Anda di halaman 1dari 24

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


Mata merupakan salah satu alat indra yang terdiri atas susunan yang komplek. Mata
terdiri atas bola mata, rongga orbita, kelopak mata, pembuluh darah dan sistem persarafan.
Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai anatomi bola mata. Bola mata berbentuk
bulat dengan diameter anteroposterior sekitar 24 mm. Bagian bola mata paling depan
adalah kornea. 2,3

Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata


Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan pembungkus
dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik sampai kornea.1 Sklera
sebagai dinding bola mata merupakan jaringan yang kuat, tidak bening, tidak kenyal dan
tebalnya kira-kira 1 mm.2
Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera mempunyai kekakuan
tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola mata.1 Dibagian belakang saraf
optik menembus sklera dan tempat tersebut disebut kribosa. Bagian luar sklera berwarna putih
dan halus dilapisi oleh kapsul Tenon dan dibagian depan oleh konjungtiva. Diantara stroma
sklera dan kapsul Tenon terdapat episklera. Bagian dalamnya berwarna coklat dan kasar dan
dihubungkan dengan koroid oleh filamen- filamen jaringan ikat yang berpigmen, yang
merupakan dinding luar ruangan suprakoroid.2
Kekakuan sklera dapat meninggi pada pasien diabetes melitus, atau merendah
pada eksoftalmos goiter, miotika, dan meminum air banyak.1

Kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata
sebelah depan dan terdiri atas lapis : 1,2
1. Epitel
 Tebalnya 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang sating tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
 Pada sel basal Bering terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya
melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3. Stroma

 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer
serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu
lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga
keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma komea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya.
 Bersifat sangat elastik dan berkembang terns seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.1
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi.1
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di
sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50
dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Sudut bilik mata depan


Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan pengaliran
keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam bola mata sehinga
tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan dengan sudut ini didapatkan
jaringan trabekulum, kanal Schelmm, baji sklera, garis Schwalbe dan jonjot iris.1
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan disini
ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan merupakan batas
belakang sudut filtrasi Berta tempat insersi otot siliar longitudinal. Anyaman trabekula
mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua komponen yaitu badan siliar
dan uvea.1
Pada sudut fitrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel
dan membran descement, dan kanal Schlemm yang menampung cairan mata keluar ke
salurannya.1
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma sudut
tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia posterior perifer.1
Uvea
Walaupun dibicarakan sebagai isi, sesungguhnya uvea merupakan dinding
kedua bola mata yang lunak, terdiri atas 3 bagian, yaitu iris, badan siliar, dan koroid.1,2
Pendarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2 buah
arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan nasal dekat
tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang terdapat 2 pada setiap otot
superior, medial inferior, satu pada otot rektus lateral. Arteri siliar anterior dan posterior
ini bergabung menjadi satu membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae
posterior mendapat perdarahan dari 15 - 20 buah arteri siliar posterior brevis yang
menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.1
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola mata
dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3 akar saraf di
bagian posterior yaitu :1
1. Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut sensoris
untuk komea, iris, dan badan siliar.

2. Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf simpatis yang
melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan untuk dilatasi pupil.

3. Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk mengecilkan pupil.

Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris terdiri
atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris dan koroid.
Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm temporal dan 7 mm
nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu longitudinal, radiar, dan
sirkular.1
Ditengah iris terdapat lubang yang dinamakan pupil, yang mengatur banyak
sedikitnya cahaya yang masuk kedalam mata. Iris berpangkal pada badan siliar dan
memisahkan bilik mata depan dengan bilik mata belakang. Permukaan depan iris
warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-lekukan kecil terutama sekitar pupil
yang disebut kripti.2
Badan siliar dimulai dari basis iris kebelakang sampai koroid, yang terdiri atas
otot-otot siliar dan proses siliar.2
Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi. Jika otot-otot ini berkontraksi ia
menarik proses siliar dan koroid kedepan dan kedalam, mengendorkan zonula Zinn
sehingga lensa menjadi lebih cembung.2
Fungsi proses siliar adalah memproduksi Humor Akuos.2
Koroid adalah suatu membran yang berwarna coklat tua, yang letaknya diantara
sklera dan. retina terbentang dari ora serata sampai kepapil saraf optik. Koroid kaya
pembuluh darah dan berfungsi terutama memberi nutrisi kepada retina.2

