TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Skizofrenia
Schizofrenia adalah kerusakan pola pikir (fragmented thinking) dan
ketidakmampuan melakukan hubungan dengan dunia lain (Stuart
Sudden dalam Achir Yani, 2009).
2. Etiologi Skizofrenia
Menurut Keilat (2011) integrasi faktor biologis, faktor psikososial,
faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin
memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh
suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan
perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal
(seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat).
Sedangkan dasar biologikadari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh
pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial,
dan trauma. Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga
dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi
skizofren.Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun
dapat menyebabkan menjadi skizofren.Semakin kecil kerentanan maka
butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita
skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan
berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.
1) Faktor Neurobiologi
Penulisan menunjukkan bahwa pada klien skizofrenia ditemukan
adanya kerusakan pada bagian otak tertentu.Namun sampai kini
belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian
otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat
beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal,
cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling
berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal
yang menjadi sasaran Penulisan adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan
tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.
2) Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan
aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini
mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai
ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan
observasi bahwa ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu
obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai
antagonis reseptor dopamine D2. Obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat
menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.
3) Faktor Genetika
Penulisan tentang genetik telah membuktikan faktor
genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi
jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang
menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat
anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi
jika hubungan keluarga dekat. Penulisan terhadap anak kembar
menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh
lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
skizofrenia.
4) Faktor Psikososial
(a) Teori Tentang Individu Klien
a) Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari
fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada
gangguan neurosis.Jika neurosis merupakan konflik antara
id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan
dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect)
memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom
skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada klien
skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum
atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa
awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil
dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom
skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia
adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon
terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan
skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yang
etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan
apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu
cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang
skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi
terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari
dalam, seperti seks dan agresi.Gangguan tersebut terjadi
akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna
simbolis bagi masing-masing klien.Misalnya fantasi
tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi
individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari
ketidakmampuan klien untuk menghadapi realitas yang
obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan
atau harapan terdalam yang dimilikinya.
b) Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud,
pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan
hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan
dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan
dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-
kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan
interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif
diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap
faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik.Simptom negatif berkaitan erat dengan
faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu.Sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik
intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan
psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia.Misalnya waham kebesaran pada klien
mungkin timbul setelah harga dirinya terluka.Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia
dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap
skizofrenia.
c) Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada
masa kanak-kanak penderita belajar pada model yang
buruk. Pendeita mempelajari reaksi dan cara pikir yang
tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
(b) Teori Tentang Keluarga
Beberapa klien skizofrenia-sebagaimana orang yang
mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan
disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang
secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus
dihadapi oleh klien skizofrenia. antara lain:
a) Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk
menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima
pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn
dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya
anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang
benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam
keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa
konfliknya itu.
b) Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana
terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah
satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola
keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang
antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan
perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan
menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families Dijelaskan
oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress
ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal
yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten.
Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang
unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan
masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
c) Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap
kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan klien
skizofrenia. Banyak Penulisan menunjukkan keluarga
dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan
tingkat relapse pada klien skizofrenia.
(c) Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan
urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan
skizofrenia.Meskipun ada data pendukung, namun
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya
terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.
(Yosep, 2010)
3. Proses Terjadinya Masalah Skizofrenia
1) Fase 1 ( Comporting )
Merupakan fase yang menyenangkan, pada tahap ini masuk golongan
nonpsikotik. Karakteristik klien mengalamai stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang
menyenangkan dan cara ini hanya menolong sementara. Perilaku
Klien tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase 2 ( Condemming )
Merupakan tahap ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan
termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik klien pengalaman
sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan. Klien tidak inging
orang lain tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda – tandaistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan ralitas.
c. Fase 3 ( controlling )
Fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
berkuasa dan termasuk gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemudian dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase 4 ( conquering )
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata
dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak
mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespons lebih dari satu orang.
