Anda di halaman 1dari 78

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia
Schizofrenia adalah kerusakan pola pikir (fragmented thinking) dan
ketidakmampuan melakukan hubungan dengan dunia lain (Stuart
Sudden dalam Achir Yani, 2009).
2. Etiologi Skizofrenia
Menurut Keilat (2011) integrasi faktor biologis, faktor psikososial,
faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin
memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh
suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan
perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal
(seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat).
Sedangkan dasar biologikadari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh
pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial,
dan trauma. Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga
dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi
skizofren.Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun
dapat menyebabkan menjadi skizofren.Semakin kecil kerentanan maka
butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita
skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan
berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.
1) Faktor Neurobiologi
Penulisan menunjukkan bahwa pada klien skizofrenia ditemukan
adanya kerusakan pada bagian otak tertentu.Namun sampai kini
belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian
otak tertentu dengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat
beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal,
cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling
berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin
melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal
yang menjadi sasaran Penulisan adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan
tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.
2) Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan
aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini
mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan
dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai
ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan
observasi bahwa ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu
obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai
antagonis reseptor dopamine D2. Obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat
menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.
3) Faktor Genetika
Penulisan tentang genetik telah membuktikan faktor
genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi
jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang
menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat
anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi
jika hubungan keluarga dekat. Penulisan terhadap anak kembar
menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh
lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur
memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
skizofrenia.
4) Faktor Psikososial
(a) Teori Tentang Individu Klien
a) Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari
fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada
gangguan neurosis.Jika neurosis merupakan konflik antara
id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan
dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect)
memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom
skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada klien
skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum
atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa
awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil
dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom
skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia
adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon
terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan
skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yang
etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan
apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu
cemas berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang
skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi
terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari
dalam, seperti seks dan agresi.Gangguan tersebut terjadi
akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna
simbolis bagi masing-masing klien.Misalnya fantasi
tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi
individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari
ketidakmampuan klien untuk menghadapi realitas yang
obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan
atau harapan terdalam yang dimilikinya.
b) Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud,
pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan
hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan
dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan
dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-
kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan
interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif
diasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap
faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan
adanya konflik.Simptom negatif berkaitan erat dengan
faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu.Sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik
intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan
kerusakan ego yang mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan
psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa
symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam
skizofrenia.Misalnya waham kebesaran pada klien
mungkin timbul setelah harga dirinya terluka.Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia
dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap
skizofrenia.
c) Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada
masa kanak-kanak penderita belajar pada model yang
buruk. Pendeita mempelajari reaksi dan cara pikir yang
tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
(b) Teori Tentang Keluarga
Beberapa klien skizofrenia-sebagaimana orang yang
mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan
disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang
secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus
dihadapi oleh klien skizofrenia. antara lain:
a) Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk
menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima
pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn
dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya
anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang
benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam
keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa
konfliknya itu.
b) Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana
terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah
satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak
yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola
keluarga skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang
antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan
perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan
menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families Dijelaskan
oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress
ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal
yang pseudomutual atau pseudohostile secara konsisten.
Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang
unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan
masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar
rumah.
c) Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap
kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan klien
skizofrenia. Banyak Penulisan menunjukkan keluarga
dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan
tingkat relapse pada klien skizofrenia.
(c) Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan
urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan
skizofrenia.Meskipun ada data pendukung, namun
penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya
terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.
(Yosep, 2010)
3. Proses Terjadinya Masalah Skizofrenia
1) Fase 1 ( Comporting )
Merupakan fase yang menyenangkan, pada tahap ini masuk golongan
nonpsikotik. Karakteristik klien mengalamai stress, cemas, perasaan
perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang
menyenangkan dan cara ini hanya menolong sementara. Perilaku
Klien tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase 2 ( Condemming )
Merupakan tahap ansietas berat yaitu halusinasi menjadi menjijikan
termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik klien pengalaman
sensori menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat,
melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan. Klien tidak inging
orang lain tahu dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien :
meningkatnya tanda – tandaistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan ralitas.
c. Fase 3 ( controlling )
Fase controling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori
berkuasa dan termasuk gangguan psikotik. Karakteristik : bisikan,
suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol
klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemudian dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase 4 ( conquering )
Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam,
memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata
dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak
mampu merespons terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu
berespons lebih dari satu orang.
4. Tanda dan Gejala Skizofrenia
Menurut Keliat (20011) gejala – gejala schizofrenia dibagi menjadi dua :
a. Gejala Primer
Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, dan isi pikir). Yang
terganggu terutama adalah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum
selesai diutarakan sudah timbul ide lain. Terdapat pemindahan
maksud. Jalan pikiran pada schizofrenia sukar diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Seorang schizophrenia
juga mempunyai kecenderungan untuk menyamakan hal - hal.
Kadang - kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak timbul ide lagi,
dinamakan “blocking”. Timbul ide-ide yang tidak dikehendaki,
tekanan pikiran (pressure of thoughts). Bila suatu ide berulang-ulang
timbul dan diutarakan disebut perseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang / flight of ideas lebih sering dijumpai pada mania,
sedangkan pada schizofrenia lebih sering inkoherensi. Pada
inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran,
jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali. Sedangkan pada
pikiran melayang selalu ada eforia dan jalan pikiran masih bertujuan
dan dapat diikuti meskipun ide muncul sangat cepat.

