Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

KELOMPOK C1

SEDIAAN TABLET DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Folium)

Lintang Ayu Permata Sari 112210101002

Zainah Rajab 112210101010

Nurul Imamah 112210101014

Nurhidayati Fadhilah 112210101016

Fitriana Yunus Apriliani 112210101018

Elisa Nur Afrida Dewi 112210101020

Kadek Cahya Kusuma Dewi 112210101022

Rifqi Wafda Rozana 112210101028

Dessy Pradesyawati 112210101030

Indarto Adikusumo 112210101036

BAGIAN BIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

2014
BAB 1. PENDAHULUAN
Psidium guajava L. atau yang lebih dikenal jambu biji telah lama digunakan sebagai
tumbuhan obat oleh masyarakat. Beberapa khasiat dari jambu biji ini antara lain sebagai
antidiare, antibakteri, antioksidan analgesik, dan antiinflamasi. Bagian tanaman yang digunakan
agar diperoleh masing-masing aktivitas biologi dan farmakologi tersebut tidak selalu sama,
misalnya agar diperoleh aktivitas sebagai alternatif pada terapi supportif demam berdarah dan
antibakteri digunakan bagian daun, sedangkan jika diinginkan kandungan vitamin C digunakan
buahnya. (Yohanes, 2013).
Daun jambu biji sudah digunakan sejak dulu sebagai obat tradisional untuk diare, radang
lambung, sariawan,keputihan, dan kencing manis. Daun bersifat netral, berkhasiat sebagai
antidiare, antiradang, penghentian perdarahan (hemostasis), dan peluruh haid.Daun jambu biji
mengandung senyawa aktif seperti tannin, triterpenoid, saponin, kuersetin, guayaverin,
leukosianidin, minyak atsiri, asam malat, asam oksalat, dan eugenol.Senyawa dalam daun jambu
biji yang berupa flavonoid, tannin dan terpenoid mempunyai efek antibakteri dengan merusak
struktur membrannya. (Anonymus,2004 dan Prof. Dr. dr. Sumarno, DMM, Sp MK, dkk,).
Adapun senyawa aktif yang terdapat dalam daun jambu biji :
* Flavonoid guaijaverin dan avikularin sebagai senyawa antibakteri,antidiare (Prabu dkk., 2006).
* Tanin sebagai antiseptik,antibakteri,antidiare dan juga untuk pengobatan luka bakar dengan
cara mempresipitasikan protein (Masduki,1996)
* Polifenol sebagai antiseptik (Harbone,1987)
* Kuersetin sebagai antibakteri dan antidiare (Adnyana, i. K.,2004).
* Terpenoid sebagai antibakteri dengan merusak struktur membran sel (Ajizah, 2004.),
* Eugenol sebagai antibakteri (Ajizah, 2004.),
* Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mengganggu proses terbentuknya
membran dan dinding sel .
Dengan berbagai efek terapetik daun jambu biji maka banyak dilakukan penelitian
bioaktivitas dari tumbuhan tersebut. Berikut adalah beberapa jurnal yang telah meniliti
bioaktivitas dari daun jambu biji
* Aktivitas antioksidan ekstrak metanol daun dan buah jambu biji (Psidium guajava L.) asal
Pulaun Timor (Ardinus,2013).
* Efek ekstrak daun jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai anti
diare (Adnyana, i. K.,2004).
* Sensivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava L. (Ajizah,A,
2004.)
* Aktivitas antioksidan fraksi eter dan air ekstrak metanolik daun jambu biji (Psidium guajava
linn.) terhadap radikal bebas 1,1-difenil 2-pikrilhidrazil (DPPH) (Atmaja, n.d. 2007)
* Efek antibakteri ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava lamk.) terhadap Staphylococcus
aureus secara in vitro (Prof. Dr. Dr. Sumarno, dmm, sp mk,dkk, 2013)
* Formulasi tablet hisap ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang mengandung
flavonoid dengan kombinasi bahan pengisi manitol-sukrosa (Yohanes,2013)
* Optimasi waktu ekstraksi terhadap kandungan tanin pada bubuk ekstrak daun jambu biji (Psidii
Folium) serta biaya produksinya (Sukardi,2007),
* Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Jambu Biji dari beberapa Kultivar terhadap
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan “hole-plate diffusion method” ( Darsono, F.L dan
Artemisia, S.D.2003)
Pada praktikum ini kami akan memformulasi daun jambu biji menjadi bentuk sediaan
tablet. Pemilihan sediaan dalam bentuk tablet dikarenakan bentuk tablet ini mudah dalam
penggunannya dan penggunaan tablet sudah cukup familiar di kalangan konsumen. Selain itu
keuntungan sedian tablet dibandingkan dengan sediaan lainnya ialah lebih kompak, dosisnya
tepat serta mudah pengemasannya. Pembuatan tablet ini digunakan dengan metode cetak
langsung karena memiliki keuntungan efisien, efektif, tidak memerlukan banyak peralatan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Jambu Biji
a. Taksonomi Jambu Biji
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava Linn.
(Parimin, 2005)
b. Deskripsi Buah Jambu
Jambu biji atau bahasa latinnya Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa Yunani
yaitu “psidium” yang berarti delima. Sementara “guajava” berasal dari nama yang diberikan
oleh orang Spanyol.Jambu biji merupakan jenis tanaman perdu bercabang banyak. Tingginya
3-10 meter. Umumnya umur tanaman jambu biji hingga sekitar 30-40 tahun. Tanaman yang
berasal dari biji relative berumur lebih panjang dibandingkan hasil cangkokan atau okulasi.
Namun, tanaman yang berasal dari okulasi memiliki postur lebih pendek (dwarfing) dan
bercabang lebih banyak sehingga memudahkan perawatan tanaman. Tanaman ini sudah
mampu berbuah saat berumur sekitar 2-3 bulan meskipun ditanam dari biji.

Batang jambu memiliki ciri khusus, diantaranya berkayu keras, liat, tidak mudah
patah dan kuat, serta padat. Kulit kayu tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Pada
fase tertentu, tanaman jambu biji halus dan mudah terkelupas. Pada fase tertentu, tanaman
mengalami pergantian atau peremajaan kulit. Batang dan cabang-cabangnya mempunyai kulit
berwarna coklat atau coklat keabu-abuan.

Daun jambu biji berbentuk bulat panjang, bulat langsing, atau bulat oval dengan
ujung tumpul atau lancip. Warna daunnya beragam seperti hijau tua, hijau muda, merah tua,
dan hijau berbelang kuning. Permukaan daun ada yang halus mengilap dan halus biasa. Tata
letak daun saling berhadapan dan tumbuh tunggal. Panjang helai daun sekitar 5-15 cm dan
lebar 3-6 cm. sementara panjang tangkai daun berkisar 3-7 cm.

Tanaman jambu biji dapat berbuah dan berbunga sepanjang tahun. Bunga keluar di
ketiak daun. Kelopak dan mahkota masing-masing terdiri dari lima helai. Benang sari banyak
dengan tangkai sari berwarna putih. Bunganya ada yang sempurna (hermaprodit) sehingga
pembuahannya akan terbentuk bila terjadi penyerbukan. Ada pula yang tanpa penyerbukan
(partenokarpi) sehingga terbentuk buah jambu biji tanpa biji. Jumlah bunga di setiap tangkai
antara 1-3 bunga. Buah jambu biji berbentuk bulat atau bulat lonjong dengan kulit buah
berwarna hijau saat muda dan berubah kuning muda mengilap setelah matang. Untuk jenis
tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang kuning saat muda dan berubah menjadi kuning
belang-belang saat matang. Ada pula yang berkulit merah saat muda dan merah tua saat tua.
Warna daging buah pada umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, merah menyala, serta
merah tua. Aroma buah biasanya harum saat buah matang. Biji jambu biji pada umumnya
cukup banyak, meskipun ada beberapa Janis buah yang berbiji sedikit bahkan tanpa biji.
Umumnya, buah jambu yang berbiji bentuknya lebih sempurna dan simetris, sesuai karakter
jenisnya. Sementara bentuk buah jambu tanpa biji relative tidak beraturan. Buah jambu tanpa
biji tersebut terbentuk tanpa penyerbukan. Tanaman jambu biji berakar tunggang.
Perakarannya lateral, berserabut cukup banyak, dan tumbuh relative cepat. Perakaran jambu
biji cukup kuat dan penyerapan unsur haranya cukup efektif sehingga mampu berbuah
sepanjang tahun (Parimin, 2005).

c. Macam-macam Jambu Biji


Buah jambu biji memiliki jenis yang banyak antara lain :

1. Jambu biji delima


Jambu biji delima buahnya berbentuk bulat dan bermoncong dipangkalnya,
walaupun kulitnya agak tebal dan banyak bijinya, tapi dengan dagingnya yang berwarna
merah dan rasanya yang manis jenis jambu biji ini sangat menarik sekali untuk dinikmati.
2. Jambu biji gembos atau jambu biji susu
Jenis yang ini mempunyai bentuk buah bulat agak lonjong dengan meruncing
kepangkalnya. Sama seperti jambu biji delima, kulit jambu jenis ini juga tebal dan jika
buahnya matang berwarna agak kuning, dagingnya berwarna putih, bijinya tidak banyak,
rasanya kurang manis tetapi harum baunya.
3. Jambu biji manis
Bentuk buahnya bulat meruncing ke pangkal, kulit buahnya tipis dan jika matang
berwarna kuning muda. Jenis yang ini juga mempunyai biji yang banyak dan dagingnya
berwarna putih tetapi rasanya manis dan harum baunya.

4. Jambu biji Perawas (Getas)


Jambu biji perawas berbentuk bulat lonjong dan buahnya lebih besar dari jenis
biasanya, kulitnya agak tebal, bila buahnya matang berwarna kuning, dagingnya merah,
bijinya tidak banyak, rasanya agak asam, baunya harum.
5. Jambu biji Pipit
Berbentuk bulat kecil-kecil, kulitnya tipis, bila matang buahnya berwarna kuning
dan dagingnya berwarna putih, rasanya manis dan harum baunya.
6. Jambu biji sukun
Berbentuk bulat besar dan kulitnya tebal, bila matang buahnya berwarna kuning,
bijinya sedikit bahkan hampir tidak berbiji, tapi rasanya hambar dan harum baunya
(Parimin, 2005).
d. Kandungan Kimia Jambu Biji
Menurut Taiz dan Zeiger (2006) metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan
merupakan bagian dari sistem pertahanan diri. Senyawa tersebut berperan sebagai pelindung
dari serangan infeksi mikroba patogen dan mencegah pemakanan oleh herbivora. Metabolit
sekunder dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu terpen, fenolik, dan senyawa
mengandung nitrogen terutama alkaloid. Tanin pada tanaman jambu biji dapat ditemukan
pada bagian buah, daun dan kulit batang, sedangkan pada bunganya tidak banyak
mengandung tanin. Daun tanaman jambu biji selain mengandung tanin, juga mengandung
zat lain seperti triterpenoid, asam malat, asam ursolat, asam guajaverin, minyak atsiri
berwarna kehijauan yang mengandung eganol sekitar 0,4%, damar 3%, minyak lemak 6%,
dan garam-garam mineral, vitamin, dan zat-zat penyamak (psiditanin) sekitar 9%
(Kartasapoetra, 2004 & Dalimartha, 2004). Menurut Sudarsono dkk (2002), daun jambu biji
mengandung flavonoid, tanin (17,4%), fenolat (575,3 mb/g) dan minyak atsiri.

e. Khasiat Jambu Biji


Daun jambu biji sejak lama digunakan untuk pengobatan secara tradisional, dan sudah
banyak produk herbal dari sediaan jambu biji.. Efek farmakologis dari daun jambu biji yaitu
antiinflamasi, antidiare, analgesik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi dan penambah
trombosit. Selain daunnya, buah jambu biji terutama dari jenis berwarna merah sering
digunakan untuk mengobati penyakit demam berdarah. Jus jambu ini dapat meningkatkan
nilai trombosit penderita demam berdarah, namun sampai ini belum diketahui senyawa yang
dapat meningkatkan nilai trombosit (Yuliani et al, 2003). Menurut Sipahutar (2000)
Tanaman jambu biji banyak digunakan sebagai obat. Tanaman tersebut bersifat anti diare,
anti radang (inflamasi), dan menghentikan pendarahan (hemostatik). Daun segarnya dapat
digunakan untuk pengobatan luar pada luka akibat kecelakaan, pendarahan akibat benda
tajam, dan borok (ulcus) di sekitar tulang. Daun jambu biji berkhasiat astringen (pengelat),
antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (homeostatis) dan peluruh haid. Buah berkhasiat
antioksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat
meningkatkan daya tahan tubuh (Hasanah, 2013). Pengujian daun jambu biji pada beberapa
patogen yang menyerang ikan dan udang menunjukan bahwa daun jambu biji dapat
digunakan untuk pengobatan terhadap virus dan bakteri pada hewan yang hidup di air
(akuatis) seperti infeksi.

Jambu biji mengandung pektin tinggi sehingga dapat menurunkan kolesterol serta
mengandung tanin yang berfungsi untuk memperlancar system pencernaan. Quersetin merupakan
senyawa golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon yang terkandung di dalam jambu biji,
yang berkhasiat diantaranya untuk mengobati kerapuhan pembuluh kapiler pada manusia
(Yuliani dkk.2003). Kuersetin menunjukkan efek antibakteri dan antidiare dengan
kemampuannya untuk mengendurkan otot polos usus dan menghambat kontraksi usus,dimana
adanya kuersetin dapat menghambat pelepasan asetilkolin disaluran cerna
(Netty,2008).Berdasarkan literatur yang kami temukan aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun
jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah terhadap bakteri penyebab diare
yaitu Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Shigella flexneri, dan Salmonella typhi
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih memiliki kemampuan
hambat bakteri yang lebih besar daripada jambu biji daging buah merah dimana KHM terhadap
Escherichia coli (60 mg/ml vs >100 mg/ml), Shigella dysenteriae (30 mg/ml vs 70 mg/ml),
Shigella flexneri (40 mg/ml vs 60 mg/ml), dan Salmonella typhi (40 mg/ml vs 60 mg/ml).
(Adnyana,2004)

Departemen Kesehatan pada tahun 1989 menyatakan bahwa bagian tanaman yang sering
digunakan sebagai obat adalah daunnya, karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin
9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat (Yuliani dkk. 2003). Penelitian Claus dan
Tyler pada tahun 1965 menyebutkan bahwa tannin mempunyai daya antiseptic yaitu mencegah
kerusakan yang disebabkan bakteri atau jamur (Rohmawati 2008).
2.2 Ekstraksi Daun Jambu Biji
Ekstraksi adalah kegiatan dalam pembuatan ekstrak, yaitu kegiatan penarikan kandungan
kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang
sesuai. Metode yang dikenal antara lain: dengan cara dingin yaitu maserasi, perkolasi atau
dengan cara panas yaitu refluks, sohxlet, digesti, infus, dekok. Maserasi adalah proses
pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan
prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik adalah teknik
dengan dilakukan pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi adalah teknik dengan
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan
seterusnya. Ekstraksi daun jambu biji bisa dengan cara perkolasi menggunakan pelarut etanol
encer hingga cairan yang menetes terakhir tidak berasa.

Teknik untuk mendapat ekstrak daun jambu biji yang umum dilakukan adalah maserasi
dan ekstrasi sinambung (continue). Maserasi adalah proses penyarian dengan cara perendaman
serbuk dalam air atau pelarut organic sampai meresap yang akan melunakkan susunan sel,
sehingga zat-zat yang terkandung di dalamnya akan terlarut (Ansel, 1989). Serbuk simplisia daun
jambu biji sebanyak 500 gram diekstrak dengan menggunakan 3,5 liter etanol 70% dalam
maserator selama 3 hari dengan sesekali dikocok dan dua kali remaserasi. Menurut Mohammad
Fajar et al. (2011) aktivitas antioksidan yang terbaik cenderung ditunjukkan fraksi hasil maserasi
dibandingkan hasil ekstraksi sinambung.

2.3 Kromatografi Lapis Tipis

KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi


atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang
campur. Pemilihan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur sangat dipengaruhi
oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan. KLT merupakan salah satu jenis
kromatografi analitik. KLT sering digunakan untuk identifikasi awal, karena banyak keuntungan
menggunakan KLT, di antaranya adalah sederhana dan murah. Kromatografi lapis tipis
menggunakan plat tipis yang dilapisi dengan adsorben seperti silika gel, aluminium oksida
(alumina) maupun selulosa. Adsorben tersebut berperan sebagai fasa diam. Fasa gerak yang
digunakan dalam KLT sering disebut dengan eluen. Pemilihan eluen didasarkan pada polaritas
senyawa dan biasanya merupakan campuran beberapa cairan yang berbeda polaritas, sehingga
didapatkan perbandingan tertentu. Eluen KLT dipilih dengan cara trial and error. Kepolaran
eluen sangat berpengaruh terhadap Rf (faktor retensi) yang diperoleh. Faktor retensi (Rf) adalah
jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh eluen. Rumus
faktor retensi adalah:

Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang
mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya.
Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat
pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara
0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan
sebaliknya. (anonym)
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi
radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada KLT. Densitometri lebih
dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan
pemisahan terlebih dahulu dengan KLT. Untuk evaluasi bercak hasil KLT secara densitometri,
bercak discaning dengan sumber sinar dalam bentuk celah (slit) yang dapat dipilih baik
panjangnya maupun lebarnya. Sinar yang dipantulkan diukur dengan sensor cahaya (fotosensor).
Perbedaan antara signal optik daerah yang tidak mengandung bercak dengan daerah yang
mengandung bercak dihubungkan dengan banyaknya analit yang ada melalui kurva kalibrasi
yang telah disiapkan dalam lempeng yang sama. Pengukuran densitometri dapat dibuat dengan
absorbansi atau dengan fluoresens. Kebanyakan pengukuran kromatogram lapis tipis dilakukan
dengan cara absorbansi. Kisaran Ultraviolet rendah (di bawah 190 nm sampai 300 nm).
Komposisi utama dalam Daun Jambu Biji adalah flavonoid. Quersetin adalah senyawa
golongan flavonoid jenis flavonol dan flavon. Quersetin mempunyai inti flavon dengan dua
cincin benzene yang terikat pada cincin heterocylicpyrone. Quersetin merupakan senyawa
kelompok flavonol terbesar, quersetin dan glikosidanya berada dalam jumlah sekitar 60-75 %
dari flavonoid. Quersetin merupakan suatu aglikon yang apabila berikatan dengan glikonnya
akan menjadi suatu glikosida. Quersetin dan lebih dari 2000 golongan flavonoid yang lain
terbentuk dari kondensasi -glikosida. Quersetin memiliki aktivitas antioksidan yang
dimungkinkan oleh komponen fenoliknya yang sangat reaktif. Quersetin akan mengikat spesies
radikal bebas sehingga dapat mengurangi reaktivitas radikal bebas tersebut. Apabila quersetin
diperlakukan dengan metode KLT secara visualisasi fisika yaitu dengan melihat noda
kromatogram yang mengadsorpsi radiasi UV atau berfluoresensi dengan radiasi UV panjang
gelombang 365 nm akan menghasilkan warna orange atau kuning kehijauan sedangkan pada
fluoresensi UV dengan panjang gelombang 365 nm menghasilkan warna hijau kekuningan,
misalnya untuk kaempferol. Fase gerak yang digunakan disini adalah ethyl asetat : formic acid :
glacial acetic acid : water dengan perbandingan 100 : 11 : 11 : 26 dan dideteksi dengan
menggunakan produk alam yaitu Polyethylene Glycol Reagent.

