Anda di halaman 1dari 26

BAB 1 – Kimia Ion dan Komposisi Atmosfer

Pertanyaan:
1. Sebutkan fungsi ion di Atmosfer!
2. Apa saja manfaat petir? Jelaskan!
Jawaban:
1. -Mengontrol sifat-sifat elektris di atmosfir
-Proses pembentukan gas
-Mengukur jejak konsentrasi netral.
2. -Menghasilkan ozon
- Menghasilkan Nitrat untuk kesuburan tanaman

BAB 2 – Meteorological Aspects of Thunderstorms


Pertanyaan:
1. Dalam metereologi, variabel-variabel apa saja yang memegang peranan penting dalam atmosfer?
2. Jelaskan syarat-syarat apa saja yg diperlukan guna proses terbentuknya awan petir ?
3. Jelaskan terbentuknya awan petir (cumulous nimbus) ?

Jawaban:
1. Dalam termodinamika atmosfer, variabel2 yang penting dalam proses thunderstorm adalah
density, pressure, dan temperatur
2. a. Dibutuhkan udara naik (Up-draft) ke atas akibat pemanasan permukaan tanah atau sifat
orografis permukaan tanah
b. Dibutuhkan partikel aerosol (mengambang) yang hygroskopis (menyerap air) dari garam laut
atau partikel industri yang naik bersama updraft.
c. Dibutuhkan udara lembab yang naik ke atas untuk pembentukan partikel es (hailstone) di awan
3. Pemanasan udara di permukaan bumi pada lapisan troposfer, menyebabkan apa yang disebut teori
parcel yaitu bola udara dengan ukuran mikroskopis yang memiliki panas dan memiliki kalor/panas.
Akibat adanya hawa panas ini menyebabkan pergerakan molekul udara ke arah vertical. Molekul
ini bergerak terus sampai mencapai titik suhu terendah. Sehingga molekul ini mangalami sublimasi
Air yang sangat dingin adalah unsur pokok yang merata pd awan badai. Pada suhu -40C, air yg
cair berubah spontan menjadi es yang disebut homogeneous nucleation.
Pemisahan muatan terjadi akibat adanya angin keras dapat menyebabkan turbulensi. Angin keras
ke atas (updraft) membawa butiran-butiran air (small liquid water droplets) yang terjadi pada awan
ke daerah yang suhunya sangat rendah. Di sisi lain , angina keras ke bawah (downdraft) membawa
bongkahan-bongkahan es ke daerah yang lebih rendah. Saat butiran air dan bongkahan es tadi
berbenturan, maka akan dilepaskan panas yang dapat membuat ukuran bongkahan-bongkahan es
menjadi lebih kecil (graupels). Kemudian graupel berbenturan dengan partikel-partikel air dan es
sehingga terjadi fenomena listrik statis yaitu electron yang membawa muatan negative akan terlepas
dan menuju ke dasar awan, sedangkan muatan positif akan bergerak menuju ke atas awan sampai
titik tertentu (diam) dan jika smakin banyak mengumpul akan berherak ke samping.

BAB 3 – Thunderstorm Electrification


Pertanyaan:
1.
Jawaban:

BAB 4 – Lightning Current


Pertanyaan:
1. Jelaskan yang proses terjadinya cloud to ground discharge?
2. Jelaskan proses terjadinya petir pada saat terjadi letusan gunung berapi

Jawaban:
1. Pada awan CB, muatan positif terkonsentrasi di awan bagian atas dan sedikit di bagian bawah.
Sedangkan muatan negatif terkonsentrasi di awan bagian bawah dan tengah. Pada saat muatan
negatif semakin banyak, medan listrik yang timbul juga semakin besar. Dengan semakin
membesarnya medan listrik maka akan terjadi breakdown di dasar awan. Muatan positif yang ada
pada bagian dasar akan bergerak ke atas. Kemudian muatan ini akan dinetralisir oleh muatan
negatif sampai muatan positif di dasar awan habis dan dipenuhi oleh muatan negatif. Saat medan
listrik di bagian dasar awan mencapai 6000 kV/m, muatan negatif akan mengionisasi daerah di
bawah awan dan membuat jalan menuju ke ground (stepped leader). Pada saat yang sama, akan
terbentuk upward leader terutama pada objek-objek yang tinggi (seperti bangunan, tiang, pohon,
dll). Pada jarak sambar, stepped leader dan upward leader akan bertemu sehingga tercipta jalur
untuk men-discharge muatan (return stroke). Pada saat ini, arus positif yang terkonsentrasi di
bumi akan mengalir ke awan. Arus inilah yang dimaksud dengan arus petir yang rata-rata
mencapai 30 kA, bahkan 40 kA pada daerah tropis. Muatan positif yang mengalir ke awan akan
dinetralisir oleh muatan negatif yang masih ada di awan. Setelah muatan positif habis, maka
muatan negatif akan mengalir melalui jalur yang sudah terbentuk sebelumnya (dart leader) dan
akan terjadi return stroke kedua. Proses ini akan terjadi berulang kali sampai muatan negatif di
awan tidak cukup untuk terdischarge melalui jalur yang sudah terbentuk sebelumnya.
2. Syarat terjadinya petir ada tiga, yakni adanya updraft, kelembaban, dan partikel aerosol. Pada saat
terjadi letusan gunung berapi, terjadi updraft. Kelembaban berasal dari pepohonan atau sumber
lainnya. Sedangkan partikel aerosol berasal dari debu vulkanik dan material letusan lainnya. Debu
vulkanik berukuran kecil akan naik keatas sedangkan yang berukuran besar akan terkumpul di
bagian dasar awan. Adanya tumbukan antara debu vulkanik yang berukuran kecil dan besar ini
akan menimbulkan muatan negatif (terkonsentrasi pada awan bagian bawah dan tengah) dan
muatan positif (terkonsentrasi pada awan bagian atas dan sedikit pada bagian bawah). Kemudian
terbentuk stepped leader sampai terjadi return stroke dan dart leader.

