Anda di halaman 1dari 5

Potensi Interaksi Obat pada Penggunaan Antibiotika Golongan Fluorokuinolon dari Pasien

Dewasa dengan Demam Tifoid (Pertiwi, G.A.E., Niruri, R., Tanasale, J.D., Erlangga, I.B.E.)

POTENSI INTERAKSI OBAT PADA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA GOLONGAN


FLUOROKUINOLON DARI PASIEN DEWASA DENGAN DEMAM TIFOID

Pertiwi, G.A.E.1, Niruri, R.1, Tanasale, J.D.2, Erlangga, I.B.E.3


1
Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Udayana
2
Dokter Spesialis Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar
3
Dokter Umum di Rumah Sakit Umum Puri Raharja Denpasar

Korespondensi: Pertiwi, G.A.E.


Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Udayana
Jalan Kampus Unud-Jimbaran, Jimbaran-Bali, Indonesia 80364. Telp/Fax: 0361-703837
Email: eqha_pertiwi@yahoo.com

ABSTRAK

Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan yang bersifat endemik dengan angka
kejadian yang tinggi di Indonesia. Fluorokuinolon merupakan golongan antibiotika yang dikenal
efektif dalam pengobatan demam tifoid pada pasien dewasa. Selain pemberian antibiotika,
diberikan juga obat-obat simptomatik pada pengobatan demam tifoid. Pemberian antibiotika
secara bersamaan dengan obat lain dapat menimbulkan efek yang tidak diharapkan mulai dari
penurunan absorpsi atau penundaan absorpsiantibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi interaksi penggunaan antibiotika golongan fluorokuinolon dengan obat-obat
lain yang diberikan bersamaan padapasien dewasa dengan demam tifoid.Metode: Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian observasional dengan jenis penelitian cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum (RSU) Puri Raharja Denpasar dengan
menggunakan data pasien yang diambil selama periode 1 Januari 2013 - 31 Maret 2014. Hasil:
Selama rawat inap, pemberian obat yang menimbulkan potensi interaksi, diantaranya
levofloksasin dengan antasida (8,6%); levofloksasin dengan sukralfat (5,2%); dan siprofloksasin
dengan antasida (3,4%). Untuk obat pulang, pemberian obat yang berpotensi menimbulkan
interaksi, diantaranya levofloksasin dengan antasida (6,9%), levofloksasin dengan
sukralfat(1,7%), dan sparfloksasin dengan antasida (1,7%).
Resikoinidapatdiminimalkandenganpemberian antibiotikafluorokuinolon2 jam sebelum atau 6
jam setelah pemberian antasida dan sukralfat.Kesimpulan: Potensi interaksi penggunaan
fluorokuinolondapatterjadi akibat pemberian levofloksasin, siprofloksasin, dan sparfloksasin
dengan antasida, serta levofloksasin dengan sukralfat.

Kata kunci: Demam tifoid, fluorokuinolon, interaksi, pasien dewasa

1. PENDAHULUAN et al., 2002). Di Asia Tenggara, insidensi


Demam tifoid adalah penyakit infeksi demam tifoid terbilang tinggi dengan lebih
sistemik yang disebabkan oleh bakteri dari 100 kasus per 100 ribu populasi per
Salmonella enterica serotype typhi (S. tahunnya (Bhanet al., 2005).
typhi) (Agarwal et al., 2004). Penyakit ini Di Indonesia, demam tifoid bersifat
masih menjadi masalah kesehatan endemik dengan angka kejadian yang masih
masyarakat yang serius di seluruh dunia (Su sangat tinggi (Menkes RI, 2006). Demam
et al., 2004). Demam tifoid diperkirakan tifoid menduduki urutan ketiga dari sepuluh
telah menyebabkan 21,6 juta kesakitan dan penyakit terbanyak pada pasien rawat inap
216,5 ribu kematian di seluruh dunia pada di rumah sakit di seluruhIndonesia pada
tahun 2000 (Bhanet al., 2005). tahun 2009 (Kemenkes RI, 2010).
Penyakit demam tifoid kebanyakan Saat ini, antibiotika golongan
terjadi di negara berkembang yang fluorokuinolon; yaitu siprofloksasin,
memiliki kondisi sanitasi yang buruk (Parry levofloksasin, ofloksasin, perfloksasin, dan