2.4 Tablet
Tablet menurut Farmakope Indonesia Edisi III, merupakan sediaan padat kompak dibuat
secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaan rata atau cembung
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan. (FI III, 1979).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat
dengan atau tanpa bahan pengisi. (FI IV, 1995). Dan menurut British Pharmacopoeia, tablet
adalah sediaan padat yang mengandung satu dosis dari beberapa bahan aktif dan biasanya dibuat
dengan mengempa sejumlah partikel yang seragam. (BP, 2002).
Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyak
mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah
sediaan lebih kompak, dosisnya tepat, mudah pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis
dibanding sediaan yang lain. Sediaan tablet terdiri dari bahan aktif dan bahan tambahan.

Beberapa macam bahan tambahan yang dapat digunakan dalam pembuatan tablet, seperti:
1. Zat pengisi (diluents) dimaksudkan untuk memperbesar volume tablet. Biasanya digunakan
Saccharum Lactis, Amylum Manihot, Calcii Phosphas, Calcii Carbonas dan zat lai yang
cocok.
2. Zat pengikat (binder) dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat. Biasanya
yang digunakan adalah mucilago gummi arabici 10 -20% (solution Methylcellulosum 5%)
3. Zat penghancur (disintegrant) dimaksudkan agar tablet dapat hancur dalam perut. Biasanya
yang digunakan adalah Amylum Manihot kering, gelatinum, agar-agar, natrium alginate.
4. Zat pelican (lubricant) dimaksudkan agar tablet tidak lekat pada cetakan (matrys). Biasanya
digunakan talcum 5%, Magnesii Stearas, Acidum Stearicum. (Anief, 2005).

Metode pembuatan tablet dibedakan menjadi 3 metode yang meliputi metode granulasi
basah, granulasi kering dan cetak langsung.
1. Metode granulasi basah
Secara sederhana prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut : campuran zat aktif dan
eksipien dibasahi dengan cairan granulasi. Granul dibentuk dengan cara melewatkan massa
yang basah melalui ayakan, kemudian dikeringkan. Massa granul yang kering diayak kembali
selanjutnya dikompresi.
2. Metode granulasi kering
Proses ini menunjukan granulasi campuran serbuk kering dengan cara kompresi tanpa
melibatkan panas dan pelarut. Metode ini khususnya cocok untuk senyawa aktif yang peka
terhadap panas atau lembab. Ada 2 proses yang dapat dilakukan untuk metode ini yaitu :
a. Slugging : Melibatkan prekompresi campuran serbuk dengan cetakan tablet
sehingga dihasilkan slug, yang kemudian dihancurkan dan diayak
menjadi granul.
b. Pressure Roll : Serbuk dikompresi dengan pressure rolls.
3. Metode cetak langsung
Merupakan proses dimana tablet dicetak langsung dari campuran serbuk zat aktif dan
eksipien. Eksipien yang umum adalah pengisi, disintegran dan lubrikan. Untuk menghasilkan
tablet yang baik, campuran serbuk harus mengalir secara seragam dan membentuk massa
yang kompak. (Ansel,1989).
No Bahan Fungsi % Untuk 1000
Tablet (gram)
1 Ekstrak Daun Bahan Aktif 25 100
Jambu Biji
2 Aerosil adsorben 2% 8
3 Avicel Bahan Pengisi 53 212
4 Pati Jagung Bahan Penghancur 10 40
5 mg Stearat Lubrikan 2 8

Jumlah 100 400

2.5 Rencana Formulasi Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji


Adapun jenis dan bahan dalam formula:

1. Avicel (HOPE 5th hal 132-135)


 Pemerian : Serbuk kristalin; putih; tidak berbau; tidak berasa; tersusun atas
partikel-partikel berpori; higroskopis
 Fungsi : Pengisi tablet (konsentrasi 20-90% b/b); penghancur tablet (konsentrasi
5-15% b/b); adsorben (20-90%). Dapat digunakan untuk metode kempa langsung
maupun granulasi basah.
 Kelarutan : Sukar larut dalam larutan NaOH 5% b/v; praktis tidak larut dalam
air, asam encer dan sebagian besar pelarut organik
 Stabilitas : Avicel stabil, meskipun higroskopis. Harus disimpan dalam wadah
tertutup baik pada tempat sejuk dan kering.
 Inkompatibilitas : Agen pengoksidasi kuat
2. Starch (amylum) (HOPE, 5th 723)
Mekanisme kerja disintegrasi oleh starch :
 Dengan membentuk pathways dalam matriks tablet sehingga air dapat masuk
melalui pori (kapiler) sehingga menghancurkan tablet
 Starch mengembang ketika terekspos oleh air
 Saat pengempaan, terjadi distorsi pada bentuk starch; ketika terekspos oleh air,
terjadi rekoveri bentuk starch. (Lachman Tablet, 175)
 Pemakaian : 3-15 %, merupakan disintegran yang paling umum digunakan.
Pemakaiannya disesuaikan dengan jenis starch, tekanan pengempaan, dan
kandungan air massa cetak
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam etanol dingin (95%) dan dalam air dingin
 pH : 5,5-6,5 pada 25°C (2% w/v aqueous dispersion of corn starch)
 Stabilitas dan Penyimpanan : Penyimpanan di tempat yang sejuk, kering, dan
dalam wadah kedap udara.
 OTT : -
 Keamanan : Starch merupakan senyawa makanan yang dapat dimakan yang
dikenal secara luas keamanannya.
 Perhatian khusus : Simpan dalam tempat yang bersih, kering, dan ruang
berventilasi baik. Sebelum digunakan, harus dikeringkan pada suhu 80-90 °C
untuk menghilangkan air yang terabsorpsi.

Fungsi utama dari lubrikan adalah untuk mengurangi gesekan atau friksi yang terjadi
antara permukaan tablet dengan dinding die selama proses pengempaan dan penarikan tablet.
(Lachman Tablets, 110) Setiap lubrikan memiliki konsentrasi optimum (tidak lebih dari 1%)
untuk menghasilkan kecepatan aliran yang optimum. (Lachman Tablets, 112)
3. Mg Stearat (FI IV hal 115, excipients ed V hal 432 )
 Rumus Molekul : C16H70MgO4
 Pemerian : serbuk halus licin, mudah melekat pada kulit , mempunyai baud an
rasa khas lemah
 Kelarutan : praktis tidak larut dalam air
 Stabilitas : stabil dan simpan di tempat kering
 OTT :dengan asam kuat, garam – garam besi dan hindari pencampuran dengan
oksidator kuat
 Konsentrasi : 0,25 – 5,0 %
 Kegunaan : lubrikan/ zat pelican
 Penyimpanan : dalam wadah tertutp rapat dan tempat sejuk
4. Aerosil (Handbook of Excipients halm.185 dan Ed.IV halm.424)
 Rumus Molekul : SiO2
 Pemerian : Serbuk koloid silikon dioksida dengan ukuran partikel sekitar 15 nm,
ringan, warna putih-kebiruan, tidak berbau, tidak berasa, dan serbuk
amorf. amorf, berwarna putih, tidak berbau dan tidak berasa.
 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam organik solven, air dan asam kecuali
hydrofluoric acid, larut dalam larutan alkali hydroxide panas membentuk dispersi
koloidal dengan air
 Berat Jenis : 0,029-0,042 g/ml
 pH : 3,5 – 4,0
 Stabilitas : bersifat higroskopis dan mengadsorbsi sebagian besar air tanpa
mencair.
 OTT : inkompatibel dengan diethylstilbestrol preparations.
 Wadah dan Penyimpanan : wadah yang tertutup rapat
 Kegunaan : memperbaiki sifat alir, glidant, suspending agent, peningkat
viskositas, absorben
 Konsentrasi : Glidant 0,1 – 0,5%

2.6 Evaluasi Sediaan


Evaluasi karakteristik suatu sediaan tablet bertujuan untuk menghasilkan tablet yang baik
dan memenuhi beberapa persyaratan. Persyaratan tablet yang baik sebagai berikut :
1. Memenuhi keseragaman ukuran
2. Memenuhi keseragaman bobot
3. Memenuhi waktu hancur
4. Memenuhi keseragaman isi zat berkhasiat
5. Memenuhi waktu larut (dissolution test) (Anief, 2005).

