Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT DENGAN TINGKAT

KECEMASAAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH


RSU WOLTER MONGISIDI TK II KOTA MANADO

Disusun oleh:
WAHYUNI ABDUL
1601040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES MUHAMMADIYAH
MANADO
2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Keaslian Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori
1. Pembedahan
2. Kecemasan
3. Perilaku Caring
4. Caring
5. Perawat
B. Kerangka Teori
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesis

BAB III METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
C. Populasi dan Sampel
D. Variabel Penelitian
E. Definisi Operasional
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data
G. Validitas dan Reabilitas
H. Metode Pengolahan dan Analisis Data
I. Etika Penelitian
J. Pelaksanaan Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
2. Analisis Univariat 3. Analisis Bivariat
B. Pembahasan C. Keterbatasan Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pembedahan merupakan tindakan yang menggunakan teknik invasif dengan
membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan
dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Susetyowati, dkk, 2010).
Tindakan pembedahan dilakukan karena beberapa alasan seperti diagnostik,
kuratif, relatif, rekontsruksi, dan paliatif. Jenis pembedahan dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu bedah mayor dan minor. Bedah minor merupakan operasi
pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai risiko komplikasi lebih kecil
dibandingkan bedah mayor. Sedangkan bedah mayor memiliki resiko yang lebih
besar karena dapat menimbulkan beberapa kondisi antara lain kecacatan,
perubahan bentuk tubuh trauma yang sangat luas, sampai dengan kematian.
Sebelum dilakukan pembedahan seorang pasien akan menjalani tindakan
preoperasi, tahap awal perawatan perioperatif di mulai sejak pasien memutuskan
untuk di lakukan pembedahan hingga berada di meja operasi. Preoperasi
merupakan landasan kesuksesan tahap selanjutnya, sehingga pada tahap ini perlu
pengkajian secara integral, kompherensif dan klarifikasi. Jika terjadi kesalahan
pada fase ini maka akan berakibat fatal pada tindakan yang akan di lakukan
berikutnya (Muttaqin dan Sari, 2013). Data pasien preoperasi menurut WHO
(World Health Organization) di seluruh penjuru dunia mencapai angka
peningkatan yang sangat singnifikan dari tahun ke tahun, di tahun 2011 angka
tersebut mencapai 140 jiwa pasien di seluruh rumah sakit di dunia. Sedangkan
pada tahun 2012 pasien preoperasi mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa
sedangkan untuk kawasaan Asia pasien mencapai angka 77 juta jiwa pada tahun
2012, di Indonesia sendiri pasien pre operasi mencapai 1,2 juta jiwa pada tahun
2012 (Sartika, 2013). Tindakan pembedahan ini sering menimbulkan dampak
yang luas dan pengaruh psikologis terhadap pasien preoperasi (Smeltzer & Bare,
2008).
Pengaruh 2 psikologis terhadap tindakan pembedahan dapat berbeda-beda,
namun sesungguhnya selalu timbul rasa ketakutan dan kecemasan yang umum di
antaranya karena anestesi sesuatu yang tidak diinginkan pada saat pembedahan,
nyeri akibat luka operasi , terjadi perubahan fisik menjadi buruk atau tidak
berfungsi normal, operasi gagal, mati dan lain (Smeltzer & Bare, 2008). Hal
tersebut merupakan reaksi bagi pasien dan termasuk dalam bentuk kecemasan
sebelum operasi (Muttaqin dan Sari, 2013).
Ketika pasien berada di ruangan pre operasi merupakan keadaan yang
menambah kecemasan pasien. Kecemasaan tersebut ditimbulkan akibat dari
segala acaman tindakan dan prosedur yang belum mereka ketahui selama proses
operasi dan juga tindakan pembiusan menghadapi pembedahan adalah suatu yang
sangat menghawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup dan mati
(Hidayat, 2008). Hawari (2011) mengemukakan bahwa faktor yang dapat
mempengaruhi kecemasan seseorang salah satunya adalah psiko-neuro-imunologi
atau psikoneuroendokrinologi. Akan tetapi tidak semua orang yang mengalami
stressor psikososial akan mengalami gangguan cemas hal ini tergantung pada
struktur perkembangan kepribadian diri orang tersebut yakni usia, pendidikan,
pengalaman, jenis kelamin serta dukungan sosial). Suatu penelitian menyebutkan
bahwa 80% dari pasien yang akan menjalani pembedahan mengalami kecemasan
(Bahsoan, 2013). Lebih lanjut lagi penelitian Sawitri dan Sudaryanto (2008)
menjelaskan bahwa kecemasan yang dialami pasien mempunyai bermacam-
macam alasan diantaranya adalah; cemas karena menghadapi ruangan operasi dan
peralatan operasi, cemas menghadapi body image yang berupa cacat anggota
tubuh, cemas dan takut mati saat di bius, cemas bila operasi gagal, ataupun cemas
masalah biaya yang membengkak. Efek kecemasan pada pasien preoperasi
berdampak pada jalannya operasi.
Sebagai contoh, pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan
maka akan berdampak pada sistem kardiovaskuler yaitu tekanan darahnya akan
tinggi sehingga operasi dapat dibatalkan. Pada wanita efek kecemasan dapat
mempengaruhi menstruasinya menjadi lebih banyak, itu juga memungkinkan
operasi ditunda hingga pasien bener-bener siap untuk menjalanin operasi
(Rondhianto, 2008).