BAB 5 – Deteksi Petir dari Bumi dan Ruang Angkasa


Pertanyaan:
1. Jelaskan mengenai Metode Deteksi Petir Time of Arrival (TOA)!
2. Jelaskan mengenai Metode Deteksi Petir Magnetic Direction Finder (MDF)!

Jawaban:
1. -TOA: Teknik ini memanfaatkan perbedaan waktu tiba dari EMF yang tercatat pada tiap stasiun.
Cara yang sama yang juga digunakan pada sistem navigasi kapal. Dari perbedaan waktu
tersebut dapat dibuat kurva hiperbolik.Titik potong kurva merupakan titik kejadian.

2. MDF:
- Mendeteksi EM petir awan-tanah
- DF memiliki dua loop magnetik yang sensitif terhadap variasi EM yang dihasilkan petir
- Prinsip Kerja : hukum Faraday

Dengan menggunakan dua atau lebih antena akan didapat lokasi petir (metode segitiga)

BAB 6 - Artificially triggered Lightning


Pertanyaan:
1. Apa perbedaan Altitude triggering dengan Classical triggering? Jelaskan beserta
penerapannya!
2. Apa tujuan percobaan Rocket Triggered Lightning..?
3. Apa yang memungkinkan terjadinya kegagalan dari Rocket Triggered Lightning?
Jawaban:
1) Altitude triggering: Pada metode ini ketika roket ditembakkan dengan kecepatan 200
m/s, pada ketinggian sekitar 600 m, medan listrik di sekitar ujung roket menyebabkan
adanya bidirectional leader yaitu leader positif yang merambat ke atas menuju awan
dan downward negatif leader yang merambat ke tanah. Bidirectional leader ini
menjembatani gap diantara awan bermuatan dan permukaan tanah. Kemudian timbul
initial continuous current (ICC) dengan durasi ratusan ms yang kemudian mentransfer
muatan negatif dari awan bermuatan ke tanah. Kemudian muncul upward return stroke
diikuti munculnya upward positive leader.

Gambar 1 Ilustrasi Altitude Triggering

LRS-A: copper upper end,


isolating lower end
Gambar 2 Altitude Triggering
Classical triggering: Pada metode ini, Ketika roket ditembakkan dengan kecepatan 200
m/s, di ketinggian sekitar 200-300 m, medan listrik di sekitar ujung roket menyebabkan
adanya leader positif yang merambat ke atas menuju awan. Leader positif ini merambat
melalui kawat, menjembatani gap diantara awan bermuatan dan permukaan tanah,
kemudian timbul initial continuous current (ICC) dengan durasi ratusan ms yang
kemudian mentransfer muatan negatif dari awan bermuatan ke tanah. Kemudian
muncul upward return stroke . Perbedaannya dengan metode altitude, metode ini tidak
menggunakan Kevlar kabel (bagian yang tidak konduktif).

Gambar 3 Ilustrasi Classical Triggering

LRS-G: kevlar reinforced continuous


copper wire
Gambar 4 Classical Triggering

2) Tujuan Percobaan Rocket Triggered Lightning :


 Penelitian terhadap kejadian discharge petir.
Bisa dilakukan dari stasiun yang lokasinya sangat dekat dengan sambaran dengan
timing yang bagus dan probabilitas keberhasilan yang tinggi. Meskipun proses
discharge sedikit berbeda dengan petir aslinya. Roket triger petir sangat diperlukan
dalam studi karakteristik petir lokal, meskipun petir yang ditriger sedikit berbeda
dengan petir natural.

 Tes sambaran petir terhadap peralatan.


Ditujukan untuk menguji performa berbagai peralatan proteksi petir. Khusus di
dalam sistem tenaga listrik, teknolologi untuk memproteksi sistem dari sambaran
petir sangat penting untuk memastikan kestabilan supply di jaringan transmisi.
Contoh: pengujian performa berbagai finial yang diletakkan sedemikian rupa,
dengan metoda altitude triggering, maka dapat dilihat petir akan cendrung
menyambar finial yang mana.

Gambar 5 Pengujian Performa berbagai finial dengan altitude triggering

 Pengembangan teknologi proteksi petir.


Teknologi baru bisa saja dikembangkan dengan riset triger petir. Teknologi seperti
mengeliminasi muatan di dalam awan mungkin saja akan dikembangkan di masa
depan.

