Anda di halaman 1dari 19

B.

KONSEP DASAR BATU GINJAL


1. Definisi
Batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau
lebih batu didalam pelvis atau kaliks dari ginjal dan merupakan penyebab terbanyak
kelainan di saluran kemih (http://ejournal.unsrat.ac.id).
Nefrolitiasis merujuk pada batu ginjal. Batu atau kalkuli dibentuk di dalam
saluran saluran kemih mulai dari ginjal ke kandung kemih oleh kristalisasi dari
substansi ekskresi di dalam urine (Nursalam, 2011:65).
Berdasarkan definisi di atas, maka bisa diambil kesimpulan bahwa batu ginjal
atau bisa disebut nefrolitiasis adalah suatu penyakit yang terjadi pada saluran
perkemihan karena terjadi pembentukan batu di dalam ginjal, yang terbanyak pada
bagian pelvis ginjal yang menyebabkan gangguan pada saluran dan proses
perkemihan.
2. Anatomi Fisiologi
a. Ginjal
Menurut Mary Baradero (2008:2) ginjal terletak dibelakang peritoneum
parietal (retro-peri-toneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat
pada kedua sisi aorta abdominal dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal ke
bawah sehingga ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri. Ukuran setiap ginjal
orang dewasa adalah panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi lebar, dan 3 cm pada sisi
sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 g (Arif Muttaqin, 2011:3). Ginjal
terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis yang terdiri dari jaringan
fibrus berwarna ungu tua (Syaifuddin, 2006:237). Tarwoto (2009:314) menjelaskan
ginjal disokong oleh jaringan adipose dan jaringan penyokong yang disebut fasia
gerota serta di bungkus oleh kapsul ginjal, yang berguna untuk mempertahankan
ginjal, pembuluh darah, dan kelenjar adrenal terhadap adanya trauma.
Satuan unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal memiliki satu juta
nefron. Terdapat dua macam nefron, yaitu kortikal dan juksta medular. Delapan
puluh lima persen dari semua nefron terdiri atas nefron kortikal, sedangkan 15%
terdiri atas nefron jukstamedular. Kedua macam nefron ini diberi nama sesuai
dengan letak glomerulinya dalam renal parenkim. Nefron kortikal berperan dalam
konsentarsi dan difusi urine. Struktur urine yang berkaitan dengan proses
pembentukan urine adalah korpus, tubulus renal, tubulus koligentes. Korpus ginjal
terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman yang membentuk ultrafiltrat dari
darah. Tubulus renal terdiri atas tubulus kontortus proksimal, ansa henle, dan
tubulus kontortus distal. Ketiga tubulus renal ini berfungsi dalam reabsorpsi dan
sekresi dengan mengubah volume dan komposisi ultrafiltrat sehingga terbentuk
produk akhir, yaitu urine (Mary Baradero, 2008:5). Nefron jukstamedular adalah
nefron yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medulla (Arif Muttaqin,
2011:5).
b. Bagian – Bagian dalam Ginjal
Menurut Tarwoto (2009:314) ginjal terdiri dari 3 area yaitu:
1. Korteks
Korteks merupakan bagian paling luar ginjal, dibawah fibrosa sampai dengan
lapisan medulla, tersusun atas nefron-nefron yang jumlahnya lebih dari 1 juta.
Semua glomerulus berada di korteks dan 90% aliran darah menuju korteks.
2. Medula
Medulla terdiri dari saluran-saluran atau duktus collecting yang disebut
pyramid ginjal yang tersusun antara 8-18 buah.
3. Pelvis
Pelvis merupakan area yang terdiri dari kaliks minor yang kemudian
bergabung menjadi kalik mayor. Empat sampai lima kaliks minor bergabung
