Anda di halaman 1dari 10

DERMATITIS ATOPIK

1. Pengertian

Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya.

2. Etiologi

Etiologi dermatitis atopik masih belum diketahui dan patogenesisnya sangat


komplek , tetapi terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan sebagai faktor pencetus
kelainan ini misalnya faktor genetik,imunologik,lingkungan dan gaya hidup, dan
psikologi

a. Faktor Genetik

Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada penderita yang mempunyai riwayat

atopi dalam keluarganya. Kromosom 5q31-33 mengandung kumpulan familygen sitokin

IL-3, IL-4, IL-13, dan GM-CSF, yang diekspresikan oleh sel TH2.

Sejumlah bukti menunjukkan bahwa kelainan atopik lebih banyak diturunkan dari garis

keturunan ibu daripada garis keturunan ayah. Sejumlah survey berbasis populasi

menunjukkan bahwa resiko anak yang memiliki atopik lebih besar ketika ibunya memiliki

atopik, daripada ayahnya. Darah tali pusat IgE cukup tinggi pada bayi yang ibunya atopik

atau memiliki IgE yang tinggi, sedangkan atopik paternal atau IgE yang meningkat tidak

berhubungan dengan kenaikan darah tali pusat IgE

b. Faktor Immunologi

Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik,

yang diperantai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang. Beberapa parameter

imunologi dapat diketemukan pada dermatitis atopik, seperti kadar IgE dalam serum
penderita pada 60-80% kasus meningkat, adanya IgE spesifik terhadap bermacam

aerolergen dan eosinofilia darah serta diketemukannya molekul IgE pada permukaan

sel langerhans epidermal.Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara

dermatitis atopik dan alergi saluran napas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik

mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik

Pada individu yang normal terdapat keseimbangan sel T seperti Th1, Th 2,

Th 17, sedangkan pada penderita dermatitis atopik terjadi ketidakseimbangan sel T.

Sitokin Th2 jumlahnya lebih dominan dibandingkan Th1 yang menurun.Hal ini

menyebabkan produksi dari sitokin Th 2 seperti interleukin IL-4, IL-5, dan IL-13

ditemukan lebih banyak diekspresikan oleh sel-sel sehingga terjadi peningkatan IgE

dari sel plasma dan penurunan kadar interferon-gamma.Dermatitis atopik akut

berhubungan dengan produksi sitokin tipe Th2, IL-4 dan IL-13, yang membantu

immunoglobulin tipe isq berubah menjadi sintesa IgE, dan menambah ekspresi molekul

adhesi pada sel-sel endotel. Sebaliknya, IL-5 berperan dalam perkembangan dan

ketahanan eosinofil, dan mendominasi dermatitis atopik kronis.

c. Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup

Berbagai faktor lingkungan dan gaya hidup berpengaruh terhadap pravelensi

dermatitis atopik.Dermatitis atopik lebih banyak ditemukan pada status sosial yang

tinggi daripada status sosial yang rendah.Penghasilan meningkat, pendidikan ibu makin

tinggi, migrasi dari desa ke kota dan jumlah keluarga kecil berpotensi menaikkan

jumlah penderita dermatitis atopik

Faktor-faktor lingkungan seperti polutan dan alergen-alergen mungkin memicu


reaksi atopik pada individu yang rentan. Paparan polutan dan alergen tersebut adalah:

1) Polutan : Asap rokok, peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas ruangan sehingga

terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara, penggunaan pendingin

ruangan.

2) Alergen:

-Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu rumah, serbuk sari buah, bulu binatang,

jamur kecoa

-Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan gandum

-Mikroorganisme: Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, P.ovale, Candida

albicans,Trycophyton sp.

-Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru balsam.

d. Faktor Psikologis

Pada penderita dermatitis atopik sering tipe astenik, egois, frustasi, merasa tidak

aman yang mengakibatkan timbulnya rasa gatal. Namun demikian teori ini masih

belum jelas

3. Patomekanisme

Imunopatogenesis dermatitis atopik dimulai dengan paparan imunogen atau

alergen dari luar yang mencapai kulit. Pada paparan pertama terjadi sensitisasi, dimana
alergen akan ditangkap oleh antigen presenting cell untuk kemudian disajikan kepada

sel limfosit T untuk kemudian diproses dan disajikan kepada sel limfosit T dengan

bantuan molekul MHC kelas II. Hal ini menyebabkan sel T menjadi aktif dan mengenai

alergen tersebut melalui T cell reseptor. Setelah paparan, sel T akan berdeferensiasi

menjadi subpopulasi sel Th2 karena mensekresi IL-4 dan sitokin ini merangsang

aktivitas sel B untuk menjadi sel plasma dan memproduksi IgE. Setelah ada di sirkulasi

IgE segera berikatan dengan sel mast dan basofil.Pada paparan alergen berikutnya IgE

telah bersedia pada permukaan sel mast, sehingga terjadi ikatan antara alergen dengan

IgE.Ikatan ini akan menyebabkan degranulasi sel mast.

Degranulasi sel mast akan mengeluarkan mediator baik yang telah tersedia

seperti histamine yang akan menyebabkan reaksi segera, ataupun mediator baru yang

dibentuk seperti leukotrien C4, prostaglandin D2dan lain sebagainya .

Sel langerhans epidermal berperan penting pula dalam pathogenesis dermatitis

atopik oleh karena mengekspresikan reseptor pada permukaan membrannya yang dapat

mengikat molekul IgE serta mensekresi berbagai sitokin .