1) Gangguan efek dan emosi meliputi :

a) Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting).


b) Paramimi (Klien senang tapi dia menangis).
c) Parathimi (seharusnya senang tapi timbul rasa sedih).
d) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan.
e) Emosi yang berlebihan.
f) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi
yang baik.
g) Terpecah - belahnya kepribadian.
2) Gangguan Kemauan
Penderita schizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka
tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam
suatu keadaan.
3) Gejala Psikomotor juga dinamakan gejala - gejala katatonik atau
gangguan perbuatan.
b. Gejala Sekunde0r
1) Waham:Sering tidak logis sama sekali dan sangat bizzare.
2) Halusinasi:Timbul tanpa adanya penurunan kesadaran.
3) Menarik diri: Mengidentifikasi dirinya sebuah obyek yang tidak
ada artinya

5. Rentang Respon Skizofrenia

Respon Adaptif Respon Maladaptif

 Pikiran logis  Pikiran kadang  Gangguan pikiran


a. J pemyimpang atau waham
e
 Persepsi
n akurat  Ilusi  Halusinasi
i
 Emosi konsisten  Reaksi emosional  Kesulitan untuk
s
dengan berlebihan atau memproses emosi
S
pengalaman00000 kurang
k
0000i
e
 Perilaku
n sesuai  Perilaku aneh atau  Ketidakakuratan
i tak lazim Perilaku
a
 Hubungan sosial  Menarik diri  Isolasi sosial

(Stuart, 2009)
6. Jenis Skizofrenia

Menurut Sodock (2010) 9ejala klinis skizofrenia secara umum dan


menyeluruh telah diuraikan di muka, skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe
atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang
kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia. Sebagai tambahan:
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
1) Suara-suara halusinasi yang mengancam klien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.

2) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat


seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin
ada tetapi jarang menonjol.

3) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham


dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
b. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia:
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lama0nya, untuk
memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar
bertahan.
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek
klien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati
(lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme,
mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan
ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases); Proses pikir
mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (ramb0ling)
serta inkoheren.
Ganggu0an afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses
pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi
biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations).Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).Adanya suatu
preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama,
filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran klien.
c. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau
lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya:
1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau
mutisme (tidak berbicara)
2) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak
bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil
dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau
aneh)
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakkan kearah yang berlawanan)
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk
melawan upaya menggerakkan dirinya)

6) Fleksibilitas cerea/”waxy flexibility” (mempertahankan anggota


gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar)

7) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan


secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata
serta kalimat-kalimat.
Pada klien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda
sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala
lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan
petunjuk diagnostik untuk skizofrenia.Gejala katatonik dapat
dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol
dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, klien skizofrenik
memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari klien
melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin
ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau
cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
d. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Sering kali klien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan
klien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut
PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia tidak memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi
pasca skizofrenia.
Skisofrenia tak terinci umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dan persepsi serta efek yang tidak
wajar, kesadaran yang jernih dan kemampuan yang intelektual
biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.

Klien dengan skisofrenia paling sedikit ada.dua gejala dibawah ini


yang terus ada secara jelas, yaitu:
1) Halusinasi yang menetap disertai dengan waham yang
mengembang.
2) Arus pikir yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan.
3) Perilaku katatonik seperti gaduh dan gelisah
4) Gejala-gejala seperti sikap, apatis, bicara yang jarang dan
cenderung menarik diri.
e. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau:
1) Klien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria
diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini.
2) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya).
3) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi
paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada
dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu. Apabila klien tidak
lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan
menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe
skizofrenia yang sesuai.
f. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini
harus dipenuhi semua

1) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya


perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang
menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam
kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang
buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara,
dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang
buruk.Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di
masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis
skizofenia.
2) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana
intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan
halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom “negative” dari skizofrenia.
3) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik
lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat
menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus
menerus adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan
lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe
lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku
eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual.Jika waham atau
halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.
g. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan
karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan
perlahan dan progresif dari: gejala “negative” yang khas dari
skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau
manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan
perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak
berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa
pubertas.Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan
emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekaliterdapat.Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.Pada
permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia
makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia
mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
7. Penatalaksanaan
a. Terapi Biologis/Medis
Obat bagi penderita skizofrenia biasa disebut neuroleptics (berarti
mengendalikan syaraf). Jika efektif, obat ini mampu membantu
orang untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi delusi atau
halusinasi. Obat ini bekerja dengan cara mempengaruhi gejala
positif (delusi, halusinasi, agitasi). Dalam kadar yang lebih rendah,
obat ini dapat mempengaruhi gejala- gejala negatif dan
disorganisasi. Fungsi neuroleptics adalah antagonis dopamin.
Seperti diketahui bahwa jumlah dopamine yang berlebihan menjadi
pemicu munculnya skizofrenia.
Penelitian dalam Journal of Psychiatry menyebutkan bahwa
penggunaan milnacipran mampu menghambat afek negative
skizofrenia seperti avolisi, alogia, dan asosial. Kasus ini terjadi pada
penderita skizofrenia berusia 37 tahun yang dirawat di rumah sakit
jiwa menurut Hoaki et.al, (2009).
b. Terapi Keluarga
Selain terapi obat, psikoterapi keluarga adalah aspek
penting dalam pengobatan. Pada umumnya, tujuan
psikoterapi adalah untuk membangun hubungan
kolaborasi antara klien, keluarga, dan dokter atau
psikolog. Melalui psikoterapi ini, maka klien dibantu
untuk melakukan sosialisasi dengan lingkunganya.
Keluarga dan teman merupakan pihak yang juga sangat
berperan membantu klien dalam bersosialisasi. Dalam
kasus skizofrenia akut, klien harus mendapat terapi
khusus dari rumah sakit. Kalau perlu, klien harus
tinggal di rumah sakit tersebut untuk beberapa
lama sehingga dokter dapat melakukan kontrol dengan
teratur dan memastikan keamanan penderita.
i. Terapi Psikososial
Salah satu efek buruk skizofrenia adalah dampak
negatif pada kemampuan orang untuk berinteraksi
dengan orang lain. Meskipun tidak sedramatis
halusinasi dan delusi, masalah ini dapat menimbulkan
konflik dalam hubungan sosial. Para klinisi berusaha
mengajarkan kembali berbagai keterampilan sosial
seperti keterampilan percakapan dasar, asertivitas, dan
cara membangun hubungan pada penderita
skizofrenia. Klien juga diberikan terapi okupasi
sebagai bagian untuk membantu mereka melaksanakan
tugas sederhana dalam kehidupan sehari- hari (Smith,
Bellack, dan Liberman, 1996; Durand dan Barlow,
2007)
b. Komplikasi
Menurut Keliat (2014), dampak gangguan jiwa skizofrenia
antara lain:
i. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara
mandiri, misalnya kebersihan diri, penampila dan
sosialisasi.
ii. Hubungan interpersonal
` Klien digambarkan sebagai individu yang apatis,
menarik diri, terisolasi dari teman-teman dan keluarga.
Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap
lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang
kurang.
iii. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan
adanya gangguan fungsi pada klien, menyebabkan
kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk
menghadapi stress.
iv. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk
mengatasi kekurangannya, tidak ingin melakukan
sesuatu untuk
menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani
mencapai sukses
v. Kebutuhan terapi yang lama

Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di

rumah sakit satu periode selama 6 bulan terus menerus

dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit

dalam 1 tahun.

c. Teori Medis Isolasi Sosial Menarik Diri


a. Pengertian
Isolasi sosial menurut Townsend, dalam Kusumawati F dan
Hartono Y (2010) adalah suatu keadaan kesepian yang
dirasakan seseorang karena orang lain menyatakan negatif
dan mengancam. Sedangkan Menarik diri adalah usaha
menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa
kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, prestasi atau
kegagalanya (Depkes, 2006 dalam Dermawan D dkk,
2013).

Isolasi sosial adalah keadaan seorang individu yang


mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasin
merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain
disekitarnya (Keliat, 2011).

b. Rentang Respon
Menurut Stuart (2009). Gangguan kepribadian biasanya
dapat dikenali pada masa remaja atau lebih awal dan
berlanjut sepanjang masa dewasa. Gangguan tersebut
merupakan pola respon maladaptive, tidak fleksibel, dan
menetap yang cukup berat menyababkan disfungsi prilaku
atau distress.
Respon Adatif Respon Maladatif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narsisisme
Saling Ketergantungan

Respon adaptif adalah respon individu dalam


menyelesaikan dengan cara yang dapat diterima oleh
norma-norma masyarakat. Menurut Riyardi S dan
Purwanto T. (2013) respon ini meliputi:
i. Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk
merenungkan apa yang telah terjadi atau dilakukan
dan suatu cara mengevaluasi diri dalam menentukan
rencana-rencana.
ii. Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan
dan menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam
hubungan sosial, individu mamapu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
iii. Kebersamaan
Merupakan kemampuan individu untuk saling
pengertian, saling member, dan menerima dalam
hubungan interpersonal.
iv. Saling ketergantungan
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan
saling tergantung antar individu dengan orang lain
dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam
menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang
bertentangan dengan norma-norma agama dan
masyarakat. Menurut Riyardi S dan Purwanto T. (2013)
respon maladaptive tersebut adalah:
a. Manipulasi
Merupakan gangguan sosial dimana individu
memperlakukan orang lain sebagai objek, hubungan
terpusat pada masalah mengendalikan orang lain dan
individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
Tingkah laku mengontrol digunakan sebagai
pertahanan terhadap kegagalan atau frustasi dan dapat
menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.

b. Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan
individu sebagai subyek yang tidak dapat diduga,
tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan
tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan
miskin penilaian.

c. Narsisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki
tingkah laku ogosentris,harga diri yang rapuh, terus
menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari
orang lain.

d. Isolasi sosial
Adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain.

c. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor
predisposisi dan faktor presipitasi.
i. Faktor predisposisi
Menurut Fitria (2009) faktor predisposisi yang
mempengaruhi masalah isolasi sosial yaitu:
1) Faktor tumbuh kembang
Pada setiap tahap tumbuh kembangterdapat tugas tugas
perkembangan yang harus terpenuhi agar tidak terjadi
gangguan dalam hubungan sosial.
Apabila tugas tersebut tidak terpenuhi maka akan
menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya
dapat menimbulkan suatu masalah
Tabel 1.
Tugas perkembangan berhubungan dengan
pertumbuhan interpersonal (Stuart dan
Sundeen, dalam Fitria,2009).