Seorang perawat harus mengkaji secara integral dan kompherensif, karena
merupakan landasan kesuksesaan tahap selanjutnya. Perawat melakukan
pengukuran tekanan darah, denyut nadi dan suhu tubuh untuk mengetahui kondisi
pasien sebagai tindakan preoperasi (Muttaqin dan Sari, 2013). Dalam memberikan
asuhan keperawatan, seorang perawat harus mencerminkan perilaku caring dalam
setiap tindakan (Sukmawati, 2009).
Perilaku caring telah memerankan bagian penting dalam dunia keperawatan,
Caring dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien serta dapat
memfasilitasi atau memudahkan dalam promosi kesehatan (Khademian &
Vizeshfar, 2008). Perawat yang caring juga berdampak pada peningkatan rasa
percaya diri serta menurunkan kecemasan pada pasien, berkurangnya kecemasan
dan stress akan meningkatkan pertahanan tubuh dan membantu meningkatkan
penyembuhan (Novieastari, 2009). Menurut penelitian Trifianingsih, Yarlitasari,
dan Azidin, (2016) tentang hubungan perilaku caring perawat dan kecerdasan
emosional perawat dengan Tingkat Kecemasan pasien gangguan kardiovaskuler di
ruang Alamanda Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin Tahun 2015,
menunjukkan bahwa ada kecenderungan semakin baik perilaku caring perawat
akan diikuti dengan tingkat kecemasan pasien yang rendah. Dimana hasil uji
hipotesis didapatkan p value 0,031 (p value < 0,05) dengan hasil uji statistik
diperoleh koefisien korelasi (r) = -0,576 artinya keeratan hubungannya sedang.
Terdapat hubungan antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien
gangguan kardiovaskuler dengan nilai (p= 0,031). Hal ini sejalan dengan Penelitian
Hidayati, Widodo, dan Kartinah, (2013) Hasil uji hipotesis antara perilaku caring
perawat terhadap kecemasan pasien diperoleh nilai p-value = 0,000, (<0.05). Hasil
uji statistik diperoleh nilai rhitung sebesar -0,468 dengan p-value = 0,000 yang
berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku caring perawat
terhadap kecemasan pasien.
Perawat lebih banyak berinteraksi dengan pasien dibanding tenaga yang
lain
dan ini merupakan variabel yang paling mudah bersentuhan kepuasan pasien.
Perilaku caring perawat menjadi jaminan apakah layanan perawatan bermutu apa
tidak.Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama
dalam praktik keperawatan dan diyakini berperilaku caring untuk klien dan
bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan (Watson, 2007). Penelitian tentang tingkat kecemasan pada pasien
preoperasi telah banyak dilakukan khususnya di Indonesia salah satunya
penelitian terkait tingkat kecamasan yang dilakukan oleh (Budianto, 2009) telah di
lakukan di rumah sakit daerah RSUD Penembahan Senopati Bantul dengan hasil
penelitian menunjukan bahwa dari 35 yang melakukan operasi sebanyak 19 pasien
yang mengalami kecemasan ringan, 12 pasien kecemasan sedang dan 4 pasien
yang mengalami kecemasan berat berdasarkan teori bahwa bila kecemasan
tersebut tidak mendapat penanganan yang adekuat, tidak tertutup kemungkinan
kecemasan akan bertambah parah yang berdampak kepada ketidaksiapan pasien
menjalani operasi. Peran serta dokter, perawat maupun keluarga sangatlah
dibutuhkan pada pasien yang akan menjalani operasi (Potter & Perry, 2009).
Berdasarkan data rekam medik (RM) bulan Februari 2017 jumlah pasien
yang menjalani operasi sebanyak 33 orang dengan prosedur operasi terbanyak
adalah tindakan laparotomi. Sedangkan hasil wawancara dengan 5 pasien yang
akan menjalani operasi pada tanggal 30 Januari 2017, tiga pasien merasa sangat
cemas karena baru pertama kali akan menjalani operasi mengatakan susah tidur,
gelisah, keringat dingin, sedangkan dua pasien mengatakan tidak terlalu cemas
karena sebelumnya pernah menjalani operasi. Selain itu pasien juga berpendapat
bahwa perawat di bangsal terkesan jarang memberikan perhatian terhadap pasien,
perawat di bangsal juga dirasa tidak sering mengecek keadaan pasien dan hanya
datang disaat memberikan tindakan keperawatan.
Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul DIY.

B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul DIY?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahui hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan pasien pre
operasi di Rumah Sakit Panembahan Senopati Bantul DIY.

2. Tujuan Khusus
a. Diketahui perilaku caring perawat pada pasien pre operasi
b. Diketahui tingkat kecemasan pasien preoperasi di RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
c. Diketahui keeratan hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat
kecemasan pasien pre operasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan acuan pengembangan dalam
ilmu keperawatan khususnya bidang menejemen keperawatan tentang perilaku
caring perawat terhadap tingkat kecemasan pasien preoperasi.