17
Potensi Interaksi Obat pada Penggunaan Antibiotika Golongan Fluorokuinolon dari Pasien
Dewasa dengan Demam Tifoid (Pertiwi, G.A.E., Niruri, R., Tanasale, J.D., Erlangga, I.B.E.)

fleroksasin; dianggap sebagai terapi optimal bersamaan pada pengobatan pasien dewasa
untuk pengobatan demam tifoid pada pasien dengan demam tifoid.
dewasa. Antibiotika golongan ini lebih 2. BAHAN DAN METODE
cepat dan efektif dalam pengobatan demam 2.1 Bahan Penelitian
tifoid dibandingkan obat-obat yang dulunya Bahan yang digunakan dalam
menjadi lini pertama pengobatan demam penelitian ini adalah data yang diambil dari
tifoid seperti kloramfenikol, ampisilin, rekam medis pasien dewasa dengan demam
amoksisilin, dan trimetoprim- tifoid, yaitu data umur dan jenis kelamin,
sulfametoksazol (WHO, 2003). serta data penggunaan obat baik selama
Fluorokuinolon sangat aktif melawan rawat inap maupun obat yang diresepkan
Salmonella secara in vitro, memiliki pada saat pasien keluar rumah sakit (obat
penetrasi ke jaringanyang sangat baik, dapat pulang).
membunuh Salmonella typhiintraseluler di
dalam makrofag, sertamencapai konsentrasi 2.2 Metode Penelitian
yang tinggi dalam kandungempedu Penelitian yang dilakukan merupakan
dibandingkan antibiotika lain dalam penelitian observasional dengan jenis
pengobatan demam tifoid (Kalra, 2003; penelitian cross-sectional. Penelitian ini
Nelwan, 2012). Antibiotika golongan dilakukan di Rumah Sakit Umum (RSU)
fluorokuinolon memiliki angka Puri Raharja Denpasar, menggunakan data
kesembuhan klinissebesar 98% dan pasien yang diambil selama periode 1
memberikan respon terapeutik yang cepat Januari 2013-31 Maret 2014. Subyek dalam
(waktu penurunandemam dan hilangnya penelitian ini adalahseluruh pasien dewasa
gejala-gejala demam tifoid 3-5 hari), serta dengan demam tifoid selama periode 1
angka kekambuhan dan fecal carrierkurang Januari 2013-31 Maret 2014. Dalam
dari 2% dalam pengobatan demam tifoid penelitian ini, digunakan beberapa kriteria
(Bhan et al., 2005; WHO, 2003). sebagai subyek penelitian yaitu: pasien
Dalam pengobatan demam tifoid, berusia di atas 18 tahun dan didiagnosa
selain pemberian antibiotika, diberikan juga demam tifoid oleh dokter, serta pasien yang
obat-obat penunjang yang sifatnya mendapatkan terapi dengan antibiotika
simptomatik (Menkes RI, 2006). Pemberian golongan fluorokuinolon baik selama rawat
antibiotika secara bersamaan dengan obat inap atau sebagai obat pulang.
lain dapat menimbulkan efek yang tidak
diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat 3. HASIL
terjadi cukup beragam mulai dari Dalam penelitian ini didapat104 pasien
penurunan absorpsi obat atau penundaan dewasa dengan demam tifoid selama
absorpsi sehingga meningkatkan efek periode 1 Januari 2013-31 Maret 2014. Dari
toksik obat lainnya (Menkes RI, 2011). 104 pasien, terdapat 58 pasienyang
Fluorokuinolon memiliki interaksi memenuhi kriteria sebagai subyek
dengan beberapa obat seperti antasida, penelitian. Karakteristik 58 pasien
sukralfat, zat besi oral, kortikosteroid yangmenjadi subyek penelitian, dapat
sistemik, Nonsteroidal Anti-Inflammatory dilihat pada Tabel 3.1.
Drugs (NSAIDs), teofilin, dan antikoagulan Setelah dilakukan evaluasi terhadap
warfarin (Lacy, et al., 2005; Menkes RI, obat selama rawat inap maupun obat pulang
2011; Sweetman, 2009). Penggunaannya pada 58 pasien, didapat beberapa pemberian
secara bersamaan dengan obat-obat tersebut obat pada pasien dewasa dengan demam
dapat menyebabkan penurunan absorpsi tifoid yang berpotensi mengalami interaksi
fluorokuinolon (Lacy et al., 2005). Oleh dengan antibiotika fluorokuinolon.
sebab itu, dilakukan penelitian ini untuk Pemberian obat yang menimbulkan potensi
mengetahui potensi interaksi penggunaan interaksi selama rawat inap dan sebagai
antibiotika golongan fluorokuinolon obat pulangdapat dilihat pada Tabel 3.2 dan
terhadap obat-obat lain yang diberikan Tabel 3.3.