menjadi kaliks mayor dan dua sampai tiga kaliks mayor bergabung
menjadi pelvis ginjal yang berhubungan dengan ureter bagian proksimal.
c. Fungsi Ginjal :
Menurut Syaifuddin (2006:237) ginjal memilki beberapa fungsi, yaitu:
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh akan di
ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah besar,
kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang diekskresi
berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan
tubuh dapat dipertahankan relative normal.
2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang
optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam yang
berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan/mengurangi ekskresi ion-ion yang penting (misalnya Na, K, Cl,
dan fosfat).
3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh. Menurut Tarwoto (2009:318)
Pengendalian asam basa oleh ginjal dilakukan dengan sekresi urin yang urin
atau basa, melalui pengeluaran ion hydrogen atau bikarbonat dalam urin.
4) Ekskresi sisa metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-
obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5) Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresikan hormon renin yang
berperan penting mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin
aldosteron), membentuk eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk
memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
Disamping itu ginjal juga membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol
(vitamin D aktif) yang diperlukan untuk mengabsorbsi ion kalsium di usus.
d. Proses Pembentukan Urin
Menurut Syaifuddin (2006:239) ada 3 tahap dalam pembentukan urine, yaitu :
1) Proses filtrasi
Terjadi di glomerulus, proses ini terjadi karena aferen lebih besar
dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan bagian
yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri dari glukosa, air,
natrium, klorida, sulfat, bikarbonat, dll, yang diteruskan ke tubulus ginjal.
2) Proses reabsorpsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar glukosa,
natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali ke dalam
tubulus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan
reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3) Proses sekresi
Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan
diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika
urinaria
3. Etiologi
Menurut Kartika S. W. (2013:183) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terbentuknya batu pada ginjal, yaitu :
a. Faktor dari dalam (intrinsik), seperti keturunan, usia (lebih banyak pada usia 30-
50 tahun, dan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.
b. Faktor dari luar (ekstrinsik), seperti geografi, cuaca dan suhu, asupan air (bila
jumlah air dan kadar mineral kalsium pada air yang diminum kurang), diet banyak
purin, oksalat (teh, kopi, minuman soda, dan sayuran berwarna hijau terutama
bayam), kalsium (daging, susu, kaldu, ikan asin, dan jeroan), dan pekerjaan
(kurang bergerak).
Berapa penyebab lain adalah :
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu saluran kencing.
b. Stasis obstruksi urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan batu saluran
kencing.
c. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
sedangkan asupan air kurang dan tingginya kadar mineral dalam air minum
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Idiopatik (Arif Muttaqin, 2011:108)
4. Pathway Nefrolitiasis

Infeksi saluran kemih kronik. Gangguan metabolism (paratiroidisme,


Hiperuresemia, hiperkalsiuria). Dehidrasi. Benda asing. Jaringan mati.
Inflamasi usus. Masukan vitamin D yang berlebihan.

Pengendapan garam mineral. Infeksi.


Mengubah pH urin dari asam menjadi alkalis.

Pembentukan batu di ginjal (Nefrolitiasis)

Obstruksi/Penyumbatan di ginjal

Inflamasi/Peradangan Peningkatan distensi abdomen Kurang pengetahuan

Resiko infeksi Anoreksia ansietas

Rangsangan terhadap mediator Output berlebihan


reseptor nyeri

Defisit Nutrisi
Presepsi nyeri

Nyeri akut
5. Gambaran klinis
Keluhan pada penderita nefrolitiasis yaitu :
a. Nyeri dan pegal di daerah pinggang : Lokasi nyeri tergantung dari dimana batu
itu berada. Bila pada piala ginjal rasa nyeri adalah akibat dari hidronefrosis yang
rasanya lebih tumpul dan sifatnya konstan. Terutama timbul pada costovertebral.
b. Hematuria : Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya
trauma yang disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik
(http://mantrinews.blogspot.com)
c. Batu ginjal menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi pelvis
ginjal serta ureter proksimal yang menyebabkan kolik.
d. Sumbatan: batu menutup aliran urine akan menimbulkan gejala infeksi saluran
kemih: demam dan menggigil.
e. Gejala gastrointestinal, meliputi:
1) Mual
2) Muntah
3) Diare (Nursalam, 2011:67)
6. Komplikasi
Menurut (Nursalam, 2011:67) komplikasi yang disebabkan dari batu
nefrolitiasis adalah:
a. Sumbatan: akibat pecahan batu
b. Infeksi: akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi.
c. Kerusakan fungsi ginjal: akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal
d. Hidronefrosis (Susan Martin, 2007:727).
7. Test Diagnostik
Menurut (http://mantrinews.blogspot.com) ada beberapa pemeriksaan diagnostik
dalam menegakkan diagnosa nefrolitiasis, yaitu :
a. Urin
1) PH lebih dari 7,6
2) Sediment sel darah merah lebih dari 90%
3) Biakan urin
4) Ekskresi kalsium fosfor, asam urat
b. Darah
1) Hb turun
2) Leukositosis
3) Urium kreatinin
4) Kalsium, fosfor, asam urat
c. Radiologi
1) Foto BNO/NP untuk melihat lokasi batu dan besar batu
2) USG abdomen
3) PIV (Pielografi Intravena)
4) Sistoskpi (Mary Baradero, 2008:61)
9. Penatalaksanaan
Menurut ((http://mantrinews.blogspot.com) penatalaksanaan pada batu ginjal, yaitu:
a. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu yang dapat
dilarutkan adalah batu asam urat, dilarutkan dengan pelarut solutin G. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan
minum yang lebih/banyak sekitar 2000 cc/hari dan pemberian diuretik
bendofluezida 5 – 10 mg/hr.
b. Terapi mekanik (Litotripsi)
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah
ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan
memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, (alat gelombang
kejut). Pengangkatan batu ginjal secara bedah merupakan mode utama. Namun
demikian saat ini bedah dilakukan hanya pada 1-2% pasien. Intervensi bedah
diindikasikan jika batu tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain.
Ini juga dilakukan untuk mengoreksi setiap abnormalitas anatomik dalam ginjal
untuk memperbaiki drainase urin. Jenis pembedahan yang dilakukan antara lain:
1) Pielolititomi : jika batu berada di piala ginjal
2) Nefrolithotomi/nefrektomi : jika batu terletak didalam ginjal
3) Ureterolitotomi : jika batu berada dalam ureter
4) Sistolitotomi : jika batu berada di kandung kemih
C. KONSEP HEMODIALISA

1. PENGERTIAN
Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan
dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan
fungsi tersebut.
Pada dialisis, molekul solut berdifusi lewat membran semipermeabel dengan
cara mengalir dari sisi cairan yang lebih pekat (konsentrasi solut lebih tinggi) ke
cairan yang lebih encer (konsentrasi solut lebih rendah). Cairan mengalir lewat
membran semipermeabel dengan cara osmosis atau ultrafiltrasi (aplikasi tekakan
eksternal pada membran).

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari


selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat
dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi.
Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi
kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati
pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut
gradien konsentrasi.

Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam


keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari
hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal yang
membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen.
Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerolus
serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya.

Sistem ginjal buatan:

1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah
dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan
tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik
dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebih. Pada hemodilisa, aliran darah
yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke
dialiter tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke tubuh
pasien.

2. INDIKASI
1. Penyakit dalam (Medikal)
 ARF- pre renal/renal/post renal, apabila pengobatan konvensional gagal
mempertahankan RFT normal.
 CRF, ketika pengobatan konvensional tidak cukup
 Snake bite
 Keracunan
 Malaria falciparum fulminant
 Leptospirosis
2. Ginekologi
 APH
 PPH
 Septic abortion
3. Indikator biokimiawi yang memerlukan tindakan hemodialisa
 Peningkatan BUN > 20-30 mg%/hari
 Serum kreatinin > 2 mg%/hari
 Hiperkalemia
 Overload cairan yang parah
 Odem pulmo akut yang tidak berespon dengan terapi medis
Pada CRF:
1. BUN > 200 mg%
2. Creatinin > 8 mg%
3. Hiperkalemia
4. Asidosis metabolik yang parah
5. Uremic encepalopati
6. Overload cairan
7. Hb: < 8 gr% - 9 gr% siap-siap tranfusi
3. PERALATAN
a. Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah
dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang
digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan
potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air
(ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).