Pupil
Pupil merupakan lubang ditengah iris yang mengatur banyak sedikitnya
cahaya yang masuk.2
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf simpatis.
Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil akibat rasa silau
yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.1
Pupil waktu tidur kecil , hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi, koma dan
tidur sesungguhnya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :1
1. Berkurangnya rangsangan simpatis

2. Kurang rangsangan hambatan miosis

Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun korteks
menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi midriasis. Waktu tidur hambatan
subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna yang akan
menjadikan miosis.1
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada akomodasi dan
untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang difragmanya dikecilkan.1
Lensa mata
Lensa merupakan badan yang bening, bikonveks 5 mm tebalnya dan berdiameter
9 mm pada orang dewasa. Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung daripada
bagian anterior. Kedua permukaan tersebut bertemu pada tepi lensa yang dinamakan
ekuator. Lensa mempunyai kapsul yang bening dan pada ekuator difiksasi oleh zonula
Zinn pada badan siliar. Lensa pada orang dewasa terdiri atas bagian inti (nukleus) dan
bagian tepi (korteks). Nukleus lebih keras daripada korteks.2 Dengan bertambahnya umur,
nukleus makin membesar sedang korteks makin menipis, sehingga akhirnya seluruh lensa
mempunyai konsistensi nukleus.2
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :1
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,
 Terletak di tempatnya.

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :1


 Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,
 Keruh atau spa yang disebut katarak,
 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar
dan berat.
Fungsi lensa adalah untuk membias cahaya, sehingga difokuskan pada retina.

Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara
lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola mata. Mengandung air
sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air. Sesungguhnya fungsi badan kaca
sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola mata agar tetap bulat.
Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca
melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang
disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan
badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi.
Struktur badan kaca merupakan anyaman yang bening dengan diantaranya cairan bening.
Badan kaca tidak mempunyai pembuluh darah dan menerima nutrisinya dari jaringan
sekitarnya: koroid, badan siliar dan retina.
Retina
Retina adalah suatu membran yang tipis dan bening, terdiri atas penyebaran
daripada serabut-serabut saraf optik. Letaknya antara badan kaca dan koroid.1,2 Bagian
anterior berakhir pada ora serata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu
penglihatan terdapat makula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1 - 2 mm yang
berperan penting untuk tajam penglihatan. Ditengah makula lutea terdapat bercak
mengkilat yang merupakan reflek fovea.2
Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah bulat putih
kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak melekuk dinamakan
ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk kedalam bola mata ditengah
papil saraf optik. Arteri retina merupakan pembuluh darah terminal.2
Retina terdiri atas 10 lapisan (dari dalam keluar):
(1) membran limitans interna;
(2) lapisan serat saraf yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju N II;
(3) lapisan sel ganglion;
(4) lapisan pleksiform dalam yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar;
(5) lapisan nukleus dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal;
(6) lapisan pleksiform luar yang mengandung sambungan sel bipolar dan sel horisontal
dengan fotoreseptor;
(7) lapisan nukleus luar sel fotoreseptor;
(8) membran limitans eksterna;
(9) lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut;
(10) epitel pigmen retina.1

Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid. Sel
Batang lebih banyak daripada kerucut, kecuali didaerah makula, dimana kerucut lebih
banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas serabut saraf optik dan tidak
mempunyai daya penglihatan (bintik buta).2

