ANGKATAN LXXIV
ANGKATAN LXXIV
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Khusus Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Unit Pengembangan Vaksin Kombinasi, PT. Biofarma,
Bandung. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Neni Nurainy, Apt. selaku kepala Unit
Pengembangan Vaksin Kombinasi PT. Biofarma, Bandung dan selaku
pembimbing PKPA yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa
kami haturkan kepada:
1. Segenap Direksi PT. Biofarma yang telah memberikan kesempatan untuk
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Dr. Hasan Rachmat M. selaku pembimbing dari Program Profesi Apoteker-
Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penyusunan laporan.
2. Prof.Dr.Yahdiana Harahap, MS, Apt. selaku pimpinan Departemen Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
3. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker-Departemen
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Indonesia.
4. Seluruh staf dan karyawan Unit Pengembangan Vaksin Kombinasi, PT.
Biofarma atas segala keramahan, pengarahan, bimbingan, dan kerjasamanya
selama PKPA.
5. Seluruh staf dan pengajar Departemen Farmasi.
6. Keluarga yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga
pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar.
7. Rekan-rekan program profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
angkatan LXXIV, atas segala bantuan dan motivasinya.
iv
Penulis
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................. 2
vi
vii
viii
PENDAHULUAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan secara terpadu dan
berkesinambungan di industri farmasi yang memproduksi produk biologi bisa digunakan
untuk meningkatkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan dan pengenalan mengenai
produk biologi utamanya vaksin serta penerapan CPOB di PT Biofarma. Perkembangan
4 Universitas Indonesia
Klaten. Namun, karena terjadi Agresi Militer Belanda II pada tahun 1946 dan
Belanda kembali menduduki Bandung, perusahaan kembali berganti nama
menjadi "Landskoepoek Inrichting en Instituut Pasteur". (Biofarma, 2011)
Setelah Agresi Militer Belanda II berakhir dan Jepang kalah dalam Perang
Dunia II (tahun 1946) karena hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki akibat bom
atom yang dijatuhkan oleh Amerika, lembaga ini dapat dimiliki oleh pemerintah
Indonesia dan kembali melakukan kegiatan produksi vaksin dan sera pada tahun
1950. Pada tahun 1950-1954 perusahaan bernama "Gedung Cacar dan Lembaga
Pasteur" yang merupakan salah satu jawatan dalam lingkungan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Seiring dengan terjadinya proses nasionalisasi,
berbagai perusahaan milik Belanda berganti nama. Pemerintah Indonesia pada
tahun 1955 mengubah nama perusahaan menjadi Perusahaan Negara Pasteur,
yang lebih dikenal dengan nama PN. Pasteur. (Biofarma, 2011) Pada tahun 1957,
Labotarium Virus dan Kultur Jaringan didirikan sebagai fasilitas diagnosa cacar
negara- negara di wilayah Asia Tenggara. Laboratorium ini mulai digunakan oleh
WHO pada tahun 1969. Produksi vaksin terus berkembang, seperti produksi
vaksin BCG yang dimulai dengan menggunakan primary seed lot dari Pasteur
Instituut Paris, vaksin cacar beku kering diperkenalkan tahun 1968.
Pada tahun 1961, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 1961
(Lembaran Negara Tahun 1961 No. 101) perusahaan kembali berganti nama
menjadi "Perusahaan Negara Bio Farma" atau lebih dikenal dengan nama PN. Bio
Farma. (Biofarma, 2011) Tahun 1971, didirikan Bagian Pengawasan Mutu dan
Labotarium Mycology. Pada tahun 1978, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
26 tahun 1978, perusahaan kembali berganti nama dari PN. Bio Farma menjadi
Perusahaan Umum Bio Farma yang lebih dikenal dengan nama Perum Bio Farma.
Pada tahun 1997, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1997, Perum Bio
Farma kembali berganti nama menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) atau lebih
dikenal dengan nama PT Bio Farma (Persero) sampai dengan saat ini. (Biofarma,
2011)
Pada tahun 1982, produksi vaksin tetanus meningkat dengan
digunakannya fermentor (Shinko Pflauder) dengan kapasitas 1000 1iter.
Fermentor ini diperoleh dari Commonwealth Serum Labotary (CSL).
Universitas Indonesia
Pembangunan Sarana Produksi dan Pengawasan Mutu Vaksin Polio dan Campak
yang diresmikan menteri kesehatan saat itu (1990), Bapak Dr. Adhityatma MPH,
selesai pada akhir 1991. Pada periode ini, terjadi transfer teknologi produksi
Vaksin Polio dan Campak oleh Prof. Dr. Konosuke Fukai. (Biofarma, 2011)
Saat ini, PT. Biofarma (Persero) tumbuh dan berkembang menjadi
produsen vaksin dan serum dengan reputasi Internasional. Hal ini ditunjukkan
dengan dengan telah diterimanya prakualifikasi dari WHO. Semua jenis vaksin
EPI (Expanded Program of Imunization) yang diproduksi oleh PT. Bio Farma
sesuai dengan standar TRS (Technical Report Series) yang dikeluarkan oleh
WHO.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Direktur Utama
Divisi Anggaran dan Divisi Penunjang Divisi Teknik dan Divisi Surveilans dan
Akuntansi Pemasaran Pemeliharaan Evaluasi Produk
Struktur organisasi PT. Bio Farma (Persero) terdiri dari 4 unsur, yaitu:
1. Unsur Pimpinan : Direksi
2. Unsur Pembantu Pimpinan : Divisi
3. Unsur Pelaksana : Bagian - bagian
4. Unsur Pembantu Pelaksana : Seksi - seksi
PT. Biofarma (Persero) dipimpin dan dikelola oleh dewan direksi yang
terdiri dari direktur utama dibantu oleh direktur keuangan, direktur pemasaran,
direktur produksi, direktur perencanaan dan pengembangan. Masing-masing
direktur bertanggung jawab kepada direktur utama sesuai dengan bidangnya
masing – masing.