3) Berikut Merupakan Parameter yang mempengaruhi terjadinya kegagalan dari penelitian


Rocket Triggered Lightning:
a. Waktu penerbangan roket yang kurang tepat
b. Pemilihan stasiun dengan kerapatan petir rendah
c. Kondisi Roket yang kurang baik
d. Timming dalam percobaan tidak tepat
e. Petir yang tidak menyambar roket

BAB 7 – BALL LIGHTNING


Pertanyaan:
1. Sebutkan tiga kharakteristik utama yang mendeskripsikan perbedaan bola petir dengan sambaran
petir!
2. Sebutkan klasifikasi ball lighting berdasarkan model terbentuknya! Jelaskan secara singkat!
3. Sebutkan model-model pendekatan pembentukan bola petir berdasarkan teori dan eksperimen
yang telah dilakukan!

Jawaban:
1. 3 karakteristik utama yang mendeskripsikan perbedaan bola petir dengan sambaran petir:
a. Dapat berpindah atau tidak berpindah kondisi bisa tetap ada diudara tanpa tambahan materi
b. Bertahan dalam periode waktu yang jauh lebih lama dari pelepasan petir konvensional
c. Kilau cahaya berpendar konstan selama periode nyala bola petir
2. Klasifikasi ball lighting berdasarkan model terbentuknya:
a. Self Powered (energi Internal)
Menggunakan sumber daya energi cadangan internal hingga habis
b. Eksternal Powered (energi eksternal)
Menarik energi dari luar permukaan sampai habis atau hubungan penyaluran energi terganggu
3. Model-model pendekatan pembentukan bola petir berdasarkan teori dan eksperimen yang telah
dilakukan:
a. Electrostatic energy – natural, impulse, or DC discharge
Pembentukan ball lightning yang dimulai dari pembentukan awan negatif yang ter discharge
melalui petir yang selanjutnya mengalami proses disperse. Kondisi disperse ini mengakibatkan
timbulnya konduktifitas elektrik yang tinggi yang mengakibatkan pergerakan arus (maju)
sehingga timbullah pergerakan dari bola petir.
b. Electromagnetic wave energy – high frequency discharge
Teori dasar pembentukan bola petri ini merupakan konsep dimana timbulnya resonansi
elektromagnetis antara plasma local yang terbentuk dengan energi diluar plasma tersebut.
Apabila kondisi resonasi telah terbentuk, maka gelombang radio elektromagnetis akan diserap
dan menimbulkan derajat ionisasi mengakibatkan meningkatnya volume diameter plasma local
(atau daerah disekitarnya. Diameter ini dapat mencapai ukuran senilai panjang gelombang yang
diserap (sekitar 1m). Apabila panas meningkat dapat menghancurkan bola petir.
c. Plasma or Gas with excited atom and molecules
Menurut Finkelstein and Rubenstein (1964), dalam eksperimennya telah ditemukan sistem
plasma berdurasi pendek, stabilitasnya disebabkan oleh medan magnet yang terperangkap di
dalam sistem, yang menentukan geometri struktur secara global. Bola petir adalah sebagai
discharge cahaya dengan konduktivitas non-linear σ dikelilingi oleh discharge Townsend.
Townsend mengusulkan bahwa tabrakan oleh percepatan elektron dalam medan listrik
menghasilkan ion sekunder, sehingga membawa arus melalui gas.

d. Chemical Reactions or Combustions


Ketika timbul ionisasi pada gas-gas atmosfer (Oxygen, Nitrogen Dioxide, dan Ozone) yang di
timbulkan oleh adanya peristiwa induksi akibat petir yang menghasilkan plasma bersuhu tinggi
(2000-2500K) disebut dengan Intermediete Zone. Akibat panas mengakibatkan hidrasi dari
molekul-molekul dihasilkan uap air, proses penguraian dan reaksi endotermis disebut dengan
hydration zone. Molekul-molekul yang terlepas ke luar hydration zone mengalami perbedaan
suhu (pendinginan/pembekuan) yang menjadikan molekul air stabil – diebut Refrigation Zone
– sehingga mempentuk permukaan bola petir yang stabil.

e. Nuclear Reactions
Reaksi termo nuklir dalam discharge petir menghasilkan slow (thermal) neutron Kemudian
bereaksi dengan nitrogen menghasilkan 14C (isotop radioaktif yang (diduga) sebagai penyusun
ball lightning). Akan tetapi, half-life panjang (5730 tahun) dari isotop ini menyebabkan
pelepasan energi yang lambat (bertentangan dengan ball lightning).
BAB 8 PETIR DAN KIMIA ATMOSFER : TINGKAT PRODUKSI NO DI ATMOSFER

1. Sebutkan dan jelaskan klasifikasi proses pembentukan NO beserta contohnya?


Jawaban:
a. Antropogenic process

Adalah proses pembentukan NO dari aktivitas manusia yang merupakan hasil pembakaran
bahan bakar fosil yang dilepas kealam. Misalnya hasil pembakaran kendaraan bermotor,
pembakaran pembangkit dan lain – lain.

b. Natural process
- Biogenic
Terjadi karena proses metabolisme berbagai bakteri dan ganggang pengikat nitrogen
yang ada didarat dan dilaut.
- Abiogenic
Proses pembentukan NO untuk abiogenic terjadi dengan melibatkan disipasi sejumlah
energi yang cukup besar serta menyebabkan disosiasi nitrogen melekul di atmosfir.
Misalnya fenomena petir.