Gambar 2.2. Fundus okuli normal


2.1 TRAUMA MATA
Cedera pada mata adalah kerusakan pada mata yang ditimbulkan dari luar yang
melibatkan luka pada permukaan mata dan luka di dalam mata. Trauma pada mata
bedasarkan faktor penyebab dapat dibagi menjadi trauma mata akibat proses mekanik dan
non mekanik. Cedera pada mata akibat proses mekanik terdiri dari cedera akibat benda
asing dari luar mata, cedera akibat benda tumpul, luka perforasi, perforasi karena benda
asing dari dalam mata (intraocular foreign bodies) dan sympathetic ophtalmitis. Cedera
mata non mekanik terdiri dari cedera mata akibat bahan kimia, cedera termal, cedera
listrik dan cedera akibat radiasi. 4

2.2 KELAINAN AKIBAT TRAUMA MATA

1. Hematoma kelopak
Merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak
akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Biasanya terjadi pada trauma tumpul
kelopak mata. Bila perdarahan terletak lebih dalam mengenai kedua kelopak dan
berbentuk kaca mata hitam yg sedang dipakai, disebut hematom kaca mata. Bisa terjadi
akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Dapat
diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit.
Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi darah dapat di lakukan kompres hangat pada
kelopak mata. 2,3
2. Emfisema Palpebra
Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi, disebabkan
adanya udara didalam jaringan palpebra yang longgar. Hal ini menunjukkan adanya
fraktur dari dinding orbita, sehingga menimbulkan hubungan langsung antara rongga
palpebra dengan ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita.
Pengobatan: berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara dari palpebra
dan dinasehatkan jangan bersin atau membuang ingus karena dapat memperberat
emfisemanya. Kemudian disusul dengan pengobatan dari frakturnya.
3. Laserasi Palpebra
Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila luka ini
hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera di jahit, tetapi bersihkan
dahulu lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila
pembengkakannya telah berkurang baru dijahit. Jangan membuang banyak jaringan, bila
tidak perlu. Bila luka hebat sehingga perlu skingraft, yang dapat diambil dari kulit
retroaurikuler, brachial dan supraklavikuler.4,7
4. Ptosis
Parase atau paralise dari m. levator palpebra (n. III) atau pseudoptosis oleh
karena edema palpebra. Bila ptosisnya setleah 6 bulan pengobatan dengan kortikosteroid
dan neurotropik tetap tak menunjukkan perubahan maka dilakukan operasi.8

5. Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva


Hiperemia konjungtiva disebut juga konjungtivitis traumatika, meskipun salah.
Dapat sembuh sendiri. Pengobatannya simptomatis dengan sulfazinci, antibiotika jika
takut terkena infeksi.
Untuk perdarahan subkonjungtiva diberikan kompres dingin pada hari pertama
disamping koagulansia. Hari berikutnya diteruskan dengan kompres air hangat untuk
mempercepat penyerapannya.
6. Edema Kornea
Keluhannya visus menurun, disertai rasa sakit dan silau. Dapat sembuh dengan
spontan. Tetapi harus diperiksa lebih jauh untuk melihat ada tidaknya ulkus kornea.
Pengobatan: simptomatis Sulfazinci, teramisisn salep mata. Salep mata terakotril dapat
diberikan jika tidak ada ulkus kornea, untuk mempercepat hilangnya edema kornea. Dapat
pula diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa sakit.
Trauma tumpul juga dapat menyebabkan aberasi kornea, yang bila tanpa kerusakan
membran bowman dan stroma cepat menjadi sembuh dengan sempurna atau hanya
meninggalkan sedikit jaringan parut. Pengobatan: sulfas atropin, antibiotika. Mata
ditutup.
7. Hifema
Perdarahan dalam bilik mata depan, yang berasal dari iris atau badan siliar (corpus
siliaris). Merupakan keadaan yang gawat. Sebaiknya dirawat karena takut timbulnya
perdarahan sekunder yang lebih hebat selain perdarahan primer, yang biasanya timbul
dihari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder ini terjadi karena bekuan darah yang
terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tidak cukup mendapat waktu untuk
regenerasi kembali dan menimbulkan perdarahan lagi. Adanya darah didalam bilik mata
depan dapat menghambat aliran aquos humor kedalam trabekula sehingga terjadi glukoma
sekunder. Pengobatan: semua hifema sebaiknya dirawat. Elevasi kepala 30-45 derajat.
Kepala difiksasi dengan bantal pada kedua sisi agar tidak bergerak. Keadaan ini harus
dipertahankan minimal 5 hari. Mata ditutup, berikan salep mata dan asam traneksamat.
Kemudian di perhatikan apakah hifemanya penuh atau tidak, apakah TIO meningkat atau
tidak dan nilai fundus.
8. Pupil Midriasis
Di sebabkan iridoplegia akibat parese serabut saraf yang mengurus otot spincter
pupil. Iridoplegia ini dapat terjadi sementara selama 2-3 minggu, dapat juga menjadi
permanen, tergantung adanya parese atau paralise dari otot tersebut. Pengobatan: istirahat
di tempat tidur, memakai kacamata hitam. Dilarang membaca, sebab bersama dengan
iridoplegia terdapat juga kelumpuhan otot siliar sehingga tidak dapat bekerja untuk
akomodasi. Beri pilokarpin sebagai miotika.
9. Kelainan Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena rupturnya zonula zinii yang akan mengakibatkan
kedudukan lensa terganggu. Bila zoluna ziniii putus maka lensa akan mengalami luksasi
ke depan (luksasi anterior) atau luksasi ke belakang (luksasi posterior).

