Anda di halaman 1dari 14

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MENULAR

PADA PASIEN MDR-TB PARU DI RSUD DR SOEDARSO PONTIANAK

Endang Kurniawati¹, Abduh Ridha², Ismael Saleh³

Abstrak
TB-MDR merupakan penyakit menular, disebabkan terinfeksi kuman
M.tuberkolusis yang resisten terhadap inoziasid (INH) dan rifampisin. Transmisi
terjadinya infeksi pada pasien TB MDR lebih berbahaya dibandingkan TB karena
telah resisten terhadap OAT lini pertama yang potensinya paling kuat sehingga sulit
disembuhkan. Kegagalan dalam melakukan pengobatan MDR TB tidak hanya
merugikan pasien, tetapi juga meningkatkan penularan pada masyarakat.
Perilaku pasien MDR-TB sangat berpengaruh terhadap penularan penyakit TB,
karena jika pasien batuk dan bersin dapat menularkan terhadap orang disekitarnya
melalui udara yang mengandung kuman dari percikan dahak yang mengandung
kuman. Kejadian TB paru berdasarkan data dinas kesehatan yang melakukan
pengobatan secara lengkap hanya 15% di tahun 2012 dan ditahun 2015 hanya 2%.
Rendahnya pengobatan TB paru yang lengkap akan berisiko menjadi MDR-TB. TB
MDR di Kalimantan Barat berjumlah 49 kasus, Pontianak merupakan Kasus MDR-
TB terbanyak sebesar 53% dan terendah di Kota Singkawang sebesar 2%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
perilaku menular Pada Pasien MDR-TB yang Berobat di Rs. Dr Soedarso Tahun
2016.
Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional. Sampel penelitian sebanyak 17
responden yang diambil dengan teknik total sampling menggunakan uji chi-square
dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
persepsi menular( p value = 0,004), persepsi ancaman (p value = 0,035 PR= 7,1 CI
95% = 1,050 - 48,6) dengan perilaku menular MDR-TB. Variabel yang tidak
berhubungan yaitu pendidikan ( p value= 0,129), status ekonomi( p value= 0,644)
dan kepemilikan BPJS ( p value= 0,057).
Direkomondasikan untuk lebih meningkatkan dalam memberikan pemahaman serta
motivasi agar pasien MDR-TB sadar bahwa penyakitnya akan mengancam dirinya
dan orang lain serta dapat menularkan melalui perilakunya yang kurang baik.

Kata Kunci : MDR-TB, Persepsi, dan Perilaku Menular MDR-TB


Pustaka : 46 (1997-2015).

1. Peminatan PKIP Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas


Muhammmadiyah Pontianak Jln. Ahmad Yani No. 111 Pontianak. Email:
Endang_kurniawati @Yahoo.Com. Handphone: 085252109560
2. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammmadiyah Pontianak
Jln. Ahmad Yani No. 111 Pontianak.
3. Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammmadiyah Pontianak
Jln. Ahmad Yani No. 111 Pontianak.

1
FACTORS ASSOCIATED WITH THE BEHAVIOR OF INFECTIOUS
PATIENTS AT PULMONARY MDR-TB Hospital Dr Soedarso
PONTIANAK

Endang Kurniawati¹, Abduh Ridha², Ismael Saleh³

ABSTARAK

MDR-TB is a contagious disease, caused M.tuberkolusis infected with the bacteria


that are resistant to inoziasid (INH) and rifampicin. Transmission of infection in
patients with MDR TB compared to TB more dangerous because it has been
resistant to first-line OAT most powerful potential that is difficult to cure. Failure
to carry out the treatment of MDR TB is not only detrimental to the patient, but also
improve the transmission to the public. MDR-TB patient behavior affects the
transmission of TB disease, because if the patient is coughing and sneezing can
transmit to the people around him through the air containing the germs of droplets
containing germs. One of the exposed group is a housewife who has a husband
smoker. Pulmonary TB cases that occurred in West Kalimantan not only
contributed by new patients (97.5%) but also relapse / re-treatment (2.5%) in the
year 2015. In 2013 the number of smear-positive highest in the age group 45-54 ie
20.54% of the year 973, the year 2014 is 20.29% of 833 patients and in 2015
mangalami shift in adolescents in the age group 25-34 years is 20.53% of 638.
Genesis pulmonary TB based on data from the health department complete
treatment only 15% in 2012 and by 2015 only 2%. Low treatment of pulmonary
tuberculosis which would risk being full of MDR-TB. MDR TB in West
Kalimantan totaled 49 cases, Pontianak is a case of MDR-TB majority of 53% and
the lowest in Singkawang by 2%. This study aims to determine the Factors
Associated with the behavior of infectious pulmonary tuberculosis in patients with
pulmonary MDR-TB Treatment in Hospital Dr Soedarso 2016.
This study used cross sectional design. Samples are 17 respondents taken with total
sampling technique using chi-square test with 95% confidence level.
The results showed that there was significant relationship between the perception
of infectious (p value = 0.004), perception of threat (p value = 0,035 PR = 7.1 95%
CI = 1.050 to 48.6) with the behavior of infectious MDR-TB. Variables are not
related, education (p value = 0.129), economic status (p value = 0.644) and
ownership BPJS (p value = 0.057).
Direkomondasikan to further improve in providing an understanding and
motivation that MDR-TB patients are aware that the disease will threaten
themselves and others and can transmit through his behavior is not good.

Keywords: MDR-TB, Perception, and Behavior Infectious MDR-TB


Bibliography: 46 (1997-2015).

