Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
KARENA THYPOID
Disusun oleh:
VITA SYOFIANA
P1337420117070
2019
I. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Nutrisi karena
Thypoid Di Ruang Mawar Rsud Ungaran
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Definisi
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang
terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar
higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman Salmonella Thypi (yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Arief,M.2009).
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A 2009). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus halus,
tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
B. Etiologi
a. Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak
bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
1. Antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
2. Antigen H(flagella)
3. Antigen V1 dan protein membrane hialin
b. Salmonella parathypi A
c. Salmonella parathypi B
d. Salmonella parathypi C
e. Faces dan Urin dari penderita thypus
Penyakit tifus disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typhosa, basil gram
negatif, berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora.
Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan dan manusia
merupakan sumber utama infeksi yang mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit
saat sedang sakit atau dalam pemulihan. Kuman ini dapat hidup dengan baik sekali pada
tubuh manusia maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70C
maupun oleh antiseptik. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B atau C .
Salmonella Typhosa memiliki tiga macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (Ohne Hauch) : merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik
untuk grup Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga
merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b. Antigen H : terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
c. Antigen Vi : merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis
C.Manifestasi Klinis
Masa tunas 7-14 (rata-rata 3 – 30) hari, selama inkubasi ditemukan gejala
prodromal (gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas) :
a. Perasaan tidak enak badan
b. Lesu
c. Nyeri kepala
d. Pusing
e. Diare
f. Anoreksia
g. Batuk
h. Nyeri otot
Menyusul gejala klinis yang lain demam yang berlangsung 3 minggu :
a. Demam
1. Minggu I : Demam remiten, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat
pada sore dan malam hari
2. Minggu II: Demam terus
3. Minggu III : Demam mulai turun secara berangsur - angsur.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
1) Lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan,
jarang disertai tremor
2) Hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan
3) Terdapat konstipasi, diare
c. Gangguan kesadaran
1) Kesadaran yaitu apatis–somnolen
2) Gejala lain “Roseola” (bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit )
Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang
malamnya demam tinggi.
a. Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya
anak akan merasa lidahnya pahit dan cenderung ingin makan yang asam-asam
atau pedas.
b. Mual berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di
hatidan limpa, Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan
lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan,
akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi
lewat mulut.
c. Diare atau Mencret. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan
gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam
beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar).
d. Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas,
pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di
perut.
e. Pingsan, Tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman
dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah
seringkali terjadi gangguan kesadaran.
D.Patofisiologis
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus
halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak
Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan
nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi
bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak
difagosit akan berkembang biak dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut
membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi
sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus
halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman
mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal
dimana kuman ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya
merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. (PPNI Klaten. 2009)
E.Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering
dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah
tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit
tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT Dan SGPT
SGOT Dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan.
Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan
darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
e. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum
klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita tifoid.
F. Komplikasi
Komplikasi dapat dibagi dalam :
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perforasi usus
3) Ileus paralitik
b. Komplikasi ekstra intestinal
1) Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis,
trombosis, dan tromboflebitie.
2) Darah : anemia hemolitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik
3) Paru : pneumonia, empiema, pleuritis.
4) Hepar dan kandung empedu : hipertitis dan kolesistitis.
5) Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis.
6) Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.
7) Neuropsikiatrik : delirium, meningiemus, meningitie, polineuritie, perifer,
sindrom Guillan-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
8) Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan umum,
terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
G.Penatalaksanaan
1. Medis
a. Anti Biotik (Membunuh Kuman) :
1) Klorampenicol
2) Amoxicilin
3) Kotrimoxasol
4) Ceftriaxon
5) Cefixim
b. Antipiretik (Menurunkan panas) :
1) Paracetamol
2. Keperawatan
a. Observasi dan pengobatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam atau kurang lebih
dari selam 14 hari. MAksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
d. Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi
konstipasi dan diare.
f. Diet
a) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
b) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
c) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim
d) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7
hari.
III. Klinikal PATHWAYS
E. PATHWAY
Empedu Endotoksin
Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus
Nyeri
V. FOKUS INTERVENSI
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella thypii.
Definisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Tujuan : thermoregulation
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Observai tanda-tanda vital
b. Anjurkan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
c. Anjurkan banyak minum air putih
d. Berikan antiperetik dan antibiotic
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017)
2. Nyeri berhubungan dengan agens cedera biologis
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial.
Tujuan :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a. Mampu mngontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tulang berkurang
Intervensi :
1. Pain management
a. Lakukan pengakjian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non faramakologi dan
interpersonal)
d. Ajarkan tentang teknik non faramakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Tujuan :
a. Nutritional status
b. nutristional status : food and fluid intake
c. Intake
d. Weight control
Kriteri hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1. Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
2. Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan
b. Monitor lingkungan selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor turgor kulit
e. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017)
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
dan peningkatan suhu tubuh.
Definisi : Beresiko mengalami dehidrasi vaskluar, selular, atau intraseluler.
Tujuan :
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional status: food and Fluid intake
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
1. Fluid Management
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
2. Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b. Monitor hb dan hematokrit
c. Dorong pasien untuk menambah intake oral
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017)
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola makan)
Definisi : penurunan pada frekwensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau
pengeluaran tidak lengkap feses/atau pengeluaran feses yang kering, keras, dan banyak.
Tujuan :
a. Bowel elimination
b. Hydration
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1 – 3 hari
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
c. Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
d. Feses lunak dan berbentuk
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
b. Monitor bising usus
c. Identifikasi factor penyebab dan kontribuais konstipasi
d. Dukung intake cairan
e. Kolaborasikan pemberian laktasif
f. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017)
6. Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak di lidah
Definisi : Sensasi seperti gelombang di belakang tenggorokan, epigastrium, atau
abdomen yang bersifat subyektif yang mengarah pada keinginan atau desakan untuk muntah.
Tujuan :
a. Nausea
b. Fluid volume, Risk For Dificient
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan penyebab mual dan muntah
b. Pasien mengambil langkah untuk mengatasi episode mual dan muntah
c. Pasien mengingesti gizi yang cukup untuk mempertahankan kesehatan
d. Pasien mengambil langkah untuk meyakinkan nutrisi yang adekuat pada saat mual
e. Pasien mempertahan berat badan dalam rentang tertentu yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan makan klien
b. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Berikan nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
d. Anjurkan untuk menghindari makanan yang menusuk hidung dan berbau tidak
sedap
e. Berikan obat antiemetic sesuai anjuran
f. Ajarkan teknik relaksasi dan bantu pasien untuk menggunakan teknik tersebut
selama waktu makan.
( Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017)
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta: Interna
Publishing
2. Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Depkes RI,
Jakarta
3. Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015-2017
4. Nugroho, Susilo, (2011). Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika
5. Mansjoer, Arif. (2009). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.
6. Simanjuntak, C. H, (2009). Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitian.