Anda di halaman 1dari 5

SOAL

1). Parasetamol merupakan pilihan anti nyeri pada artritis ringan hingga sedang. Jelaskan dasar
farmakodinamika pilihan obat tersebut !

Jawab Soal nomor 1 =

Parasetamol

Pilihan asetaminofen/parasetamol sebagai analgesia pada osteoartritis didasarkan kenyataan


bahwa obat ini merupakan analgesic sentral yang dapat menginhibisi prostaglandin yang diproduksi di
otak. Asetaminofen dapat menghambat enzim COX2 dan COX3 sentral, dengan demikian menghambat
pembentukan prostaglandin mediator nyeri dan piretik secara sentral dan bermanfaat untuk
menurunkan demam (efek antipiretik) serta penghilang nyeri (analgesia) . namun demikian efek
antiinflamasi nya relative rendah/tidak signifikan dibandingkan dengan aksinya untuk mengatasi gejala
demam dan nyeri. Dosis untuk penghilang nyeri adalah 500 mg-650 mg/ 3-4 kali sehari.

Dosis dapat digunakan hingga 4 g/hari. Pada penggunaan jangka panjang dengan dosis > 3.000
mg/hari, dapat berakibat hepatotoksik, renal toksisitas dan tekanan darah tinggi. Penggunaannya
bersama-sama dengan alcohol toksisitasnya akan meningkat. Obat ini sebaiknya dihindari pada
penderita dengan gangguan hepatitis. Oleh karenanya, pemakaian OAINS dalam mengatasi inflamasi
lebih popular . bila efek asetaminofen tidak memadai maka dapat ditambahkan kapsaisin atau
glukosamin kondroitin.

2). Adakah sediaan oles bentuk krim, saleb atau gel dari obat tersebut ? Mengapa demikian ? Penjelasan
harus didasarkan pada aspek farmakodinamikanya !

Jawab soal nomor 2 =

3). Pada gangguan artritis kronis, umumnya dilakukan kombinasi terapi. Aspek farmakodinamika apakah
yang akan terjadi apabila tramadol dikombinasikan dengan parasetamol ?

Jawab soal nomor 3 =

Parasetamol dan tramadol adalah kombinasi yang rasional karena profil farmakodinamik
(mekanisme kerja) dan farmakokinetik (mula kerja dan lama kerja) kedua obat ini berbeda dan saling
menguntungkan. Kombinasi dosis tetap Tramadol-Parasetamol 37,5 mg – 325 mg adalah salah satu
contoh sediaan kombinasi obat yang terbukti efektif pada terapi nyeri akut maupun kronik.

Sumber : Jurnal Penggunaan Kombinasi Analgetik Parasetamol – Tramadol Dalam Manajemen Nyeri
Pada Perawatan Paliatif : Sebuah Laporan Kasus oleh Riris Sifa Fauziah , Fakultas Kedokteran Umum,
Universitas Yarsi.

Soal : Apakah allopurinol dapat diberikan pada gout akut ? terangkan jawaban saudara !

Jawab : Penggunaan Allopurinol sebaiknya tidak dilakukan pada saat terjadi serangan gout akut, sebab
akan memperlama gejala atau menyebabkan serangan berikutnya lebih cepat. Kecuali, pasien tersebut
sudah pernah terbiasa mengonsumsi Allopurinol, penggunaan Allopurinol dengan dosis sebelumnya
justru dianjurkan.

Soal : Seperti diketahui bahwa penggunaan NSAIDs untuk mengatasi gout bermanfaat untuk
menurunkan gejala radang. Apabila obat yang tersedia adalah diklofenak-Na, meloksikam, ibuprofen
dan indometacin maka obat manakah yang akan anda sarankan ? Jelaskan dasar pilihan anda !

Jawab :

Indometasin cenderung paling sering dipakai, walau tidak ada perbedaan yang signifikan antara obat ini
dengan obat NSAIDs yang lain. Dosis 50-100 mg Indometasin oral akan menghilangkan nyeri dalam 2-4
jam , tergantung pada keparahan serangan dan waktu antara onset dan permulaan terapi. Dapat diikuti
menjadi 150-200 mg sehari, dengan dosis dikurangi bertahap menjadi 25 mg tiga kali sehari untuk 5
sampai 7 hari, hingga nyeri hilang. Cara ini dapat mengurangi toksisitas gastrointestinal. NSAIDs
biasanya dibutuhkan antara 7-14 hari tergantung respons pasien, walau pasien dengan kronik atau gout
tofi membutuhkan terapi NSAIDs lebih lama untuk mengendalikan gejala.