Divisi bertanggung jawab pada direksi. tanggung jawab masing-masing
divisi, adalah sebagai berikut:
Divisi yang berada di bawah direktur utama :
1. Divisi Pengawasan Intern, bertanggung jawab dalam pengawasan kekayaan
perusahaan dengan melakukan pemeriksaan keuangan dan operasional
perusahaan agar aktivitas perusahaan berjalan secara efisien namun efektif
yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan standar yang
berlaku.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
SOP untuk pembuatan SOP, SOP ini mengatur detail teknis cara
pembuatan SOP, sehingga SOP sesuai format, detail, jelas, informatif,
komprehensif dan tidak duplikatif.
Revisi baru terhadap suatu dokumen harus disosialisasikan kepada
semua pihak yang terkait dalam dokumen tersebut. Proses sosialisasi akan
dipantau oleh QA service sehingga semua pihak terkait mendapat
sosialiasi. Pemberlakuan dokumen baru dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut, penarikan dokumen lama, pemberian dokumen baru, sosialisai
kepada pihak yang berkaitan, selanjutnya dokumen baru bisa
diberlakukan.
b.2 Training
Program training merupakan tindak lanjut dari kebijakan PT.
Biofarma yaitu perbaikan yang berkesinambungan dan terus menerus.
Training dilakukan ketika ada alat baru, karyawan baru serta bila ada
revisi dokumen. Training juga dilakukan secara rutin untuk meningkatkan
pengetahuan karyawan.
b.3 Validasi dan kalibrasi
QA service berperan mengawasi pelaksanaan Validasi Master Plan
serta Calibration Master Plan. QA service mengingatkan bagian-bagian
yang memiliki alat yang harus dikalibrasi dalam waktu dekat. dan me-
review setiap laporan hasil kalibrasi serta memberikan sertifikat bahwa
alat sudah terkalibrasi juga memberikan waktu kapan harus dikalibrasi
kembali.
Keterlambatan rekalibrasi alat atau disebut Out Of Frequency
(OOF) ditindaklanjuti dengan investigasi. Bilamana hasil validasi atau
kalibrasi diluar batas persyaratan atau disebut juga Out Of Tolerance
(OOT) maka alat harus diperbaharui atau diperbaiki.
b.4Vendor rating
Vendor rating merupakan proses memilih produsen bahan baku
yang terkualifikasi. Ada tiga tahapan dalam proses kualifikasi vendor,
yaitu:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
20 Universitas Indonesia
Karena DNA polymerase dapat menambahkan nukleotida hanya pada gugus 3‟-
OH yang telah ada, maka perlu sebuah primer, dimana dapat ditambahkan pada
nukleotida pertama. Hal ini memungkinkan peneliti untuk mendeskripsikan
daerah spesifik dari template sequence yang diinginkan. Di akhir reaksi PCR,
sequence spesifik tersebut akan terakumulasi dalam jutaan kopi (amplicons).
(Anonim, 2012a)
Reaksi PCR membutuhkan komponen sebagai berikut:
1. DNA template: sampel DNA yang mengandung sequence target. Pada
awal reaksi, temperature yang tinggi dipaparkan pada molekul DNA rantai
ganda untuk memisahkan rantai dari satu sama lain.
2. DNA polymerase: enzim yang mensintesis strand DNA baru dari DNA
bebaspada sequence target. Enzim yang pertama dan paling sering
digunakan adalah Taq DNA polimerase (dari Thermis aquaticus),
sebagaimana Pfu DNA polymerase (dari Pyrococcus furiosus) banyak
digunakan karena keakuratannya dalam mengkopi DNA. Walaupun kedua
enzim ini sedikit berbeda, mereka memiliki kemampuan yang membuat
mereka sesuai untuk PCR, yaitu:
a. Keduanya mampu menghasilkan strand DNA baru menggunakan
template dan primer DNA.
b. Keduanya tahan panas.
3. Primer : potongan pendek dari DNA rantai tunggal yang melengkapi
sequence target. Polimerase mulai mensintesa DNA baru dari sisi akhir
primer.
4. Nukleotida (dNTP atau deoksinukleotida trifosfat) : unit tunggal dari basa
A, T, G, dan C, yang penting dalam “membangun blok” untuk rantai DNA
baru.
5. RT-PCR (Reverse Transcription PCR): mengenalkan PCR dengan
konversi sampel dari RNA ke dalam cDNA dengan enzim reverse
transcriptase.
PCR diaplikasikan dalam proses cloning, rekayasa genetika dan sequencing
(Anonim, 2012a).
Universitas Indonesia
2. Elektroforesis
Elektroforesis adalah proses perpindahan molekul bermuatan dalam
larutan dengan cara memberikan medan listrik pada campuran. Karena, molekul
dalam medan listrik akan bergerak tergantung pada muatan, bentuk, dan
ukurannya. Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana
dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul
besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk
molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida,
nukleotida, dan ion sederhana. (Amersham Bioscience Inc., 1999)
Asam amino rantai samping protein dalam larutan mampu mengalami
ionisasi, sehingga menjadi bermuatan positif atau negatif. Protein adalah elektrolit
lemah dan terjadinya ionisasi sangat dipengaruhi pH dari medium disekitarnya.
Muatan protein dalam larutan dikontrol dengan penggunaan larutan dapar. Dalam
medan listrik, protein bermuatan bergerak menuju elektrode yang memiliki
muatan berlawanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan protein antara
lain muatan protein, kekauatan medan listrik, dan gaya gesek antara partikel
dengan matriks.