2. Jelaskan persamaan yang digunakan untuk menghitung jumlah produksi NO oleh petir?
Jawaban:

Perhitugan jumlah produksi NO oleh petir dapat dilakukan dengan persamaan sebagai berikut:

𝐺(𝑁𝑂) = 𝑃(𝑁𝑂)𝑓𝑓
Dimana :
𝑃(𝑁𝑂) = 𝑝(𝑁𝑂)𝐸𝑓

Sehingga :
0
𝑝(𝑁𝑂) = 𝑀𝐸 (𝑇𝐹 )𝑓𝑁𝑂 (𝑇𝐹 )

Dimana :
G(NO) : Jumlah produksi NO (annual)
ff : Jumlah sambaran petir per s
P(NO) : Produksi NO per sambaran
p(NO) : Produksi NO per joule
Ef : Energi tiap sambaran
METF : Jumlah molekul udara yang terpanaskan
F0NO TF : Volume mixing ratio dari NO

3. Jelaskan kenapa pembentukan NO di atmosfer penting bagi makhluk hidup?


Jawaban:
Senyawa NO pada kadar tertentu dibutuhkan oleh makhluk hidup dimuka bumi. Contoh
konkretnya adalah :
1. Salah satu zat yang dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh kembang jaringan
2. Sebagai salah satu senyawa kunci dalam proses pembentukan ozon.

BAB 9
LIGHTNING WITHIN PLANETARY ATMOSPHERE
PERTANYAAN :
1. Jelaskan manfaat yang diperoleh dari penelitian / riset mengenai fenomena terjadinya
petir di planet yang ada di tata surya?
2. Jelaskan metode – metode yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya fenomena petir
di planet yang ada di tata surya? Parameter apa saja yang digunakan dalam mendeteksi
terjadinya fenomena petir?
3. Jelaskan proses propagasi gelombang elektromagnetik (EM) dari fenomena petir dalam
lapisan ionosfer sebuah planet? Apakah terjadi atenuasi terhadap gelombang EM
tersebut?
4. Jelaskan penyebab terjadinya fenomena Saturnus Electrostatic Discharge (SED) dan
Uranus Electrostatic Discharge (UED)? Apa perbedaan mendasar antara fenomena
tersebut dengan petir yang terjadi di bumi?

JAWABAN :
1. Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dari riset / penelitian terhadap fenomena
petir di planet yang ada di tata surya, sebagai berikut :
a) Mendapatkan petunjuk adanya kemungkinan kehidupan di planet lain dalam tata
surya. Hal tersebut berdasarkan pemahaman penyebab terjadinya petir adalah
adanya (1) uap air, (2) updraft, dan (3) aerosol. Apabila proses terjadinya petir di
planet lain dalam tata surya adalah sama dengan yang terjadi di bumi, maka proses
pembentukan petir memerlukan uap air. Adanya uap air di planet tersebut
memberikan gambaran adanya kehidupan, paling tidak kehidupan dalam level
mikroskopis.
b) Memberikan petunjuk terhadap penyebab terjadinya kerusakan pada peralatan
elektronik yang terjadi pada pesawat luar angkasa (spacecraft/balloon) yang terjadi
pada beberapa unit yang melintasi orbit planet. Dugaan utama kerusakan tersebut
dapat diduga akibat efek gelombang EM dari petir. Penelitian terhadap fenomena
petir yang terjadi akan memberi jawaban terhadap dugaan awal tersebut.
c) Memberikan kemungkinan adanya tingkat kehidupan yang tinggi di suatu planet.
Salah satu teori awal mula kemunculan makhluk hidup adalah teori evolusi purba,
yaitu diduga awal mula kehidupan dimulai dengan struktur molekul sederhana
(CH4, NH3, CO2) yang bergabung menjadi molekul asam amino akibat energi yang
diberikan oleh sambaran petir / discharge di atmosfer. Setelah menjadi asam amino,
molekul tersebut turun ke dalam laut dan berubah menjadi protein (sop purba).
Protein tersebut kemudian berkembang menjadi struktur yang lebih kompleks
hingga ber-evolusi menjadi level makhluk hidup yang tinggi. Oleh karena itu,
apabila terdapat fenomena petir di planet lain, dapat diduga hal tersebut
mengakibatkan pembentukan asam amino di atmosfer yang menjadi bahan baku
protein untuk struktur makhluk hidup dengan level tinggi.
2. Terdapat 3 metode yang secara umum digunakan dalam mendeteksi terjadinya petir di
planet lain :
a) Optical Emission (Emisi Optik) : Petir adalah fenomena discharge
elektromagnetik (EM). Setiap terjadi fenomena sambaran petir, maka terdapat
suatu selubung plasma bersuhu tinggi (+/- 10.000oC) yang menjadi tempat
turunnya downward ladder. Akibat suhu yang sangat tinggi tersebut, akan
terpancar spectrum cahaya yang dapat ditangkap melalui sensor yang disebut
lightning spectrometer. Sambaran petir (di bumi) memiliki ciri khas spektrum /
panjang gelombang tertentu, yaitu spectrum dari Oksigen (777,4 nm) dan
Nitrogen (886,3 nm). Oleh karena itu, dengan asumsi yang sama, maka apabila
di planet lain terdapat emisi cahaya / spectrum dengan panjang gelombang
seperti diatas, maka diduga kuat spektrum tersebut adalah berasal dari sambaran
petir.
b) Radio Wave Emission (Emisi Gelombang Radio) : Petir adalah fenomena
discharge elektromagnetik (EM). Setiap terjadi fenomena sambaran petir akan
menghasilkan gelombang EM yang terdiri dari medan listrik E dan medan
magnet B. Medan magnet tersebut dapat dideteksi menggunakan sensor antena
pada range Very Low Frequency (3 – 30 kHz). Dengan demikian, apabila sensor
antenna mendeteksi adanya gelombang pada range diatas, diduga kuat
penyebabnya adalah discharge petir.
c) Acoustic & Magnetic Signal : Metode ketiga yang digunakan merupakan
metode pengukuran in situ (di lokasi), yaitu dengan memasang sensor akustik
dan sensor antenna (medan magnet) di sekitar permukaan planet. Sensor akustik
memanfaatkan getaran / suara dari fenomena sambaran petir, sementara sensor
magnetik memiliki prinsip yang sama seperti sensor emisi radio di atas. Metode
ketiga ini relatif jarang digunakan dibandingkan kedua metode sebelumnya.
Parameter yang umumnya digunakan dalam penelitian fenomena petir di planet lain
adalah :
 Energi total sambaran per fenomena (Joule/burst)
 Flash rate (km-2 year-1 atau km-2 s-1)
 Energy dissipation rate (W km-2)
3. High electric discharge seperti sambaran petir akan menghasilkan emisi gelombang EM
dalam rentang frekuensi tertentu. Matoritas emisi gelombang EM akan mengalami
pelemahan ketika mengenai ionosfer. Gelombang EM mampu menembus ionosfer
apabila memiliki frekuensi lebih dari frekuensi plasma, yaitu:

fp = Plasma frequency
n = Electron Density per cubic cm
e

Selain itu, diketahui bahwa radiasi gelombang EM tersebut dapat berpropagasi di dalam
atmosfer dengan memanfaatkan magnetosphere bumi, dikenal dengan nama Whistler
Wave Mode. Frekuensi dari whistler wave tersebut adalah

fc = Cyclotron Frequency
B = Magnetic field (nT)
Gelombang EM yang memenuhi kriteria frekeunsi fc diatas, relatif tidak mengalamai
atenuasi (pelemahan sinyal), dan range frekuensinya berkisar pada 3 – 30 kHz (Very
Low Frequency).
4. Saturnus Electrostatic Discharge (SED) dideteksi berasal dari bagian cincin Saturnus.
Diduga akibat proses elektrodinamis yang menghasilkan radiasi gelombang EM yang
kuat. Hipotesis yang lain menyebutkan jika SED disebabkan oleh adanya fenomena
badai yang kompleks pada garis bujur 60o, atmosfer di sekitar ekuator. Fenomena yang
berhasil dideteksi adalah adanya 23.000 sinyal impuls yang berlangsung selama 10 jam
pada rentang frekuensi 20 kHz – 40 MHz. Durasi setiap rangkaian impuls adalah 15 –
400 ms dengan pulse rate 0,2/s. Sinyal yang dideteksi bergantung pada jarak sensor di
spacecraft dan bersifat unpolarized. Secara umum, didapatkan flash rate sebesar 3x10-
12
km-2 year-1 dan total dissipated energi : 109 s.d. 1013 J.
Uranus Electrostatic Discharge (UED) diduga merupakan proses elektrodinamis yang
menghasilkan radiasi gelombang EM. Gelombang EM tersebut dideteksi sebagai
rangkaian sejumlah 140 impuls dengan durasi 100-300 ms pada rentang frekuensi 900
kHz-40 MHz. Diperoleh durasi rata – rata emisi 120 ms dan energi yang didisipasikan
sekitar 107 J.
Perbedaan mendasar fenomena SED dan UED dengan petir yang terjadi di bumi adalah
:
 Rentang frekuensi SED / UED yang dideteksi sebagai emisi radio (gelombang
EM) adalah 20 kHz – 40 MHz, sementara di bumi pada rentang 3 kHz – 30 kHz
(whistler mode).
 Energi yang didisipasikan oleh SED / UED adalah 107 – 1013 J, sementara petir
di bumi rata – rata 108 – 109 J.
 Durasi SED / UED adalah 15 – 400 ms, sementara petir di bumi dalam orde µs.
 SED / UED terjadi dalam suatu rangkaian impuls yang panjang selama selang
waktu tertentu, sementara petir di bumi terjadi dalam rangkaian impuls yang
singkat selang waktu yang pendek.