2. Manfaat praktis
a. Pihak Menejemen Rumah Sakit Sebagai bahan masukan bagi Rumah Sakit
terutama di bidang keperawatan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan
terutama pada kualitas asuhan keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan
pasien.
b. Kepala Ruang
Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pelayanan keperawatan melalui
perilaku caring yang diharapkan dapat mengurangi tingkat kecemasan pasien pre
operasi.
c. Perawat
Sebagai bahan masukan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien yang dapat menurunkan tingkat kecemasan preoperasi.
d. Pasien Pre Operasi
Dapat sebagai bahan informasi yang dapat menambah ilmu pengetahuan dan
wawasan dalam upaya menurunkan kecemasan preoperasi.
e. Peneliti Lain
Sebagai bahan refernsi atau data dasar bagi peneliti selanjutnya yang
berhubungan dengan tingkat kecemasaan preoperasi.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul terletak di Jl. Dr.
Wahidin Sudiro Husodo, Bantul. Kedudukan rumah sakit ini sebagai pendukung
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Direktur yang
bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Rumah sakit ini
merupakan rumah sakit tipe B. Pelayanan yang tersedia di RSUD Panembahan
Senopati Bantul meliputi pelayanan rawat jalan, instalasi gawat darurat, pelayanan
rawat inap, pelayanan kebidanan dan perinatologi, kamar operasi, pelayanan
radiologi, pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan laboratorium, pelayanan
farmasi, pelayanan gizi, pelayanan hemodialisis, dan pelayanan penunjang lain.
Peneliti menggunakan ruangan rawat inap bedah Melati. Ruangan Melati terdapat
10 ruangan kamar dengan kapasitas pasien 30 tempat tidur. Tenaga kesehatan
yang ada di bangsal Melati ada 17 orang yang terdiri dari tenaga kesehatan
berpendidikan S1 6 orang dan D3 keperawatan 11 orang. Penelitian ini dilakukan
di Bangsal Melati dengan jumlah populasi 33 orang dan yang di jadikan
responden penelitian sebanyak 25 orang dengan usia > 18 tahun. Klien yang
dilakukan tindakan pembedahan di ruangan rawat inap bedah Bangsal Melati akan
dilakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum di pindah keruangan operasi. Pada
saat dilakukan pengkajian respon pasien yang menjalani operasi mengalami
kecemasan diantaranya takikardi, gelisah, takut, dan merasa lelah serta merasa
tidak mempunyai harapan sembuh.

2. Analisis Univariat
a. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian, dapat di deskripsikan karakteristik
responden berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan, pengalaman operasi,
dukungan keluarga, perilaku caring perawat dan tingkat kecemasan di RSUD
Panembahan Senopati Bantul yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi karakteristik Responden di Bangsal Bedah
RSUD Panembahan Senopati Bantul Bulan Agustus 2017 (n=25)
Karakteristik Responden Jumlah (n) Presentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
11
14
44,0
56,0
Total 25 100
Umur 28-40 tahun
41-50 tahun
>50 tahun
8
11
6
32,0
44,0
24,0
Total 25 100
Pendidikan SD
SMP
SMA
PT
10
5
9
1
40,0
20,0
36,0
4,0
Total 25 100
Pekerjaan Buruh
PNS
Pegawai Swasta
Lain-lain
17
0
2
6
68,0
0,0
8,0
24,0
Total 25 100
Dukungan Keluarga Ya
Tidak
25
0
100,0
0,0
Total 25 100
Pengalaman Operasi Ya
Tidak
6
19
24,0
76,0
Total 25 100
(Sumber: Primer 2017)
71
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa pasien terbanyak berjenis
kelamin perempuan (56,0%) dengan rentang umur terbanyak berkisar antara 41-
50 tahun (44,0%). Pasien terbanyak dengan status pekerjaan buruh (68,0%)
dengan tingkat pendidikan terbanyak SD (40,0%). Pasien terbanyak dengan
dukungan keluarga den (100%) dan pasien dengan pengalaman operasi
terbanyak yaitu tidak (76,0%).
b. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Perilaku Caring Perawat Pada Pasien
Pre Operasi Berdasarkan Kuesioner dengan 45 Pertanyaan dan 10
Karatif Faktor Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Perilaku Caring Perawat Jumlah (n) Presentase (%)
Baik
Cukup
Kurang
4
13
8
16,0
52,0
32,0
Total 25 100%
(Sumber: Primer 2017)
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa dari 25 responden yang akan
menjalani operasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul, perilaku caring
perawat terbanyak adalah cukup sejumlah 13 responden (52,0%).
c. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre
Operasi dengan Kuesioner Menggunakan HARS 14 Pertanyaan Di
RSUD Panembahan Senopati Bantul
Tingkat Kecemasan Jumlah (n) Presentase (%)
Tidak Cemas
Cemas Ringan
Cemas Sedang
Cemas Berat
Cemas Panik
6
4
12
3
0
24,0
16,0
48,0
12,0
0,0
Total 25 100%
(Sumber: Primer 2017)
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa dari 25 responden didominasi
oleh responden dengan tingkat kecemasan sedang sebanyak 12 responden
(48,0%).
72
3. Analisis Bivariat
Tabel 4.4 Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul
Perilaku
Caring
Perawat
Tingkat Kecemasan
Total
r
Pvalue
Tidak
Cemas
Cemas
Ringan
Cemas
Sedang
Cemas
Berat
n%n%n%n%n%
Baik
Cukup
Kurang
3
3
0
12,0
12,0
0,0
0
2
2
0,0
8,0
8,0
1
7
4
4,0
28,0
16,0
0
1
2
0,0
4,0
8,0
4
13
8
16,0
52,0
32,0
0,402 0,013
Total 6 24,0 4 16,0 12 48,0 3 12,0 25 100
(Sumber: Primer 2017)
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa paling banyak memiliki
tingkat kecemasan sedang (28,0%) masuk dalam kategori perilaku caring perawat
cukup dan sebagian besar perilaku caring perawat (52,0%), sedangkan (16,0%)
memiliki perilaku caring perawat yang baik dimana mempunyai tingkat
kecemasan masuk dalam kategori tidak cemas (12,0%) dan cemas sedang (4,0%).
