Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Berat Badan Bayi Baru Lahir


2.1.1 Definisi
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan

37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4.000 gram (Kristiyanasari,

2012)
Bayi lahir normal adalah bayi yang lahir cukup bulan, 38-42

minggu dengan berat badan sekitar 2500-3000 gram dan panjang badan

sekitar 50-55 cm (Sondakh, 2013).


Berat badan bayi lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang

dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir ( Kosim, 2015).


2.1.2 Ciri-ciri Bayi Normal

Ciri-ciri bayi normal (Sondakh, 2013) adalah sebagai berikut :

a. Lahir aterm antara 37 – 42 minggu


b. Berat badan 2500- 4000 gram
c. Panjang badan lahir 48 – 50 cm
d. Lingkar dada 30 – 38 cm
e. Lingkar kepala 33 – 35 cm
f. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180x/menit,

kemudin menurun setelah tenang kira-kira 40x/menit.


g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan cukup

terbentuk dan diliputi verniks caseosa.


h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah

sempurna.
i. Kuku telah agak panjang dan lemas.
j. Genitalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (pada

perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki).


k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan

memperlihatkan gerakan seperti memeluk.


m. Graft refleks sudah baik, apabila diletakan sesuatu benda diatas

telapak tangan bayi akan menggengam.


n. Eliminasi baik, urine dan mekoneum akan keluar dalam 24 jam

pertama, mekoneum berwarna hitam kecoklatan.

2.1.3 Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir


Menurut Dewi (2012), adapun beberapa asuhan kebidanan pada

bayi baru lahir, antara lain :


a. Cara memotong tali pusat
1) Menjepit tali dengan klem dengan jarak 3 cm dari pusat,

lalu mengurut tali pusat kearah ibu dan memasang klem ke 2

dengan jarak 2 cm dari klem.


2) Memegang tali pusat diantara 2 klem dengan menggunakan

tangan kiri (jari tangan melindungi tubuh bayi) lalu memotong

tali pusat diantara 2 klem.


3) Mengikat tali pusat dengan jarak ± 1 cm dari umbilikus

dengan simpul mati lalu mengikat balik tali pusat dengan simpul

dengan kasa steril, lepaskan klem pada tali pusat, lalu

memasukannya kedalam wadah yang berisi larutan klorin 0,5%.


4) Membungkus bayi dengan kain bersih dan memberikannya

kepada ibu.
b. Mempertahankan suhu tubuh bayi segera setelah lahir
1) Mengeringkan tubuh bayi segera setelah lahir
2) Kondisi bayi lahir dengan tubuh basah karena air ketuban

atau aliran udara melalui jendela/pintu yang terbuka akan

mempercepat terjadinya penguapan yang akan mengakibatkan

bayi lebih cepat kehilangan suhu tubuh.


3) Untuk mencegah terjadinya hipotermia, bayi baru lahir

harus segera dikeringkan dan dibungkus dengan kain kering


kemudian diletakan telungkup diatas dada ibu untuk mendapatkan

kehangatan dari dekapan ibu.


4) Memandikan BBL sampai suhu tubuh bayi stabil
Pada BBL cukup bulan dengan berat badan lahir lebih dari 2500

gram dan menangis kuat bisa dimandikan ±24 jam setelah

kelahiran dengan tetap menggunakan air hangat.


5) Menghindari kehilangan panas pada bayi baru lahir
c. Pencegahan Infeksi
1) Memberikan Vitamin K
Untuk mencegah perdarahan pada otak bayi, semua bayi

lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K setelah 1 jam

kontak kulit dan bayi selesai menyusui. Injeksi 1 mg dipaha kiri

1/3 anterior lateral secara intra muskuler.


2) Memberikan salep mata
Setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata dalam waktu

1 jam setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya infeksi,

pencegahan tersebut menggunakan salep mata tetracyclin 1%

(JNPK-KR, 2012).

2.1.4 Tanda Bahaya pada Bayi

Menurut Dewi (2012), tanda-tanda bahaya pada bayi sebagai berikut.


a. Tidak bernapas/sulit bernapas.
b. Sianosis atau kebiruan dan sukar bernapas
c. Letargi
d. Hipotermi (suhu <36ºc)
e. Kejang
f. Diare
g. Obstifasi
h. Infeksi

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Bayi Baru

Lahir
2.2.1 Faktor lingkungan Internal
Faktor lingkungan internal ini meliputi umur ibu, jarak

kehamilan/kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu,

pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan. Faktor yang

secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir dapat

dijelaskan sebagai berikut :

1. Umur ibu

Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang

hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.

Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan

untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus

berbagi dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur

yang tua perlu energi yang besar juga karena fungsi organ yang makin

melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan

tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang

sedang berlangsung (Proverawati, 2015).

Penyebab kematian maternal dari faktor reproduksi

diantaranya adalah maternal age/usia ibu. Kurun reproduksi sehat

dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-

30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada

usia dibawah 20 tahun ternyata sampai 5 kali lebih tinggi daripada

kematian maternal yang terjadi pada usia 20 sampai 29 tahun.

Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30 sampai 35


tahun (Prawirohardjo, 2014).

Mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting

terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi,

maka sebaiknya merencanakan kehamilan pada usia antara 20 – 30

tahun (Setianingrum, 2015).


2. Jarak kehamilan/kelahiran

Menurut Depkes (2012) menyatakan kehamilan yang perlu

diwaspadai adalah jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan

sekarang kurang dari 2 tahun, bila jarak terlalu dekat , maka rahim dan

kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Keadaan ini perlu diwaspadai

kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama atau

perdarahan.

3. Paritas

Paritas ibu merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak

hidup atau mati, tetapi bukan aborsi. Perempuan yang terlalu banyak

anak, tentu otomatis masuk dalam kategori terlalu sering hamil. Selain

mukosa-mukosa dalam rahimnya sudah tidak bagus, kondisi

kandungannya belum terlalu baik dan sempurna untuk “ditinggali”

janin (Solihah, 2014).

Klasifikasi paritas menurut Manuaba, et al (2010) paritas

dibagi menjadi 3,yaitu:

a. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm

sebanyak satu kali.


b. Multipara (pleuripara) adalah wanita yang telah pernah

melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut

tidak lebih dari lima kali.


c. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin

aterm lebih dari lima kali.


Menurut Manuaba, et al (2010), paritas merupakan faktor yang

sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi karena ibu yang

pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih, kemungkinan

akan banyak ditemui keadaan antara lain kesehatan terganggu,

anemia, kurang gizi, kekendoran pada dinding perut dan dinding

rahim, dan tampak ibu dengan perut menggantung.

Menurut Hartanto (2014), kehamilan lebih dari 4 anak dengan

jarak kurang dari 2 tahun dapat mengakibatkan antara lain berat

badan lahir rendah, nutrisi kurang, waktu/lama menyusui

berkurang, kompetesi dalam sumber-sumber keluarga, lebih sering

terkena penyakit, tumbuh kembang lebih lambat, dan

pendidikan/intelegensia dan pendidikan akademis lebih rendah.

4. Kadar Hemoglobin

Hemoglobin adalah suatu protein yang kompleks, yang tersusun

dari protein globin dan senyawa bukan protein yang dinamai hem

(Sadikin, 2014).

Fungsi hemoglobin adalah mengikat dan membawa oksigen dari

paru untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh sel di berbagai

jaringan. Ikatan hemoglobin dan oksigen disebut oksihemoglobin

(HbO2), fungsi kedua adalah membawa karbondioksida membentuk

karbonmonoksi hemoglobin (HbCO) yang berperan dalam

keseimbangan ph darah. Dalam menjalankan fungsinya membawa

oksigen ke seluruh tubuh, hemoglobin didalam sel darah merah


mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia khusus. Hemoglobin yang

tidak atau belum mengikat oksigen dinamakan deoksihemoglobin (Hb)

sedangkan hemoglobin yang mengikat oksigen dinamakan

oksihemoglobin (HbO2). Reaksi penggabungan hemoglobin dan

oksigen terjadi di alveolus paru- paru, tempat berlangsungnya

pertukaran udara antara tubuh dengan lingkungan. Sebaliknya reaksi

penguraian terjadi di dalam berbagi jaringan. Hemoglobin dalam sel

darah merah mengikat oksigen di paru-paru dan melepaskanya di

jaringan, untuk diserahkan dan digunakan oleh sel. Fungsi lain dari

hemoglobin dalam sel darah merah adalah mengikat dan

mempermudah transportasi CO2 yang terbentuk diseluruh jaringan

yang mampu melakukan metabolisme secara aerob (dengan

menggunakan oksigen), untuk dibawa ke jaringan pembuangan

ekskreta yang berbentuk gas yaitu paru – paru. Didalam paru- paru

terjadilah pertukaran gas dengan lingkungan, O2 diambil dari

lingkungan dan CO2 dikeluarkan ke lingkungan (Sadikin, 2014).

Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat

besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah anemia gizi besi. Anemia

defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering

terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi

sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan

untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan

menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di


bawah 11 g/dl selama trimester III ( Adriani dkk, 2012).

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau

hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel

otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin di dalam

kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang

dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu

dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu

hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko

morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan

melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar ( Adriani

dkk, 2012).

Menurut Proverawati (2015) penyebab turunnya

hemoglobin antara lain makanan yang kurang bergizi, gangguan

pencernaan dan malabsorpsi, kurangnya zat besi dalam

makanan, kebutuhan zat besi yang meningkat, kehilangan darah

banyak, dan penyakit – penyakit kronis seperti TBC, cacing usus,

malaria dan lain lain. Sedangkan faktor predisposisi terbesar

terjadinya konsentrasi kadar hemoglobin yang turun dibawah

normal adalah status gizi yang buruk dengan defisiensi

multivitamin.

5. Status gizi ibu

Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu

gizi ibu hamil menentukan berat badan bayi yang dilahirkan, maka

pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Penilaian

status gizi wanita hamil meliputi evaluasi terhadap faktor resiko, diet,

pengukuran antropometri dan biokimiawi. Penilaian tentang asupan

pangan dapat diperoleh melalui recall 24 jam ( Arisman, 2012).

Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai

status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling sering

digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar

lengan atas (LILA) selama kehamilan. Ibu yang memiliki ukuran

Lingkar Lengan Atas (LILA) di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi

BBLR. Pengukuran LILA lebih praktis untuk mengetahui status gizi ibu

hamil karena alat ukurnya sederhana dan mudah di bawa ke mana

saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan berat badan yang

ekstrim (Setianingrum, 2015).

Pengukuran lingkar lengan atas (LILA) mencerminkan tumbuh

kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh banyak oleh

keadaan cairan tubuh dibandingkan berat badan. Untuk mengetahui

status gizi ibu hamil digunakan pengukuran secara langsung dengan

menggunakan penilaian antropometri yaitu lingkar lengan atas.

Pengukuran lingkar lengan atas adalah suatu cara untuk mengetahui

risiko KEK wanita usia subur (Supariasa, 2012).


Pengukuran LILA dengan menggunakan pita LILA dengan

ketelitian 0,1 cm dan ambang batas LILA WUS dengan resiko KEK di

Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila kurang dari 23,5 cm, artinya wanita

tersebut mempunyai resiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan

bayi dengan BBLR. BBLR mempunyai resiko kematian, gizi kurang,

gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan anak. Depkes

RI (2000) menetapkan nilai ambang batas LILA WUS dan ibu hamil

dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.

6. Indeks Masa Tubuh sebelum kehamilan

Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin

dalam kandungan, apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum

kehamilan atau pada saat kehamilan akan menyebabkan berat badan

lahir rendah (BBLR). Disamping itu akan mengakibatkan terlambatnya

pertumbuhan otak janin, anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir

mudah terinfeksi, abortus dan sebagainya. Kondisi anak yang terlahir

dari ibu yang kekurangan gizi dan hidup dalam lingkungan yang miskin

akan menghasilkan generasi kekurangan gizi dan mudah terkena

penyakit infeksi. Keadaan ini biasanya ditandai dengan berat dan

tinggi badan yang kurang optimal (Supariasa, 2014).

7. Pertambahan berat badan selama kehamilan

Peningkatan berat badan sangat menentukan kelangsungan

hasil akhir kehamilan. Bila ibu hamil kurus atau gemuk sebelum hamil
akan menimbulkan resiko pada janin terutama apabila peningkatan

atau penurunan sangat menonjol. Bila sangat kurus maka akan

melahirkan bayi berat badan rendah (BBLR), namun berat badan bayi

dari ibu hamil dengan berat badan normal atau kurus, lebih

dipengaruhi oleh peningkatan atau penurunan berat badan

selama hamil. Adanya kehamilan maka akan terjadi penambahan

berat badan yaitu sekitar 12,5 kg. Berdasarkan Huliana peningkatan

tersebut adalah sebanyak 15 % dari sebelumnya. Proporsi

pertambahan berat badan tersebut dapat terbagi menjadi janin 25-27

%, plasenta 5%, cairan amnion 6%, ekspansi volume darah 10%,

peningkatan lemak tubuh 25- 27%, peningkatan cairan ekstra seluler

13%, dan pertumbuhan uterus dan payudara 11% (Salmah dkk, 2016).

Ibu hamil harus memiliki berat badan yang normal karena akan

berpengaruh terhadap anak yang akan dilahirkannya. Ibu yang sedang

hamil dengan kekurangan zat gizi yang penting bagi tubuh akan

menyebabkan keguguran, anak lahir prematur, berat badan bayi

rendah, gangguan rahim pada waktu persalinan, dan pendarahan

setelah persalinan (Salmah dkk, 2016).

8. Pemeriksaan kehamilan

Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan

kepada ibu selama masa kehamilannya.Walaupun pelayanan antenatal

selengkapnya mencakup banyak hal yang meliputi anamnesis,


pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium

atas indikasi, serta intervensi dasar khusus (sesuai resiko yang ada),

namun dalam penerapan operasionalnya dikenal standar minimal

“5T” untuk pelayanan antenatal, yang meliputi timbang berat badan

ukur tinggi badan, (Ukur) Tekanan darah, (Pemberian imunisasi)

Tetanus toksoid (TT) lengkap, (Ukur) Tinggi fundus uteri, dan

(Pemberian) Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

Dengan demikian maka, secara operasional, pelayanan antenatal yang

tidak memenuhi standar minimal “5T” tersebut belum dianggap

pelayanan antenatal. Selain itu, pelayanan antenatal ini hanya dapat

diberikan oleh tenaga profesional dan tidak dapat dilakukan oleh

dukun bayi. Ditetapkan pula bahwa frekuensi pelayanan antenatal

adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu:

minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan

kedua serta minimal 2 kali pada triwulan ketiga (Depkes, 2012).

9. Penyakit pada saat kehamilan

Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat

bayi lahir diantaranya adalah Diabetes Melitus Gestasional (DMG),

cacar air, dan penyakit infeksi TORCH. Penyakit DMG adalah

intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu

hamil. Tidak dapat dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi

glukosa yang tidak diketahui yang muncul seiring kehamilan,


komplikasi yang mungkin sering terjadi pada kehamilan dengan

diabetes adalah bervariasi, Pada ibu akan meningkatkan risiko

terjadinya preeklamsia, secsio sesaria, dan terjadinya diabetes

mellitus tipe 2 di kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan

risiko terjadinya makrosomi (Prawirohardjo, 2012).


2.2.2 Faktor lingkungan eksternal
1. Kondisi lingkungan

Faktor ketinggian tempat tinggal menurut Jitowiyono, dkk (2010)

menyebutkan salah satu faktor penyebab berat bayi lahir tidak normal

adalah tempat tinggal yaitu tinggi.

2. Pekerjaan ibu hamil

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pekerjaan atau aktivitas

bagi ibu hamil adalah apakah aktivitasnya beresiko bagi kehamilan.

Pekerjaan pada ibu hamil dengan beban atau aktivitas yang terlalu

berat dan beresiko akan mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan janin dalam rahim karena adanya hubungan aksis

fetoplasenta dan sirkulasi retroplasenta yang merupakan satu

kesatuan. Bila terjadi gangguan atau kegagalan salah satu akan

menimbulkan resiko pada ibu ( gizi kurang atau KEK dan anemia) atau

pada janin (BBLR). Contoh aktivitas yang beresiko bagi ibu hamil

adalah aktivitas yang meningkatkan stress, mengangkat sesuatu yang

berat, berdiri lama sepanjang hari. Nasehat yang perlu disampaikan

adalah bahwa ibu hamil tetap boleh melakukan aktivitas atau

pekerjaan tetapi cermati apakah pekerjaan atau aktivitas yang

dilakukan beresiko atau tidak untuk kehamilan (Kusmiyati, et al, 2015).

3. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi


respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang

berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional

terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana

keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan

tersebut. Suami yang berpendidikan tentu akan lebih banyak

memberikan respon emosi, karena ada tanggapan bahwa hal yang

baru akan memberikan perubahan terhadap apa yang mereka lakukan

di masa lalu.

4. Pengetahuan gizi

Pengetahuan adalah suatu proses yang terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan yang dimiliki seorang ibu akan mempengaruhi

dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada

perilakunya. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik, kemungkinan

akan memberikan gizi yang cukup bagi bayinya. Hal ini terlebih lagi

kalau seorang ibu tersebut memasuki masa ngidam, dimana perut

rasanya tidak mau diisi, mual dan rasa yang tidak karuan. Walaupun

dalam kondisi yang demikian jika seseorang memiliki pengetahuan

yang baik maka ia akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan gizinya

dan juga bayinya (Proverawati, 2015).


5. Sosial ekonomi

Menurut Kristyanasari (2010) menyatakan bahwa keadaan

ekonomi keluarga akan mempengaruhi pemilihan ragam dan kualitas

bahan makanan, ekonomi seseorang mempengaruhi dalam pemilihan

makanan yang akan dikonsumsi sehari – harinya. Seseorang dengan

ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali

gizi yang dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan

membuat gizi ibu semakin terpantau.

2.3 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Happinasari (2016) tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi berat badan lahir bayi di Puskesmas Wilayah Kabupaten

Banyumas. Hasil Penelitian: rata-rata kadar HB pada ibu hamil trimester tiga

yaitu 11 mmHg, rata-rata lingkar lengan atas pada ibu hamil sebesar 24,91cm

dan rata-rata berat badan lahir bayinya sebesar 2981 gram. Ada pengaruh

yang nyata nilai LILA terhadap berat badan lahir bayi (p-value 0,030) dan

tidak ada pengaruh kadar HB terhadap berat badan lahir bayi (p-value 0,667).

Hasil penelitian Wigunantiningsih (2017) dengan judul faktor

internal yang mempengaruhi berat badan lahir bayi di Kabupaten

Karanganyar. Hasil penelitian tidak ada pengaruh yang nyata antara usia,

jarak kehamilan, gravida kadar Hb ibu hamil trimester tiga terhadap berat

badan lahir bayi dengan nilai signifikansi pada faktor usia ibu 0,300 > 0,05,

jarak kehamilan 0,493 > 0,05, gravida 0,341> 0,05 dan kadar Hb 0,337 >
0,05. Ada pengaruh yang nyata antara status gizi ibu hamil terhadap berat

badan lahir bayi dengan nilai signifikansi 0,000 < 0,05.

Menurut penelitian Muthoovaloo (2015) faktor-faktor yang

mempengaruhi berat badan lahir bayi. Hasil penelitian diperoleh kejadian

BBLR sebesar 39.6%, diantaranya pada umur ibu (42.6%) < 25 tahun dan

>35 tahun, pendidikan (23.0%) pendidikan sedang, dan (50.0%) hipertensi

dan (46.2%) ibu yang merokok. Ditemukan ada tidak ada hubungan

bermakna antara umur Ibu bersalin dengan Kejadian BBLR (ρ = 0,444), ada

hubungan antara pendidikan ibu bersalin dengan kejadian BBLR (ρ = 0,000),

(tidak ada hubungan antara merokok dan kejadian BBLR (ρ = 0,286) dan

tidak ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian BBLR (ρ = 0.722).

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep kerangka hubungan antara hubungan antara

konsep-konsep yang ingin di amati melalui penelitian-penelitian yang akan

dilakukan. Pada penelitian ini variable independen yang diteliti adalah umur,

status gizi dan paritas, sedangkan variabel dependen yaitu berat badan bayi

baru lahir. Adapun variabel independen dan variabel dependen dalam

penelitian ini secara sistematis di gambarkan sebagai berikut.

Bagan 2.1
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Umur

Status gizi Berat badan bayi


baru lahir
Paritas
2.5 Hipotesis

1. Ada hubungan umur dengan berat badan bayi baru lahir


2. Ada hubungan status gizi dengan berat badan bayi baru lahir
3. Ada hubungan paritas dengan berat badan bayi baru lahir

Anda mungkin juga menyukai