Gambar 2.3 Dislokasi Lensa

Katarak Traumatika adalah katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma
perforasi ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma
tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior maupun posterior. Kontusio
lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk tercetak
(imprinting) yang cincin Vossius.

Gambar 2.4 Vossius ring


2.3.. KATARAK TRAUMATIK

2.3.1. Definisi
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya
jernih dan bening menjadi keruh. Katarak berasal dari bahasa Yunani
cataracta yang berarti air terjun. Asal kata ini mungkin sekali karena pasien
katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air terjun di depan
matanya. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti ditutupi
kabut.3
Katarak traumatik adalah katarak yang terjadi akibat trauma, baik
trauma tembus maupun trauma tumpul pada bola mata yang dapat terlihat
setelah beberapa hari atau beberapa tahun dan paling sering karena adanya
cedera yang disebabkan oleh benda asing yang mengenai lensa atau trauma
tumpul pada bola mata. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut,
ataupun gejala sisa dari trauma mata.1
2.3.2. Epidemiologis
Di Amerika Serikat diperkirakan terjadi 2,5 juta trauma mata setiap
tahunnya. Kurang lebih 4-5% dari pasien-pasien mata yang membutuhkan
perawatan mata yang komperhensif merupakan keadaan skunder akibat
trauma mata. Trauma merupakan penyebab tertinggi untuk buta monokula
pada orang kelompok usia dibawah 45 tahun. Setiap tahunnya diperkirakan
50.000 orang tidak dapat membaca Koran sebagai akibat trauma mata.1

Dilihat dari jenis kelamin perbandingan kejadian katarak traumatic


laki-laki dan perempuan adalah 4 : 1. National Eye Trauma System Study
melaporkan rata-rata usia penderita katarak traumatic adalah 28 tahun dari
648 kasus yang berhubungan dengan trauma mata. 1
2.3.3. Patofisiologi dan Etiologi
Trauma tumpul bertanggung jawab dalam mekanisme coup dan
contrecoup. Mekanisme coup adalah mekanisme dengan dampak langsung.
Ini akan mengakibatkan cincin Vossius (pigmen iris tercetak) dan kadang-
kadang ditemukan pada kapsul lensa anterior setelah trauma tumpul.
Mekanisme contrecoup menunjuk kepada cedera yang jauh dari tempat
trauma yang disebabkan oleh gelombang energi yang berjalan sepanjang
garis sampai kebelakang. Ketika permukaan anterior mata terkena trauma
tumpul, ada pemendekan cepat pada anterior-posterior yang diikuti
pemanjangan garis ekuatorial. Peregangan ekuatorial dapat meregangkan
kapsul lensa, zonula atau keduanya. Kombinasi coup, contrecoup
dan pemanjangan ekuatorial bertanggung jawab dalam terjadinya katarak
traumatik yang disebabkan trauma tumpul bola mata.Trauma tembus yang
secara langsung menekan kapsul lensa menyebabkan opasitas kortikal
pada tempat trauma. Jika trauma cukup besar, keseluruhan lensa akan
mengalami opasifikasi secara cepat, namun jika kecil, katarak kortikal

yang akan terjadi.4,5


Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai
mata dapat menyebabkan lensa menjadi opak.Trauma yang disebabkan
oleh benturan dengan bola keras adalah salah satu contohnya.Kadang
munculnya katarak dapat tertunda sampai kurun waktu beberapa
tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai
kemungkinan adanya riwayat trauma sebelumnya, namun hubungan sebab
dan akibatnya kadang-kadang cukup sulit dibuktikan dikarenakan tidak
adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan mengenai adanya trauma
sebelumnya tersebut.Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular
anterior maupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang (gambar 2.6), dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak

(imprinting) yang disebut Cincin Vossius (gambar 2.5). Seringnya,


manifestasi awal dari katarak traumatik ini adalah kekeruhan berbentuk
roset (rossete cataract), biasanya pada daerah aksial yang melibatkan
kapsul posterior lensa. Pada beberapa kasus, trauma tumpul dapat
berakibat dislokasi dan pembentukan katarak pada lensa (gambar 2.7).

Gambar 2.5: Cincin Vossius5 Gambar 2.6: bentuk bintang6

Gambar 2.7: dislokasi lensa katarak setelah trauma tumpul5

b. Luka tusuk/perforasi

Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk
terbentuknya katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi
(contohnya gelas yang pecah ) tembus melalui kornea tanpa mengenai
lensa biasanya tidak memberikan dampak pada lensa, dan bila trauma
tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak tidak
akan terbentuk. Hal ini tentunya juga bergantung kepada penatalaksanaan
luka kornea yang hati-hati dan pencegahan terhadap infeksi, akan tetapi
trauma-trauma seperti diatas dapat juga melibatkan kapsul lensa, yang
mengakibatkan keluarnya lensamata ke bilik anterior. Urutan dari dampak
setelah trauma juga bergantung pada usia pasien.6
Kapsul lensa pada anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi
inflamasi di bilik anterior dan masa lensa biasanya secara berangsur-
angsur akan diserap jika tidak ditangani dalam waktu kurang lebih 1
bulan. Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas karena
sebagian besar dari kemampuan refraktif mata tersebut hilang.Keadaan
ini merupakan konsekuensi yang serius dan kadang membutuhkan
penggunaan lensa buatan intraokuler.Bila ruptur lensa terjadi pada
dewasa, juga diikuti dengan reaksi inflamasi seperti halnya pada anak,
namun tendensi untuk fibrosis jauh lebih tinggi dan jaringan fibrosis opak
yang terbentuk tersebut dapat bertahan dan menghalangi pupil.Sebuah
perforasi atau cedera tembus lensa sering menyebabkan kekeruhan
korteks di lokasi pecah, biasanya berkembang pesat untuk terjadinya
kekeruhan. 5,6

Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat,


perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat priloferasi epitel
sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada
lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya lensa didalam bilik mata. Pada keadaan ini akan
terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan difagosit makrofag
dengan cepatnya yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakolitik.
Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa
sehingga akan mengakibatkan terbentuknya cincin Soemering (gambar 8)
atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elschnig.6
Gambar 2.7 Kekeruhan kortikal lengkap setelah cedera perforasi, dengan gangguan kapsul
lensa5

Gambar 2.8: Cincin Soemering5

Gambar 2.9: mutiara Elschnig


2.2.4. Gejala Klinis

Gambaran klinis yang dapat ditemui antara lain adalah:


1. Penurunan ketajaman visus
Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan signifikan
pada ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh. Biasanya akan
ditemui penurunan tajam penglihatan dekat signifikan dibanding
penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh miosis akomodatif. Jenis
katarak yang berbeda memiliki tajam penglihatan yang berbeda
pula.Pada katarak subkapsuler posterior dapat sangat mengurangi
ketajaman penglihatan dekat menurun daripada penglihatan
jauh.Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan dengan tajam penglihatan
dekat yang tetap baik dan tajam penglihatan jauh yang buruk.
Penderita dengan katarak kortikal cenderung memperoleh tajam
penglihatan yang baik.1

2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan
sinar langsung.Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak
subkapsuler posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada katarak
nuklearis.1

3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai kehilangan
signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding menggunakan
pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit membedakan
ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang sehingga
menunjukkan adanya gangguan penglihatan.1

4. Pergeseran myopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak dekat
akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan refraksi
lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya pada pasien
yang tidak menggunakan kacamata, ia akan mengeluhkan bahwa
penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan meminta dibuatkan
kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran miopia atau penglihatan
sekunder, namun keadaan ini bersifat sementara dan terkait dengan
stadium katarak yang sedang dialaminya.

5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang ia
lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang memiliki
indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium katarak.
Selain itu, dengan menggunakan retinoskopi atau oftalmoskopi
langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah yang jelas

terlihat dan tidak terlalu jelas.1

2.2.5. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila


terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya
amblyopia. Untuk mencegah amblyopia pada anak dapat dipasang lensa intra
ocular primer atau skunder.Apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu
sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti seperti glaucoma,
uveitis, dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa.9 Penyulit
uveitis dan glaucoma sering dijumpaia pada orang usiaa tua. Pada beberapa
pasien dapat terbentuk cincin sommering pada pupil sehinggaa dapat mengurangi
tajam penglihatan. Keaadaan sepertidapat disertaai dengan perdarahan, aablasi
retina, uveitis, atau salah letak lensa.10

Dapat diberikan antibiotic sistemik dan topical serta kortikosteroid topical


dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis.
Aatropin sulfat 1% 1 tetes 3 kali sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap
berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.10

Katarak dapat dikelurkan pasa saat pengeluaran benda asing atau setelah
peradangan mereda.Apabila terjadi glaucoma selama periode menunggu, bedah
katarak jangan ditunda walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan
katarak traumatic, biasanya digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang
digunakan untuk mengeluarkan katarak kongenital, terutama pada pasien berusia
kurang dari 30 tahun.

Indikasi penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus katarak traumatik adalah


sebagai berikut:

 Penurunan visus yang berat


 Hambatan penglihatan Karena proses patologis pada bagian posterior
 Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaucoma
 Ruptur kapsul dengan edema lensa
 Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan
tindakan bedah

Metode fakoemulsifikasi standar dapat dilakukan jika kapsul lensa intak dan
integritas dari zonular cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular diperlukan pada kasus-
kasus dislokasi anterior atau instabilitas zonular yang ekstrem. Dislokasi anterior
lensa ke bilik anterior meupakan suatu keadaan emergensi yang harus segera
dilakukan tindakan (removal), karena dapat menyebabkan pupillary block glaucoma.
Lesentomi dan virektomi pars plana dapat menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus
rupture kapsul posterior. Dislokasi posterior, atau instabilitas zonular yang ekstrem.9

2.2.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain adalah dislokasi lensa dan subluksasi
sering ditemukan bersamaan dengan katarak traumatik. Komplikasi lain yang dapat
berhubungan, seperti phakolitik, phakomorpik, blok pupil, glaucoma sudut tertutup,
uveitis, retina dsetachment, ruptur koroid, hipema perdarahan retobulbar, neurophati
optik traumatik.1

Anda mungkin juga menyukai