Elektroforesis makromolekul umumnya dilakukan dengan
mengaplikasikan lapisan tipis sampel pada larutan yang telah distabilisasi oleh
matriks berpori. Voltase mempengaruhi pergerakan molekul dengan kecepatanan
yang berbeda tergantung jenisnya. Pada akhir proses, molekul-molekul tersebut
akan terdeteksi sebagai band pada posisi yang berbeda di matriks gel. Matriks
dibutuhkan karena arus listrik yang melalui larutan elektroforesis menghasilkan
panas, yang menyebabkan difusi dan pencampuran band dengan tidak adanya
media stabilisasi. Jenis dan konsentrasi matriks mempengaruhi ukuran pemisahan.
(Amersham Bioscience Inc., 1999)
Setelah elektroforesa, analisa kualitatif dapat dilakukan dengan metode
staining atau pewarnaan. Stainning dilakukan karena sebagian besar protein dan
semua asam nukleat tidak tampak secara langsung sehingga gel harus diproses
untuk menentukan lokasi dan jumlah molekul yang terpisah. (Amersham
Bioscience Inc., 1999)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
seringkali digunakan untuk analisa DNA dan protein dengan berat molekul kecil.
Teknik ini mengggunakan poliakrilamid sebagai media pemisahan. (Amersham
Bioscience Inc., 1999)
Poliakrilamid merupakan matriks yang sering digunakan sebagai media
stabilisasi pada pemisahan protein. Gel poliakriakrilamid dibuat dari polimer
akrilamid yang berikatan sambung silang (crosslinked). Bahan yang digunakan
untuk itu adalah N, N‟ metilenbisakrilamit (atau „bis‟). Konsentrasi akrilamit yang
digunakan pada gel dinyatakan dalam % T (% w/v) yaitu jumlah gram akrilamit
dan „bis‟ setiap 100 cm3 campuran gel sebelum terjadi polimerisasi. Konsentrasi
matriks mempengaruhi pemisahan protein berdasarkan ukuran molekul protein.
Kandungan poliakrilamid dalam gel berkisar antara 5 % hingga 20 %. Konsentrasi
poliakrilamit yang rendah digunakan untuk pemisahan protein dengan berat
molekul besar dan sebaliknya. Proses polimerisasi akrilamit dan “bis” merupakan
reaksi ikatan radikal bebas. Proses ini diinisiasi dengan pembentukan radikal ,
umumnya dengan campuran ammonium persulfat (≤ 0,3 %) dan TEMED (≤ 0,2
%). Persulfat mengaktivasi TEMED, sehingga menghasilkan electron bebas.
Rsdikal ini akan bereaksi dengan molekul akrilamit dan menghasilkan radikal
baru yang bereaksi dengan molekul akrilamid lainnya, dan seterusnya hingga
membentuk polimer.
Sebelum dimasukkan ke dalam sumuran di gel, sampel dilarutkan dalam
larutan dapar. Untuk memastikan disolusi yang sempurna, loading buffer
seringkali ditambahkan dengan SDS, yang mengurai aggregate, dan bahan
pereduksi, 2-merkaptoetanol, yang berfungsi mereduksi ikatan disulfida. Pewarna,
seperti bromofenol biru, dapat ditambahkan untuk mengamati running sampel dan
kemungkinan terjadinya pergerakan sampel yang tidak sesuai jalur. Pewarna yang
digunakan tidak boleh terikat pada protein.
Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan
metode pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu
memberi warna band protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamit. Pewarna
yang umumnya digunakan untuk pewarnaan protein adalah Coomassie™ Brilliant
Blue atau silver staining. Coomassie Blue staining memiliki batas deteksi hingga
0,1-0,3 µg protein dalam satu band atau bahkan kurang untuk beberapa protein.
Universitas Indonesia
Silver staining system memiliki sensitivitas 100 kali lebih baik, dengan batas
deteksi hingga 1 ng protein.
4. Elektroforesa Agarosa
Agarosa merupakan polisakarida dengan kemurnian tinggi derivat agar.
Agarosa dapat digunakan untuk memisahkan protein atau protein kompleks
dengan ukuran besar. Agarosa juga dapat digunakan untuk pemisahan asam
nukleat. Ukuran pori dan karakteristik pengayakan gel ditentukan dengan
penyesuaian konsentrasi agarosa dalam gel. Semakin besar konsentrasi agarosa,
semakain kecil ukuran pori yang dihasilkan. Konsentrasi yang umum digunakan
adalah 0,4 – 4 % w/v. Gel agarosa relatif rapuh dan harus diperlakukan hati-hati.
Gel yang dihasilkan adalah hidrokoloid, yang dihasilkan dari ikatan hidrogen dan
hidrofobik, dan punya sifat keras namun mudah retak.
Deteksi asam nukleat dapat dilakukan dengan menggunkan pewarna
etidium bromide, pewarna yang berflouresensi lemah dalm larutan namun
menghasilkan warna flouresense oranye kuat ketika mengikat asam nukleat dan
tereksitasi oleh sinar UV. Sekitar 10 – 50 ng DNA rantai ganda dapat terdeteksi
dengan etidium bromide pada transluminator UV panjang gelombang 300 nm.
5. Akta Purifier
Akta Purifier merupakan sistem kromatografi cair yang didesain untuk
pengembangan metode dan penelitian. Sistem ini menyederhanakan proses
transisi dari laboratorium ke skala produksi sehingga proses zcale-up dapat
terprediksi dan tidak bermasalah. Akta Purifier memiliki monitor UPC-900 yang
mampu mengukur absorban UV, pH dan konduktivitas. Alat ini dapat digunakan
untuk purifikasi protein yang pemisahannya berdasarkan muatan protein.