Tahap perkembangan Tugas

Masa bayi Menetapkan rasa percaya

Masa bermain Mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri

Masa prasekolah Melajar menunjukan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan


hati nurani

Masa sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama, dan berkompromi

Masa praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis


kelamin

Masa dewasa muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak

Masa tenga baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui

Masa dewasa tua Berduka karena kehilangan dan


mengembangkan
perasaan ketertarikan dengan budaya

2) Faktor komunikasi dalam keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan
(double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota
keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam
waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam
keluarga yang menghambat untuk hubungan dengan
lingkungan diluar keluarga.

3) Faktor sosial budaya


Norma-norma yang salah didalam keluarga atau lingkungan
dapat menyebabkan hubungan sosial, dimana setiap anggota
keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit
kronis dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan
sosialnya.

4) Faktor biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi gangguan dalam hubungan sosial. Organ
tubuh yang dapat mempengaruhi gangguan hubungan sosial
adalah otak, misalnya pada klien skizfrenia yang mengalami
masalah dalam hubungan memiliki struktur yang abnormal
pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal.
ii. Faktor presipitas
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Faktor eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang
ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
2. Faktor internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang
terjadi akibat kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan
dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi
akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
tidak terpenuhi kebutuhan individu. (Dierja , 2011)

d. Proses terjadinya Masalah


Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu
berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. Isolasi sosial adalah upaya klien untuk
meghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan
dengan orang lain maupun komunikasi dengan orang lain
Pattern of Inefective Lack of Stressor
Parenting Coping (Koping Development Internal and
(Pola Asuh Individu Tidak Task External (Stres
Keluarga) Efektif) (gangguan Intenal dan
tugas Ekternal)
perkembangan
)
Misal: pada Misal: saat Misal: Misal: stress
anak yang individu kegagalan terjadi akibat
tidak menghadapi menjalin ansietas yang
dikehendaki kegagalan hubugan intim berkepanjanga
kelahirannya, menyalahkan dengan sesama n dan terjadi
akibat orang lain, jennis atau bersamaan
kegagalann ketidakberdayaan lawan jenis, dengan
KB, hamil , menyangkal tidak mampu keterbatasan
diluar nikah, tidak mampu mandiri dan kemampuan
jenis kelamin menghadapi menyelesaikan individu untuk
yang tidak kenyataan dan tugas, bekerja, mengatasinya
diinginkan, menarik dari bergaul, Ansietas terjadi
bentuk fisik lingkungan, sekolah, akibat berpisah
kurang terlalu tinggi self menyebabkan dengan orang
menawan ideal, dan tidak ketergantunga terdekat,
menyebabka mampu n pada orang hilangnya
n keluarga menerima realitas tua, rendahnya pekerjaan atau
mengeluarka dengan rasa ketahanan orang yang
n komentar- syukur. terhadap dicintai.
komentar berbagai
negatif, kegagalan.
merendahkan
,
menyalahkan
anak.

Harga diri rendah kronis

Isolasi sosial
e. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang muncul pada klien dengan isolasi sosial:
menarik diri menurut Dermawan D dan Rusdi (2013) adalah
sebagai berikut:

i. Gejala Subjektif

1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh


orang lain

2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain

3. Respon verbal kurang atau singkat

4. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang


lain

5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu

6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan


7. Klien merasa tidak berguna

8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

9. Klien merasa ditolak

ii. Gejala Objektif

1. Klien banyak diam dan tidak mau bicara

2. Tidak mengikuti kegiatan

3. Banyak berdiam diri di kamar

4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang


yang terdekat
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal

6. Kontak mata kurang


7. Kurang spontan

8. Apatis (acuh terhadap lingkungan)

9. Ekpresi wajah kurang berseri


10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri

11. Mengisolasi diri

12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya

13. Memasukan makanan dan minuman terganggu

14. Retensi urine dan feses

15. Aktifitas menurun

16. Kurang enenrgi (tenaga)

17. Rendah diri

18. Postur tubuh berubah,misalnya sikap fetus/janin


(khusunya pada posisi tidur).

f. Mekanisme koping

Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi


kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Mekanisme yang sering digunakan pada
isolasi sosial adalah regresi, represi, isolasi. (Damaiyanti,2012:
84)

i. Regresi adalah mundur ke masa perkembangan yang telah lain.

ii. Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran pikiran yang


tidak dapat diterima secara sadar dibendung supaya jangan
tiba di kesadaran.

iii. Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang


mengakibatkan timbulnya kegagalan defensif dalam
menghubungkan perilaku dengan motivasi atau bertentangan
antara sikap dan perilaku. Mekanisme koping yang muncul
yaitu:
1. Perilaku curiga : regresi, represi

2. Perilaku dependen: regresi

3. Perilaku manipulatif: regresi, represi

Isolasi/menarik diri: regresi, represi, isolasi (Prabowo,


2014)
g. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan
dan tingkah laku masa lalu primitive antara lain pembicaraan
yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan
sensori persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain
serta lingkungan dan penurunan aktivitas sehingga dapat
menyebabkan defisit perawatan diri ( Dermawan dkk,2013)

h. Pemeriksaan Diagnostik
i. Minnesolla Multiphasic Personality (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater
dan psikolog dalam menentukan kepribadian yang terdiri dari
556 pernyataan benar atau salah.
ii. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membentuk
membedakan antara etiologi fungsional dan organik dalam
kelainan mental
iii. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah
gangguan jiwa disebabkan oleh genetik
iv. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan kelainan struktur anatomi tubuh
i. Penatalaksanaan
i. Obat anti psikotik
1. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya nilai sosial dan titik diri terganggu,
berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang aneh
atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi
kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan
sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: sedasi, gangguan otonomik(hipotesis,
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan
dalam miksi,
dan defikasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung), gangguan
ekstra piramidal (distonia akutakatshia,
sindromaparkinson/tremor, bradikinesia rigiditas),
gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis,
biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
2. Haloperidol (HDL)
Indikasi: berdaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-
hari.