b. Dialisat atau Cairan dialysis


Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari
serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan
kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar
untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal.
Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik,
khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman
secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial.
Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya
untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.

c. Sistem Pemberian Dialisat


Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian
multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu
alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin
dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

d. Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa
darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu
tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara,
dan kebocoran darah.

e. Komponen manusia
f. Pengkajian dan penatalaksanaan

4. PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan
peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi
dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV)
atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16)
dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang
dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka
dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa
darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran
“arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah
yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum
“arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur
untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu
disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah
yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem
dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah.
Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan
ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat
diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang
digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke


dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa.
Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem
dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini,
setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan.
Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda
pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau
selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan
mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit
untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat
akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan
dan menggunakan ulang dialiser
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan
dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan
wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.

5. PEDOMAN PELAKSANAAN HEMODIALISA


a. Perawatan sebelum hemodialisa
i. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
ii. Kran air dibuka
iii. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang
atau saluran pembuangan
iv. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
v. Hidupkan mesin
vi. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
vii. Matikan mesin hemodialisis
viii. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
ix. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
x. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
b. Menyiapkan sirkulasi darah
i. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
ii. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan
posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
iii. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
iv. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan
tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
v. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
vi. Hubungkan set infus ke slang arteri
vii. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
viii. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas,
tujuannya agar dializer bebas dari udara.
ix. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
x. Buka klem dari infus set ABL, VBL
xi. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian
naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
xii. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
xiii. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih
dari 200 mmHg).
xiv. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang
terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
xv. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
xvi. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
xvii. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk
dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
xviii. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet”
di bawah.
xix. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap
untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
c. Persiapan pasien
i. Menimbang berat badan
ii. Mengatur posisi pasien
iii. Observasi keadaan umum
iv. Observasi tanda-tanda vital
v. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
1. Dengan interval A-V shunt / fistula simino
2. Dengan external A-V shunt / schungula
3. Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
6. INTREPRETASI HASIL
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah
cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang
diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan
kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah
dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.

7. KOMPLIKASI
1. Ketidakseimbangan cairan
a. Hipervolemia
b. Ultrafiltrasi
c. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
d. Hipovolemia
e. Hipotensi
f. Hipertensi
g. Sindrom disequilibrium dialysis
2. Ketidakseimbangan Elektrolit
a. Natrium serum
b. Kalium
c. Bikarbonat
d. Kalsium
e. Fosfor
f. Magnesium
3. Infeksi
4. Perdarahan dan Heparinisasi
5. Troubleshooting
a. Masalah-masalah peralatan
b. Aliran dialisat
c. Konsentrat Dialisat
d. Suhu
e. Aliran Darah
f. Kebocoran Darah
g. Emboli Udara
6. Akses ke sirkulasi
a. Fistula Arteriovenosa
b. Ototandur
c. Tandur Sintetik
d. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
8. PROSES KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian Pre HD

 Riwayat penyakit, tahap penyakit


 Usia
 Keseimbangan cairan, elektrolit
 Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
 Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
 Respon terhadap dialysis sebelumnya.
 Status emosional
 Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
 Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Post HD

 Tekanan darah: hipotensi


 Keluhan: pusing, palpitasi
 Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
9. KOMPLIKASI HEMODIALISA
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
1. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan di keluarkan.
2. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi jika
udara memasuki sistem vaskuler pasien.
3. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh.
4. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
5. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral
dan muncul sebagai serangan kejang.
6. Kram otot yang nyeri terjadi ketikacairan dan elektrolit dengan cepat
meningglkan ruang ekstrasel.
7. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi

Anda mungkin juga menyukai