Konduktivitas diukur berdasarkan konsentrasi ion dalam larutan yang terelusi,
konduktivitas tersebut dapat berasal dari eluen yang berupa larutan garam atau
sampel yang mengandung ion. Absorbansi digunakan untuk mengukur konsentrasi
protein yang diterelusi, absorbansi diukur pada panjang gelombang tertentu. Akta
Purifier merupakan teknik HPLC preparatif yang dapat memisahkan fraksi-fraksi
dalam sampel. Parameter seperti kecepatan aliran dan tekanan mempengaruhi
proses pemisahan. Kecepatan aliran mempengaruhi daya tangkap resin. Tekanan
mempengaruhi ketahanan alat atau kompresi kolom.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 3.7 Aliran dan tekanan dalam jalur TFF (Millipore, 2003)
Keterangan:
QF: feed flow rate [L h-1]
QR: retentate flow rate [L h-1]
Qf: filtrate flow rate [L h-1]
Cb: component concentration in the bulk solution [g L-1]
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
ditentukan. Tahap ini terus dilakukan hingga diperoleh hasil yang optimal.
Pelaksanaan produksi dan pengujian harus mengikuti standar GLP.
3. Clinical Development
Pada tahap ini dilakukan proses produksi dengan skala clinical lot dan
dilakukan proses pengujian seperti layaknya pada pengujian sampel untuk
produksi. Produk yang dihasilkan nantinya akan diuji preklinik dan klinik dengan
bantuan beberapa pusat uji klinis. Pelaksanaan produksi dan pengujian harus
mengikuti standar cGMP dan GLP.
4. Commercial Manufacturing
Pada tahap ini sudah dapat dilakukan proses registrasi produk dan
melakukan produksi dengan skala komersial. Proses produksi harus memenuhi
standar cGMP dan prekualifikasi WHO.
5. Post Marketing Survaillance
Pada tahap ini dilakukan monitoring penggunaan produk di masyarakat
dan memantau efek samping yang timbul dari produk. Bila ada laporan mengenai
KIPI maka dilakukan investigasi.
Universitas Indonesia
didesain khusus sesuai kebutuhan. Desain fisik di ruang produksi pada umumnya
berupa permukaan dinding licin, tidak boleh terdapat sudut pada ruangan, tidak
boleh terdapat retakan pada dinding atau lantai, ruangan mudah dibersihkan,
menggunakan bahan-bahan yang tidak menumbuhkan mikroba, jalur pipa tersusun
sesuai spesifikasi dan tidak boleh ada kebocoran. Bagian PLDJ bertanggung jawa
terhadap listrik dan jaringan kabel serta IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah).
Sumber listrik di PT Bio Farma diperoleh dari genset dan PLN. Genset digunakan
untuk pendukung bila terjadi kematian arus listrik dari PLN, karena berdasarkan
peraturan WHO dinyatakan bahwa semua industri farmasi harus memiliki back up
listrik karena produk kesehatan bersifat kritis (padamnya listrik akan berdampak
pada produk). Untuk mengantisipasi padamnya listrik maka PT Bio Farma
memiliki Uninterupted Power Supply (UPS) untuk mencegah matinya alat-alat
kritis seperti fermentor disaat pergantian sumber listrik dari PLN ke genset.
Bagian pendingin dan bangunan bertanggung jawab terhadap semua sistem atau
ruang yang menggunakan refrigerator, seperti cold room, AHU (Air Handling
Unit) serta freezer dan juga desain bangunan. Bagian validasi dan kalibrasi
bertanggung jawab terhadap proses validasi dan kalibrasi HEPA Filter, alat atau
mesin seperti autoklaf, oven, fermentor dan lain sebagainya serta instrumen-
instrumen lain yang terkain proses produksi. Proses validasi dan kalibrasi
dilakukan pada semua alat yang berkaitan dengan kualitas produk. Proses ini
dilakukan secara periodik 1 tahun sekali atau tergantung risk analysis.
3.2.1 Bangunan
Prinsip untuk mendirikan bangunan di PT Biofarma mengadopsi
persyaratan dari WHO. Parameter yang harus diperhatikan saat mendirikan
industry farmasi adalah lokasi, desain bangunan, konstruksi bangunan, proses
adaptasi, dan perawatan bangunan. Bangunan industri farmasi dibangun di lokasi
tertentu yang tidak terhubung langsung dengan lingkunagn luar sehingga tidak
menimbulkan polusi pada lingkungan sekitar. Desain dan layout harus dapat
dibuat sedemikian rupa sehingga mencegah timbulnya kontaminasi silang, tidak
kotor dan berdebu, memungkinkan perawatan yang efisien, meminimalisasi
bahaya terjadinya error serta memungkinkan pembersihan bangunan. Desain
bangunan harus memperhatikan aliran arus orang, proses, dan material. Desain
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
negatif atau positif, jika tidak dihilangkan akan sangat berpengaruh dalam
produk farmasi. Pre treatment water dihilangkan ion-ionnya dengan dialirkan
melalui cation exchange untuk menghilangkan ion positif. Ion positif (kation)
diikat oleh fase diam resin yang memiliki residu gugus karboksil bermuatan
negatif. Selanjutnya air dialirkan ke dalam anion exchange untuk mengikat
anion yang masih terlarut dalam air. Anion exchange merupakan resin yang
memilki residu gugus amin. Air yang dihasilkan dari proses ini disebut air
demineralisata. Pretreatment water dapat digunakan untuk pencucian awal
peralatan dan dapat juga digunakan sebagai air minum hewan. Paramater pH :
6,5 – 8,5 ; Cl ≤ 250 mg/L ; Kesadahan ≤ 500 mg/L ; Sulfat ≤ 400 mg/L ;
Mangan ≤ 0,1 mg/L ; Besi ≤ 0,3 mg/L ; Zat organic ≤ 10 mg/L ; Zat padat
total ≤ 700 mg/L ; Bioburden ≤ 500 (CFU/100ml).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
d. Water for injection (WFI). WFI harus disiapkan dari purified water. Uap dari
WFI adalah pure steam. Pure steam merupakan uap panas yang bertekanan
hasil evaporasi purified water digunakan sebagai bahan termal desinfeksi
kemasan dan peralatan produksi yang kontak langsung dengan produk. Proses
lanjutan untuk mengubah purified water menjadi water for injection adalah
destilasi yang diikuti proses kondensasi dan cooling. WFI disalurkan juga ke
bagian lain untuk digunakan sebagai bahan produksi injeksi, melarutkan dan
mengencerkan zat, sebagai air pembilasan terakhir setelah pembersihan alat
dan komponen yang kontak dengan produk injeksi. yang nantinya digunakan
untuk proses sterilisasi. Parameter Endotoksin < 0,25 (EU/mL) ;
Konduktivitas ≤ 2,10 ìS/cm ; pH : 5,0 – 7,0 ; Bioburden < 10 (CFU/100ml).