Efek samping: sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan


otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatik, mulut
kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat,
mata kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan
irama jantung).

3. Trihexy phenidyl (THP)


Indikasi: segala jenis penyakit parkinson termasuk paska
ensepalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat
misalnya reserpin dan fenotiazine.

Efek samping: sedasi dan inhibisi psikomotor gangguan


otonomik (hypertensi, anti kolinergik/parasimpatik,
mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung).

ii. Therapy farmakologi


1. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih
dikenal dengan Elekroshock adalah suatu terapi
psikiatri yang menggunakan energy shock listrik
dalam usaha pengobatannya. Biasanya ECT
ditunjukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis
terapinya. ECT bertujuan untuk menginduksi suatu
kejang klonik yang dapat memberi efek terapi
(Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik.
Kejang yang dimaksud adalah suatu kejang
dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan
mengalami rejatan.
2. Therapy Kelompok
Merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan
sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seseorang therapist satu petugas
kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan memberikan
stimulusbagi klien dengan gangguan interpersonal.
3. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan
sehingga aspek lingkungan harus mendapat perhatian
khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan
memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan
erat dengan stimulus psikologi seseorang yang akan
berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan
tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi
fisik maupun kondisi psikologis seseorang
(Dermawan dkk, 2013)

d. Teori Keperawatan Isolasi Sosial Menarik Diri


a. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa
berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping
yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat da tanggal dirawat isi pengkajian
meliputi :
i. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status
perkawinan, agama, tangggal MRS , informan,
tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat
klien.
ii. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari
orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada ,
berdiam diri dikamar
,menolak interaksi dengan orang lain , tidak
melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
iii. Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua
,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi
, kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK,
perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban
perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba)
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/
perasaan negatif terhadap diri sendiri yang
berlangsung lama.
iv. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu,
Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.
v. Aspek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a. citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian
tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang
akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
, mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
b. Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .
c. Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan penyakit , proses menua , putus
sekolah, PHK.
d. Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena
penyakitnya : mengungkapkan keinginan
yang terlalu tinggi.
e. Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa
bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat ,
mencederai diri, dan kurang percaya diri.
4) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubunga sosialdengan orang lain
terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti
dalam masyarakat
5) kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan
untuk ibadah ( spritual)
vi. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan
kontak mata , kurang dapat memulai pembicaraan ,
klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan denga orang lain, Adanya perasaan
keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
vii. Kebutuhan persiapan pulang.
1. Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat
makan
2. Klien mampu BAB dan BAK,
menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian. Pada
observasi mandi dan cara berpakaian klien
terlihat rapi
3. Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat
beraktivitas didalam dan diluar rumah
4. Klien dapat menjalankan program pengobatan
dengan benar.
viii. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering
menggunakan koping menarik diri ) ( Keliat, 2011)
b. Pohon Masalah

Resiko perubahan Syndrome defisit


persepsi sensori: perawatan diri Efek/Akiba
halusinasi

Core
Isolasi sosial: menarik
Problem

Gangguan konsep Regimen


diri: harga diri Terapeutik Inefektif Etiologi

( Keliat, 2011)
Masalah keperawatan:
i. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
ii. Isolasi sosial: menarik diri
iii. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
iv. Sindrome defisit perawatan diri
v. Regimen Terapeutik Inefektif
c. Diagnosa Keperawatan
i. Isolasi sosial: menarik diri
ii. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
iii. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
iv. Regimen Terapeutik Inefektif
v. Sindrom Defisit Perawatan Diri
35

d. Rencana Keperawatan
i. Pasien
No. Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1. Isolasi Sosial: SP 1:
Menarik Diri Diskusikan klien tentang:
a. Klien mampu Setelah 1 kali pertemuan  Dengan mengetahui penyebab
 Orang yang tinggal serumah / sekamar
mengidentifikasi klien dapat menyebutkan klien Menarik Diri dapat
penyebab isolasi  Orang yang paling dekat dengan klien
minimal satu penyebab ditemukan mekanisme koping
sosial: siapa yang di rumah / ruang perawatan
Menarik Diri yaitu dari: klien dalam berinteraksi sosial,
serumah, siapa  Apa yang membuat klien dekat serta strategi apa yang akan
Diri sendiri, Orang lain, dengan orang tersebut
yang dekat, siapa Lingkungan diterapkan kepada klien.
yang tidak dekat  Orang yang tidak dekat dengan klien
dan apa sebabnya di rumah / ruang perawatan
 Apa yang membuat klien tidak dekat
dengan orang tersebut
 Apa yang menyebabkan klien menarik
diri dari lingkungan
36

SP1:  Diskusikan dengan klien tentang  Dengan mengetahui manfaat


Setelah 1 kali pertemuan, manfaat hubungan sosial berhubungan sosial dan
a. Klien mampu  Diskusikan bersama klien tentang kerugian Menarik Diri, maka
klien dapat menyebutkan
mengidentifikasi manfaat berhubungan klien akan termotivasi untuk
keuntungan mempunyai
keuntungan
teman dan bercakap-cakap  Diskusikan keuntungan mempunyai berinteraksi dengan orang lain
mempunyai
misalnya: banyak teman, teman
teman dan
tidak kesepian, bisa  Diskusikan tentang keuntungan
bercakap-cakap
berdiskusi, saling bercakap-cakap
menolong.  Beri pujian terhadap kemampuan
klien mengungkapkan perasaannya.
37