4. Tanda dan Gejala Skizofrenia
Menurut Keliat (20011) gejala – gejala schizofrenia dibagi menjadi dua :
a. Gejala Primer
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi pikir). Yang
terganggu terutama adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum
selesai diutarakan sudah timbul ide lain. Terdapat pemindahan
maksud. Jalan pikiran pada schizofrenia sukar diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Seorang schizophrenia
juga mempunyai kecenderungan untuk menyamakan hal - hal.
Kadang - kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi,
dinamakan “blocking”. Timbul ide-ide yang tidak dikehendaki,
tekanan pikiran (pressure of thoughts). Bila suatu ide berulang-ulang
timbul dan diutarakan disebut perseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang / flight of ideas lebih sering dijumpai pada mania,
sedangkan pada schizofrenia lebih sering inkoherensi. Pada
inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran,
jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali. Sedangkan pada
pikiran melayang selalu ada eforia dan jalan pikiran masih bertujuan
dan dapat diikuti meskipun ide muncul sangat cepat.
(Stuart, 2009)
6. Jenis Skizofrenia
dalam 1 tahun.
b. Rentang Respon
Menurut Stuart (2009). Gangguan kepribadian biasanya
dapat dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan
berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut
merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan
menetap yang cukup berat menyababkan disfungsi prilaku
atau distress.
Respon Adatif Respon Maladatif
b. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan
individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga,
tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan
miskin penilaian.
c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki
tingkah laku ogosentris,harga diri yang rapuh, terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari
orang lain.
d. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain.
c. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.
i. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang
mempengaruhi masalah isolasi sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembangterdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya
dapat menimbulkan suatu masalah
Tabel 1.
Tugas perkembangan berhubungan dengan
pertumbuhan interpersonal (Stuart dan
Sundeen, dalam Fitria,2009).
Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial. Organ
tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial
adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal
pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
ii. Faktor presipitas
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang
terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan
dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi
akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhi kebutuhan individu. (Dierja , 2011)
Isolasi sosial
e. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial:
menarik diri menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah
sebagai berikut:
i. Gejala Subjektif
f. Mekanisme koping
h. Pemeriksaan Diagnostik
i. Minnesolla Multiphasic Personality (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater
dan psikolog dalam menentukan kepribadian yang terdiri dari
556 pernyataan benar atau salah.
ii. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membentuk
membedakan antara etiologi fungsional dan organik dalam
kelainan mental
iii. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah
gangguan jiwa disebabkan oleh genetik
iv. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan kelainan struktur anatomi tubuh
i. Penatalaksanaan
i. Obat anti psikotik
1. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya nilai sosial dan titik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh
atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: sedasi, gangguan otonomik(hipotesis,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi,
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan
ekstra piramidal (distonia akutakatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas),
gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis,
biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
2. Haloperidol (HDL)
Indikasi: berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-
hari.
Core
Isolasi sosial: menarik
Problem
( Keliat, 2011)
Masalah keperawatan:
i. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
ii. Isolasi sosial: menarik diri
iii. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
iv. Sindrome defisit perawatan diri
v. Regimen Terapeutik Inefektif
c. Diagnosa Keperawatan
i. Isolasi sosial: menarik diri
ii. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
iii. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
iv. Regimen Terapeutik Inefektif
v. Sindrom Defisit Perawatan Diri
35
d. Rencana Keperawatan
i. Pasien
No. Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1. Isolasi Sosial: SP 1:
Menarik Diri Diskusikan klien tentang:
a. Klien mampu Setelah 1 kali pertemuan Dengan mengetahui penyebab
Orang yang tinggal serumah / sekamar
mengidentifikasi klien dapat menyebutkan klien Menarik Diri dapat
penyebab isolasi Orang yang paling dekat dengan klien
minimal satu penyebab ditemukan mekanisme koping
sosial: siapa yang di rumah / ruang perawatan
Menarik Diri yaitu dari: klien dalam berinteraksi sosial,
serumah, siapa Apa yang membuat klien dekat serta strategi apa yang akan
Diri sendiri, Orang lain, dengan orang tersebut
yang dekat, siapa Lingkungan diterapkan kepada klien.