Dari 8 responden (32,0%) perilaku caring perawat masuk dalam kategori kurang
dan memiliki tingkat kecemasan masuk dalam kategori cemas ringan (8,0%),
cemas sedang (16,0%) serta cemas berat (8,0%). Diperoleh hasil nilai korelasi
sebesar 0,402 dengan nilai p-value sebesar 0.013 < 0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tingkat keeratan hubungan antara perilaku caring perawat
dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang bedah RSUD Panembahan
Senopati Bantul masuk dalam kategori sedang (Sugiyono, 2014).
73
B. PEMBAHASAN
Pada pembahasan, peneliti akan membahas hasil analisis tiap variabel
yang diteliti dan hubungan antar variabel. Pembahasan akan dilakukan dengan
menganalisa serta membandingkan hasil penelitian yang diperoleh.
1. Perilaku Caring Perawat Pada Pasien Pre Operasi di RSUD Panembahan
Senopati Bantul
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa dari 25 pasien, perilaku
caring perawat kategori baik (16,0%), perilaku caring perawat dalam kategori
cukup (52,0%) sebagai frekuensi terbanyak, dan perilaku caring perawat dalam
kategori kurang (32,0%). Perilaku caring merupakan bentuk tanggung jawab
dalam melaksanakan tugasnya. Inti rasa tanggung jawab itu ialah kepekaan
perawat terhadap penderitaan klien dan keluarga, serta peduli dengan situasi dan
kondisi lingkungan dimana klien dirawat. (Wolf. et all, 2014). Perawat yang
caring, cerdas dan terampil akan memberikan keamanan, kenyamanan dan
kepuasan pada klien dan keluarga serta membawa dampak positif terhadap citra
rumah sakit dan citra profesi perawat di mata klien, keluarga bahkan masyarakat
pada umumnya (Christenseen, 2009). Seorang perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan
(Sukmawati, 2009).
Perilaku caring telah memerankan bagian penting dalam dunia
keperawatan, sejak dulu keperawatan selalu meliputi empat konsep yang
merupakan paradigma dalam dunia keperawatan yaitu: Merawat adalah apa yang
kita lakukan, manusia adalah sasaran dari apa yang kita lakukan (kepada siapa
kita melakukannya). Kesehatan adalah tujuan dari tindakan perawatan dan
lingkungan adalah tempat di mana kita merawat, inti dari semua teori tentang
keperawatan adalah melakukan dan menguraikan empat konsep tersebut, tetapi
sekarang merawat juga didefinisikan sebagai "kepedulian", yang kini sudah
menjadi konsep paradigma yang kelima (Watson, 2007).
74
Menurut Hidayati, Widodo, dan Kartinah, (2013), Caring dalam
keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring merupakan jantung dari
profesi, artinya sebagai komponen yang unik, fundamental dan menjadi fokus
sentral dari keperawatan. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan adalah
perilaku caring perawat yang merupakan inti dalam praktek keperawatan
professional. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hidayati, Widodo, dan
Kartinah, (2013) yang menyatakan bahwa sebagian besar atau sebanyak 69,0%
responden, perilaku caring perawat pada pasien masuk dalam kategori cukup.
2. Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi di RSUD Panembahan Senopati
Bantul
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa dari 25 responden, 6
responden (24,0%) tidak cemas, 4 responden (16,0%) mengalami cemas ringan,
12 responden (48,0%) mengalami cemas sedang, dan 3 responden (12,0%)
mengalami cemas berat. Responden yang tidak mengalami kecemasan dapat
menjadi daya dukung terhadap keberhasilan pembedahan yang akan dijalaninya
mengingat persiapan mental dan psikologis sangat dibutuhkan sebelum dilakukan
operasi. Muttaqin & Sari (2013) mengemukakan bahwa persiapan mental dan
psikologi merupakan hal yang penting juga dalam proses persiapan pembedahan,
karena ketika mental siap dapat berpengaruh terhadap peningkatan kondisi fisik
pasien yang akan menjalani operasi.
Menurut Rohmawati, Hartiti, dan Machmudah (2012) kecemasan pasien
pre operasi disebabkan pasien merasa terancam akan kemampuan fisiologis atau
gangguan terhadap kebutuhan dasar seperti mobilisasi diri. Pasien merasa tidak
berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Pasien merasa tidak mempunyai kemampuan dan tidak
dapat berguna bagi dirinya dan orang lain. Ancaman tersebut dapat menimbulkan
kecemasan dan bila tidak diatasi akan menimbulkan kecemasan dengan tingkatan
yang lebih berat serta menimbulkan gangguan pada fisik. Kondisi ini tentu saja
akan menganggu proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien.
75
Pasien yang mengalami kecemasan ringan kemungkinan disebabkan
pasien sudah memperoleh informasi selengkap-lengkapnya mengenai hasil
pemeriksaan dan alasan dilakukan tindakan operasi serta kemungkinan yang
terjadi bila tindakan operasi tidak dilakukan, sehingga pasien dapat
mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh dengan akibat bila pasien tidak
dilakukan tindakan operasi. Pasien dapat mempersiapkan diri secara fisik
maupun mental untuk menghadapi tindakan operasi yang akan dilakukan
sehingga mengalami kecemasan ringan (Rohmawati, Hartiti, dan Machmudah
2012).