Inflamasi kulit atopik dikendalikan oleh ekspresi lokal dari sitokin dan

kemokin pro-inflamatori. Sitokin seperti Faktor Tumor Nekrosis (TNF-α ) dan

interleukin 1 (IL-1) dari sel-sel residen seperti keratinosit, sel mast, sel dendritik

mengikat reseptor pada endotel vaskular, mengaktifkan jalur sinyal seluler yang

mengarah kepada peningkatan pelekatan molekul sel endotel vaskular. Peristiwa ini

menimbulkan proses pengikatan, aktivasi dan pelekatan pada endotel vaskular yang

diikuti oleh ekstravasasi sel yang meradang ke atas kulit. Sekali sel- sel yang
inflamasi telah infiltrasi ke kulit, sel-sel tersebut akan merespon kenaikan kemotaktik

yang ditimbulkan oleh kemokin yang diakibatkan oleh daerah yang luka atau infeksi.

4. Manifestasi Klinis

Gejala klinis dan perjalanan dermatitis atopik sangat bervariasi, membentuk

sindrom manifestasi diatesis atopi. Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus,dapat

hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam

hari.Akibatnya, penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam

kelainan kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eksoriasi, eksudasi, dan

krusta. Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat atau redup, kadar

lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.

Lesi akut pada dermatitis atopik berupa eritema dengan papul, vesikel, edema

yang luas dan luka akibat menggaruk.Sedangkan pada stadium kronik berupa

penebalan kulit atau yang disebut likenifikasi.Selain itu, dapat terjadi fisura yang

nyeri terutama pada fleksor,telapak tangan,jari dan telapak kaki.Pada orang berkulit

hitam atau coklat dapat ditemukan likenifikasi folikular.

5. Anatomi dan Fisiologi

6. Pemeriksaan Fisik / Diagnosis

Berbagai kriteria diagnosis DA disusun oleh berbagai ahli ; Hanifin dan Rajka
telah menyusun kriteria dan kemudian diperbaharui oleh kelompok kerja Inggris di
koordinasi oleh William (1994).

Diagnosis DA ditegakkan bila mempunyai minimal 3 kriteria mayor dan 3


kriteria minor.
Kriteria Mayor

- Pruritus

- Dermatitis di muka atau ekstensor bayi dan anak

- Dermatitis di fleksura pada dewasa

- Dermatitis kronis atau residif

- Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria Minor

- Xerosis

- Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus H. simpleks)

- Dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki

- Iktiosis/hiperlinearis palmaris/keratosis pilaris

- Pitiriasis alba

- Dermatitis di papila mame

- White dermatografism dan delayed blanched response

- Keilitis

- Lipatan infra orbital Dennie – Morgan

- Konjungtivitis berulang

- Keratokonus

- Katarak subkapsular anterior

- Orbita menjadi gelap

- Muka pucat dan eritema

- Gatal bila berkeringat

- Intolerans perifolikular

- Hipersensitif terhadap makanan

- Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau emosi


- Tes alergi kulit tipe dadakan positif

- Kadar IgE dalam serum meningkat

- Awitan pada usia dini

7. Pemeriksaan Penunjang

Dalam perkembangan selanjutnya seiring dengan kemajuan di bidang


imunologi maka untuk diagnosis dermatitis atopik mulai dimasukkan uji alergi
sebagai kriteria diagnosis. Pemeriksaan atau uji alergik tersebut adalah uji tusuk (skin
pricktest)terhadap bahan alergen inhalan dan pemeriksaan IgE total didalam serum
penderita 1,5.

Uji tusuk merupakan suatu metode uji alergi yang banyak digunakan untuk
mendeteksi alergen yang melibatkan reaksi hipersensivitas tipe I pada kulit. Pada
reaksi hipersesivitas tipe I alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon
imun berupa produksi IgE. IgE akan terikat pada reseptor Fc sel mast dikulit yang
selanjutnya menyebabkan degranulasi sel mast

8. Penatalaksanaan

Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap
individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.

- Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih,


dll)

- Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.

- Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.

- Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.

- Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti


menghindari penggunaan kapuk/karpet/mainan berbulu.

- Menghindarkan stres emosi.

- Mengobati rasa gatal.


Pengobatan

1. Pengobatan topikal Hidrasi kulit

Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan
penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan
iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%,
pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%.
Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah mandi.

Kortikosteroid topikal

Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-
hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi
pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi
menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol.
kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.

Imunomodulator topikal

A. Takrolimus

Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03%


untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka
panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.

B. Pimekrolimus

Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan


makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang
dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2
kali sehari.

Preparat ter

Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam
bentuk salap hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10%
atau crude coaltar 1% - 5%.

Antihistamin

Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat


menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka
pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada
area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.

2. Pengobatan sistemik Kortikosteroid

Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam


waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering.
Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba
dihentikan akan timbul rebound phenomen.

Antihistamin

Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus
diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll.
Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita
dengan aktifitas disiang hari (seperti supir) . Pada kasus sulit dapat diberi doxepin
hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan
blokade reseptor histamin H1 dan H2.

Anti infeksi

Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S.


aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin.
Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x
200 mg/hari untuk 10 hari.

Interferon

IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel
TH1. Pengobatan IFN γ rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat
menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.

Siklosporin

Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat
dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin
sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu
singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya
adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal
dan hipertensi.

Terapi sinar (phototherapy)

Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau


kombinasi ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik daripada ultra
violet B saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B
mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi SL dan mengubah
produksi sitoksin keratinosit.

Probiotik

Pemberian probiotik perinatal akan menurunkan resiko DA pada anak di usia


2 tahun pertama.

Chinese herbal medications

Chinese herbal medications mengurangi penyakit dan pruritus secara


signifikan

Anda mungkin juga menyukai