yang tidak dekat Orang yang tidak dekat dengan klien
dan apa sebabnya di rumah / ruang perawatan
Apa yang membuat klien tidak dekat
dengan orang tersebut
Apa yang menyebabkan klien menarik
diri dari lingkungan
36
SP1: Setelah 1 kali pertemuan, Tanyakan kepada klien tentang Dengan mengetahui kerugian
klien dapat menyebutkan Kerugian tidak mempunyai teman tidak mempunyai teman dan
b. Klien mampu Diskusikan bersama klien tentang bercakap-cakap, maka klien
kerugian tidak berinteraksi
mengidentifikasi kerugian tidak bercakap-cakap akan termotivasi untuk
dengan orang lain,
kerugian tidak
misalnya: sendiri, Beri pujian terhadap kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
mempunyai
kesepian, tidak bisa klien mengungkapkan perasaannya.
teman dan
berdiskusi. Observasi perilaku klien saat
bercakap-cakap
berubungan sosial.
38
SP1: Setelah 1 kali pertemuan, Jelaskan arti berkenalan dengan Melibatkan klien dalam
klien dapat berkenalan pasien, perawat atau tamu interaksi sosial akan
c. Latih Klien cara
dengan pasien dan perawat Jelaskan tujuan berkenalan dengan mendorong klien untuk melihat
berkenalan pasien, perawat atau tamu dan merasakan secara langsung
atau tamu
dengan pasien
Jelaskan cara berkenalan dengan manfaat dari berhubungan
dan perawat atau sosial, serta meningkatkan
pasien, perawat atau tamu
tamu
Demonstasikan cara berkenalan konsep diri klien
dengan pasien, perawat atau tamu:
o Menyebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita sukai,
lalu menanyakan nama orang yang
diajak berkenalan: “perkenalkan
nama saya... senang dipanggil....
Nama anda siapa?”
39
Isolasi Sosial: SP 2: Setelah 1 kali intervensi, Tanyakan pada klien apakah masih Mengevaluasi hasil latihan
Menarik Diri klien mampu berkenalan mengingat topic kemarin yaitu sebelumnya serta
a. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan memberikan kesempatan
dengan beberapa orang
pertama Tanyakan pada klien mengenai klien mengungkapkan
berkenalan latihan berkenalan sebelumnya, perasaan terkait hambatan
dengan orang dan apakah sudah dilakukan sesuai yang dialami
beri pujian jadwal?
Minta klien untuk mempraktikan cara
berkenalan dengan orang lain seperti
yang telah dilakukan pada pertemuan
sebelumnya
41
SP 2: Setelah 1 kali interaksi Bantu pasien memasukkan kegiatan Memasukkan cara berkenalan,
klien mampu untuk latihan berkenalan dan berbicara saat kegiatan harian
c. Bimbing Klien berbicara saat melakukan 2 kegiatan ke dalam jadwal kegiatan akan
memasukkan untuk jadwal
dalam harian dalam jadwal membiasakan pasien untuk
kegiatan berkenalan 2-3
memasukkan Beri motivasi klien untuk melakukan berinteraksi sosial dengan
jadwal kegiatan orang pasien, perawat atau
tamu, berbicara saat kegiatan sesuai dengan jadwal yang orang lain sehingga isolasi
berkenalan 2-3 telah dibuat sosial teratasi
orang pasien, melakukan kegiatan
perawat atau harian
tamu, berbicara
43
Isolasi Sosial: SP 3: Setelah 1 kali interaksi Tanyakan pada klien apakah masih Mengetahui apakah pasien
Menarik Diri diharapkan klien mampu mengingat topik kemarin yaitu sudah melakukan latihan
a. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan dan berbicara saat berkenalan dan bicara saat 2
melakukan jadwal
berkenalan dan melakukan 2 kegiatan harian kegiatan harian sesuai jadwal
latihannya untuk
berbicara saat
melakukan berkenalan dan berbicara Tanyakan pada klien mengenai
saat melakukan kegiatan latihan berkenalan dan berbicara saat
kegiatan harian 2 kegiatan harian, apakah sudah
dan beri pujian harian
dilakukan sesuai jadwal?