Metode evaluasi tablet :


1. Keseragaman ukuran (FI III)
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 sepertiga kali tebal tablet.
2. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan (FI III)
Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut :
a. Timbang 20 tablet dan hitung bobot rata-ratanya.
b. Jika ditimbang satu per satu tidak boleh lebih dari dua tablet yang menyimpang dari
bobot rata-rata, lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh
ada satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga
pada kolom B
c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rat-rata yang ditetapkan pada kolom A
atau kolom B.

Penyimpanan Bobot rata-rata dalam %


Bobot Rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai dengan 150
10 % 20 %
mg
151 mg sampai dengan 300 7.5% 15 %
mg lebih dari 300 mg 5% 10 %

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Jika zat aktif merupakan bagian terbesar
dari tablet dan jika uji keseragaman bobot mewakili keseragaman kandungan.
Farmakope mempersyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50
mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi
syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tablet (FI IV : 6)
3. Waktu hancur (FI III)
Alat yang digunakan yaitu tabung gelas panjang 80 mm – 100mm, diameter dalam
lebih kurang 28 mm, diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa
kawat tahan karat, lubang sesuai dengan pengayaan nomor 4, berbentuk keranjang
Keranjang disisipkan searah di tengah-tengah tabung kaca, diameter 45
mm,dicelupkan ke dalam air bersuhu antara 36O atau 38O sebanyak lebih kurang 1000
ml, sedalam tidak kurang dari 15 cm sehingga dapat dinaik-turunkan dengan teratur.
kedudukan kawat kasa pada posisi tertinggi tepat diatas permukaan air dan kedudukan
terendah mulut keranjang tepat dipermukaan air.
Cara kerja :
a. Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, dimana keranjangnya disisipkan searah
ditengah-tengah tabung kaca berdiameter 45mm
b. Turun-naikan keranjang secara teratur 30kali per menit
c. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal dalam kasa
kecuali fragmen berasal dari zat penyalut
Namun jika dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan kelima
tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih 60 menit
untuk tablet bersalut gula dan tablet salut selaput.
Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet satu
persatu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Denagn
cara pengujian ini tablet harus memenuhi syarat diatas. Cakram penuntun terdiri dari
cakram yang terbuat dari bahan yang cocok,diameter lebih kurang 26 mm, tebal 2 mm,
permukaan bawah rata, permukaan atas berlubang 3 dengan jarak masing-masing
lubang 10 mm dari titik pusa. Tiap lubang terdapat kawat tahan karat diameter 0,445
mm yang dipasang tegak lurus permukaan cakram dan dihubungkan dengan cincin
penuntun yang dibuat dari kawat jenis yang sama, diameter 27 mm. Jarak cincin
penuntun dengan permukaan atas cakram 15 mm. Beda antar diameter cakram penuntun
dengan diameter keranjang sebaiknya antara 1 mm dan 2 mm. Bobot cakram penuntun
tidak kurang dari 1,9 g dan tidak lebih dari 2,1 g.

Waktu hancur tablet bersalut enterik (FI III)


Lakukan pengujian waktu hancur menggunakan alat dan sesuia dengan cara tersebut
diatas. Air deganti lebih kurang 250 ml asam klorida0,05 N. Pengerjaan dilakukan
selama 3 jam, tablet tidak larut kecuali zat penyalut. Angkat keranjang, cuci segera
tablet dengan air, ganti larutan asam dengan larutan dapar pH 6,8, atur suhu antara 36 0
dan 380. Celupkan keranjang kelarutan tersebut. lanjutkan pengujian selama 60 menit.
Pada akhir pengujian tidak terdapat bagian tablet di atas kecuali fragmen zat penyalut.
Jika tidak memenuhisyarat ini ulangi pengujiaan 5 tablet dengan cakram penuntun.
Dengan cara pengujian ini tablet harus memenuhi syarat diatas.

4. Kekerasan tablet
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya, agar tablet
tidak terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet erat hubuingannya dengan
ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur tablet. Syarat yang digunakan untuk
mengukur kekerasan tablet adalah hardness tester.
5. Keregasan tablet (Friability)
Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet digunjang. Penentuan
keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu tablet akan dilapis
(coating). Alat yang digunakan disebut friability tester. Caranya :
1.bersihkan 20 tablet dari tebu, kemudian ditimbang (wi gram )
2. masukkan tablet ke dalam alat friability tester untuk diuji
3. Putar alat tersebut selama 4 menit
4. keluarkan tablet, bersihkan debu, dan ditimbang kembali (2 gram )

5.kerapuhan tablet yang di dapat R = x 100%

Batas kerapuhan yang diperboleh maximum 0,8%


http://www.betatekinc.com/images/distek_df-3.jpg

6. Disolusi Tablet
Dalam USP cara pengujian disolusi tablet dan kapsul dinyatakan dalam masing-
masing monografi obat. pengujian merupakan alat objektif dalam menetapkan sifat
disolusi suatu obat yang berada dalam sediaan padat karena absorbsi dan kemampuan
obat dalam tubuh sangat tergantung pada adanya obat pada keadaan melarut. Berikut
merupakan alat uji dissolusi tablet.
Secara singkat alat untuk menguji karakteristik disolusi dan sediaan pada kapsul
atau tablet terdiri dari:
1. Motor pengaduk dengan kecepatan yang sudah diubah
2. Keranjang baja stainlees berbentuk silinder atau dayung untuk di tempelkan ke ujung
batang pengaduk
3. Bejana dari gelas atau bahan lain yang inert dan transparan dengan volume 1000 ml,
bertutup dan ditengahnya terdapat tempat untuk menempelkan pengaduk, dan ada
lubang tempat mengaduk pada tiga tempat dua untuk memindahkan sampel dan satu
untuk menempatkan thermometer.
4. Penangas air yang sesuai untuk menjaga temperatur pada media disolusi dalam
bejana. (Ansel, 1989)
Contoh alat dissolution tester

http://image.made-in-china.com/2f0j00ieBtgZkqZjoT/Dissolution-Tester-ZRS-8G-.jpg
BAB III.METODE

3.1 Pembuatan ekstrak

Alat :

 Maserator
 Batang pengaduk
 Corong buchner
 Pompa vakum
 Rotavapor
 Beaker Glass
 Gelas ukur
 Timbangan analitik
 Mortir dan stemper

Bahan :

 Simplisia daun jambu biji


 Etanol 96%

3.2 Prosedur pembuatan :

1. Proses ekstraksi

Ekstraksi daun jambu biji dilakukan dengan cara maserasi 1 bagian simplisia dengan 5
bagian pelarut (etanol 96%), yaitu sebagai berikut :
Simplisia daun jambu biji

Ditimbang 300 g, dimasukkan dalam


maserator
Etanol 96%
Tambah etanol 96% 1500ml, sebagian etanol
untuk membasahi simplisia (±500ml), lalu
sisaanya dimasukkan semua dalam
maserator dan tutup rapat maserator.Rendam
selama 6 jam pertama sambil diaduk,
Maserat kemudian diamkan selama 18 jam.

Disaring menggunakan corong bunchner

Filtrat

Dipekatkan dengan rotavapor

Ekstrak kental

Hitung randemen yang diperolih, %b/b


ekstrak kental dan bobot simplisia yang
digunakan.
Ekstrak kental dengan %b/b
yang telah diketahui

2. Pengeringan ekstrak

Ekstrak kental

Aduk rata ekstrak selama 3-5 menit.

Ekstrak yang telah diaduk rata


Timbang ± 75% dari randemen yang
dihasilkan, masukkan dalam mortir

75% ekstrak kental dari


rendemen dalam mortir

Dikeringkan dengan penambahan aerosil 1-


2% bobot ekstrak kental, tambahkan sedikit
demi sedikit sambil digerus sampai rata dan
kering
Ekstrak kering

3.3 Pembuatan tablet


Proses pembuatan tablet dari ekstrak daun jambu biji dilakukan dengan cara
kempa langsung, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Alat :

 Mortir dan stemper


 Ayakan granul mesh 16
 Loyang
 Beaker glass
 Mesin pencetak tablet
 Timbangan
 MC balance

Bahan :

 Ekstrak daun jambu biji


 Avicel
 Pati jagung
 Asam stearat
1. Proses pencampuran bahan

Ekstrak daun jambu biji 100 gram, Avicel 212 gram,


Dimasukkan ke dalam mortir, dilakukan
pencampuran 15 menit, hingga ekstrak
kering

Hasil campuran Ekstrak daun jambuDitambahkan


biji 100 gram,pati
Avicel 21240
jagung gram,
gram ke dalam
mortir

Hasil campuran bahan dalam mortir


Ditambahkan Mg stearat 8 gram ke dalam
mortir

Hasil campuran bahan dalamdengan


Diayak mortir menggunakan ayakan mesh

16, kemudian hasil ayakan ditampung

Serbuk kering yang telah diayak

Dimasukkan ke dalam alat pencetak tablet

Terbentuk tablet

di lakukan in prosess control berat dan


kekerasan selama proses kompresi

Tablet dengan kekerasan dan ketebalan yang sesuai dengan


yang diharapkan.
3.4 Evaluasi Tablet
1. Keseragaman bobot tablet
(Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Kedua, hal. 656; USP XX-NF XV; dan Farmakope
Indonesia, Edisi Ketiga, hal.7)
Alat : Timbangan analitik miligram (electronic balance)
Prosedur : Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut :
1. Timbang 20 tablet dan hitung bobot rata-ratanya.
2. Jika ditimbang satu per satu tidak boleh lebih dari dua tablet yang menyimpang dari
bobot rata-rata, lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh ada
satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga pada
kolom B
3. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tablet pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rat-rata yang ditetapkan pada kolom A atau
kolom B.
Penyimpanan Bobot rata-rata dalam %
Bobot Rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai dengan 150
10 % 20 %
mg
151 mg sampai dengan 300 7.5% 15 %
mg lebih dari 300 mg 5% 10 %

Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot. Jika zat aktif merupakan bagian terbesar dari
tablet dan jika uji keseragaman bobot mewakili keseragaman kandungan. Farmakope
mempersyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau kurang
dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tablet (FI IV : 6)
Persyaratan : Dilakukan uji untuk tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50mg
atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan harus memenuhi syarat uji
keseragaman kandungan yang pengujiaannya dilakukan pada tiap tablet (FI ed IV)

4. Keseragaman ukuran tablet


Alat : Jangka Sorong
Prosedur :
a. Tablet diukur diameternya dalam keadaan horizontal dengan jangka sorong.
b. Tablet diukur tebalnya dalam keadaan vertikal dengan jangka sorong.
Persyaratan : Kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang
dari 1 1/3 tebal tablet (Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, hal 6)

5. Waktu hancur tablet


Alat : Erweka Cakram Disintegrasi Type ZT 501
Prosedur : Memasukkan 1 tablet pada masing-masing 6 tabung dari keranjang. Dimasukkan
satu cakram pada setiap tabung dan menjalankan alat. Digunakan air bersuhu 37˚ ± 2˚C sebagai
media dengan volume 900 mL (kecuali dinyatakan menggunakan cairan lain dalam masing-
masing monografi).
Pada akhir batas waktu seperti yang tertera pada monografi, keranjang diangkat dari media dan
tabletnya diobservasi : semua tablet harus sudah terdisintegrasi sempurna, jika 1 atau 2 tablet
tidak terdisintegrasi secara sempurna, pengujian diulangi dengan menggunakan 12 tablet
lainnya : tidak kurang 16 tablet dari 18 tablet yang diuji harus terdisintegrasi sempurna.
Persyaratan : Pada batas waktu amati tablet, semua tablet harus hancur sempurna, bila 1 atau 2
tablet tidak hancur ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya; tidak kurang 16 dari 18 tablet
harus hancur sempurna (FI IV, monografi 1251).

6. Kekerasan tablet
Alat : Erweka TBH 220 Hardness Tester
Prosedur : Mengambil 10 tablet untuk diuji. Pertama, alat/besi penahan dibersihkan dengan
kuas. Kemudian, tablet diletakkan tepat di tengah besi penahan dan alat dijalankan sehingga besi
penahan menekan tablet. Kekerasan tablet dapat dilihat pada skala yang muncul di monitor.
Persyaratan : 4-8 kPa (Pharmaceutical Dosage Form Tablet, Vol. 2, p. 244)

5. Kerapuhan tablet
Alat : Erweka Friabilator Type TAP
Prosedur :
a. Sebelum digunakan, dicek terlebih dahulu apakah bagian wadah tablet sudah bersih atau
belum.
b. Dihubungkan alat dengan arus listrik.
c. Diambil 10 tablet, dibersihkan satu per satu dengan bantuan kuas, kemudian ditimbang
semua tablet dan hasil penimbangan (W1) dicatat.
d. Diputar sekrup pada bagian wadah tablet ke arah kiri dan lepaskan wadah tablet.
e. Dibuka tutup wadah dan masukkan 10 tablet yang telah ditimbang, kemudian tutup wadah.
f. Dipasang wadah tablet ke arah pemutar, pasang sekrup kemudian putar ke arah kanan hingga
kencang.
g. Putar penunjuk kecepatan ke arah kanan sampai skala penunjuk menunjukkan skala 4 (alat
sudah disetting untuk berputar dengan kecepatan 25 rpm, sehingga untuk menghasilkan total
putaran 100 rpm maka alat diputar selama 4 menit).
h. Tunggu sampai alat berhenti berputar, putar sekrup ke arah kiri dan lepaskan wadah dan alat
pemutar.
i. Buka tutup wadah tablet kemudian keluarkan tablet dari wadah dan bersihkan tablet dari
serpihan dengan bantuan kuas.
j. Ditimbang 10 tablet tersebut dan catat hasil penimbangan (W2).
k. Kerapuhan tablet = W1 – W 2 . 100 %
W1
l. Bersihkan wadah dari serpihan tablet dengan bantuan kuas dan kemudian pasang tutup
wadah.
m. Pasang kembali wadah pada alat pemutar, pasang sekrup dan putar ke kanan hingga kencang.
n. Setelah selesai maka putuskan alat dari arus listrik.
Persyaratan : kerapuhan tablet harus < 1% (USP 32 p.1216)

2. Uji Disolusi
Alat : terdiri dari wadah tertutup terbuat dari kaca. Wadah tercelup sebagian didalam
suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam
wadah 370C +/- 0,50C. dayung yang digunakan terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk
Prosedur : masukkan sejumlah volume media disolusi yang tertera pada masing-masing
monografi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan media disolusi hingga suhu 370C +/- 0,50C dan
angkat thermometer. Masukkan 1 tablet ke dalam alat, hilangkan gelembung udara dari
permukaan sediaan yang diuji dan segera jalankan alat pada laju kecepatan seperti yang tertera
dalam monografi (FI IV, monografi 1231)
Persyaratan : Persyaratan disolusi ini tidak berlaku untuk kapsul gelatin lunak, kecuali bila
dinyatakan dalam masing – masing monografi. Bila dalam etiket dinyatakan bahwa sediaan
bersalut enterik, sedangkan dalam masing – masing monografi uji disolusi tidak secara khusus
dinyatakan untuk sediaan bersalut enteric, maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas
lambat, seperti yang tertera pada etiket (Farmakope Indonesia Edisi IV, Halaman 1083).
No Bahan Fungsi % Untuk 126
Tablet (Gram)
1 Ekstrak Daun Jambu Bahan Aktif 23 11,592
Biji
2 Aerosil Adsorben 2 1,008
3 Avicel Bahan Pengisi 63 31,752
4 Pati Jagung Bahan Penghancur 10 5,04
5 Mg Stearat Lubrikan 2 1,008
Jumlah 100 50,4

IV. HASIL PENGAMATAN

Formulasi Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji

Perhitungan
Ekstrak Daun Jambu Biji
25/100 x 50,4 g = 11,592 g
Aerosil
2/100 x 50,4 g = 1,008 g
Avicel
63/100 x 50,4 g = 31,752 g
Pati Jagung
10/100 x 50,4 g = 5,04 g
Mg Stearat
2/100 x 50,4 g = 1,008 g
Sifat alir serbuk ekstrak daun jambu biji: 15 detik
Uji Keseragaman Bobot
Bobot Tablet Deviasi Rata-rata Kuadrat Deviasi
(gram) / xi (∆ = x-xi) ∆2
1 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
2 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
3 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
4 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
5 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
6 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
7 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
8 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
9 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
10 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
11 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
12 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
13 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
14 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
15 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
16 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
17 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
18 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5
19 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
20 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5
∑x = 7,91 ∑∆2 = 4,95 x 10-4
X = 0,3955 ±
1,252 x 10-3

∑ = 0,40 + 0,40 + 0,40 + 0,40 + 0,39 + 0,40 + 0,39 + 0,40 + 0,39 + 0,39 + 0,40 + 0,40 + 0,40 +
0,39 + 0,39 + 0,39 + 0,39 + 0,39 +0,40 + 0,40
20
= 0,3955 g

SD = 4,95 x 10-4
0,3955
= 1,252 x 10-3

Bobot rata-rata Peyimpangan bobot rata-rata %


%
A B
25 mg atau kurang 15 % 30 %
26mg – 150 mg 10 % 20 %
151mg – 300 mg 7,5 % 15 %
Lebih dari 300 mg 5% 10 %
Dari hasil uji keseragaman bobot IPC di dapatkan bobot rata-rata per tablet 0,3955 ± 1,252 x 10 -3
gram. Jika penyimpangan 5% maka :
0,3955 ± ( 5/ 100 x 0,3955 ) = 0,3955 ± 0,019775
= 0,376 ---- 0,415gram
= 376 – 415 mg
Berdasarkan hasil rentang diatas, maka tablet ekstrak daun jambu biji yang kami buat memiliki
keseragaman bobot sesuai dengan literatur tanpa ada penyimpangan satu pun.

Uji Kekerasan Tablet


Nomor Tablet Kekerasan (kg)
1 5
2 4,5
3 5
4 4
5 5
Rata-rata 4,7 ± 0,447

Uji Kerapuhan Tablet


Replikasi W1 (10 tablet) W2(10 tablet)

1 4,015 gram 3,975 gram 0,996%


2 4,100 gram 4,070 gram 0,732%
3 4,035gram 4,005 gram 0,743%
Rata-rata 0,824% ±0,149

Uji waktu hancur


Replikasi Waktu (detik)
1 44 detik
2 43 detik
3 45 detik
Rata-rata 44 ± 1

V. PEMBAHASAN

5.1 PEMBUATAN ESKTRAK DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava)


Pada praktikum kali ini dilakukan formulasi sediaan tablet dari daun jambu biji. Hal
pertama yang dilakukan adalah pembuatan ekstrak kental daun jambu biji. Daun jambu biji
diperoleh dari Laboratorium Biologi Farmasi Unej. Setelah diperoleh simplisia daun jambu biji,
dilakukan penyotiran terhadap simplisia daun jambu biji (untuk memisahkan dari pengotor yang
terikut). Setelah disortir simplisia daun jambu biji diblender untuk mereduksi ukuran sehingga
saat dilakukan maserasi luas permukaannya menjadi lebih luas. Sebelum dilakukan maserasi
hasil blender daun jambu biji diayak untuk menghomogenkan ukuran. Setelah diayak, serbuk
ditimbang sebanyak 500 gram kemudian dimasukkan toples. Ditambahkan etanol 96% kedalam
toples sebanyak 2500ml. Maserasi daun jambu biji dilakukan selama 2 hari sambil diaduk saat 12
jam sekali.
Solven yang digunakan untuk maserasi adalah etanol 96%, karena kandungan daun jambu
biji yanhg akan diambil adalah flavonoid utamanya quercetin. Di mana quercetin bersifat polar
sehingga mampu larut dalam etanol yang sifatnya juga polar. Setelah 2 hari maserat diperoleh,
kemudian dilakukan rotavapor untuk mendapatkan ekstrak kental daun jambu biji. Haisil yang
diperoleh ditimbang kemudian di letakkan dalam gelas ekstrak.

5.2 KLT EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI

Setelah dilakukan pembuatan ekstrak daun jambu biji dengan cara maserasi, langkah
selanjutnya adalah penetapan kadar senyawa aktif dalam ekstrak yaitu kadar kuersetin. Terlebih
dahulu dibuat larutan pembanding kuersetin dengan konsentrasi 1000 ppm, setelah itu diencerkan
hingga didapatkan larutan pembanding dengan konsentrasi 100, 200, 400, dan 800 ppm.
Kemudian dibuat larutan uji yaitu dengan melarutkan 250 mg ekstrak kental dalam 25 ml etanol.
Selanjutnya dilakukan penotolan larutan baku pembanding kuersetin sebanyak 2 μl dan larutan
uji sebanyak 10 μl, kemudian dieluasi dengan menggunakan eluen kloroform : aseton : asam
formiat (10:2:1) sebanyak 20 ml. Setelah dieluasi, lempeng dikeringkan dan diamati secara
kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan pengamatan lempeng dibawah sinar
uv pada panjang gelombang 254 nm diamati noda yang terbentuk pada lempeng dan dihitung
serta dibandingkan nilai rf dari standart kuersetin dan ekstrak jambu biji yang ditotolkan. Dimana
nilai rf pada standart kuersetin setelah dilakukan pengenceran yaitu pada konsentrasi 10, 20, 40,
dan 80 ppm secara berurutan adalah 0,85, 0,86, 0,86, 0,86 sedangkan untuk sampal dengan 6 kali
replikasi secara berturut-turut adalah 0,83, 0,84, 0,84, 0,83, 0,83, 0,83.
Gambar 1. Lempeng sebelum diamati dibawah radiasi sinar uv λ 254nm

Gambar 2. Lempeng setelah diamati dibawah radiasi sinar uv λ 254nm

Sedangkan analisis kuantitatif kuersetin dalam ekstrak dilakukan dengan densitometer.


Dari hasil densitometer, berdasarkan perhitungan melalui persamaan yang diperoleh besar kadar
kuersetin dalam ekstrak tidak dapat diketahui karena kadar kuersetinnya kurang dari rentang
konsentrasi larutan pembanding yang digunakan sehingga kadarnya tidak bisa terukur secara
kuantitatif.

Gambar 3. Hasil densitometer 1


Maka dari itu, dilakukan pengulangan analisis KLT-densitometri dengan menggunakan
konsentrasi larutan pembanding yang lebih kecil (pengenceran 10x) yaitu 10, 20 ,40, dan 80
ppm. Hasil yang didapat berdasarkan perhitungan melalui persamaan yang diperoleh ternyata
menunjukkan bahwa kadar kuersetin dalam ekstrak lebih dari konsentrasi larutan pembanding
yang digunakan sehingga kadar kuersetin dalam ekstrak kental masih belum bisa terukur secara
kuantitatif.

Gambar 2. Hasil densitometer 2

Sebenarnya harus dilakukan pengulangan analisis KLT-densitometri dengan


menggunakan konsentrasi larutan pembanding kuersetin sebesar 20, 40, 80, 100, dan 200 ppm
untuk bisa mengetahui kadar kuersetin dalam ekstrak. Tapi karena keterbatasan waktu dan biaya
maka tidak dilakukan pengulangan.

5.3 PEMBUATAN TABLET DAN EVALUASINYA

Pada praktikum kali ini dilakukan formulasi sediaan tablet dari daun jambu biji. Hal
pertama yang dilakukan adalah pembuatan ekstrak kental daun jambu biji. Daun jambu biji
diperoleh dari Laboratorium Biologi Farmasi Unej. Setelah diperoleh simplisia daun jambu biji,
dilakukan pernyotiran terhadap simplisia daun jambu biji (untuk memisahkan dari pengotor yang
terikut). Setelah disortir simplisia daun jambu biji diblender untuk mereduksi ukuran sehingga
saat dilakukan maserasi luas permukaannya menjadi lebih luas. Sebelum dilakukan maserasi
hasil blender daun jambu biji diayak untuk menghomogenkan ukuran. Setelah diayak, serbuk
ditimbang sebanyak.....kemudian dimasukkan toples. Ditambahkan etanol 96% kedalam toples
sebanyak....ml. Maserasi daun jambu biji dilakukan selama 2 hari sambil diaduk saat 12 jam
sekali.
Solven yang digunakan untuk maserasi adalah etanol 96%, karena kandungan daun jambu
biji yanhg akan diambil adalah flavonoid utamanya quercetin. Di mana quercetin bersifat polar
sehingga mampu larut dalam etanol yang sifatnya juga polar. Setelah 2 hari maserat diperoleh,
kemudian dilakukan rotavapor untuk mendapatkan ekstrak kental daun jambu biji. Haisil yang
diperoleh ditimbang kemudian di letakkan dalam gelas ekstrak.

Pembuatan tablet dari ekstrak daun jambu biji diawali dengan cara mengkeringkan
ekstrak kental menggunakan aerosil. Aerosil berfungsi sebagai adsorben / pengering dengan cara
menyerap air yang tertinggal pada esktrak kental. Penggunaan aerosil ini hanya 2% dari bobot
ekstrak kental. Setelah terbentuk ekstrak kering kemudian ditambahkan dengan bahan tambahan
antara lain avicel yang berfungsi sebagai bahan pengisi, pati jagung sebagai bahan penghancur
serta Mg stearat sebagai lubrikan. Penggunaan bahan pengisi berfungsi untuk menambah berat
dari tablet karena jumlah ekstrak yang digunakan sangat sedikit sehingga untuk mendapatkan
berat tablet yang diharapkan ditambahkan bahan pengisi. Pati jagung sebagai bahan penghancur
agar ketika tablet di minum secara per oral dapat hancur ketika kontak dengan cairan lambung
sehingga dapat melepaskan bahan aktif dan menimbulkan efek terapi yang diharapkan. Mg
stearat berfungsi sebagai lubrikan untuk mencegah gesekan antara tablet dengan dinding die dan
punch saat pembuatan tablet.

Pembuatan tablet ekstrak daun jambu biji menggunakan teknik kempa langsung karena
berdasarkan literature proses kempa langsung ini memiliki banyak keuntungan. Keuntungannya
meliputi tahapan produksi yang sangat singkat yaitu hanya proses pencampuran dan
pengempaan, peralatan yang dibutuhkan tidak banyak serta tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit
karena proses singkat (Sulaiman,2007). Pembuatan tablet kempa langsung ini umumnya
digunakan pada bahan yang memiliki sifat alir yang baik dan sifat kohesifnya dimungkinkan
untuk langsung dikompresi dengan tablet tanpa memerlukan granulasi basah maupun granulasi
kering. (Parrot, 1971)

Namun berdasarkan dari uji sifat alir, ekstrak kering dari daun jambu biji memiliki sifat
alir yang kurang baik yaitu 15 detik. Menurut Siregar,2010 menyatakan bahwa kecepatan alir
yang baik adalah 10 gram / detik. Dengan sifat alir yang kurang baik ini sebaiknya dilakukan
dengan proses granulasi basah atau granulasi kering karena ekstrak daun jambu biji ini tahan
terhadap pemanasan dan kelembapan. Proses granulasi basah tidak dilakukan karena memiliki
kekurangan yaitu prosesnya lebih panjang dan membutuhkan biaya yang lebih mahal serta
peralatan yang digunakan lebih banyak , sedangkan kerugian untuk granulasi kering ialah
membutuhkan peralatan yang khusus untuk membuat slug yaitu slugging, bias terjadi
kontaminasi silang yang cepat dan cenderung menghasilkan banyak fines.

Pada pembuatan sediaan tablet ekstrak daun jambu biji diawali dengan melakukan in
process control (IPC) untuk menjamin bahwa proses yang sedang berlangsung dapat
menghasilkan tablet dengan spesifikasi yang ditetapkan, dimana jika terjadi ketidaksesuaian hasil
dapat segera diatasi.Dalam proses pembuatan tablet ekstrak daun jambu biji , IPC yang diuji
adalah keseragaman bobot dan uji kekerasan tablet.