Water Treatment Plant di PT Bio Farma 9. Pembangungan Water
Treatment Plant harus memperhatikan sisi ekonomi dan persyaratan yang berlaku.
Konstruksi WTP dengan saluran pipa yang tidak boleh terlalu jauh untuk
mempertahankan persyaratkan mikroorganisme, saluran pipa yang panjang juga
memakan biaya yang mahal karena bahan pipa yang boleh digunakan adalah
SS316L yang tahan karat dan saluran pipa tidak boleh di las sehingga
konstruksinya memakan biaya yang tinggi. Pipa WFI harus bersifat drainable
sehingga air bisa dibuang dan saluran pipa harus memiliki tingkat kemiringan
tertentu supaya air tidak menggenang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mengendap di sludge tank, oleh karena itu disebut sluge aktif (lumpur yang
mengendap dapat bertambah banyak). Selanjutnya limbah mengalami klorinasi
dengan kaporit (NaClO) untuk membunuh bakteri yang masih tersisa. Buih yang
muncul pada saat aerasi, akan masuk bak buih.
Air jernih yang didapat dari proses klorinasi akan disalurkan ke kolam
ikan. Kolam ikan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas air jernih yang didapat.
Ikan yang digunakan adalah ikan koi atau ikan mas. Ikan ini digunakan karena
sensitif terhadap perubahan lingkungan, seperti perubahan suhu, pH, dll. Setelah
itu, air tersebut akan diuji untuk kemudian baru dapat dibuang ke lingkungan.
Universitas Indonesia
Bak Pengumpul
Penambahan HCl
atau NaOH
Bak Netralisasi
Bak Aerasi 1
Bak Aerasi 2
+ Koagulan
Bak Sedimentasi
Bak Pengeringan
Kolam Ikan
Bak Klorinasi
Dibakar (Pupuk)
Saluran
Universitas Indonesia
b. Limbah padat
Pengelolaan limbah padat di PT. Biofarma dilakukan sejak pembuangan
limbah. Limbah diklasifikasikan menjadi lima golongan. Pembuangan sampah ini
diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan sifat limbah. Ada lima jenis tempat
sampah, yaitu :
Universitas Indonesia
Untuk jenis sampah B3, limbah tersebut akan masuk incinerator dan
dipanaskan ± 600 – 800 °C.
Limbah B3 yang memerlukan proses insinerasi:
a. Hewan percobaan, limbah klinis, media bahan lain yang infeksius
didesinfeksi terlebih dahulu, dikemas, kemudian dibakar dalam
insenerator.
b. Vaksin reject/kadaluarsa dihancurkan dan didesinfeksi (untuk vaksin polio,
campak dan BCG), kemudian dibakar di insenerator atau limbah cair
lainnya dapat dibuang ke IPAL, sedangkan kemasannya dapat dibuang ke
tempat sampah dengan pemisahan yang sudah ditetapkan.
c. Bahan kimia kadaluarsa yang dapat diinsenerasi, dibakar di insenerator.
d. Kain lap bekas yang mengandung bahan B3 dibakar di insenerator.
e. Sludge Waste Water Treatment dari IPAL dibakar di insenerator.
f. Filter bekas dibakar di insenerator.
g. Limbah lain yang jenis/komponen limbahnya termasuk dalam komponen
yang dapat dibakar di insenerator.
Sebelum dibuang, dilakukan pembakaran terlebih dahulu kemudian abu
didinginkan. Abu hasil dari incinerator ini akan ditampung dan disimpan
(maksimal 90 hari) yang kemudian akan dikirimkan ke PPLI (Prasadha Pamunah
Limbah Industri) di Cileungi Bogor.
c. Limbah udara
Pengolahan limbah udara di PT. Biofarma menggunakan water scrubber.
Asap yang dihasilkan pada saat proses pembakaran sebelum dibuang ke udara,
disaring terlebih dahulu dengan menggunakan water scrubber sehingga udara
yang keluar bebas dari partikel sedangkan debu atau partikel yang jatuh akan
ditampung di bak. Air yang digunakan pada saat proses water scrubber akan
disirkulasi untuk menyemprot lagi, sedangkan air yang hilang pada saat proses
karena panas akan digantikan dengan air kran.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
A 3.500 1 3.500 1
Tidak Tidak
D 3.500.000 20.000
ditetapkan ditetapkan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
4.1 Kesimpulan
1. Peran apoteker di PT. Biofarma utamanya sebagai penanggung jawab
terhadap kegiatan produksi dan pemastian mutu. Apoteker juga berperan
pada bagian packaging, formulasi dan research and development.
2. PT. Biofarma telah menerapkan prinsip-prinsip CPOB dan standar
cGMP WHO pada proses produksi produk farmasi untuk menjamin
keamanan, kualitas dan efikasi produk.
3. Praktek kerja profesi apoteker bagi calon apoteker di industri farmasi
sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman
sebagai bekal untuk terjun di dunia kerja, khususnya di bidang farmasi
industri.
4.2 Saran
1. Diharapkan agar kerja sama antara PT. Biofarma (Persero) dengan
Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia selalu berjalan
dengan baik dalam rangka pembelajaran bagi calon apoteker terutama di
bidang industri farmasi untuk mendapatkan pemahaman mengenai
tanggung jawab seorang apoteker serta penerapan CPOB dalam industri
farmasi. Untuk mendapatkan pemahaman tersebut, sebaiknya pemberian
jadwal PKPA diperlukan di awal.