2
secara lengkap hanya 2%. Rendahnya
PENDAHULUAN pengobatan TB paru yang lengkap
akan semakin berbahaya karena
TB merupakan urutan pertama penyakit TB jika pengobatan penyakit
penyakit menular penyebab kematian TB tidak lengkap penderita sewaktu-
baik di perkotaan maupun di waktu akan kambuh kembali
pedesaan. Permasalahan tersebut penyakitnya dan kuman tuberkulosis
akan muncul tantangan dalam menjadi resisten yang biasa disebut
pengobatan TB di dunia dan MDR-TB. Kejadian TB MDR di
Indonesia, antara lain kegagalan Kalimantan Barat berjumlah 49 kasus
pengobatan, putus pengobatan, yang tersebar di 14 provinsi,
pengobatan yang tidak benar. Pontianak merupakan Kasus MDR-
Sehingga mengakibatkan terjadinya TB terbanyak sebesar 53% dan
kemungkinan resistensi primer terendah di Kota Singkawang sebesar
kuman TB terhadap obat anti TB 2%.3
atau Multi Drug Resistance (MDR). TB MDR (tuberkolusis multi
TB-MDR merupakan penyakit TB drugs resistence) adalah kasus TB
yang telah mengalami resisten yang disebabkan oleh kuman
terhadap Isoniazid (INH) dan M.tuberkolusis dimana kuman
Rifampicin, serta satu atau lebih obat tersebut telah resisten terhadap
anti tuberkulosis (OAT) berdasarkan inoziasid (INH) dan rifampisin.
pemeriksaan laboratorium yang Transmisi terjadinya infeksi pada
terstandar.1 pasien TB MDR pada dasarnya sama
Berdasarkan dengan pasien TB, hanya kuman pada
laporan Organisasi Kesehatan Dunia pasien TB paru MDR lebih berbahaya
(WHO, 2014) Indonesia pada tahun karena telah resisten terhadap OAT
2014 menempati urutan ke-9 di antara lini pertama yang potensinya paling
27 negara yang mempunyai beban kuat. Pada dasarnya pengendalian TB
tinggi untuk MDR TB yaitu 4,9%. Di paru dengan MDR paru adalah sama,
Indonesia kasus MDR TB selalu hanya pada pasien TB MDR harus
terjadi peningkatan setiap tahunnya, mendapatkan perhatian lebih karena
pada tahun 2012 di Indonesia terdapat kumanya sudah resisten dan priode
739 kasus baru TB dengan Multi infeksius pasien TB MDR lebih lama
Drug Resistance (TB MDR), dibanding pasien TB bukan MDR.4
meningkat menjadi 1377 kasus di Pengobatan terhadap pasien
tahun 2013 dan ditahun 2014 terjadi TB-MDR lebih sulit, mahal, dan
peningkatan menjadi 1716 kasus. memberikan hasil yang kurang
Diperkirakan 2% dari kasus TB baru memuaskan. Pengobatan TB-MDR
dan 12% dari kasus TB pengobatan terdiri dari dua tahap yaitu tahap
ulang merupakan kasus TB MDR.2 awal dan tahap lanjutan yang
Kejadian TB paru berdasarkan memerlukan waktu 19 sampai 24
data dinas kesehatan provinsi hanya bulan. Kelompok kerja WHO Green
15% di tahun 2012 yang melakukan Light Committee (GLC) membuat
pengobatan secara lengkap dan strategi pengobatan TB-MDR
ditahun 2015 dari seluruh penderita dengan promosi penggunaan rasional
TB paru yang melakukan pengobatan obat lini kedua dan meningkatkan

3
mutu obat lini kedua. Sejauh ini Sehingga, penyakit TB tidak lagi
belum ditemukan OAT baru untuk merupakan masalah kesehatan
mengatasi masalah TB- MDR. masyarakat Indonesia. Sedangkan
Beberapa penelitian klinis dalam jangka pendek, yaitu
menunjukan beberapa antimikroba tercapainya angka kesembuhan
(makrolid, kuinolon, betalaktam) minimal 85% dari semua penderita
dapat digunakan sebagai OAT. Dari baru BTA positif yang ditemukan.
7
semua antimikroba golongan
kuinolon dianggap mempunyai Perilaku pasien MDR-TB
efektivitas sebagai anti TB. Saat ini sangat berpengaruh terhadap
dari uji klinis yang dilakukan belum penularan penyakit TB, karena jika
dapat disimpulkan tentang terapi TB- pasien batuk dan bersin dapat
MDR yang optimal.5 menularkan terhadap orang
disekitarnya melalui udara yang
Kegagalan dalam melakukan mengandung kuman dari percikan
pengobatan MDR TB tidak hanya dahak yang mengandung kuman.
merugikan pasien, tetapi juga Dalam pencegahan penularan MDR-
meningkatkan penularan pada TB tehadap keluarga dan masyarakat
masyarakat. TB resistensi obat anti yaitu pengobatan tidak boleh sampai
TB (OAT) pada dasarnya adalah putus, tutup hidung dan mulut ketika
suatu fenomena buatan manusia batuk dan bersin, jangan membuang
sebagai akibat dari pengobatan dahak sembarangan, buka jendela dan
pasien TB yang tidak adekuat yang pintu agar udara segar bisa masuk dan
menyebabkan terjadinya penularan jangan bebagi tempat tidur dengan
dari pasien TB-MDR ke orang orang lain sampai dokter menyatakan
lain/masyarakat. TB-MDR masih bahwa pasien tidak lagi menularkan
berpeluang untuk disembuhkan, jika TB.6
pasien menelan obat secara teratur Faktor risiko kejadian MDR-
hingga selesai, akan tetapi jika tidak TB meliputi motivasi penderita yang
diatasi dengan baik dapat rendah dan ketidakteraturan berobat.8
6
menyebabkan kematian. Sedangkan beberapa faktor yang
Penyakit TB biasanya berhubungan meliputi umur, jenis
menyerang sebagian besar kelompok kelamin, tingkat pendidikan dan
usia kerja produktif, kelompok status perkawinan, perilaku
ekonomi lemah, dan berpendidikan mengkonsumsi gizi, perilaku olah
rendah. Pada pengobatan yang tidak raga dan perilaku pemanfaatan sarana
teratur dan kombinasi obat yang pelayanan.9
tidak lengkap di masa lalu diduga Pasien TB paru yang
telah menimbulkan kekebalan teridentifikasi sebagai TB-MDR
ganda kuman TB terhadap OAT 1,45%. Karakteristik pasien TB-
atau MDR. Untuk itu dibuat MDR berjenis kelamin laki-laki,
program penanggulangan TB berada pada kelompok umur 25–44
dengan tujuan jangka panjang, tahun, dan berstatus sosial sebagai
yaitu dengan menurunnya angka pasien Jamkesmas/ Jamkesda/ Gakin
kesakitan dan angka kematian dengan diagnostik sebagian besar
penyakit TB dengan cara pasien TB-MDR datang berobat
memutuskan rantai penularan.

4
dengan keluhan utama batuk lama, suntikan (21,9%) dan gangguan
hasil foto toraks dengan gambaran TB tidur (18,4%)21.
paru lama aktif, dan hasil pewarnaan Rumah sakit Dr Soedarso
basil tahan asam (BTA) menunjukkan Pontianak merupakan salah satu
hasil positif.10 faktor yang rumah sakit di Kota Pontianak, rumah
berhubungan terhadap pengetahuan sakit inilah yang menjadi rujukan
MDR-TB yaitu pendidikan yang pasien MDR-TB di Kota Pontianak.
rendah.11 Kasus MDR-TB yang dilakukan
Dalam hal kepatuhan terhadap pengobatan saat ini sebesar 17 pasien
pengobatan MDR-TB, dukungan dari 49 kasus yang tersebar diberbagai
keluarga memiliki peranan yang Kabupaten di KalBar. Pentingnya
besar dalam hal memberikan pengobatan penderita MDR
dorongan berobat kepada pasien. tuberkulosis paru dilakukan untuk
Keluarga adalah orang yang meminimalisir risiko dari penyakit
pertama tahu tentang kondisi tersebut. Penyakit MDR TB sangat
sebenarnya dari penderita MDR-TB mudah menularkan terhadap orang
dan orang yang paling dekat serta lain karena telah resisten terhadap
berkomunikasi setiap hari dengan OAT lini pertama yang potensinya
penderita. Dorongan anggota paling kuat sehingga perlu dilakukan
keluarga untuk berobat secara teratur penelitian tentang faktor-faktor yang
dan adanya dukungan keluarga yang berhubungan dengan perilaku
menjalin hubungan yang harmonis menular tuberkulosis paru pada
dengan penderita membuat penderita pasien MDR tuberkulosis paru yang
diuntungkan lebih dari sekedar obat berobat di RSUD Dr Soedarso tahun
saja, melainkan juga membantu 2016.
pasien tetap baik dan patuh
meminum obatnya. Pengaruh peran METODE
keluarga terhadap kepatuhan
minum obat penderita sangat besar. Jenis penelitian ini adalah
Namun sebaliknya, penderita penelitian kuantitatif dengan
memiliki alasan tersendiri untuk menggunakan rancangan penelitian
tidak melanjutkan pengobatan. Pada observasional analitik dengan
umumnya, alasan responden pendekatan Cross Sectional yaitu
menghentikan pengobatan karena pengukuran terhadap variabel
paket obat terlalu banyak dan besar, independen (pendidikan, persepsi
merasa sudah sembuh yang ditandai menular, persepsi ancaman, setatus
dengan batuk yang berkurang, ekonomi dan kepemilikan BPJS) dan
perasaan sudah enak badan, sesak variabel dependen (perilaku menular
nafas berkurang, nafsu makan baik. MDR-TB) dilakukan secara
12
Efek dalam pengobatan MDR-TB bersamaan. Populasi dalam penelitian
memiliki efek samping yaitu mual seluruh pasien MDR-TB yang
(79,8%), muntah (78,9%), artalgia berobat dirumah sakit Dr. Suedarso
(78,9%), gangguan pendengaran Pontianak. Pengambilan sampel
(59,6%), gangguan psikatri (53,3%), dengan teknik total sampling. Besar
hipokalemia (52,6%), diare (49,1%), samapel 17 pasien MDR-TB.
hiperurisemia (37,7%), nyeri tempat