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

SP1: Setelah 1 kali pertemuan,  Tanyakan kepada klien tentang  Dengan mengetahui kerugian
klien dapat menyebutkan Kerugian tidak mempunyai teman tidak mempunyai teman dan
b. Klien mampu  Diskusikan bersama klien tentang bercakap-cakap, maka klien
kerugian tidak berinteraksi
mengidentifikasi kerugian tidak bercakap-cakap akan termotivasi untuk
dengan orang lain,
kerugian tidak
misalnya: sendiri,  Beri pujian terhadap kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
mempunyai
kesepian, tidak bisa klien mengungkapkan perasaannya.
teman dan
berdiskusi.  Observasi perilaku klien saat
bercakap-cakap
berubungan sosial.
38

SP1: Setelah 1 kali pertemuan,  Jelaskan arti berkenalan dengan  Melibatkan klien dalam
klien dapat berkenalan pasien, perawat atau tamu interaksi sosial akan
c. Latih Klien cara
dengan pasien dan perawat  Jelaskan tujuan berkenalan dengan mendorong klien untuk melihat
berkenalan pasien, perawat atau tamu dan merasakan secara langsung
atau tamu
dengan pasien
 Jelaskan cara berkenalan dengan manfaat dari berhubungan
dan perawat atau sosial, serta meningkatkan
pasien, perawat atau tamu
tamu
 Demonstasikan cara berkenalan konsep diri klien
dengan pasien, perawat atau tamu:
o Menyebutkan dulu nama kita dan
nama panggilan yang kita sukai,
lalu menanyakan nama orang yang
diajak berkenalan: “perkenalkan
nama saya... senang dipanggil....
Nama anda siapa?”
39

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

 Bersama pasien lakukan cara


berkenalan dengan pasien, perawat
atau tamu
 Anjurkan klien untuk mencoba secara
mandiri berkenalan dengan pasien,
perawat atau tamu
 Beri pujian kepada klien
SP1: Setelah 1 kali interaksi  Bantu pasien memasukkan kegiatan  Memasukkan kegiatan
klien mampu membuat untuk latihan berkenalan dalam bercakap-cakap ke jadwal
d. Klien mampu jadwal kegiatan harian akan
dan melaksanakan jadwal
memasukkan  Beri motivasi klien untuk melakukan mencapai interaksi sosial
kegiatan harian.
latihan kegiatan sesuai dengan jadwal yang klien secara bertahap
berkenalan dalam telah dibuat
jadwal kegiatan
harian.
40

Isolasi Sosial: SP 2: Setelah 1 kali intervensi,  Tanyakan pada klien apakah masih  Mengevaluasi hasil latihan
Menarik Diri klien mampu berkenalan mengingat topic kemarin yaitu sebelumnya serta
a. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan memberikan kesempatan
dengan beberapa orang
pertama  Tanyakan pada klien mengenai klien mengungkapkan
berkenalan latihan berkenalan sebelumnya, perasaan terkait hambatan
dengan orang dan apakah sudah dilakukan sesuai yang dialami
beri pujian jadwal?
 Minta klien untuk mempraktikan cara
berkenalan dengan orang lain seperti
yang telah dilakukan pada pertemuan
sebelumnya
41

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

 Berikan pujian apabila klien


melakukan latihan berkenalan sesuai
jadwal
SP 2: Setelah 1 kali interaksi,  Jelaskan arti berbicara saat  Melibatkan klien dalam
klien mampu berbicara melakukan kegiatan harian ineraksi sosial akan
b. Latih klien
saat melakukan kegiatan  Jelaskan tujuan berlatih berbicara mendorong klien melihat dan
berbicara saat saat kegiatan harian merasakan secara langsung
sehari-hari
melakukan
 Jelaskan cara berbicara saat keuntungan dari berinteraksi
kegiatan harian sosial serta meningkatkan
melakukan 2 kegiatan sehari-hari
(latih 2 kegiatan)
 Demonstrasikan cara berbicara saat 2 konsep diri klien
kegiatan sehari-hari

 Lakukan bersama klien contoh cara


berbicara saat melakukan 2 kegiatan
sehari-hari
 Minta klien untuk praktik berbicara
secara mandiri saat melakukan 2
kegiatan sehari-hari
 Berikan pujian kepada klien
42

SP 2: Setelah 1 kali interaksi  Bantu pasien memasukkan kegiatan  Memasukkan cara berkenalan,
klien mampu untuk latihan berkenalan dan berbicara saat kegiatan harian
c. Bimbing Klien berbicara saat melakukan 2 kegiatan ke dalam jadwal kegiatan akan
memasukkan untuk jadwal
dalam harian dalam jadwal membiasakan pasien untuk
kegiatan berkenalan 2-3
memasukkan  Beri motivasi klien untuk melakukan berinteraksi sosial dengan
jadwal kegiatan orang pasien, perawat atau
tamu, berbicara saat kegiatan sesuai dengan jadwal yang orang lain sehingga isolasi
berkenalan 2-3 telah dibuat sosial teratasi
orang pasien, melakukan kegiatan
perawat atau harian
tamu, berbicara
43

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
saat melakukan
kegiatan harian