Soal : Pada kondisi RA khronis dan parah sering digunakan obat DMARDs. Apa yang dimaksudkan
dengan obat tersebut. Manfaatnya pada terapi RA untuk apa ?

Jawab :

Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) adalah kategori obat yang sering digunakan
untuk mengobati kondisi autoimun, seperti artritis rheumatoid dan lupus eritematosus sistemik (lupus).
Penggunaan DMARDs harus dibawah pengawasan dokter secara ketat dan hanya dapat diperoleh
dengan resep dokter. DMARDs seringkali diresepkan bersama dengan obat lain sebagai bagian dari
pengobatan . Obat ini efektif, tetapi memerlukan waktu untuk menunjukkan hasil, dan terkadang bisa
mencapai hingga tiga atau empat bulan pengobatan.
Golongan DMARDs bermanfaat untuk mengatasi inflamasi pada RA yang bersifat progresif,
persisten atau yang potensial progresif, serta memperlambat destruksi persendian. Pada penderita RA
yang tidak progresif, penggunaan golongan DMARDs masih kontroversial dan patut dipertimbangkan
mengenai toksisitas (efikasi, savety) dan biayanya, sedangkan progresivitas dan erosi pada penyakit
masih tetap berlangsung. Obat golongan DMARDs merupakan pilihan awal untuk mengatasi RA sedang
hingga parah, baik dalam bentuk dosis tunggal maupun dalam kombinasinya . Apabila penderita
mengalami manifestasi ekstra-artikuler seperti pada RA paru yang resisten – steroid atau vaskulitis,
maka dapat diterapi dengan MTX, azatioprin, siklofosfamid, siklosporin an inhibitor TNF-α.

Soal : Salah satu hal yang penting diperhatikan pada penggunaan metrotreksat untuk terapi RA adalah
pemberian suplemen asam folat. Jelaskan mengapa demikian !

Jawab :

Metotreksat (MTX) , merupakan golongan senyawa imunosupresan dengan aksi sebagai berikut :

1). MTX merupakan analog asam folat yang dapat mengikat dehidrofolat reduktase (DHFR), yaitu enzim
yang berfungsi untuk mereduksi tetrahidrofolat, dimana senyawa ini bermanfaat untuk sintesis DNA.
Dengan demikian pada penggunaan MTX (a) tidak hanya sintesis DNA yang terganggu melainkan juga (b)
repair dan replikasi DNA seluler serta hambatan sintesis purin (c) Hambatan DHFR juga berakibat pada
penurunan proliferasi limfosit T, limfosit B dan mempercepat pemecahan sinoviosit serta apoptosis
pada sel T perifer dalam darah yang teraktivasi (bukan sel T fase istirahat) . Dalam hal ini inhibisi
proliferasi sel limfosit khususnya yang ada di sinovium (d) MTX dapat menginhibisi sintesis leukotriene,
menurunkan kadar TNF-α.

2). MTX merupakan antimetabolite, aktivitas alkilator serta inhibisi replica DNA.

3). MTX merupakan inhibitor enzim dihidrofolat reduktase sehingga bersifat sebagai antagonis asam
folat, dengan demikian dalam penggunaannya selalu diikuti dengan pemberian asam folat.

MTX adalah antagonis asam folat dengan melalui aksinya menghambat enzim dihidrofolat reduktase,
sehingga terjadi hambatan perubahan asam folat menjasi tetrahidrofolat. Dengan demikian pemberian
asam folat bersama MTX akan dapat mengatasi efek sampingnya

Soal : Kesimpulan apa yang dapat anda berikan atas aspek farmakodinamika obat DMARDs biologic
pada terapi RA ?