BAB 10 – Quasistatic Electromagnetic Phenomena in the Atmosphere and Ionosphere


Pertanyaan:
1. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan beberapa peneliti yang disajikan oleh
holzworth (1989). Menunjukkan semakin tinggi dari ketinggian atmosfer, maka
konduktivitas listrik semakin tinggi. Jelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi dengan
mengaitkan dengan fenomena yang ada?
2. Jelaskan mengenai global circuit?
3. Apa yang dimaksud plasma? Mengapa plasma menjadi bagian yang krusial dalam
pemodelan teoritis fenomena medan elektromagnetik Quasi-statik di atmosfer dan
ionosfer?
Jawaban:
1. Semakin tinggi ketinggian atmosfer dari muka bumi maka akan semakin tinggi
konduktivitasnya dikarenakan pada lapis atmosfer yang tinggi banyak kandungan ion,
atom bermuatan, dan plasma yang ditimbulkan dari radiasi kosmik matahari. Jumlah
ion, plasma, atau atom bermuatan ini yang semakin banyak akan meningkatkan daya
hantar arus. Selain itu semakin tinggi lapisan atmosfer menyebabkan tinggi medan
listrik terhadap permukaan bumi akibat adanya sumber listrik seperti thunderstorm di
atmosfer.

2. Global circuit adalah pergerakan arus secara kontinyu dari atmosfer (ionesfer) ke bumi.
Pergerakan ini akibat adanya sumber listrik yang berasal dari badai petir diatmosfer.
Badai petir menghasilkan muatan negatif dan muatan positif, muatan negatif akan turun
melalui fenomena petir, sedangkan muatan posisitf akan naik ke atas hingga lapisan
ionosfer. Muatan postitif tersebut akan terdistribusi secara horizontal sepanjang
ionosfer. permukaan bumi dan ionosphere menyerupai kapasitor sferis yg bermuatan,
namun kapasitor yang tidak sempurna sehingga ada arus discharga yang turun dari
atmosfer ke permukaan bumi, paeristiwa ini berlanjut secara kontinyu.
3. Plasma adalah gas yang terionisasi dan sudah kehilangan elektron-elektronnya.
Sehingga terbentuk muatan-muatan bebas.
Muatan-muatan bebas tersebut bergerak dalam prinsip pengaruh gaya medan
elektromagnetik.
Pada ketinggian atau wilayah tertentu dari atmosfer maupun ionosfer, molekul stabil
akan jarang ditemui dan mayoritas akan ditemui dalam bentuk ion-ion atau muatan-
muatan bebas, sehingga dari sisi karakteristik sifat dan perilaku yang ada juga lebih
mengarah ke karakteristik sifat dan perilaku plasma.
pemodelan / perumusan matematika untuk ketinggian yang berbeda akan bergantung
pada kerapatan dan jumlah muatan/partikel yang terkandung.
Pada kerapatan muatan yang tinggi, maka diberlakukan sifat collision (tumbukan) untuk
perumusan matematika-nya. Sedangkan pada kerapatan muatan yang rendah , maka
diberlakukan sifat collissionless (tanpa tumbukan) untuk perumusan matematika-nya.

BAB 11
SCHUMANN RESONANCE
PERTANYAAN :
1. Jelaskan metode – metode yang digunakan untuk mendeteksi terjadinya Schumann
Resonance (SR)? Jelaskan kendala – kendala yang dihadapi?
2. Jelaskan manfaat yang diperoleh dari adanya fenomena Schumann Resonance?
3. Jelaskan terjadinya fenomena diurnal variation pada Schumann Resonance dan apa
penyebabnya?
4. Jelaskan kaitan Schumann Resonance dengan fenomena upper atmosphere (Sprites,
Elves, dll)?