18
Potensi Interaksi Obat pada Penggunaan Antibiotika Golongan Fluorokuinolon dari Pasien
Dewasa dengan Demam Tifoid (Pertiwi, G.A.E., Niruri, R., Tanasale, J.D., Erlangga, I.B.E.)

Tabel 3.1 Karakteristik Subyek Penelitian (Total Pasien = 58)

Karakteristik Jumlah Pasien (n) Persentase (%)

Umur
19-30 tahun 21 (36,2%)
31-40 tahun 12 (20,7%)
41-50 tahun 15 (25,9%)
51-60 tahun 5 (8,6%)
61-70 tahun 5 (8,6%)

Jenis Kelamin
Laki-laki 25 (43,1%)
Perempuan 33 (56,9%)

Tabel 3.2 Potensi Interaksi Pemberian Antibiotika Golongan Fluorokuinolon


Selama Rawat Inap (Total pasien = 58)

Interaksi Obat Jumlah Pasien (n) Persentase (%)

Levofloksasinper oral dan Antasida 5 (8,6)


Levofloksasinper oral dan Sukralfat 3 (5,2)
Siprofloksasin per oral dan Antasida 2 (3,4)

Keterangan : Persentase (%) = n / total pasien

Tabel 3.3 Potensi Interaksi Pemberian Antibiotika Golongan Fluorokuinolon


Sebagai Obat Pulang (Total pasien = 58)

Interaksi Obat Jumlah Pasien (n) Persentase (%)

Levofloksasin per oral dan Antasida 4 (6,9)


Levofloksasin per oral dan Sukralfat 1 (1,7)
Sparfloksasin per oral dan Antasida 1 (1,7)

Keterangan : Persentase (%) = n / total pasien

4. PEMBAHASAN levofloksasin dengan antasida (6,9%),


Pada penelitian ini, didapat potensi levofloksasin dengan sukralfat (1,7%), dan
interaksi obat yang terjadi akibat pemberian sparfloksasin dengan antasida (1,7%).
levofloksasin, siprofloksasin, dan Pada demam tifoid, pemberian
sparfloksasin dengan antasida, serta antasida yang merupakan obat yang
levofloksasin dengan sukralfat. Selama menekan asam lambung, digunakan untuk
rawat inap potensi interaksi yang terjadi mengatasi gangguan saluran pencernaan,
diantaranya levofloksasin dengan antasida salah satunya nyeri epigastrik, yang dapat
(8,6%); levofloksasin dengan sukralfat disebabkan peningkatan asam
(5,2%); dan siprofloksasin dengan antasida lambung(Menkes RI, 2006; Sweetman,
(3,4%). Untuk obat pulang, terdapat 2009).
peresepan obat yang berpotensi Antasida merupakan basa lemah yang
menimbulkan interaksi, diantaranya bereaksi dengan asam hidroklorida lambung

19
Potensi Interaksi Obat pada Penggunaan Antibiotika Golongan Fluorokuinolon dari Pasien
Dewasa dengan Demam Tifoid (Pertiwi, G.A.E., Niruri, R., Tanasale, J.D., Erlangga, I.B.E.)