2. Pengembangan produk dan teknologi perlu terus dilakukan agar produk
yang dihasilkan dapat lebih bersaing di pasar internasional.
46 Universitas Indonesia
Anonim,2012a.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/projects/genome/probe/doc.Diakses
tanggal 22 Mei 2012.
Anonim.2012.http://plasmid.med.harvard.edu/PLASMID/GetVector.Diakses
tanggal 22 Mei 2012.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal. 1,
157-158.
Biofarma, 2011. Tentang Kami. http://www.biofarma.co.id/. Diakses tanggal: 22
Mei 2012.
Millipore. 2003. Protein Concentration and Diafiltration by Tangential Flow
Filtration. Billerica: Millipore Corporation. Pages:1-23.
Sundoro, J. 2011. BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) : Anak Terlindung dari
Penyakit Campak, Difteri dan Tetanus.
http://www.bumn.go.id/biofarma/kontribusi/bias-bulan-imunisasi-anak-
sekolah-anak-terlindung-dari-penyakit-campak-difteri-dan-tetanus/. 13
Desember 2011. Diakses tanggal: 22 Mei 2012.
USP32/NF27: the official compendia of standards. Rockville (MD): United States
Pharmacopeial Convention; 2009. Page 419
WHO. 2006a. WHO Supplementary Training Modules: Validation, Water, Air
Handling Systems - Heating, Ventilation and Air Conditioning (HVAC).
http://apps.who.int/medicinedocs/en/d/Js14063e/14.html#Js14063e.14.
Diakses tanggal 23 Mei 2012.
WHO. 2006b. Supplementary Training Modules on Good Manufacturing
Practice: Water for Pharmaceutical Use, Part 1: Induction and Treatment.
47 Universitas Indonesia
ANGKATAN LXXIV
Halaman
Halaman
1 Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Pemberian tugas khusus kepada peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) bertujuan untuk mengetahui konsentrasi polyacrylamide gel pada proses
elektroforesis yang paling baik dan optimal untuk running protein ESAT-6.
Universitas Indonesia
Kingdom : Phylogenetica
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang diketahui genetika,
analisa biologi molekular, pertumbuhan, evolusi dan struktur genomnya. Bakteri
ini adalah bakteri pertama yang digunakan untuk rekayasa genetika dan produksi
protein rekombinan. Saat ini, E. coli merupakan sistem ekspresi prokariotik yang
paling sering digunakan. Bakteri ini menjadi organisme standar untuk sintesa
protein yang digunakan di bidang farmasetika, karena mampu menghasilkan
produk yang tidak mengandung subunit lain atau membutuhkan modifikasi post-
tranlasi substansial. Saat ini telah banyak strain yang tersedia yang mampu
memproduksi protein di sitoplasma maupun periplasma, ratusan vektor yang
meregulasi berbagai promoter dan tag yang dapat membantu purifikasi protein
dengan lebih efisien. (Paciello, 2006).
3 Universitas Indonesia
2.2 ESAT-6
ESAT-6 merupakan sekretori sasaran antigen awal dari Mycobacterium
tuberculosis. ESAT-6 adalah protein sekretori dengan bobot molekul 6 kDa dan
merupakan antigen sel T yang ampuh.
Universitas Indonesia
2.4 Elektroforesis
Elektroforesis adalah proses perpindahan molekul bermuatan dalam
larutan dengan cara memberikan medan listrik pada campuran. Karena, molekul
dalam medan listrik akan bergerak tergantung pada muatan, bentuk, dan
ukurannya. Elektroforesis digunakan untuk pemisahan molekul yang sederhana
dan relatif cepat. Metode ini digunakan untuk analisa dan pemurnian molekul
besar seperti protein dan asam nukleat, namun dapat juga digunakan untuk
molekul bermuatan lain yang lebih sederhana seperti gula, asam amino, peptida,
nukleotida, dan ion sederhana. (Amersham Bioscience Inc., 1999)
Setelah elektroforesa, analisa kualitatif dapat dilakukan dengan metode
staining atau pewarnaan. Staining dilakukan karena sebagian besar protein dan
semua asam nukleat tidak tampak secara langsung sehingga gel harus diproses
untuk menentukan lokasi dan jumlah molekul yang terpisah.
Analisa kuantitatif dapat dilakukan untuk menentukan jumlah, ukuran dan
isoelectric point dari masing-masing band. Jumlah molekul dalam satu band dapat
Universitas Indonesia
2.5 SDS-PAGE
SDS-PAGE merupakan salah satu variasi dari teknik elektroforesa. Teknik
ini menggunakan SDS, suatu detergen anionik, untuk mendenaturasi dan
memberikan muatan negatif pada protein. PAGE merupakan teknik elektroforesa
dengan format vertikal yang seringkali digunakan untuk analisa DNA dan protein
dengan berat molekul kecil. Teknik ini mengggunakan poliakrilamid sebagai
media pemisahan. (Amersham Bioscience Inc., 1999)
Elektroforesis polyacrylamide gel SDS-PAGE digunakan untuk
memisahkan protein menjadi individu sub unit polipeptida. Sampel protein
didenaturasi menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS/lauryl sulphate) dan
β-mercaptoethanol, serta panas sehingga membentuk kompleks SDS-polipeptida
yang bermuatan listrik negative. Jumlah kompleks SDS-protein dapat dipisahkan
melalui proses elektroforesis berdasarkan perbedaan besar muatan listrik dan
ukurannya melalui pori-pori matriks dari polyacrylamide gel. Perkiraan ukuran
atau berat molekul dari rantai polipeptida sampel yang diuji dapat diketahui
dengan menggunakan penanda (Bench Marker Protein) yang telah diketahui berat
molekulnya pada proses elektroforesis.