Minta klien untuk mempraktikan cara
berkenalan dan berbicara dengan
orang lain saat melakukan kegiatan
harian seperti yang telah dilakukan
pada pertemuan sebelumnya
Berikan pujian kepada klien
44
SP 3: Setelah 1 kali interaksi Jelaskan arti berbicara saat Dengan berlatih berbicara pada
Klien mampu berlatih cara melakukan kegiatan harian 2 kegiatan baru maka klien
b. Latih klien cara
berbicara saat melakukan Jelaskan tujuan berlatih berbicara akan terbiasa berinteraksi
berbicara saat saat kegiatan harian dengan orang lain saat
kegiatan harian (latih 2
melakukan
kegiatan baru) Jelaskan cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
kegiatan harian sehingga terjadi sosialisasi
melakukan 2 kegiatan sehari-hari
(latih 2 kegiatan dengan orang disekitar pasien
yang baru
baru)
Demonstrasikan cara berbicara saat 2
kegiatan sehari-hari yang baru
45
Isolasi Sosial: SP 4: Setelah 1 kali interaksi Tanyakan pada klien apakah masih Mengetahui apakah pasien
Menarik Diri klien mampu melakukan mengingat topik kemarin yaitu sudah melakukan latihan
a. Evaluasi latihan berkenalan dan berbicara saat berkenalan dan bicara saat 4
evaluasi kegiatan latihan
kegiatan latihan melakukan 4kegiatan harian kegiatan harian sesuai jadwal
berkenalan, bicara saat
berkenalan,
bicara saat melakukan empat kegiatan Tanyakan pada klien mengenai
sesuai jadwal latihan berkenalan dan berbicara saat
melakukan melakukan 4 kegiatan harian, apakah
empat kegiatan sudah dilakukan sesuai jadwal?
harian sesuai
Minta klien untuk mempraktikan cara
jadwal dan beri
berkenalan dan berbicara dengan
pujian
orang lain saat melakukan kegiatan
47
SP 4: Setelah 1 kali interaksi Bantu pasien memasukkan kegiatan Memasukkan cara berkenalan,
klien mampu untuk latihan berkenalan, berbicara berbicara pada 4 kegiatan
c. Bimbing klien saat melakukan 4 kegiatan harian, dan harian, dan bicara sosial:
memasukkan jadwal
memasukkan bicara sosial: meminta dan menjawab meminta dan menjawab
kegiatan untuk latihan
jadwal kegiatan pertanyaan dalam jadwal pertanyaan ke dalam jadwal
untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan kegiatan akan membiasakan
berkenalan 4-5 pasien untuk berinteraksi
49
SP 5: Setelah 1 kali interaksi Jelaskan arti latian kegiatan harian Melakukan kegiatan
Klien mampu berlatih Jelaskan tujuan berlatih kegiatan membiasakan pasien
b. Latih Klien harian melakukan aktivitas dan
kegiatan harian
melakukan
Jelaskan cara melakukan kegiatan berinteraksi dengan
kegiatan harian lingkungan sosial sehingga
harian
51
SP 5: Setelah 1 kali interaksi Evaluasi kemandirian klien dalam Sebagai bahan pertimbangan
Klien mampu menilai melakukan interaksi sosial sesuai untuk mengehentikan
d. Menilai apakah jadwal intervensi keperawatan
isolasi sosial teratasi
masalah isolasi Tanyakan apakah klien masih takut
sosial pada klien untuk berinteraksi dengan orang lain
teratasi
53
ii. Keluarga
No. Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP 1: Setelah 1 x interaksi, Diskusikan masalah yang dirasakan Mengetahui respon keluarga
a. Keluarga mampu keluarga mampu dalam, merawat klien. terhadap masalah klien
Isolasi sosial: mendiskusikan mengekspresikan perasaan
1.