untuk membentuk garam dan air (Katzung, Sukralfat merupakan cytoprotective


2002). Antasida digunakan untuk mengatasi agent, yang pada susasana saluran
penyakit saluran pencernaan yang pencernaan yang asam, akan membentuk
diasosiasikan dengan peningkatan sekresi kompleks dengan protein yang akan
asam lambung (Sweetman, 2009). Antasida melapisi mukosa lambung (Sweetman,
dapat mempengaruhi absorpsi beberapa 2009). Pemberian sukralfat bersamaan
obat lain dengan berikatan dengan obat dengan antibiotika fluorokuinolon, dapat
tersebut, sehingga menyebabkan penurunan menyebabkan penurunan absorpsi
absorpsi obat yang diberikan bersamaan antibiotika fluorokuinolon. Mekanisme
dengan antasida (Katzung, 2002). interaksi ini terkait dengan pembentukan
Antasida yang mengandung kation kompleks yang tidak larut antara
divalen atau trivalen seperti Ca2+, Mg2+, fluorokuinolon dan komponen aluminium
atau Al3+, dapat mengurangi absorpsi dari sukralfat, sehingga menurunkan
antibiotika fluorokuinolon yang diberikan kemampuan absorpsi fluorokuinolon (Lacy
secara oralkarena dapat membentuk khelat et al., 2005).
dengan antibiotika fluorokuinolon. Kation AUC siprofloksasin yang diberikan
multivalen pada antasida akan membentuk secara oral menurun lebih dari 90% ketika
kompleks dengan gugus 3-ketonedan4- diberikan bersamaan dengan sukralfat.
carboxylic acidpada molekul Pemberian siprofloksasin 2 jam dan 6 jam
sparfloksasinatau gugus fungsi 3-carbonyl sebelum sukralfat, mengurangi efek
dan 4-oxo pada molekul siprofloksasin. siprofloksasin masing-masing sebesar 82%
Kompleks yang terbentuk adalah kompleks dan hanya 4% (Lacyet al., 2005).
yang tidak larut dan tidak dapat diabsorbsi Pada penelitian yang dilakukan Lee et
(Hussainet al., 2006; Sultana et al., 2005). al. (1997), dimana sukralfat diberikan 2 jam
Penurunan absorpsifluorokuinolonakan setelah pemberian levofloksasin,
mempengaruhikonsentrasimaksimum(Cmax) menunjukkan sukralfat tidak berpengaruh
dan persentase bioavailabilitas, sehingga secara signifikan terhadap bioavailabilitas
dapat menurunkanefektivitas terapi levofloksasin. Maka untuk mencegah
antibiotika (Lacy, et al., 2005; Sultana et terjadinya interaksi obat, sukralfat harus
al., 2004). Antasida dilaporkan dapat diberikan setidaknya 2 jam setelah
mengurangi bioavailabilitas siprofloksasin pemberian levofloksasin (dilakukan Lee et
sebesar 13% dan levofloksasin sebesar 55% al., 1997). Interaksi fuorokuinolon dengan
(Lacy et al., 2005). Pemberian antasida sukralfat juga dapat diminimalkan dengan
bersamaan dengan sparfloksasin, pemberian fluorokuinolon 6 jam setelah
menurunkan bioavailabilitas sparfloksasin pemberian sukralfat (Lacy et al., 2005).
sebesar 50% Sultana et al., 2004).
Pemberian antasida 5-10 menit, 2 jam, dan 5. KESIMPULAN
4 jam setelah pemberian siprofloksasin Potensi interaksi yang terjadi pada
menurunkan Cmax siprofloksasin masing- pemberian fluorokuinolon bersama obat
masing 80%, 74%, dan 13%; serta lain di RSU Puri Raharja Denpasar
mempengaruhi Area Under Curve (AUC) diantaranya levofloksasin dengan
siprofloksasin masing-masing sebesar 85%, antasida,siprofloksasin dengan antasida,
77%, dan 30% (Bolhuis et al., 2011). sparfloksasin dengan antasida, dan
Interaksi ini dapat diminimalkan levofloksasin dengan sukralfat. Interaksi ini
dengan pemberian fluorokuinolon oral dapat diminimalkan dengan pemberian
setidaknya 2 jam sebelum pemberian antibiotika fluorokuinolon 2 jam sebelum
antasida, atau 6 jam setelah pemberian atau 6 jam setelah pemberian antasida dan
antasida. Selain itu, dapat dipertimbangkan sukralfat.
pemberian non-interacting acid reducers,
seperti H2-receptor blockers atau Proton UCAPAN TERIMA KASIH
Pump Inhibitor karena tidak memiliki Penelitimengucapakanterimakasihkepa
interaksi dengan fluorokuinolon(Hussain, da dosenpembimbing beserta staf dan
2006; Lacy et al., 2005). pegawai diJurusan Farmasi Fakultas MIPA