Poliakrilamid merupakan matriks yang sering digunakan sebagai media
stabilisasi pada pemisahan protein. Gel poliakriakrilamid dibuat dari polimer
akrilamid yang berikatan sambung silang (crosslinked). Bahan yang digunakan
untuk itu adalah N, N‟ metilenbisakrilamid (atau „bis‟). Konsentrasi akrilamid
yang digunakan pada gel dinyatakan dalam % T (% w/v) yaitu jumlah gram
Universitas Indonesia
akrilamid dan „bis‟ setiap 100 cm3 campuran gel sebelum terjadi polimerisasi.
Konsentrasi matriks mempengaruhi pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul protein. Konsentrasi poliakrilamid yang rendah digunakan untuk
pemisahan protein dengan berat molekul besar dan sebaliknya. Proses
polimerisasi akrilamid dan “bis” merupakan reaksi ikatan radikal bebas. Proses ini
diinisiasi dengan pembentukan radikal , umumnya dengan campuran ammonium
persulfat (≤ 0,3 %) dan TEMED (≤ 0,2 %). Persulfat mengaktivasi TEMED,
sehingga menghasilkan elektron bebas. Radikal ini akan bereaksi dengan molekul
akrilamid dan menghasilkan radikal baru yang bereaksi dengan molekul akrilamid
lainnya, dan seterusnya hingga membentuk polimer.
Sebelum dimasukkan ke dalam sumuran di gel, sampel dilarutkan dalam
larutan dapar. Untuk memastikan disolusi yang sempurna, loading buffer
seringkali ditambahkan dengan SDS, yang mengurai aggregate, dan bahan
pereduksi, 2-merkaptoetanol, yang berfungsi mereduksi ikatan disulfida. Pewarna,
seperti bromofenol biru, dapat ditambahkan untuk mengamati running sampel dan
kemungkinan terjadinya pergerakan sampel yang tidak sesuai jalur. Pewarna yang
digunakan tidak boleh terikat pada protein.
Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan
metode pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu
memberi warna bend protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamid. Pewarna
yang umumnya digunakan untuk pewarnaan protein adalah Coomassie™ Brilliant
Blue atau silver staining. Coomassie Blue staining memiliki batas deteksi hingga
0,1-0,3 µg protein dalam satu band atau bahkan kurang untuk beberapa protein.
Silver staining system memiliki sensitivitas 100 kali lebih baik, dengan batas
deteksi hingga 1 ng protein.
Universitas Indonesia
B. Lisis Sel
No. Nama Alat Kapasitas Jumlah
1 Tube polipropilen (Falcon) 15 mL 24
2 Tube polipropilen (Falcon) 50 mL 1
3 Mixing-mix - 1
4 Sentrifuge - 1
5 Pipet Mikro (Finnpippette) 200-1000 µl
8 Universitas Indonesia
Protease inhibitor 25 µl
Lysozyme 2 µl
Benzonase 2 µl
DIW ad 10 ml
2. Komponen bauffer lisis dikocok homogen.
3. Pellet sampel di aduk menggunakan vortex hingga mencair dan tidak
terdapat gumpalan.
4. Buffer lisis ditambahkan ke dalam cairan pellet. Kebutuhan larutan pelisis
adalah 8 ml untuk 100 ml kultur, sehingga untuk 10 ml kultur
ditambahkan 800 µl buffer lisis. Lalu vortex campuran tersebut hingga
homogen menggunakan vortex.
5. Sampel digoyangkan selama 1 jam.
6. Sampel di sentrifugasi pada kecepatan putaran 4000 rpm selama 20 menit
pada suhu 4 °C.
7. Lysate dan pellet dipisahkan pada 2 tabung falcon 15 ml yang berbeda.
Lysate disimpan dalam coldroom (2-8 °C) dan pellet disimpan pada
freezer (-20 °C).
3.2.2 SDS-PAGE
A. Penyiapan Gel SDS-PAGE
A.1 Menyiapkan peralatan SDS-PAGE
1. Mencuci bersih dan dikeringkan seluruh komponen vertical elektroforesis.
2. Menyemprot pelat kaca dengan alkohol dan dikeringkan dengan tisu
khusus.
3. Menyusun pelat kaca.
4. Ditempatkan susunan alat SDS-PAGE diatas permukaan rata
Universitas Indonesia
3. Menyiapkan wadah yang sesuai dengan volume yang diperlukan untuk gel
dan diberi label.
4. Memipet air deionisasi sebanyak 3,40 ml. masukkan ke dalam wadah yang
telah disiapkan.
5. Mencampur 4 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel dengan
konsentrasi 12%), 5 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide gel
dengan konsentrasi 15%), 6 ml stok bis-acrylamide (untuk polyacrylamide
gel dengan konsentrasi 18%); 2,5 ml stock buffer resolving; dan 100 μl
stock SDS 10% dihomogenkan, kemudian dilakukan degassing salama 2
menit dengan menggunakan sonikator.
6. Kemudian ditambahkan 45 μl stock APS (ammonium persulfat) 10% dan
4,5 μl TEMED.
7. Campuran komponen gel diaduk hingga homogen.
8. Campuran komponen gel dipipet dan dimasukkan ke ruangan diantara
kedua pelat kaca secara hati-hati, hingga 1 cm dibawah posisi dasar well.
Hindari terjadinya gelembung
9. Melapisi permukaan larutan dengan air deionisasi. Tempatkan gel pada
posisi vertikal pada suhu kamar. Polimerisasi biasanya terjadi setelah 45-
60 menit.
10. Setelah polimerisasi terjadi, buang air deionisasi dari permukaan gel.
Keringkan cairan di bagian atas gel dengan cara menghisap memakai
potongan kertas saring.