5
Analisis yang digunakan untuk sebagian besar menular (52,9%)
melihat hubungan antara variabel sedangkan yang tidak menular
independen dan dependen yaitu sebanyak 47,1%. Pada variabel
pendidikan, persepsi menular, Persepsi ancaman dalam penelitian
persepsi ancaman, setatus ekonomi ini dideskripsikan menjadi 2 (dua)
dan kepemilikan BPJS dengan yaitu persepsi ancaman sebagian
perilaku menular MDR-TB besar berbahaya (58,8%) sedangkan
mengunakan uji chi-square. yang tidak berbahaya sebesar 41,2%.
Status ekonomi dalam
HASIL penelitian ini dikatagorikan menjadi 2
(dua) yaitu status ekonomi sebagian
Karakteistik besar mampu (58,8%) sedangkan
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan
Variabel penelitian di Rumah Sakit Rs. Dr.
yang kurang mampu sebanyak
Suedarso .
(41,2%). Pada variabel Kepemilikan
Variabel N % BPJS dalam penelitian ini
1. Perilaku Menular dikatagorikan menjadi 2 (dua) yaitu
Menularkan 6 35,3 kepemilikan BPJS sebagian besar
Tidak Menularkan 11 64,7 adalah ada yaitu 76,5% sedangkan
2. Pendidikan yang tidak memiliki BPJS sebanyak
Rendah 12 70,6
Tinggi 5 29,4
23,5%.
3. Persepsi Menular
Menular 9 52,9 Tabel 2. Distribusi Faktor-Faktor Yang
Tidak Menular 8 47,1 Berhubungan Dengan Perilaku Menular Pada
4. Persepsi Ancaman Pasien Mdr-Tb Paru Di Rs. Dr Soedarso
Tidak Berbahaya 7 11,1 Pontianak
Berbahaya 10 88,9 Variabel Perilaku Tot P
5. Status Ekonomi Menular al value
Kurang mampu 7 41,2 Ya Tidak
Mampu 10 58,8 1. Pendidikan 0,304
6. kepemilikan BPJS Rendah 5 5 10
Tidak Memiliki 4 23,5 Tinggi 1 6 7
Memiliki 13 76,5 2.Persepsi Menular 0,009
Berdasarkan tabel diatas dapat Menular 6 3 9
disimpulkan Perilaku menular dalam Tidak Menular 0 8 8
penelitian ini adalah tindakan 3.Persepsi Ancaman 0,035
berdasarkan pengakuan dan observasi Tidak berbahaya 5 2 7
Berbahaya 1 9 10
terhadap responden. Proporsi pasien
MDR-TB yang berperilaku 4.Status Ekonomi 0,644
Kurang mampu 3 7 10
menularkan 35,3% dan yang tidak Mampu 3 11 17
menularkan sebanyak 64,7%. 5.Kepemilikan BPJS 0,099
Variabel Pendidikan dalam Tidak Memiliki 3 1 4
penelitian ini dikatagorikan menjadi 2 Memiliki 3 10 13
(dua) yaitu pendidikan pasien MDR-
TB sebagian besar Rendah (70,6%) Responden yang
sedangkan tinggi sebanyak 29,4%. pendidikanya rendah, cenderung
Variabel Persepsi menular dalam berperilaku Menular MDR-TB yaitu
penelitian ini dideskripsikan menjadi (50%) lebih besar dibandingkan
2 (dua) yaitu persepsi menular

6
dengan pendidikanya rendah (14,3%). menggunakan uji fisher’s exact test
Hasil uji statistik dengan dinyatakan bahwa tidak terdapat
menggunakan uji fisher’s exact test hubungan antara status ekonomi
dinyatakan bahwa tidak terdapat dengan perilaku menular MDR-TB (p
hubungan antara tingkat pendidikan value = 0,644).
dengan perilaku menular MDR-TB (p Responden yang tidak
value = 0,304). memiliki BPJS, cenderung
Responden yang memiliki berperilaku menular yaitu (75%)
persepsi menular MDR-TB menular, lebih besar dibandingkan dengan
cenderung berperilaku menular yaitu yang memiliki BPJS (23,1%). Hasil
(66,7%) lebih besar dibandingkan uji statistik dengan menggunakan uji
dengan responden yang memiliki fisher’s exact test dinyatakan bahwa
persepsi menular MDR-TB tidak tidak terdapat hubungan antara
menular. Hasil uji statistik dengan kepemilikan BPJS terhadap perilaku
menggunakan uji fisher’s exact test menular MDR-TB (p value = 0,099).
dinyatakan bahwa terdapat hubungan
antara persepsi menular terhadap PEMBAHASAN
perilaku menular MDR-TB (p value =
0,009). Karakteristik pekerjaan pasien
Responden yang memiliki MDR-TB dalam penelitian ini adalah
persepsi ancaman terhadap MDR-TB kebanyakan bekerja di bidang
tidak berbahaya, cenderung wiraswasta yaitu 47,1%, ada beberapa
berperilaku menular yaitu (71,4%) pasien yang berjualan. Berbeda
lebih besar dibandingkan dengan halnya penelitian sebelumnya bahwa
responden yang memiliki persepsi pekerjaan terbanyak sebagai ibu
ancaman penyakit MDR-TB rumah tangga 33,9%.11 Hal ini akan
berbahaya (10%). Hasil uji statistik berintaraksi dengan orang lain
dengan menggunakan uji fisher’s ditempat kerja yang berisiko
exact test dinyatakan bahwa terdapat menularkan terhadap orang lain
hubungan antara persepsi ancaman sehingga sangat diperlukan untuk
terhadap perilaku menular MDR-TB berperilaku tidak menularkan.
(p value = 0,035). Prevalensi Jenis kelamin pasien MDR-
responden yang berperilaku menular TB sebagian besar laki-laki yaitu
pada kelompok yang memiliki 58,8% dengan usia rata-rata 41,65
persepsi ancaman tidak berbahaya tahun. Hasil penelitian sejalan dengan
terhadap perilaku menular MDR-TB penelitian terdahulu, yang
7,143 kali lebih besar dibandingkan menyatakan bahwa laki-laki (64%)
pada kelompok yang memiliki lebih berisiko terkena MDR-TB
persepsi ancaman berbahaya terhadap dibanding perempuan (36%).22 Angka
perilaku menular MDR-TB. kejadian MDR-TB paru lebih tinggi
Responden yang status pada laki-laki diduga akibat
ekonomi kurang mampu, cenderung perbedaan pajanan dan risiko
berperilaku menular yaitu (42,9%) infeksi13. Hal ini karena laki-laki
lebih besar dibandingkan dengan sebagian besar mempunyai kebiasaan
yang status ekonominya mampu merokok, minum alkohol, dan
(30%). Hasil uji statistik dengan menggunakan obat-obatan terlarang.