JAWABAN :
1. Secara umum, terdapat 2 metode pengukuran / pendeteksian Schumann Resonance :
a. Pengukuran medan magnet (B) : dengan menggunakan low noise induction current
(10.000 – 100.000 lilitan kawat tembaga).
b. Pengukuran medan listrik (E) : dengan menggunakan ball antenna, tripod antenna.
Kendala yg dihadapi adalah adanya noise dari sekitar selama melakukan pengukuran,
yang berasal dari :
a. Geomagnetic Micropulsations : gerakan tektonik lempeng bumi menyebabkan efek
ke permukaan berupa perubahan dari kondisi magnetosphere (medan magnet bumi).
Proses tersebut dapat terjadi pada range frekuensi 5 – 7,5 Hz sehingga menyebabkan
terjadi interferensi terhadap frekuensi Schumann Resonance.
b. Power Line Interference : Frekuensi sistem tenaga (50 / 60 Hz) akan
menginterferensi pengukuran yang dilakukan terhadap Schumann Resonance.
c. Atmospheric Space Charge Variations : Pada kondisi udara normal, terdapat
muatan pada udara akibat adanya natural radioactivity, debu & aerosol, dan
gerakan angin. Pergerakan tersebut menimbulkan perubahan medan listrik di
atmosfer yang mempengaruhi Schumann Resonance.
d. Pergerakan / perubahan dari konduktor / isolator di sekitar sensor Schumann
Resonance dan pergerakan dari sensor medan listrik itu sendiri akan menghasilkan
noise.
e. Pergerakan / perubahan dari permeable object / magnetic object di sekitar sensor
Schumann Resonance dan pergerakan dari sensor medan magnet itu sendiri akan
menghasilkan noise.
f. Nearby lightning : petir yang terjadi di dekat sensor pengukuran Schumann
Resonance akan menyebabkan noise pada pengukuran tersebut.
2. Manfaat dari fenomena Schumann Resonance adalah :
a. Mendeteksi global lightning activity : Schumann Resonance (SR) dipercaya
disebabkan oleh aktivitas sambaran petir, sehingga dari pengukuran Schumann
Resonance, dapat diperoleh gambaran aktivitas sambaran petir.
b. Alat penelitian Iklim : Sambaran petir meningkat terhadap temperatur secara non
linear. Akibat sifat non linear tersebut, sambaran petir (Schumann Resonance) dapat
menggambarkan terjadinya perubahan suhu di area tersebut.
c. Alat pendeteksi petir yang terjadi di planet lain : dengan dideteksinya Schumann
Resonance, menggambarkan adanya lapisan ionosfer dengan konduktifitas elektrik
yang meningkat seiring ketinggian dan membentuk Extremely Low Frequency
(ELF) wave guide dan menunjukkan adanya sumber eksitasi gelombang EM dalam
range ELF.
d. Memberikan gambaran terhadap terjadinya fenomena upper atmosphere seperti
Sprites dan Elves.
e. Memberikan gambaran tentang efek biologis dari SR dan kaitannya dengan alpha
waves dari gelombang aktivitas otak.
3. Fenomena Diurnal Variation (variasi harian) dari SR disebabkan .oleh adanya
perbedaan aktivitas badai petir (thunderstorm) dalam setiap harinya. Dari hasil
pengamatan, diperoleh data kuat medan listrik dan medan magnet maksimum pada
pukul 10:00, 16:00, dan 22:00. Hal tersebut bersesuaian dengan puncak badai petir pada
tiga kontinen utama (Asia, Sub-Africa, dan Amerika Tengah).
4. Fenomena upper atmosphere (Sprites, Elves) diduga terjadi akibat adanya sambaran
petir positive cloud-to-ground yang sangat kuat. Sambaran petir positif yang sangat
kuat tersebut akan menghasilkan emisi gelombang EM dalam range ELF, sehingga
dapat dideteksi dalam range Schumann Resonance (SR). Oleh karena itu, SR yang
terdeteksi dapat menggambarkan terjadinya fenomena Sprites dan Elves.

BAB 12 – LOW FREQUENCY RADIO NOISE

1. Jelaskan karakteristik petir yang manjadi sumber noise pada frekuensi sangat rendah (VLF)
dan terjadi layer ionospher yang mana?
Jawab :
Very Low Frequency noise terjadi pada range frekuensi 3 kHz – 30 kHz. Petir yang
menghasilkan noise pada frekuensi ini adalah petir dengan tipe cloud-to-ground stroke (R
stroke), dengan muatan listrik negatif sekitar 1 C yang mengalir pada kanal yang terdekat
dengan tanah (ground). Arus impulsnya sekitar 10 kA dengan impuls time 100 μs. Sehingga
spektral energy yang dihasilkan berada pada frekuensi 10 kHz dengan panjang gelombang 30
km.
Tipikal sinyal petirnya sebagaimana gambar berikut

Petir tipe R stroke menghasilkan noise pada layer D pada ionospher yaitu sekitar 70 km pada
siang hari dan 90 km pada malam hari.
2. karakteristik dari radio noise apabila dilihat dari perbedaan garis lintang pada belahan bumi
Karakteristik dari low frekuensi radio noise terhadap perbedaan garis lintang dapat dilihat
pada grafik berikut ini

Untuk frekuensi 50 dan 60 Hz, dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada belahan bumi
selatan memiliki amplitudo noise yang lebih kecil dari pada belahan bumi utara. Range
amplitudo noise juga lebih lebar pada belahan bumi utara.

3. Sebutkan dan Jelaskan parameter parameter statistik dalam pengukuran low frekuensi radio
noise

Jawab :
Ada beberapa parameter parameter statistik untuk mendeskripsikan radio noise
diantaranya:
a. Avarage Noise Amplitude : pengukuran nilai rata rata dari amplituda noise ini sangat
penting untuk mengetahui besar noise pada frekuensi tertentu. Nilai ini berguna untuk
mendesain suatu sistem misalnya komunikasi agar tidak terpengaruh dari gangguan
noise yang ada.
Grafik diatas menggambarkan nilai rata rata amplituda low frekuensi natural noise pada
pengukuran tiga tempat di antartika, jepang dan greenland. Meskipun ada perbedaan
tempat, karakteristik dari nilai rata rata amplituda noise ini hampir sam tapi memiliki
nilai sedikit berbeda.

b. Voltage Deviation (Vd) : Deviasi tegangan ini didefinisikan sebagai rasio nilai rms dari
amplituda terhadap rata rata amplituda dari noise envelope. Nilai ini berguna untuk
mengukur tingkat impulsivitas dari noise

Secara umum nilai Vd mendekati 1 untuk frekuensi kurang dari 100 Hz, dan akan naik
menuju 10 untuk frekuenssi 1 sampai 2 kHz

c. Antenna Noise Factor (Fa) : parameter ini digunakan untuk mengkarakteristikkan radio
noise. Nilai dari Fa dapat dihitung dengan persamaan berikut ini :
d. Amplitude Probability Distributions : parameter ini sangat berguna untuk menganalisa
radio noise dan memperkirakan interferensi dari noise terhadap sistem komunikasi.
Probability distribution dapat dihihtung dengan persamaan berikut :