Universitas Indonesia
B. Penyiapan sampel
Sementara menunggu gel terpolimerisasi, siapkan sampel yang akan diuji :
1. Menyiapkan sampel untuk analisis protein
2. Bila perlu sampel diencerkan, encerkan sampel dengan stok buffer sampel
3. Menyiapkan wadah untuk membuat campuran 50 µl β-mercaptoethanol
dan 950 µl buffer sampel
4. Diencerkan sampel 1:2 dengan campuran β-mercaptoethanol dan buffer
sampel
5. Dipanaskan pada 95 °C selama 4 menit
6. Diamkan beberapa menit sampai suhu sampel sama dengan suhu ruangan,
sampel siap untuk dimasukkan ke dalam well gel
C. Running sampel
1. Setelah polimerisasi selesai, angkat comb secara hati-hati, jaga agar
cetakan well pada gel tidak berubah
2. Dilepaskan kaca beserta bingkai cetakan dari tempat penjepitnya, buka
bingkai cetakan yang menahan pelat kaca
3. Dipasang gel pada elektroforesis
4. Dituangkan buffer (running) elektroda yang telah diencerkan pada bejana
elektroforesis didalam dan bawah (inner dan lower chamber)
5. Dimasukkan 10 μl sampel ke dalam lubang gel dengan menggunakan pipet
mikro
6. Digunakan standar protein bila dibutuhkan
Universitas Indonesia
3.3 Hasil
3.3.1 Lisis Sel
10 mL kultur sel di lisis dengan mengunakan lysis reagent sebanyak 800 µL.
Bila dilihat secara visual setelah sentrifugasi bahwa secara umum pellet yang
dihasilkan pada suhu 25 °C tidak tampak jelas (transparan), sedangkan pellet
yang berasal dari kultur yang diinkubasi pada suhu 37 °C tampak jelas (keruh).
Universitas Indonesia
3.3.2 SDS-PAGE
Berdasarkan hasil uji protein dengan metode SDS-PAGE, diketahui bahwa
ekspresi protein pada sampel ESAT-6 adalah sebagai berikut :
kDa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keterangan :
180
115
82
1. Bench Marker Protein
64
49
2. ESAT-6 0,1 mM
37
3. ESAT-6 0,25 mM
26
19
4. ESAT-6 0,50 mM
15 5. ESAT-6 0,75 mM
6. ESAT-6 1,0 mM
6
7. ESAT-6 1,5 mM
8. ESAT-6 uninduced
9. ESAT-6 cadangan
Universitas Indonesia
4. ESAT-6 1,0 mM
15
5. ESAT-6 0,75 mM
6
6. ESAT-6 0,50 mM
7. ESAT-6 0,10 mM
8. ESAT-6 0,25 mM
Universitas Indonesia
16 Universitas Indonesia
Lokasi dan konsentrasi protein yang terpisah dapat diketahui dengan metode
pewarnaan. Pewarna yang digunakan adalah pewarna yang mampu memberi
warna band protein, namun tidak mewarnai gel poliakrilamid.
Pada penelitian ini dilakukan variasi dalam pembuatan gel poliakrilamid,
yakni dengan membuat gel poliakrilamid pada tiga konsentrasi yang berbeda (12,
15, dan 18%). Dari hasil penelitian, variasi konsentrasi gel elektroforesis untuk
running protein ESAT-6 pada arus listrik sebesar 40Am tidak mempengaruhi hasil
dari SDS-PAGE. Elektroforegram pada ketiga gel menunjukkan hasil yang tidak
jauh berbeda, yakni pemisahan pita-pita protein tidak sempurna sehingga
elektroforegram tidak dapat diamati secara jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa
dari ketiga konsentrasi polyacrylamide gel yang berbeda belum dihasilkan hasil
elektroforegram yang optimal untuk ESAT-6. Selain itu masih terjadi smearing
pada ketiga gel. Terjadinya smearing pada gel elektroforesis dapat disebabkan
oleh terlalu besarnya kandungan protein dalam sampel ESAT-6.
(www.ruf.rice.edu)
Universitas Indonesia
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan tugas khusus yang telah diberikan pada saat Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Bagian Pengembangan Vaksin Kombinasi (PVK) PT.
Biofarma (Persero) mengenai optimasi konsentrasi polyacrylamide gel pada
proses elektroforesis untuk running protein ESAT-6 pada proyek penelitian
pengembangan vaksin antituberkulosis maka dapat disimpulkan, yaitu:
Variasi berbagai konsentrasi gel poliakrilamid (12%, 15%, dan 18%) untuk
running protein ESAT-6 pada arus listrik sebesar 40Am tidak mempengaruhi hasil
dari SDS-PAGE. Elektroforegram pada ketiga gel menunjukkan hasil yang tidak
jauh berbeda, yakni pemisahan pita-pita protein tidak sempurna sehingga
elektroforegram tidak dapat diamati secara jelas. Maka dapat disimpulkan bahwa
dari ketiga konsentrasi polyacrylamide gel yang berbeda belum dihasilkan hasil
elektroforegram yang optimal untuk ESAT-6. Selain itu masih terjadi smearing
pada ketiga gel. Terjadinya smearing pada gel elektroforesis dapat disebabkan
oleh terlalu besarnya kandungan protein dalam sampel ESAT-6. Hal tersebut
terbukti dari elektroforegram pada ketiga polyacrylamide gel yang
memperlihatkan hasil pemisahan yang baik pada sumur yang berisi Bench Marker
Protein, namun tidak baik pada sumur-sumur lain yang berisi sampel ESAT-6.
Selain itu, metode pemisahan protein menggunakan SDS-PAGE serta pewarnaan
protein menggunakan Coomassie Blue staining mungkin kurang baik untuk
ESAT-6 karena Coomassie Blue staining hanya memiliki batas deteksi hingga
0,1-0,3 μg.
5.2 Saran
Sebaiknya dilakukan pengenceran pada sampel SDS-PAGE ESAT-6 untuk
mengurangi resiko terjadinya smearing pada gel. Selain itu, diperlukan percobaan
dan penelitian yang lebih banyak lagi untuk memperoleh hasil elektroforegram
yang baik dan dapat diamati.
18 Universitas Indonesia
19 Universitas Indonesia