menarik diri masalah yang dalam, merawat klien
dirasakan
dalam,merawat klien
54
SP 1: Setelah 1 kali interaksi Jelaskan kepada keluarga arti Memandirikan keluarga sebagai
d. Keluarga mampu keluarga mampu melatih cara berkenalan dan berbicara saat dukungan sosial
melatih cara merawat berkenalan, berbicara kegiatan harian
merawat berkenalan, saat melakukan kegiatan harian Jelaskan kepada keluarga tujuan
berbicara saat berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan kegiatan harian
harian Jelaskan kepada keluarga cara
berkenalan dan berbicara saat
kegiatan harian
Demostrasikan kepada keluarga
kepada keluarga cara berkenalan
dan berbicara saat kegiatan
harian
Lakukan bersama keluarga
kepada keluarga berkenalan dan
berbicara saat kegiatan harian
Anjurkan keluarga melakukan
sendiri berkenalan dan berbicara
saat kegiatan harian
57
SP 2: Setelah 1 kali interaksi, Minta keluarga untuk Keluarga paham kegiatan yang
a. Keluarga mampu keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang sudah dilakukan pada pertemuan
mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada sebelumnya, keluarga mampu
Isolasi Sosial: kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan dan pertemuan sebelumnya melakukan kegiatan, keluarga
Menarik Diri dalam melatih pasien berbicara saat kegiatan harian. berkenalan dan berbicara saat termotivasi
berkenalan dan kegiatan harian
berbicara saat Pantau keluarga dalam
kegiatan harian. melakukan kegiatan
SP 2: Setelah 1 kali interaksi Jelaskan kegiatan rumah tangga Dengan mengetahui kegiatan
b. Keluarga mampu Keluarga mampu mengetahui yang mempu melibatkan pasien yang melibatkan pasien
mengetahui kegiatan kegiatan rumah tangga yang berbicara: makan, sholat berbicara, keluarga termotivasi
rumah tangga yang dapat melibatkan pasien bersama dirumah untuk mengajak klien berbicara
dapat melibatkan berbicara saat dirumah
pasien berbicara
58
SP 2: Setelah 1 kali interaksi Jelaskan kepada keluarga arti Memandirikan keluarga dalam
c. Keluarga mampu Keluarga mampu berlatih cara membimbing pasien berbicara membimbing pasien berbicara
berlatih cara membimbing pasien berbicara dirumah dirumah
membimbing pasien dirumah
berbicara dirumah
59
SP 3: Setelah 1 kali interaksi, Minta keluarga untuk Keluarga paham kegiatan yang
a. Keluarga mampu keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang sudah dilakukan pada pertemuan
Isolasi Sosial:
mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada sebelumnya, keluarga mampu
Menarik Diri
kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan dan pertemuan sebelumnya melakukan kegiatan, keluarga
dalam melatih berbicara saat kegiatan harian. termotivasi
61
SP 3: Setelah 1 kali interaksi, Jelaskan kepada keluarga arti Dengan memandirikan keluarga
c. Keluarga mampu keluarga mampu melatih melatih pasien melakukan cara melatih pasien melakukan
melatih pasien pasien melakukan kegiatan kegiatan sosial seperti belanja, kegiatan sosial akan membuat
melakukan kegiatan sosial seperti belanja, meminta meminta sesuatu dll pasien merasa diperhatikan dan
sosial seperti sesuatu dll Jelaskan kepada keluarga tujuan lebh cepat bisa melakukan
belanja, meminta melatih pasien melakukan kegiatan sosial
sesuatu dll kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
Jelaskan kepada keluarga cara
melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
Demostrasikan kepada keluarga
cara melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
Lakukan bersama keluarga cara
melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
Anjurkan keluarga melakukan
sendiri cara melatih pasien
melakukan kegiatan sosial
seperti belanja, meminta sesuatu
dll
63
SP 4: Setelah 1 kali interaksi Minta keluarga untuk Keluarga paham kegiatan yang
Isolasi Sosial: a. Keluarga mampu Keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang sudah dilakukan pada pertemuan
Menarik Diri mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada sebelumnya, keluarga mampu
kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan, pertemuan sebelumnya yaitu
65
e. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus
pada respon klien tehadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif,
Formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
sumatif dilakuakn dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan
menggunakan SOAP.
. (Keliat, 2011).