Pasien yang mengalami kecemasan sedang dan berat disebabkan pasien
tidak memperoleh keterangan secara terperinci tentang kondisi kesehatannya dan
tindakan operasi yang akan dilakukan. Pasien merasakan tindakan operasi
menjadi suatu ancaman bagi integritas dirinya (Rohmawati, Hartiti, dan
Machmudah 2012).
Menurut Koutoukidis, Stainton, dan Hughson (2013) perawat yang
empati dan penuh perhatian secara signifikan dapat mengurangi kecemasan.
Perawat dapat membantu mengurangi kecemasan ini dengan memberikan
informasi yang lengkap dan tepat waktu, serta melalui penerapan perilaku caring
maka pasien akan merasakan nyaman selama perawatan dengan adanya
lingkungan perawatan yang terapeutik dan sikap perawat yang penuh dengan
perhatian sehingga akan mempercepat proses penyembuhan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rohmawati, Hartiti, dan Machmudah (2012) didapatkan hasil sebesar 33,3%
responden mengalami cemas sedang. Habibah, Hartiti, dan Ernawati (2016)
didapatkan responden terbanyak dalam penelitian ini mengalami cemas sedang
yaitu 25 responden (35,2%).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah respoden berdasarkan
karakteristik jenis kelamin responden, diperoleh data pasien pre operasi di RSUD
Panembahan Senopati Bantul yang berjenis kelamin perempuan (56,0%) dengan
76
operasi mayor yaitu, fraktur pada kaki kanan, fraktur pada tulang selangkangan
kanan dan operasi minor yaitu tumor, usus buntu, sedangkan jenis kelamin
lakilaki
(44,0%) dengan operasi mayor yaitu hernia dan minor yaitu usus buntu.
Menurut Hawari (2011) kecemasan pada pria dan wanita, bahwa perempuan
lebih cemas akan ketidakmampuannya dibandingkan dengan laki-laki. Laki lebih
aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif. Berdasarkan jenis kelamin
diperoleh hasil perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah responden laki-laki
yang akan menjalani operasi di RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Berdasarkan tabel 4.1 sebagian besar responden yang akan menjalani
operasi memiliki rentang usia 41-50 tahun (44,0%). Usia seseorang dapat
mempengaruhi tingkat kecemasannya. Usia seseorang dapat mempengaruhi
terjadinya kecemasan. Usia remaja lebih mudah mengalami kecemasan
dibandingkan usia dewasa atau yang lebih tua. Umur menunjukan ukuran waktu
pertumbuhan dan perkembangan seseorang individu. Kematangan dalam proses
berpikir pada individu yang berumur dewasa lebih memungkinnya untuk
menggunakan mekanisme koping yang baik dibanding kelompok umur anakanak,
ditemukan sebagian besar kelompok umur anak yang mengalami respon
cemas yang lebih berat dibanding kelompok umur dewasa (Hawari, 2011).
Berdasarkan tabel 4.1 pendidikan terakhir responden yang terbanyak
adalah SD yaitu (40,0%), faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya
kecemasan salah satunya adalah status pendidikan. Tingkat kecemasan sangatlah
berhubungan dengan tingkat pendidikan seseorang dimana seseorang akan dapat
mencari informasi atau menerima informasi dengan baik sehingga akan cepat
mengerti akan kondisi dan keparahan penyakitnya dan dengan keadaan yang
seperti ini akan menyebabkan peningkatan kecemasan pada orang tersebut.
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan tentang pre operasi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendindikan itu sendiri amat di perlukan seseorang agar
lebih tangkap dengan adanya masalah kesehatan dan bisa mengambil tindakan
77
secepatnya. Stautus pendidikan yang kurang pada seseorang yang menyebabkan
orang tersebut lebih mudah mengalami cemas atau stres di banding dengan
mereka yang status pendidikannya lebih tinggi (Hawari, 2011).
Berdasarkan tabel 4.1 dukungan keluarga seluruh responden di dukung
keluarga untuk melakukan operasi (100%). Penelitian oleh Martono (2010)
menyebutkan bahwa keluarga memiliki tuntutan lebih kuat di banding tenaga
kesehatan karena hubungan kekerabatannya. Tenaga medis mempunyai banyak
keterbatasan. Secara etika profesi tenaga kesehatan tidak memungkinkan untuk
ikut terlibat jauh dalam urusan pribadi pasien kecuali yang berkaitan dengan
penyakitnya. Hal inilah yang membuat dukungan sosial dan partisipasi aktif dari
keluarga sangatlah penting untuk membantu meningkatkan kualitas hidup pasien.
Dukungan psikososial keluarga adalah adalah mekanisme hubungan
interpersonal yang dapat melindungi seseorang dari efek stress yang buruk. Pada
umumnya jika seseorang memiliki system pendukung yang kuat, kerentanan
terhadap penyakit mental akan rendah (Hawari, 2011).
Berdasarkan tabel 4.1 pengalaman operasi sebagian besar responden baru
pertama kali akan melakukan operasi (76,0%). Menurut Notoatmodjo (2010)
pengalaman sebagai sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang di
peroleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Pengalaman masa lalu
terhadap penyakit baik positif maupun negatif dapat mempengaruhi
perkembangan keterampilan dalam menggunakan koping, sangat membantu
individu untuk mengatasi situasi yang dapat mempengaruhi dirinya (Hawari,
2011).
3. Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre
Operasi Di Ruang Bedah RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Berdasarkan hasil penelitian di RSUD Panembahan Senopati Bantul, hasil
uji korelasi Somer’s diperoleh p-value =0,013 (p<0,05) yang berarti bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku caring perawat dengan tingkat
78
kecemasan pasien pre operasi. Kekuatan hubungan dalam kategori sedang yaitu
r=0,402 berada pada interval 0,400-0,600.
Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring
merupakan jantung profesi artinya sebagai komponen yang unik, fundamental
dan menjadi fokus sentral dari pelayanan keperawatan. Salah satu bentuk
pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti
dalam praktek keperawatan profesional (Sobirin dalam Hidayati, 2012). Tujuan
dari caring adalah memberikan rasa aman dan nyaman untuk menurunkan
kecemasan. Perawat hendaknya menyediakan waktu untuk mendengarkan
keluhan pasien. Berikanlah dorongan dengan sikap yang ramah, bersahabat tapi
tegas, tidak menunjukkan perasaan jengkel atas tingkah lakunya tetapi sebaliknya
mencoba untuk mengerti perasaan pasien.
Brunton dan Beaman (2000) Chrisnawati (2011) menyederhanakan 10
faktor karatif dari Jean Watson ini menjadi 5 karatif faktor yaitu kehadiran
perawat, rasa hormat, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang profesional,
memiliki hubungan yang positif, dan perhatian terhadap pengalaman orang lain.
Untuk mewujudkan perilaku caring, diperlukan kehadiran sebagai sarana untuk
menginformasikan manfaat caring pada pasien. Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukana oleh Potter dan Perry (2009) bahwa kehadiran diperlukan oleh
perawat untuk menawarkan pelayanan kepada pasien agar mendapatkan
dukungan, kenyamanan atau dorongan untuk mengurangi perasaan yang tidak
diinginkan atau untuk menenangkan hati. Sedangkan menurut Swanson dalam
Tomey & Alligood, 2006 kehadiran yang telah terwujud melalui kontak mata,
bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan, serta memiliki sikap positif dan
bersemangat yang dilakukan perawat akan membentuk suasana keterbukaan,
saling mengerti dan saling berarti untuk kesehatan pasien.
Perilaku caring telah memerankan bagian penting dalam dunia
keperawatan, sejak dulu keperawatan selalu meliputi empat konsep yang
merupakan paradigma dalam dunia keperawatan yaitu: Merawat adalah apa yang
79
kita lakukan, manusia adalah sasaran dari apa yang kita lakukan (kepada siapa
kita melakukannya). Kesehatan adalah tujuan dari tindakan perawatan dan
lingkungan adalah tempat di mana kita merawat, inti dari semua teori tentang
keperawatan adalah melakukan dan menguraikan empat konsep tersebut, tetapi
sekarang merawat juga didefinisikan sebagai "kepedulian", yang kini sudah
menjadi konsep paradigma yang kelima (Watson, 2007). Para pakar keperawatan
menempatkan caring sebagai pusat perhatian yang sangat mendasar dalam
praktek keperawatan, karena banyak peneliti tentang kepedulian mengungkapkan
bahwa harapan pasien yang tidak terpenuhi jarang berhubungan dengan
kompetensi, tetapi lebih sering karena pasien merasa perawat tidak peka terhadap
kebutuhan mereka atau kurang menghargai sudut pandang mereka singkatnya
“kurang peduli’’ (Binshop, 2006).
Perilaku caring merupakan bentuk tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya. Inti rasa tanggung jawab itu ialah kepekaan perawat terhadap
penderitaan klien dan keluarga, serta peduli dengan situasi dan kondisi
lingkungan dimana klien dirawat. (Wolf. et all, 2014). Perawat yang caring,
cerdas dan terampil akan memberikan keamanan, kenyamanan dan kepuasan
pada klien dan keluarga serta membawa dampak positif terhadap citra rumah
sakit dan citra profesi perawat di mata klien, keluarga bahkan masyarakat pada
umumnya (Christenseen, 2009). Seorang perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan
(Sukmawati, 2009).
Menurut Hidayati, Widodo, dan Kartinah, (2013) yang menyatakan
bahwa sebagian besar atau sebanyak 69,0% responden, perilaku caring perawat
pada pasien masuk dalam kategori cukup. Caring dalam keperawatan adalah hal
yang sangat mendasar, caring merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai
komponen yang unik, fundamental dan menjadi fokus sentral dari keperawatan.
Salah satu bentuk pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat yang
merupakan inti dalam praktek keperawatan professional.
80
Menurut Rohmawati, Hartiti, dan Machmudah (2012) kecemasan pasien
pre operasi disebabkan pasien merasa terancam akan kemampuan fisiologis atau
gangguan terhadap kebutuhan dasar seperti mobilisasi diri. Pasien merasa tidak
berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Pasien merasa tidak mempunyai kemampuan dan tidak
dapat berguna bagi dirinya dan orang lain. Ancaman tersebut dapat menimbulkan
kecemasan dan bila tidak diatasi akan menimbulkan kecemasan dengan tingkatan
yang lebih berat serta menimbulkan gangguan pada fisik. Kondisi ini tentu saja
akan menganggu proses penyembuhan penyakit yang diderita pasien.