Isolasi Sosial: SP 3: Setelah 1 kali interaksi  Tanyakan pada klien apakah masih  Mengetahui apakah pasien
Menarik Diri diharapkan klien mampu mengingat topik kemarin yaitu sudah melakukan latihan
a. Evaluasi kegiatan latihan berkenalan dan berbicara saat berkenalan dan bicara saat 2
melakukan jadwal
berkenalan dan melakukan 2 kegiatan harian kegiatan harian sesuai jadwal
latihannya untuk
berbicara saat
melakukan berkenalan dan berbicara  Tanyakan pada klien mengenai
saat melakukan kegiatan latihan berkenalan dan berbicara saat
kegiatan harian 2 kegiatan harian, apakah sudah
dan beri pujian harian
dilakukan sesuai jadwal?
 Minta klien untuk mempraktikan cara
berkenalan dan berbicara dengan
orang lain saat melakukan kegiatan
harian seperti yang telah dilakukan
pada pertemuan sebelumnya
 Berikan pujian kepada klien
44

SP 3: Setelah 1 kali interaksi  Jelaskan arti berbicara saat  Dengan berlatih berbicara pada
Klien mampu berlatih cara melakukan kegiatan harian 2 kegiatan baru maka klien
b. Latih klien cara
berbicara saat melakukan  Jelaskan tujuan berlatih berbicara akan terbiasa berinteraksi
berbicara saat saat kegiatan harian dengan orang lain saat
kegiatan harian (latih 2
melakukan
kegiatan baru)  Jelaskan cara berbicara saat melakukan kegiatan harian
kegiatan harian sehingga terjadi sosialisasi
melakukan 2 kegiatan sehari-hari
(latih 2 kegiatan dengan orang disekitar pasien
yang baru
baru)
 Demonstrasikan cara berbicara saat 2
kegiatan sehari-hari yang baru
45

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

 Lakukan bersama klien contoh cara


berbicara saat melakukan 2 kegiatan
sehari-hari yang baru
 Minta klien untuk praktik berbicara
secara mandiri saat melakukan 2
kegiatan sehari-hari yang baru
 Berikan pujian kepada klien
SP 3: Setelah 1 kali interaksi  Bantu pasien memasukkan kegiatan  Memasukkan cara berkenalan,
klien mampu untuk latihan berkenalan dan berbicara pada 4 kegiatan
c. Bimbing klien berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian ke dalam jadwal
memasukkan jadwal
memasukkan harian dalam jadwal kegiatan akan membiasakan
kegiatan untuk latihan
jadwal kegiatan  Beri motivasi klien untuk melakukan pasien untuk berinteraksi
untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang sosial dengan orang lain
berkenalan 4-5 telah dibuat sehingga isolasi sosial teratasi
orang, berbicara 4 kegiatan harian
 Beri pujian terhadap kemampuan
saat melakukan
klien memperluas pergaulannya
4 kegiatan
melalui aktivitas yang dilaksanakan
harian
46

Isolasi Sosial: SP 4: Setelah 1 kali interaksi  Tanyakan pada klien apakah masih  Mengetahui apakah pasien
Menarik Diri klien mampu melakukan mengingat topik kemarin yaitu sudah melakukan latihan
a. Evaluasi latihan berkenalan dan berbicara saat berkenalan dan bicara saat 4
evaluasi kegiatan latihan
kegiatan latihan melakukan 4kegiatan harian kegiatan harian sesuai jadwal
berkenalan, bicara saat
berkenalan,
bicara saat melakukan empat kegiatan  Tanyakan pada klien mengenai
sesuai jadwal latihan berkenalan dan berbicara saat
melakukan melakukan 4 kegiatan harian, apakah
empat kegiatan sudah dilakukan sesuai jadwal?
harian sesuai
 Minta klien untuk mempraktikan cara
jadwal dan beri
berkenalan dan berbicara dengan
pujian
orang lain saat melakukan kegiatan
47

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
harian seperti yang telah dilakukan
pada pertemuan sebelumnya
 Berikan pujian kepada klien
SP 4: Setelah 1 kali interaksi,  Jelaskan arti bicara sosial: meminta  Berlatih bicara sosial dengan
klien mampu berlatih cara sesuatu dan menjawab pertanyaan meminta sesuatu dan
b. Latih klien cara
bicara sosial: meminta  Jelaskan tujuan berlatih berbicara menjawab pertanyaan akan
bicara sosial: sosial: meminta sesuatu dan membiasakan klien untuk
sesuatu, menjawab
meminta sesuatu, menjawab pertanyaan berinteraksi dan besosialisasi
menjawab pertanyaan
 Jelaskan cara berbicara sosial: dalam lingkup sosial dengan
pertanyaan cara yang benar
meminta sesuatu dan menjawab
pertanyaan
 Demonstrasikan cara berbicara
sosial: meminta sesuatu dan
menjawab pertanyaan
 Lakukan bersama klien contoh cara
berbicara sosial: meminta sesuatu
dan menjawab pertanyaan
 Minta klien untuk praktik berbicara
secara mandiri tentang bicara sosial
meminta sesuatu, menjawab
pertanyaan
 Berikan pujian kepada klien
48