UJI KESERAGAMAN BOBOT

Bobot Tablet Deviasi Rata-rata Kuadrat Deviasi


(gram) / xi
(∆ = x-xi) ∆2

1 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

2 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

3 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5


4 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

5 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

6 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

7 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

8 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

9 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

10 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

11 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

12 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

13 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

14 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

15 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

16 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

17 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

18 0,39 g 5,5 x 10-3 3,025 x 10-5

19 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

20 0,40 g -4,5 x 10-3 2,025 x 10-5

∑x = 7,91 ∑∆2 = 4,95 x 10-4

X = 0,3955 ±
1,252 x 10-3

∑ = 0,40 + 0,40 + 0,40 + 0,40 + 0,39 + 0,40 + 0,39 + 0,40 + 0,39 + 0,39 + 0,40 + 0,40 + 0,40 +
0,39 + 0,39 + 0,39 + 0,39 + 0,39 +0,40 + 0,40

20
= 0,3955 g

SD = 4,95 x 10-4

0,3955

= 1,252 x 10-3

In proses control proses uji keseragaman bobot dilakukan sebelum tablet dikompresi
seluruhnya. dalam proses kompresi, tablet ekstrak daun jambu biji didesain dengan berat per
tablet adalah 400mg dan diperoleh 126 tablet.

Menurut Farmakope III,1979, keseragaman bobot ditetapkan dengan cara menimbang 20


tablet satu per satu dan dihitung bobot rata-ratanya.Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh
lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan
pada kolom " A " dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-
rata lebih dari harga dalam kolom " B ". Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh
ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan
dalam kolom " A " maupun kolom " B " .

Bobot rata-rata Peyimpangan bobot rata-rata %


%

A B

25 mg atau kurang 15 % 30 %

26mg – 150 mg 10 % 20 %

151mg – 300 mg 7,5 % 15 %

Lebih dari 300 mg 5% 10 %

Dari hasil uji keseragaman bobot IPC di dapatkan bobot rata-rata per tablet 0,3955 ± 1,252 x 10 -3
gram. Jika penyimpangan 5% maka :

0,3955 ± ( 5/ 100 x 0,3955 ) = 0,3955 ± 0,019775


= 0,376 ---- 0,415gram

= 376 – 415 mg

Berdasarkan hasil rentang diatas, maka tablet ekstrak daun jambu biji yang kami buat memiliki
keseragaman bobot sesuai dengan literatur tanpa ada penyimpangan satu pun.

UJI KEKERASAN TABLET

Dalam uji kekerasan tablet IPC , tablet yang kami ukur kekerasannya berjumlah 5 tablet
dengan menggunakan alat Stoke- Monsanto Hardness Tester, berikut adalah data hasil
percobaannya

Nomor Tablet Kekerasan (kg)

1 5

2 4,5

3 5

4 4

5 5

Rata-rata 4,7 ± 0,447

Kekerasan tablet merupakan parameter yang menggambarkan ketahanan tablet dalam


melawan tekanan mekanik seperti goncangan, benturan dan keretakan selama proses
pengemasan, penyimpanan,transportasi dan sampai ke tangan konsumen.Syarat kekerasan tablet
menurut Lachman, 1994 adalah 4-8 kg. Berdasarkan uji kekerasan diatas ,tablet ekstrak daun
jambu biji memiliki kekerasan yang memenuhi rentang syarat kekerasan tablet.

Pada proses tabletasi selanjutnya dilakukan in process quality control untuk mengevaluasi
seluruh tablet ekstrak daun jambu biji yang dihasilkan meliputi uji keseragaman bobot, kekerasan
tablet, kerapuhan dan uji waktu hancur. Namun evaluasi uji keseragaman bobot dan kekerasan
tablet tidak dilakukan ulang dikarenakan jumlah dihasilkan hanya 126 tablet dan menurut kami in
process control sudah menggambar in process quality control seluruh tablet yang telah dibuat.
Sehingga pada in process quality control hanya melakukan uji kerapuhan tablet dan waktu hancur
tablet.

UJI KERAPUHAN TABLET

Uji kerapuhan tablet merupakan parameter yang menggambarkan kekuatan permukaan


tablet dalam melawan berbagai perlakuan yang menyebabkan abrasi pada permukaan tablet. Alat
yang sering digunakan untuk uji kerapuhan adalah Friability Tester. Berikut adalah hasil uji yang kami
lakukan

Replikasi W1 (10 tablet) W2(10 tablet)

1 4,015 gram 3,975 gram 0,996%

2 4,100 gram 4,070 gram 0,732%

3 4,035gram 4,005 gram 0,743%

Rata-rata 0,824% ±0,149

Menurut Lachman, 1994, dalam uji kerapuhan tablet, kehilangan berat lebih kecil dari ,
5%-1% masih dapat diterima. Semakin besar nilai persentasi kerapuhan, semakin besar pula
massa tablet yang hilang. Kerapuhan tinggi akan mempengaruhi kadar zat aktif yang ada pada
tablet. Berdasarkan kerapuhan tersebut, hasil percobaan kami persentase kerapuhan rata-rata
adalah 0,824% ±0,149 yang menunjukkan bahwa hasil sesuai dengan literatur.

UJI WAKTU HANCUR

Tablet ketika minum secara per oral harus dapat hancur larut dalam cairan lambung
dalam bentuk molekuler agar dapat diabsorbsi.Waktu hancur adalah waktu yang diperlukan tablet
untuk hancur di bawah kondisi yang ditetapkan dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan
berukuran mesh-10. Uji ini tidak memberi jaminan bahwa partikel-partikel itu akan melepas
bahan obat dalam larutan dengan kecepatan yang seharusnya (Lachman, 1994).

Berikut hasil uji waktu hancur:

Replikasi Waktu (detik)

1 44 detik

2 43 detik

3 45 detik

Rata-rata 44 ± 1

Menurut Farmakope Indonesia III, 1979 , waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 60 menit menit untuk tablet
bersalut gula dan bersalut selaput.Alat yang digunakan untuk uji waktu hancur adalah
Disintegration tester, dimana cara kerja alatnya yaitu memasukkan 6 tablet kedalam keranjang,
kemudian keranjang dinaik turunkan secara teratur sebanyak 30 kali tiap menit. Tablet
dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal diatas kasa, kecuali fragmen yang
berasal dari zat penyalut.

Pada hasil uji waktu hancur tablet ekstrak daun jambu biji yang kami lakukan, waktu rata-
rata uji disintegran adalah 44 ± 1 detik. Hasil uji waktu hancur sesuai dengan persyaratan yang
telah ditetapkan dalam FI III, dimana tidak lebih dari 15 menit untuk tablet tidak bersalut.

KADAR TEORITIS KUERSETIN DALAM TABLET EKSTRAK DAUN JAMBU BIJI


Pada penetapan kadar quersetin estrak daun biji menggunakan KLT, diketahui bahwa
kadar quersetin dalam jambu biji yaitu 0,0 ηg. Sehingga kami melakuan perhitungan secara
manual ( teoristis) dengan menggunakan persamaan area vs massa yaitu y = 3934 +(-5,37 x).
Dengan area sampel pada hasil KLT yaitu 13493,57 dan 15209,93 maka kosentrasi quersetin
dalam sampel secara teoristis menjadi negatif hal ini berarti kadar kuersetin dalam estrak kami
terlalu kecil.

Gambar : Hasil KLT-Densitometri

Dari penetapan kadar, kadar kuersetin dalam estrak tidak dapat diketahui dan kadar
teoristis dari tiap satu tablet juga tidak dapat diketahui. Tetapi dalam salah satu literatur kami
menemukan bahwa didalam 130 g estrak mengandung 17,2 mg quersetin sehingga kadar
kuersetinnya 0,013 % b/b. Jika demikian dari 1 tablet 400 mg yang mengandung 23 % estrak (92
mg) mengandung kuersetin sebanyak 0,0001196 mg kuersetin

Perbedaan kadar dari kuersetin estrak kami, dan estrak literatur dapat disebabkan
beberapa hal, yaitu:

- Perbedaan spesies dari tanaman yang kami gunakan


- Nutrisi pada tanah dan tipe tanah tempat tanaman tumbuh
- Iklim dan kadar kelembapan tempat tanaman tumbuh
- Umur ketika daun dipanen
- Lama terpaparnya dengan sinar matahari
- Waktu panen
- Proses dan waktu pengeringannya
- Metode ekstraksi dari tanaman

UJI KESERAGAMAN KANDUNGAN SECARA TEORITIS DARI KLT

Tahap ini dilakukan evaluasi keseragaman kandungan dengan tujuan untuk mengetahui
apakah tablet yang telah dibuat mengandung kuersetin sebesar 0,02 %. Menurut FI IV, pengujian
keseragaman bobot dilakukan penetapan kadar tipa satuan, pilih tidk kurang dari 30 satuan dan
lakukan sesuai dengan bentuk sediaan yang dimaksud. Tablet tidak bersalut tetap kadar 10 satuan
persatu seperti yang tertera pada penetapan kadar dalam masing monografi kecuali dinyatakan
lain dalam uji keseragaman kandungan. Jika jumlah zat aktif dalam satuan dosis tunggal kurang
dari yang dibutuhkan dalam penetapan kadar, atur derajat pengenceran dari larutan sehingga
kadar zat aktif dalam larutan akhir kurang lebih sama seperti yang tertera pada prosedur.

Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan kadar menggunakan KLT densitometri.
Tablet yang digunakan sebanyak 3 tablet. Masing-masing tablet digerus dengan kemudian
dilarutkan dalam methanol pa. Masukkan larutan kedalam labu ukur 25 ml dan tambahkan
methanol pa sampai tanda batas. Standart yang digunakan yaitu 25 mg kuersetin dalam 25 ml.
Dilakukan pengenceran hingga memperoleh standart 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm, 100 ppm, dan
200 ppm. Hal ini dipilih standart dengan pengenceran tersebut karena kuersetin yang terdapat
didalam ekstrak jumlahnya kecil dan dapat terdeteksi pada standar tersebut.

Kondisi analisis yang digunakan sesuai dengan pharmakope herbal Indonesia edisi 1
yaitu:

 Fase gerak : ethyl asetat : asam format : asam asetat glasial : air (100:11:11:26)
 Fase diam : silica gel F254
 Penotolan : 10 μl ekstrak daun jambu biji dan standart quersetin
Ekstrak daun jambu biji ditotolkan pada KLT sebanyak 10 μl dan standart quersetin
ditotolkan 10 μl. Kemudian dieluasi dengan eluen ethyl asetat : asam format : asam asetat
glasial : air (100:11:11:26). Tujuan di eluasi yaitu untuk memisahkan analit dari komponen lain
pada ekstrak.
Setelah dianalisis dengan KLT, kemudian diamati dengan densitometer. Pada saat uji
menggunakan densitometer dilakukan pengamatan pada panjang gelombang 365nm. Hasil yang
diperoleh pada panjang gelombang 365nm menunjukkan nilai Rf yang didapat sangat kecil yaitu
0,84 untuk Rf sampel dan 0,86 untuk Rf standart. Hasil ini kemungkinan disebabkan karena
proses pembuatan tablet yang cukup panjang sehingga memungkinan adanya kehilangan jumlah
quersetin dalam proses tersebut, pelarut yang digunakan kurang sesuai sehingga tidak dapat
memisahkan analit dalam sampel atau juga bisa dikarenakan chambernya belum jenuh pada saat
KLT.
Dari hasil KLT tablet jambu biji yang discan dengan densitometer tidak dapat dideteksi
kadar kuersetinnya, hal ini kemungkinan karena kadar kuersetin dalam tablet jambu biji yang
dibuat sangat kecil sekali sehingga kadarnya tidak dapat ditentukan.
KESIMPULAN

1. Pembuatan tablet ekstrak daun jambu biji menggunakan metode cetak langsung karena
memiliki beberapa keuntungan yaitu tahapan produksi yang sangat singkat yaitu hanya
proses pencampuran dan pengempaan, peralatan yang dibutuhkan tidak banyak serta
tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit karena proses singkat.
2. Hasil dari ekstrak daun jambu biji memiliki sifat alir yaitu 15 detik dan tidak sesuai
dengan literature.
3. Untuk hasil keseragaman bobot 0,3955 gram ; hasil kekerasan tablet 4,7 kg ; uji kerapuan
tablet 0,824% ; uji waktu hancur 44 detik dan semua data ini menunjukkan hasil yang
sesuai dengan literature.
4. Penetapan kadar keseragaman kandungan menggunakan KLT tidak terdeksi yaitu 0,0 ηg.
Sedangkan penetapan kadar dengan dihitung manual memakai massa vs area, hasil yang
didapat juga negative. Ini menunjukkan bahwa kadar kuersetinnya sangan kecil.

5. Dalam literature menyebutkan bahwa 130 g estrak mengandung 17,2 mg quersetin


sehingga kadar kuersetinnya 0,013 % b/b. Jika demikian dari 1 tablet 400 mg yang
mengandung 23 % estrak (92 mg) mengandung kuersetin sebanyak 0,0001196 mg
kuersetin

6. Faktor penyebab ketidaksesuain uji keseragaman kandungannya ialah Perbedaan spesies


dari tanaman yang kami gunakan, Nutrisi pada tanah dan tipe tanah tempat tanaman
tumbuh, Iklim dan kadar kelembapan tempat tanaman tumbuh, Umur ketika daun
dipanen, Lama terpaparnya dengan sinar matahari, Waktu panen, Proses dan waktu
pengeringannya, metode estraksi dari tanaman.

7. Hasil KLT ekstrak kental daun jambu biji menunjukkan data sebagai berikut:
Secara kualitatif : dilakukan dengan pengamatan lempeng dibawah sinar uv pada panjang
gelombang 254 nm. Hasil nilai Rf pada standar quersetin pada konsentrasi 10, 20, 40, dan
80 ppm secara berurutan adalah 0,85, 0,86, 0,86, 0,86 sedangkan untuk sampel dengan 6
kali replikasi secara berturut-turut adalah 0,83, 0,84, 0,84, 0,83, 0,83, 0,83.
Secara kuantitatif : Dari hasil densitometer, berdasarkan perhitungan melalui persamaan
yang diperoleh besar kadar kuersetin dalam ekstrak tidak dapat diketahui karena kadar
kuersetinnya kurang dari rentang konsentrasi larutan pembanding yang digunakan
sehingga kadarnya tidak bisa terukur secara kuantitatif.

8. Nilai Rf yang didapat sangat kecil yaitu 0,84 untuk Rf sampel dan 0,86 untuk Rf standart.
9. Faktor yang menyebabkan kecilnya nilai Rf yang diperoleh adalah karena proses
pembuatan tablet yang cukup panjang sehingga memungkinan adanya kehilangan jumlah
quersetin dalam proses tersebut, pelarut yang digunakan kurang sesuai sehingga tidak
dapat memisahkan analit dalam sampel atau juga bisa dikarenakan chambernya belum
jenuh pada saat KLT.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, i. K.,2004. Efek ekstrak daun jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging
buah meraH sebagai anti diare . Acta Pharmaceutica Indonesia. Vol XXIX. No. 1. Hal. 18-
20

Ajizah, A. 2004. Sensivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun Psidium guajava l.
Bioscientiae. Vol.1 (31-38)

Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.

Ansel, H. C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.

Anonymous. 2004. Jambu Biji (Psidium guajava).


http://www.agribisnis.deptan.go.id/pustaka/teknopr o/leaftleat%20No%2025.htm.
Tanggal akses April 2014

Anonim. http://www.ilmukimia.org/2013/05/kromatografi-lapis-tipis-klt.html (diakses tanggal 8


Maret 2014)
British Pharmacopoeia Commision. 2002. British Pharmacopoeia. London : The Stationery
Office.

Darsono, F.L dan Artemisia, S.D.2003. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Jambu Biji dari
beberapa Kultivar terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan “hole-plate
diffusion method”. Berk,Penel.Hayati : 9, 2003

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fajar, Mohammad et al. 2011. Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Berdaging Buah Putih.
Prosidising SNa PP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan.

Harborne, 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan .


Padmawinata, K. & I. Soediro

Hasanah. 2013. Formulasi tablet hisap ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava l.) yang
mengandung flavonoid dengan kombinasi bahan pengisi manitolsukrosa. Indonesia -
Publications on Herbal Medicines

Juliantoni, Yohanes dan Mufrod. 2013. Formulasi tablet hisap ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava l.) yang mengandung flavonoid dengan kombinasi bahan pengisi manitol-sukrosa.
Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Traditional
Medicine Journal, 18(2), 2013

Kartasapoetra, G., 2004. Budidaya Tanaman Berkasiat Obat. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. hal
62 - 63.

Lachman, Leon,et.al. 1986. The Theory & Practice of Industrial Pharmacy. University of
Michigan

Masduki, I. 1996. Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S.aureus
dan Ecoli in vitro. Cermin Dunia Kedokteran 109:21-24.

Parimin, S. P. 2005. Jambu Biji Budidaya dan Ragam Pemanfaatannya. Bogor: Niaga Swadaya.

Parrot E. 1971. Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics. Burgess Publishing


Co. Minneapolis: 100-3.

Prof. Dr. Dr. Sumarno, dmm, sp mk,dkk,.2013.EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN JAMBU
BIJI (Psidium guajava Lamk.) TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO.

Rohman, Abdul. 2009. Kromatigrafi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rohmawati, N. 2008. Efek Penyembuhan Luka Bakar dalam Sediaan Gel Ekstrak Etanol 70%
Daun Lidah Buaya (Aloe ver a L.) pada Kulit Punggung Kelinci New Zealand. [Skripsi]
Fakultas Farmasi UMS, Surakarta.

Siregar, C.J.P. dan Wikarsa, S. 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis.
Jakarta: EGC. Halaman 13-42.

Sipahutar. 2000. Potensi antibakteri ekstrak kunyit (Curcuma domestica), daun (Psidium guajava
L.) Sirih (piper betle L.) dan Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) terhadap
Bakteri Aeromonas hydrophila. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24275.

Sugiarto, Netty Febriyanti.2008. Uji Antidiare Jamu “DNR” Pada Mencit Putih
Jantan.Universitas Indonesia

Sudarsono, Gunawan, et al. 2002. Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan
Penggunaan). Yogyakarta : Pusat Studi Tradisional-Universitas Gadjah Mada.

Sulaiman, T.N.S. 2007. Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Cetakan Pertama. Yogyakarta:
Mitra Communications Indonesia. Halaman 149-153.

Taiz, L & Zeiger, E. 2006. Secondary Metabolites and Plant Defense.

Yuliani, S., L. Udarno & E. Hayani. 2003. Kadar Tanin Dan Quersetin Tiga Tipe Daun Jambu
Biji (Psidium guajava). Buletin Tanaman Rempah dan Obat. 14(1):17-24.

Anda mungkin juga menyukai