Pasien yang mengalami kecemasan ringan kemungkinan disebabkan
pasien sudah memperoleh informasi selengkap-lengkapnya mengenai hasil
pemeriksaan dan alasan dilakukan tindakan operasi serta kemungkinan yang
terjadi bila tindakan operasi tidak dilakukan, sehingga pasien dapat
mempertimbangkan keuntungan yang diperoleh dengan akibat bila pasien tidak
dilakukan tindakan operasi. Pasien dapat mempersiapkan diri secara fisik
maupun mental untuk menghadapi tindakan operasi yang akan dilakukan
sehingga mengalami kecemasan ringan (Rohmawati, Hartiti, dan Machmudah
2012).
Pasien yang mengalami kecemasan sedang dan berat kemungkinan
disebabkan pasien tidak memperoleh keterangan secara terperinci tentang kondisi
kesehatannya dan tindakan operasi yang akan dilakukan. Pasien merasakan
tindakan operasi menjadi suatu ancaman bagi integritas dirinya (Rohmawati,
Hartiti, dan Machmudah 2012).
Secara umum pasien akan mencemaskan jika penyakit yang akan
dinyatakan oleh dokter setelah diperiksa merupakan penyakit yang gawat dan
sulit untuk diobati, sehingga pasien merasa cemas yang berlebih ketika
menunggu pemeriksaan dari dokter. Hal ini sesuai dengan pendapat Furwanti
(2014), bila individu tersebut dapat menanggapi dengan baik maka kecemasan
tersebut tidak akan menganggu kesehatannya. Namun beberapa menanggapi
81
kecemasan dengan tidak wajar sehingga dapat memperburuk kondisinya.
Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), kecemasan yang berat dapat
mengurangi efisiensi individu dalam memenuhi kebutuhanya, mengganggu
hubungan antar pribadi, mengacaukan pikiran, tidak mampu menyelesaikan
masalah, dan menganggu proses kesembuhan. Kondisi tersebut tentunya harus
mendapatkan perhatian yang cukup serius dari semua pihak terkait termasuk
perawat. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan adalah perilaku caring.
Tingkat kecemasan terbanyak dari penelitian Rohmawati, Hartiti, dan
Machmudah (2012) didapatkan hasil sebesar 33,3% responden mengalami cemas
sedang. Hasil penelitian Habibah, Hartiti, dan Ernawati (2016) didapatkan
responden terbanyak dalam penelitian ini mengalami cemas sedang yaitu 25
responden (35,2%).
82
C. Keterbatasan Penelitian
1. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak mengontrol variabel
pengganggu yaitu usia, pengalaman, dukungan, jenis kelamin dan
pendidikan yang dapat mempengaruhi tingkat kecemasan responden.
2. Penelitian ini hanya menggunakan kuesioner dalam mengumpulkan data
pasien, sehingga jawaban yang diperoleh dari responden hanya terbatas pada
pertanyaan dalam kuesioner akan lebih baik lagi jika data dilengkapi dengan
observasi untuk mengetahui perilaku caring perawat.
3. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yaiutu penelitian ini hanya
menggunakan 25 responden, untuk peneliti diharapkan dapat menambah
jumlah responden dalam penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulah, R . (2015). Gambaran Tingkat Kecemasan Dan Intervensi Keperawatan


Dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Bangsal Bedah
RSUD Penambahan Senopati Bantul. Skripsi: Program Studi Ilmu Keperawatan
Stikes Ahmad Yani Yogyakarta. Alligood, M.R. & Tomey, A.N. (2006). Nursing
Theorist And Their Work. 6th Edition, ST. Louis: Mosby Elsevier, Inc Alligood,
Martha, R., Tomey, Ann, M. (2010). Nursing Theorist and Their Works, Seventh
Edition. St. Louis. Missouri: Mosby Elsivier. Arikunto, S. (2010). Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisis Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan; Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika Bahsoan, Heriani. (2013).
Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre
Operasi Di Rumah Perawatan Bedah RSUD Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe Kota
Gorontalo. Jurnal: Universitas Negeri Gorontalo Binshop, Anne H. (2006). Etika
Keperawatan. Jakarta: EGC Berman. (2010). Fundamental Nursing, concepts,
process and practice. USA: Philadelpia. Blais, K.K. (2007). Praktek Keperawatan
Profesional Konsep Perspektif. Edisi 4, Jakarta: EGC Budianto, M. (2009).
Pengaruh Terapi Religious Doa Kesembuhan Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Pasien Preoperasi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Mardi Rahayu
Kudus. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
Chrisnawati. (2011). A Relational Analysis On The Caring Efficacy And The
Caring Behaviors Of Nurses In Suaka Insan Banjarmasin Hospital in Indonesia.
Thesis, SPUP. Christensen, P. J., & Kenney, J. W. (2009). Proses Keperawatan:
Aplikasi Model Konseptual, ed.4.Jakarata: EGC
Dwidiyanti, M. (2011). “Caring’ kunci sukses perawat/Ners Mengamalkan
Ilmu.
Semarang: Hasani
Furwanti, E. (2014). Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) Rsud Panembahan Senopati Bantul. Naskah Publikasi:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Fitriani, (2010). Jurnal Hubungan Pendidikan Ilmiah Volume Ii1 No. 2 . Jakarta
Gant, N., & Cunningham, F. (2010). Dasar-Dasar Genekologi Dan Obstetri.