7
Selain itu, pekerjaan, berat badan dan responden berpendidikan rendah
ratarata hemoglobin merupakan hal yaitu (70,6%) diantaranya yang tamat
yang menyebabkan laki-laki lebih SD (23,5%), dan tamat SMP (35,3).
rentan mengalami kekambuhan. Terdapat kecenderungan yang
Pasien MDR-TB sebagian pendidikanya rendah, cenderung
besar pada usia dewasa awal dan berperilaku Menular MDR-TB yaitu
akhir yang memiliki aktivitas yang (50%) lebih besar dibandingkan
tinggi di luar rumah, sehingga dengan pendidikanya rendah (14,3%).
memungkinkan untuk mereka harus Analisis statistik menunjukan bahwa
kontak dengan banyak orang, asap tidak terdapat hubungan antara
dan debu. Pasien MDR-TB tersebut tingkat pendidikan dengan perilaku
harus bekerja dan berintarksi terhadap menular MDR-TB (p value = 0,304).
orang banyak sehingga sangat Berdasarkan hasil analisis
diperlukan perilaku-perilaku agar bivariat menunjukkan bahwa
tidak dapat menularkan terhadap pendidikan tidak berhubungan dengan
orang lain karena penyakit ini sangat perilaku menular MDR-TB. Penelitian
berbahaya dan dapat menular. ini tidak sejalan dengan penelitian
Status ekonomi pada pasien sebelumnya bahwa terdapat
MDR-TB sebagian besar mampu hubungan antara tingkat pendidikan
yaitu sebesar 58,8% dan yang kurang dengan penegetahuan MDR-TB di
mampu 41,2 %. Status ekonomi yang Poli paru Puskesmas Jagakarsa
kurang mampu akan berpengaruh Depok12 serta penelitian lain yang
terhadap perilaku menular MDR-TB menunjukan bahwa tingkat
seperti halnya pada kepemilikan pendidikan tinggi secara signifikan
kamar yang terbatas sehingga tidak dapat melindungi seseorang dari
ada kamar khusus untuk penderita serangan penyakit TB.14 Hal tersebut
MDR-TB yang mengakibatkan bisa terjadi karena berdasarkan hasil
adanya kemungkinan keluarga yang temuan di lapangan pada saat
tidur bersama dengan pasien MDR- penelitian responden sudah memiliki
TB sebesar 23,5%. tingkat pengetahuan yang cukup baik.
Tingkat pendidikan Dimana beberapa responden sudah
merupakan landasan seseorang dalam mampu menjelaskan dengan benar
berbuat sesuatu, membuat lebih berbagai cara penularan penyakit TB.
mengerti dan memahami sesuatu, Sekolah menjadi bagian dari
atau menerima dan menolak sesuatu. pendidikan kesehatan karena tingkat
Tingkat pendidikan yang rendah pendidikan seseorang akan
(70,6%) akan cenderung berpengaruh berpengaruh terhadap pengetahuan
terhadap perilaku menular MDR-TB seseorang, diantaranya mengenai
terutama pada pentingnya rumah yang memenuhi syarat
menyiapkan tempat khusus kesehatan dan pengetahuan penyakit
membuang ludah yang aman, TB paru sehingga dengan
mencuci tangan setelah batuk, pengetahuan yang cukup, maka
menggunakan masker setiap hari dan seseoarang akan mencoba untuk
lain-lain. mempunyai perilaku hidup bersih
Hasil penelitian menunjukan dan sehat. Selain itu, tingkat
bahwa sebagian besar pendidikan pendidikan seseoarang akan