20
Potensi Interaksi Obat pada Penggunaan Antibiotika Golongan Fluorokuinolon dari Pasien
Dewasa dengan Demam Tifoid (Pertiwi, G.A.E., Niruri, R., Tanasale, J.D., Erlangga, I.B.E.)

UniversitasUdayana, dokterbeserta staf Drug Information Handbook 17th


rekam medis RSU Puri Raharja Denpasar, Edition. Ohio : Lexi-Comp Inc.
keluarga, serta teman-teman yang Lee, L.J., Hafkin, B., Lee, I.D., Hoh, J., and
telahmemberikan saran dan Dix, R. (1997). Effects of food and
dukunganpadapeneliti. sucralfate on a single oral dose of 500
milligrams of levofloxacin in healthy
DAFTAR PUSTAKA subjects. Antimicrob. Agents
Agarwal, P.K., Gogia, A., and Gupta, R.K. Chemother, 41(10), 2196-2200.
(2004). Typhoid Fever. JIACM, 5 (1), Menkes RI. 2006. Keputusan Menteri
60-4. Kesehatan RI No.
Bhan, M.K., Bahl, R., and Bhatnagar, S. 364/Menkes/SK/V/2006 tentang
(2005). Typhoid and paratyphoid Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
fever. Lancet, 366, 749-762. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik
Bolhuis, M.S., Panday, P.N., Pranger, A.D., Indonesia.
Kosterink, J.G., and Alffenaar, W.C. Nelwan, R.(2012). Tata Laksana Terkini
(2011). Pharmacokinetic Drug Demam Tifoid. CDK-192, 39 (4), 247-
Interactions of Antimicrobial Drugs: A 250.
Systematic Review on Oxazolidinones, Parry, C.M., Hien, T.T., Dougan, G.,
Rifamycines, Macrolides, White, N.J., and Farrar, J.J. (2002).
Fluoroquinolones, and Beta-Lactams. Typhoid Fever. NEJM, 347 (22), 1770-
Pharmaceutics, 3, 865-913. 1782.
Hussain, F., Arayne, M.S., and Sultana. Su, C.P, Chen, Y.C., and Chang, S.C. Yee-
(2006). Interactions between Chun Chen. (2004). Changing
sparfloxacin and antacids –dissolution Characteristics Of Typhoid Fever In
and adsorption studies. N. Pak. J. Taiwan. J Microbiol Immunol Infect.,
Pharm. Sci., 19 (1), 16-21. 37, 109-114.
Kemenkes RI. 2010. Profil Kesehatan Sultana, N., Arayne, M.S., and Hussain, F.
Indonesia 2009. Jakarta : Kementerian (2005). In Vitro Monitoring of
Kesehatan Republik Indonesia. Ciprofloxacin Antacids Interactions by
Kalra, S.P., Naithani, N., Mehta, S.R., and UV & HPLC. Pak. J. Pharm. Sci., 18
Swamy, A.J. (2003). Current Trends in (4), 23-31.
the Management of Typhoid Fever. Sweetman, S.C. (Ed.). (2009). Martindale
MJAFI, 59, 130-135. The Complete Drug Reference 36th
Katzung, B.G. (Ed.). (2006). Basic and edition. Grayslake: Pharmaceutical
Clinical Pharmacology. San Fransisco: Press.
McGraw-Hill. WHO. 2003. Background document: The
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, diagnosis, treatment and prevention of
M.P., and Lance, L.L. (Eds.). (2005). typhoid fever. Geneva : World Health
Organization.

21

Anda mungkin juga menyukai