Jakarta:
EGC
Habibah, F., Hartati, T., dan Ernawati. (2016). Hubungan Caring Perawat Dengan
Tingkat Kecemasan Pasien Baru Di Rawat Jalan RSUP DR. Kariadi
Semarang. http://jurma.unimus.ac.id, diakses pada tanggal 20 Juni 2017
Hawari, Dadang. (2011). Psikometri Alat Ukur (Skala) Kesehatan Jiwa. Jakarta:
FKUI
Hidayat, A. (2008). Pengantar Konsep Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, A.A.A. (2010). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Aplikasi Konsep
Dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayati, N., Widodo, A., dan Kartinah. (2012). Hubungan Perilaku Caring
Perawat
Dengan Tingkat Kecemasa Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta. Naskah Publikasi.
eprints.ums.ac.id/27204/16/02_NASKAH_PUBLIKASI.pdf, diakses
tanggal 20 Juni 2017
Jayus. (2011). Etika Berkomunikasi Dalam Islam dalam http://www,sharepdf.
com/2014/1/18/5c347c09fl004483bdddc16e7dc5040f/umrikomunikasi
Etika-Berkomunikasi-Dalam-Islam.htm, diakses pada
tanggal 18 April 2017
Khadamian, Z, dan Vizeshfar, F. (2008). Nursing Students’ Perceptions Of
The
Important Of Caring Behavior, Abstrack Title. Journal Of Advanced
Nursing. Available from: http//www.ingetanconnect.com/. Diakses pada
tanggal 27 Februari 2017
Koutoukidis, G., Stainton, K dan Hughson, J. (2013). Tabbner’s Nursing Care:
Theory and Practice 6th Edition. http://books.google.co.id/. Diakses
tanggal 17 September 2017
Kozier, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses Dan
Praktik. Jakarta: EGC
Kusnanto. (2009). Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan profesional.
Jakarta:
EGC.
Kyle, T & Carman, S. (2015). Buku Praktik Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Lase, W. N. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa di RSUP Haji
Adam Malik Medan. Skripsi: Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara
Majid, A., Judha, M & Istianah, U. (2011). Keperawatan Perioperatif.
Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Martono, H., Pranaka, K. editor. (2010). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri
(Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-4. Jakarta: balai penerbit FKUI
McCloskey, J & Bulechek, G. (2012). Nursing Intervention Classification (NIC).
Edisi 6. Lowa Mosby Year Book. EGC
McDowell, Ian. (2006). Measuring Health: A Guide To Rating Scala And
Questionnaries. New York: Oxford University press, Inc
Morrison, Paul dan Burnard, Philip. (2009). Caring & Communicating:
Hubungan
Interpersonal Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.
Muhlisin, A dan Ichsan, B. (2008). Aplikasi Model Konseptual Caring Dan Jean
Watson Dalam Asuhan Keperawatan. Berita ilmu keperawatan ISSN
1979-2697, vol. No. 3, september : 147-150
Muttaqin & Sari. (2013). Asuhan Keperawatan Preoperatif, Konsep, Proses Dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Nadeak, J, R. (2010). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi di Ruangan RB2 RSUP HAM Medan. Abstract.
Universitas Sumatera Utara
NANDA Internasional. (2012). Nursing Diagnoses, Definition And Classification
2012-2014. Editor Herdman, TH, editor Bahasa Indonesia Ester, M.
Jakarta: EGC
Nasir, A., & Muhith, A. (2011). Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba
Medika
Nasir, A., Muhith, A., & Ideputri, M.E. (2011). Buku Ajar: Metodologi Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Novieastari, E. (2009). Perilaku Caring Dalam Pemberian Asuhan Keperawatan.
UI,
Jakarta. Available From: http://ebursa.depdiknas.go.id/. Diakses tanggal
26 Maret 2017
Pieter, H. Z., Janiwarti, B., & Saragih, M. (2011). Pengantar Psikopatologi untuk
Keperawatan. Jakarta: Kencana
Potter. A. Patricia & Perry. G. Anne. (2009). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Puspita, R. A. (2014). Gambaran Peran Perawat sebagai Care Giver dalam
Perawatan
Pasien PPOK selama Dirawat di RS paru dr. Ario Wirawan Salatiga.
Diakses dari:http://repository.uksw.edu/handle/23456789/5314. Dikases
tanggal 14 Agustus 2017.
Rohmawati, A., Hartiti, T., dan Machmudah (2012). Hubungan Pemberian
Informed
Consent Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di
Instalasi Rawat Inap RSUD Kajen Kabupaten Pekalongan. Jurnal
Keperawatan: Vol. 5 No. 1 Maret 2012 : 57-70
Rondhianto, N. (2008). Keperawatan Perioperatif. http://www.google.co.id/
Keperawatan Perioperatif. Diakses pada tanggal 20 Juni 2017
Sartika, Dewi. (2013). Pengaruh Komunikasi Treupetik Terhadap Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Diruang Perawatan Bedah RSUD
Kota Makkasar. Jurnal: Universitas Hasanuddin Makkasar.
Sawitri, E dan Sudaryanto. (2008). Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Mayor Di
Bangsal Orthopedi Rsui Kustati Surakarta.
http://www.publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle. Diakses tanggal
26 Maret 2017
Smeltzer, S, & Bare. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook Of Medical
Surgical Nursing.

Anda mungkin juga menyukai