Jawab :

Penggunaan DMARDs biologic diberikan pada pasien yang tidak menunjukan respon baik dengan
kombinasi DMARDs non biologic. Penggunaan DMARDs biologic yang baru diharapkan dapat mengontrol
penyakit rheumatoid arthritis DMARDs biologic merupakan molekul protein hasil rekayasa genetika yang
menghambat sitokin proinflamasi TNF-α (infliximab, etanercept, adalimumab) dan IL-1 (anakinra). Obat
ini efektif digunakan jika penggunaan DMARDs non biologic gagal

Soal nomor 9

Sebutkan dua jenis imunosupresan yang sering dimanfaatkan untuk terapi RA akut maupun kronis,
adakah kerugian pada penggunaan obat tersebut ?

Jawab :

1. Leflunomide
Metabolisme leflunomide akan menghambat enzim pada jalur biosintesis pirimidin. Kerja utama
leflunomida adalah inhibisi proliferasi limfosit T. efek pada pasien RA berupa control gejala RA
dan perlambatan kerusakan sendi. Leflunomide juga bisa digunakan secara kombinasi dengan
methotrexate . efek samping berupa pertambahan enzim hati terjadi pada >50% pasien yang
mengkombinasikan leflunomide dengan methotrexate dan 5% pasien yang menerima
leflunomide saja.
2. Siklofosfamid adalah obat imunosupresif, yang berarti bahwa itu mengurangi efek dari tubuh
Anda sistem kekebalan tubuh . Dengan mengganggu proses kekebalan tubuh, siklofosfamid
mengurangi peradangan dan memperlambat kerusakan sendi yang disebabkan oleh rheumatoid
arthritis . Siklofosfamid adalah antirematik obat penyakit-memodifikasi (DMARD), yang berarti
mengontrol perkembangan penyakit. DMARDs juga disebut slow-acting obat antirematik
(SAARDs). Siklofosfamid digunakan untuk parah rheumatoid arthritis yang tidak menanggapi
pengobatan lain, terutama ketika ada juga komplikasi seperti radang dari darah pembuluh (
vaskulitis ). Siklofosfamid telah ditemukan efektif dalam mengobati serius komplikasi dari
rheumatoid arthritis seperti vaskulitis . Karena efek samping yang serius, siklofosfamid yang
paling sering dicadangkan untuk digunakan pada orang dengan berat rheumatoid arthritis yang
tidak menanggapi pengobatan lain.
Efek samping siklofosfamid yang umum dan dapat termasuk:

 Mual dan muntah .


 Reaksi alergi.
 Rambut rontok ( alopecia ).
 Berhentinya menstruasi (amenorrhea) atau awal menopause .
 Penurunan jumlah sperma (azoospermia).
 Penggelapan kulit (hiperpigmentasi).

reaksi parah dapat mencakup:

 Penurunan fungsi sumsum tulang dan serius darah masalah.


 Kandung kemih masalah seperti darah dalam urin .
Soal : Penderita hipertensi usia muda pada umumnya terdeteksi adanya kadar renin yang tinggi. Untuk
itu, aspek terapetik apakah yang anda gunakan sebagai dasar pilihan obat golongan ACE ?

Jawab : Obat golongan inhibitor ACE adalah merupakan inhibitor kompetitif terhadap enzim ACE ,
sehingga terjadi hambatan pada sintesis angiotensin II, yang selanjutnya menyebabkan inhibisi rilis
aldosterone dan adrenalin dari medula kelenjar adrenalis. Dengan demikian menyebabkan penurunan
kadar aldosterone serum, hambatan pada retensi natrium, penurunan aktivitas system syaraf simpati,
potensiasi vasodilator system kalikerin-kinin serta menghambat proses metabolisme prostanoid.

Reseptor AT1 menimbulkan aksi vasokonstriksi dengan cara a). menstimulasi rilis adrenalin dari kelenjar
adrenal, b) meningkatkan aliran simpatik sentral dan c) rilis aldosreton. Mengingat aldosterone
berpengaruh pada retensio air dan garam, maka penggunaan inhibitor RAAS dapat menurunkan volume
cairan plasma yang sama seperti pada penggunaan diuretik , sehingga pada pemakaiannya bersama-
sama dengan diuretik akan menimbulkan efek hipotensi postural.

Anda mungkin juga menyukai