8
berpengaruh terhadap jenis media cetak banyak memberikan
pekerjaannya. 9 informasi kepada responden.
Pengetahuan akan Hasil penelitian menunjukan
berpengaruh kepada perilaku sebagai bahwa sebagian besar pasien MDR-
hasil jangka menengah. Selanjutnnya TB yang memiliki persepsi tidak
perilaku akan berpengaruh pada berbahaya (52,9%). Terdapat
meningkatnya indikator kesehatan kecenderungan proporsi memiliki
masyarakat sebagai keluaran persepsi menular MDR-TB tidak
pendidikan kesehatan.15 bebahaya, cenderung berperilaku
Pengetahuan tentang menular yaitu (66,7%) lebih besar
tuberkulosis dan pengobatannya serta dibandingkan dengan responden yang
penularan TB seharusnya bertambah memiliki persepsi menular MDR-TB
seiring dengan tingkat pendidikan berbahaya (0%). Hasil uji statistik
yang didapat. Tingkat pendidikan dengan menggunakan uji Chi-square
responden menjadi faktor penentu dinyatakan bahwa terdapat hubungan
dari semua proses pendidikan antara persepsi menular terhadap
kesehatan. Tingkat pendidikan yang perilaku menular MDR-TB (p
lebih tinggi, tidak diragukan lagi value=0,009).
membantu pasien untuk memahami Berdasarkan hasil analisis
pesan-pesan pendidikan. Selain itu, bivariat menunjukkan bahwa terdapat
pasien tersebut memiliki kesempatan hubungan antara persepsi menular
yang lebih baik untuk menemukan dengan perilaku menular MDR-TB.
pengetahuan yang cukup tentang Penelitian ini sejalan dengan
penyakit tuberkulosis dari berbagai penelitian sebelumnya bahwa
media yang ada. terdapat hubungan antara persepsi
Tidak bermaknanya variabel tertular dengan perilaku deteksi dini
tingkat pendidikan dalam penelitian penyakit Tb paru di Puskesmas 1
ini disebabkan karena tidak selamanya Denpasar Selatan.16
penderita yang berpendidikan rendah Persepsi adalah kemampuan
tingkat pengetahuannya tentang otak dalam menerjemahkan stimulus
penyakit TB rendah, dan juga tidak atau proses untuk menerjemahkan
semua yang berpendidikan menengah stimulus yang masuk ke dalam alat
ke atas pengetahuan tentang TB indera manusia. Persepsi manusia
tinggi. Saat ini sudah banyak media terdapat perbedaan sudut pandang
yang memberikan informasi tentang dalam penginderaan. Ada yang
pentingnya pengobatan TB secara mempersepsikan sesuatu itu baik atau
cuma-cuma dan sering tayang di persepsi yang positif maupun persepsi
televisi, para penyiar radio dan iklan di negatif yang akan mempengaruhi
radio pun saat ini banyak yang tindakan manusia yang tampak atau
memberikan informasi tentang nyata.17
pengobatan TB. Leaflet-leaflet yang Perilaku menular MDR-TB
ada di puskesmas, spanduk-spanduk pada pasien sangat berdampak pada
dan poster-poster yang tersebar juga orang lain disekitarnya sehingga
banyak memberikan informasi pasien MDR-TB harus memiliki
tentang TB dan pengobatannya. Oleh persepsi yang positif dengan keadaan
karena itu, media elektronik dan tersebut. Sangat diharapkan

9
seseorang yang memiliki penyakit TB penelitian sebelumnya bahwa
maupun MDR-TB disarankan untuk terdapat hubungan antara persepsi
memiliki persepsi berbahaya terhadap ancaman dengan perilaku deteksi dini
penyakitnya agar berperilaku tidak penyakit Tb paru di Puskesmas 1
menularkan terhadap orang lain Denpasar Selatan.16
dengan cara meningkatkan Persepsi yang paling pertama
pengetahuan kepada pasien sehingga menentukkan perilaku kesehatan
perlu ditingkatkan penyuluhan seseorang untuk bertindak adalah
kepada pasien MDR-TB dan persepsi ancaman penyakit. Persepsi
keluarganya mengenai tingkat ancaman ditentukan oleh adanya
kebahayaanya penyakit MDR-TB perasaan mudah tertular atau
serta perilaku-perilaku yang dapat terjangkit penyakit TB paru/MDR-
menularkan terhadap keluarga dan TB dan adanya dampak yang parah
orang lain jadi pasien tidak hanya atau serius dirasakan dari penyakit
mengetahui pengertian TB saja tetapi atau masalah kesehatan tersebut.
harus diberikan motivasi. Tinggi atau rendahnya persepsi
Hasil penelitian menunjukan ancaman seseorang terhadap penyakit
bahwa sebagian sebagian besar TB paru/MDR-TB, dipengaruhi oleh
persepsi ancaman terhadap MDR-TB kemampuan seseorang untuk
berbahaya yaitu (59%). Hasil analisis memahami informasi atau
bivariat menunjukan terdapat pengetahuan tentang TB/MDR-TB
kecenderungan persepsi ancaman paru yang diperolehnya baik dari
terhadap MDR-TB tidak berbahaya, media maupun petugas kesehatan.17
cenderung berperilaku menular yaitu Pemahaman tersebut kemudian
(71,4%) lebih besar dibandingkan dihubungkan dengan pengalamannya
dengan responden yang memiliki selama bersama dengan keluarga dan
persepsi ancaman penyakit MDR-TB orang lain di lingkungannya. Hasil
berbahaya (10%). Hasil uji statistik dari pemahaman informasi dan
dengan menggunakan uji Chi-square pengalaman selama dengan keluarga
dinyatakan bahwa terdapat hubungan dan orang lain seharusnya dipakai
antara persepsi ancaman terhadap untuk menilai kondisi dirinya
perilaku menular MDR-TB (p value = (persepsi). Pada penelitian ini
0,035). Prevalensi responden yang persepsi ancaman yang rendah
berperilaku menular pada kelompok cenderung menyebabkan berperilaku
yang memiliki persepsi ancaman menularkan penykit MDR-TB.
tidak berbahaya terhadap perilaku Perilaku menular MDR-TB
menular MDR-TB 7,143 kali lebih pada pasien sangat berdampak pada
besar dibandingkan pada kelompok orang lain disekitarnya sehingga
yang memiliki persepsi ancaman pasien MDR-TB harus memiliki
berbahaya terhadap perilaku menular persepsi yang positif dengan keadaan
MDR-TB. tersebut. Sangat diharapkan
Berdasarkan hasil analisis seseorang yang memiliki penyakit TB
bivariat menunjukkan bahwa terdapat maupun MDR-TB disarankan untuk
hubungan antara persepsi ancaman memiliki persepsi ancaman terhadap
dengan perilaku menular MDR-TB. penyakitnya agar berperilaku tidak
Penelitian ini sejalan dengan menularkan terhadap orang lain