BAB 13 – Radio Noise Above 300 kHz due to natural causes


Pertanyaan:
1. Jelaskan karakteristik utama dari radio noise? Apa perbedaan propagasi dan polarisasi?
2. Jelaskan penyebab noise di atmosfer!
Jawaban:
1. Karakteristik utama radio noise ada 3, yaitu Amplitudo dan noise, spectrum , serta
polarisasi. Amplitudo merupakan besarnya kekuatan medan listrik atau tegangan
envelope dari noise, Sedangkan intensitas menyatakan besarnya daya yang diterima
oleh antena dari sumber noise, yang umumnya ditentukan dari flux densitasnya.
Spectrum menyatakan lebar pita bandwidth noise berdasarkan power densitas noise
yang diterima. Polarisasi menyatakan arah perubahan arah getar karena menumbuk
suatu material atau karena menembus suatu celah udara (polarisator). Perbedaanya
dengan propagasi adalah propagasi menunjukan arah rambat suatu gelombang,
sedangkan polarisasi menyatakan arah getarnya.

2. Noise dapat disebabkan oleh external yang meliputi, atmosfer, ekstraterestrial, dan
akibat manusia. Noise diatmosfer adalah Gangguan elektris yang terjadi secara alami,
disebabkan oleh hal – hal yang berkaitan dengan atmosfer bumi. Noise atmosfer
biasanya disebut juga static electricity. Noise jenis ini bersumber dari kondisi elektris
yang bersifat alami, seperti kilat dan halilintar. Static electricity berbentuk impuls yang
menyebar ke dalam energi sepanjang lebar frekuensi. Selain itu noise dapat disebabkan
oleh Noise yang dihasilkan dari luar atmosfer bumi. Terkadang disebut juga deep-space
noise. Noise ekstraterrestrial bisa disebabkan oleh Milky Way, galaksi yang lain,
dan matahari. Noise ini dibagi menjadi 2 kategori, yaitu solar dan cosmic noise:
a. Solar noise: Solar noise dihasilkan langsung dari panas matahari. Ada dua bagian
solar noise, yaitu saat kondisi dimana intensitas radiasi konstan dan tinggi, gangguan
muncul karena aktivitas sun-spot dan solar flare-ups. Besar gangguan yang jarang
terjadi ini (bersifat sporadis) bergantung pada aktivitas sun spot mengikuti pola
perputaran yang berulang setiap 11 tahun.
b. Cosmic noise: Cosmic noise didistribusikan secara kontinu di sepanjang galaksi.
Intensitas noise cenderung kecil karena sumber noise galaksi terletak lebih jauh dari
matahari. Cosmic noise sering juga disebut black-body noise dan didistribusikan secara
merata di seluruh angkasa.

BAB 14 - Atmospheric Noise and Its Effects on Telecommunication System


Performance
Pertanyaan:
1. Bagaimana cara mengetahui noise-noise di Atmosfer?
2. Jelaskan apa itu SNR!
3. Apa efek noise atmosfer terhadap peforma sistem telekomunikasi?
Jawaban:
1) Dalam bab yang kami bahas ,Cara mengetahui noise atmosfer di dunia yaitu dengan
informasi dari 15 stasiun yang identik dan stasiun tambahan lainnya untuk mengukur
noise yang berada di setiap lokasi pengukuran.
Dari tahun 1960 – 1980 ,ITU (International Telecommunication Union) telah
mengukur noise atmosfer yang terjadi dan hasilnya terdapat di CCIR Report 322
sebagai berikut,
Gambar. Noise Atmosfer di Dunia

2) SNR merupakan Perbandingan (ratio) antara kekuatan Sinyal (signal strength) dengan
kekuatan Derau (noise level). Nilai SNR dipakai untuk menunjukkan kualitas jalur
(medium) koneksi. Makin besar nilai SNR, makin tinggi kualitas jalur tersebut. Artinya,
makin besar pula kemungkinan jalur itu dipakai untuk lalu lintas komunikasi data dan
sinyal dalam kecepatan tinggi. Nilai SNR suatu jalur dapat dikatakan pada umumnya
tetap, berapapun kecepatan data yang melalui jalur tersebut. Satuan ukuran SNR adalah
decibel atau dB (logarithmic).
S/N (dB) = level sinyal (dBm) – level noise (dBm).
= S-N
= 10 Log (s/n)
3) Efek noise atmosfer terhadap peforma sistem telekomunikasi :
Noise atmosfer dapat berefek terhadap performa sistem telekomunikasi berupa
interferensi yang berakibat pada rusaknya data yang ditransfer dalam sistem
telekomunikasi tersebut. Interferensi adalah sinyal pengganggu yang tidak diinginkan
dimana frekuensinya berdekatan atau sama dengan sinyal yang diinginkan serta
berdaya besar. Dalam dunia telekomunikasi dan IT yang berbasis satelit ada hal yang
tidak mungkin dihindari yaitu gangguan / Interferensi, namun dengan batasan toleransi
tertentu masih dapat diterima.

Anda mungkin juga menyukai