10
dengan cara meningkatkan hidup pada keluarga dengan status
pengetahuan kepada pasien sehingga ekonomi rendah dengan pendapatan
perlu ditingkatkan penyuluhan dan tanggungan keluarga. Adanya
kepada pasien MDR-TB dan kesamaan karakteristik status
keluarganya mengenai tingkat ekonomi kurang mampu dan mampu,
kebahayaanya penyakit MDR-TB maka tiap kelompok mempunyai
serta perilaku-perilaku yang dapat peluang yang sama untuk berperilaku
menularkan terhadap keluarga dan menular MDR-TB. Berdasarkan hal
orang lain jadi pasien tidak hanya tersebut, maka variabel status
mengetahui pengertian TB saja tetapi ekonomi pada penelitian ini bukan
harus diberikan motivasi merupakan faktor risiko perilaku
Hasil penelitian menunjukan menular MDR-TB, tetapi mungkin
bahwa status ekonomi sebagian besar karena pengaruh faktor lain yang
mampu (58,8%). Hasil analisis lebih dominan.
bivariat menunjukan terdapat Hasil penelitian menunjukan
kecenderungan status ekonomi proporsi kepemilikan BPJS sebagian
kurang mampu, cenderung besar adalah ada yaitu 76,5%. Hasil
berperilaku menular yaitu (42,9%) analisis bivariat menunjukan terdapat
lebih besar dibandingkan dengan kecenderungan proporsi yang tidak
yang status ekonominya mampu memiliki BPJS, cenderung
(30%). Hasil uji statistik dengan berperilaku menular yaitu (75%)
menggunakan uji Chi-square lebih besar dibandingkan dengan
dinyatakan bahwa tidak terdapat yang memiliki BPJS (23,1%). Hasil
hubungan antara status ekonomi uji statistik dengan menggunakan uji
dengan perilaku menular MDR-TB (p Chi-square dinyatakan bahwa tidak
value = 0,644). terdapat hubungan antara
Berdasarkan hasil analisis kepemilikan BPJS terhadap perilaku
bivariat menunjukkan bahwa menular MDR-TB (p value = 0,099).
pendapatan atau status ekonomi Perilaku menular MDR-TB
tidak berhubungan dengan perilaku jika diakitkan dengan kepemilikan
menular MDR-TB. Penelitian ini BPJS yaitu perilaku pasien dalam
sejalan dengan penelitian sebelumnya melakukan pengobatan karena jika
bahwa tidak ada hubungan antara tidak berobat secara teratur maka akan
status ekonomi dengan kekambuhan berisiko menularkan terhadap orang
MDR-TB/TB paru.18 Berbeda halnya lain. Sikap adalah predisposisi
dengan hasil penelitian lain yang untuk melakukan atau tidak
menyebutkan bahwa seseorang melakukan suatu perilaku tertentu,
dengan pendapatan rendah memiliki sehingga sikap bukan hanya kondisi
risiko terkena MDR-TB 10,36 kali internal psikologis yang murni dari
lebih besar dibandingkan dengan individu itu sendiri tetapi sikap
orang yang pendapatannya tinggi. 19 lebih merupakan proses kesadaran
Tidak bermaknanya variabel yang sifatnya individual. Melalui,
status ekonomi dalam penelitian ini sikap kita memahami proses
disebabkan karena lebih dari 50% kesadaran yang menentukan
yaitu sebesar 58,8% responden yang tindakan nyata dan tindakan yang
mampu, memiliki kesamaan yaitu

11
mungkin dilakukan individu dalam edukasi terhadap pasien dan
kehidupan sosialnya.17 keluarganya, agar dapat memotivasi
Kurangnya pengetahuan dan mengetahui tingkat
tentang pengobatan MDR-TB Paru kebahayaanya dan ancaman
pada penderita akan berpengaruh penyakit MDR-TB serta perilaku-
terhadap kesembuhan penderita. Hal perilaku untuk mencegah penularan
tersebut akan mengakibatkan tidak MDR-TB baik terhadap
tuntasnya pengobatan MDR-TB keluarganya maupun orang lain
Paru dan kebosanan pada penderita disekitarnya.
dalam mengkonsumsi OAT karena 2. Untuk meningkatkan program
pengobatan MDR-TB memerlukan pengobatan TB agar penderita TB
waktu yang relatif lama.20 Dapat sembuh dan tidak mencapai
Tidak bermaknanya variabel MDR-TB serta melakukan promosi
kepemilikan BPJS ini karena dalam yang menekankan bahwa perilaku
penelitian dilapangan bahwa dalam pasien MDR-TB yang kurang baik
pengobatan MDR-TB tidak dipungut akan berisiko menularkan terhadap
biaya sehingga yang memiliki BPJS orang lain disekitarnya dan risiko
maupun tidak itu sama saja. Klinik MDR-TB selain pada pasien akan
MDR-TB ini merupakan program mengancam kepada orang lain yang
pemerintah sehingga pengobatan tertular. Memfasilitasi keperluan
pada pasien MDR-TB tidak dipungut pasien untuk penyembuhan dan
biaya dan bahkan ada pemberian uang pencegahan penularan seperti
transport yang diberikan dalam 3 pengadaan masker gratis untuk
bulan sekali, pasien yang menderita pasien, pengadaan kamar khusus
MDR-TB paru hanya membayar pasien jika kamarnya terbatas dan
dalam pengujian laboratorium saja. membagikan tempat ludah yang
aman.
KESIMPULAN 3. Bagi Peneliti Lainnya Untuk
melakukan penelitian secara meluas
1. Ada hubungan antara persepsi yang tidak hanya dikota tetapi di
menular dan persepsi ancaman daerah daerah agar mendapatkan
dengan perilaku menular pada informasi mengenai perilaku
pasien MDR-TB yang berobat di menular MDR-TB apakah sama
Rumah Sakit Dr. Suedarso antara di daerah perkotaan dan
Pontianak. pendesaan yang memiliki
2. Tidak ada hubungan antara pendidikan dan pengetahuan yang
pendidikan, status ekonomi dan kemungkinan berbeda.
kepemilikan BPJS terhadap perilaku
menular MDR-TB di Rumah Sakit DAFTAR PUSTAKA
Dr. Suedarso Pontianak.
[1] Bertin dan Tanggap Tirana, 2009.
SARAN Artikel Ilmiah: Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi
1. Bagi RSUD Dr. Suedarso Pontianak Keberhasilan Pengobatan
Pihak rumah sakit lebih pada Pasien Tuberkulosis
meningkatkan penyuluhan serta Paru dengan Resistensi Obat

12
Tuberkulosis di Wilayah Keperawatan Universitas
Jawa Tengah. Indonesia. Jakarta
[2] Kemenkes RI.,2015. Obati [12] Modul Pengendalian Infeksi,
Sampai Sembuh 2013. Pelatihan
Tuberkulosis. Jakarta: Pusat Pengendalian TB Resisten
Data Dan Informasi 2015 Obat.Sub Direktoral
[3] Dinkes Kalimantan Barat, 2015. Tuberkulosis.
Data Kejadian MDR-TB [13] Zainul, Muh. 2009, Hubungan
Paru. Kebiasaan Merokok
[4] Dinkes Kalimantan Barat, 2015. Dengan Konversi Sputum
Data Kejadian MDR-TB Penderita TB Paru di Klinik
Paru. Jemedi Medan. Skripsi (Di
[5] Modul Pengobatan Infeksi, 2013. Publikasikan). Fakultas
Pelatihan Pengobatan Kedokteran Unversitas
MDR-TB. Sub Direktoral Sumatra Utara. Medan.
Tuberkulosis. [14] Shetty N., et.al. 2006. An
[6] P2TB, Prov. Kalbar, 2014. Model Epidemiological Evalua-
Mikro Training MTPTRO tion of Risk Factors for
rogram TB di Tuberculosis in South
RSUD.Kemenkes RI. India: A Matched Case
[7] Crofton, J. dkk. 2002. Control Study. Journal
Tuberkulosis Klinis. Jakarta: Tuberc Lung Dis. Vol.1 Hal.
Widya Medika. 80-86.
[8] Sarwani D. Nurlaela S. Zahrotul I. [15] Notoatmodjo.S, 2007. Promosi
2012. Faktor Risiko Kesehatan Dan Ilmu
Multidrug resistent Perilaku. Jakarta:Renika
tubercolusis. Jurnal Cipta.
Kesehatan Masyarakat.Vol: [16] Agung, G. Sawitri, S. dan
8 No:1 Hal: 60-69. Wirawan, D. 2012 .
[9] Mulyanto. H. 2014. Hubungan Rendahnya proporsi kontak
Lima Idikator Perilaku yang melakukan deteksi dini
Hidup Bersih Dan Sehat tuberkulosis paru di
Dengan TB-MDR. Jurnal Puskesmas I Denpasar
Berkala Epidemologi. Vol:2 Selatan. Journal Public
No:3 Hal:355-367. Health and Preventive
[10] Awad. M.F. 2013. Karakteristik Medicine Archive, Vol 1,
pasien TB Paru dengan No.1.
MDR-TB. Skripsi (Di [17]Notoatmodjo. S, 2010, Ilmu
Publikasikan). Fakultas Perilaku Kesehatan, Jakarta,
Kedokteran Universitas Rineka Cipta.
Hasanuddin. Makassar. [18] Sianturi R. 2013.Analisis Factor
[11] Linda .D.O. 2012, Hubungan Yang Berhubungan Dengan
Karakteristik Klien TB Kekambuhan TB Paru.
dengan Pengetahuan tentang Skripsi (Di Publikasikan).
MDR-TB.Skripsi (Di Jurusan Ilmu Kesehatan
Publikasikan). Fakultas Ilmu

13
Masyarakat Universitas
Negri Semarang.
[19] Casal, M. dkk. 2005. A Case-
Control Study for Multidrug-
Resistant Tuberculosis: Risk
Fac- tors in Four European
Countries. Journal Microbial
Drug Resistence, Vol.(1) Hal.
62-67.
[20] PPI TB. 2013. Pelatihan
Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
Tuberkulosis. Kemenkes RI
[21] Reviano, Kusnanto, Eko,
Pakiding dan Nurwidiasih,
MDR-TB Tinjauan
Epidemologi Dan Faktor
Risiko Efek Samping Obat
Anti TB. Jurnal MKB Vol.46
No.4 Hal 189-196.
[22] Soomro Jamil. 2009, Factors
Associated With Relapsed
Tuberculosis In Males and
Females. Jurnal A
Comparative Study. Hal. 22-
27.

14

Anda mungkin juga menyukai