SP 4: Setelah 1 kali interaksi  Bantu pasien memasukkan kegiatan  Memasukkan cara berkenalan,
klien mampu untuk latihan berkenalan, berbicara berbicara pada 4 kegiatan
c. Bimbing klien saat melakukan 4 kegiatan harian, dan harian, dan bicara sosial:
memasukkan jadwal
memasukkan bicara sosial: meminta dan menjawab meminta dan menjawab
kegiatan untuk latihan
jadwal kegiatan pertanyaan dalam jadwal pertanyaan ke dalam jadwal
untuk latihan berkenalan 4-5 orang,
berbicara saat melakukan kegiatan akan membiasakan
berkenalan 4-5 pasien untuk berinteraksi
49

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
orang, berbicara 4 kegiatan harian, dan  Beri motivasi klien untuk melakukan sosial dengan orang lain
saat melakukan 4 bicara sosial: meminta dan kegiatan sesuai dengan jadwal yang sehingga isolasi sosial teratasi
kegiatan harian, menjawab pertanyaan telah dibuat
dan bicara sosial:  Beri pujian terhadap kemampuan
meminta dan klien memperluas pergaulannya
menjawab melalui aktivitas yang dilaksanakan
pertanyaan
Isolasi Sosial: SP 5: Setelah 1 kali interaksi  Tanyakan pada klien apakah masih  Mengetahui apakah pasien
Menarik Diri klien mampu melakukan mengingat topik kemarin yaitu sudah melakukan latihan
a. Evaluasi latihan berkenalan dan berbicara saat berkenalan dan bicara saat
evaluasi kegiatan latihan
kegiatan latihan melakukan kegiatan harian dan kegiatan harian dan sosialisasi
berkenalan, bicara saat
berkenalan, sosialisasi sesuai jadwal
bicara saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi  Tanyakan pada klien mengenai
melakukan latihan berkenalan, berbicara saat
kegiatan harian melakukan kegiatan harian dan
dan sosialisasi sosialisai, apakah sudah dilakukan
sesuai jadwal sesuai jadwal?
 Minta klien untuk mempraktikan cara
berkenalan dan berbicara dengan
orang lain saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi seperti yang
telah dilakukan pada pertemuan
sebelumnya
 Berikan pujian kepada klien
50

SP 5: Setelah 1 kali interaksi  Jelaskan arti latian kegiatan harian  Melakukan kegiatan
Klien mampu berlatih  Jelaskan tujuan berlatih kegiatan membiasakan pasien
b. Latih Klien harian melakukan aktivitas dan
kegiatan harian
melakukan
 Jelaskan cara melakukan kegiatan berinteraksi dengan
kegiatan harian lingkungan sosial sehingga
harian
51

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

 Demonstrasikan cara melakukan pasien tidak mengalami isolasi


kegiatan harian sosial
 Bersama klien lakukan kegiatan
harian
 Anjurkan klien melakukan kegiatan
harian sendiri
 Berikan pujian apabila klien mampu
melakukan kegiatan harian
SP 5: Setelah 1 kali interaksi  Minta klien menjelaskan tentang  Kemandirian klien sebagai
Klien mampu menilai berkenalan, berbicara saat tolok ukur kemajuan
c. Nilai kemampuan melakukan kegiatan harian dan perawatan pasien
kemampuan yang telah
klien yang telah sosialisai
mandiri
mandiri  Minta klien untuk mempraktikan cara
berkenalan dan berbicara dengan
orang lain saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi seperti yang
telah dilakukan pada pertemuan
sebelumnya
 Evaluasi kemampuan klien yang telah
mandiri sesuai jadual kegiatan harian
yang telah disepakati
 Beri pujian kepada klien
52

SP 5: Setelah 1 kali interaksi  Evaluasi kemandirian klien dalam  Sebagai bahan pertimbangan
Klien mampu menilai melakukan interaksi sosial sesuai untuk mengehentikan
d. Menilai apakah jadwal intervensi keperawatan
isolasi sosial teratasi
masalah isolasi  Tanyakan apakah klien masih takut
sosial pada klien untuk berinteraksi dengan orang lain
teratasi
53

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

 Berikan pujian apabila klien


melakukan jadwal kegiatan harian
secara mandiri

ii. Keluarga
No. Diagnosa Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP 1: Setelah 1 x interaksi, Diskusikan masalah yang dirasakan Mengetahui respon keluarga
a. Keluarga mampu keluarga mampu dalam, merawat klien. terhadap masalah klien
Isolasi sosial: mendiskusikan mengekspresikan perasaan
1.
menarik diri masalah yang dalam, merawat klien
dirasakan
dalam,merawat klien
54

SP 1: Setelah 1 x interaksi,  Jelaskan pengertian, Peningkatan pengetahuan


b. Keluarga mampu keluarga mampu memahami tanda&gejala, dan proses mengenai isolasi sosial, keluarga
menjelaskan tentang dan menjelaskan kembli terjadinya isolasi sosial dapat memahami perilaku klien
pengertian, tentang pengertian, (gunakan booklet) dan ikut empati serta peduli
tanda&gejala, dan tanda&gejala, dan proses  Beri kesempatan keluarga untuk
proses terjadinya terjadinya isolasi sosial bertanya
isolasi sosial  Minta keluarga menjelaskan
kembali apa yang sudah
dijelaskan
 Berikan pujian apabila keluarga
mampu menyebutkan kembali
apa yang sudah kita ajarkan.
SP 1: Setelah 1 x interaksi,  Jelaskan cara merawat klien Melatih kemandirian keluarga
dengan isolasi sosial dirumah
55

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
c. Keluarga mampu Keluarga mampu memahami  Beri kesempatan keluarga untuk
menjelaskan tentang dan menjelaskan kembali bertanya
cara merawat klien tentang cara merawat klien  Minta keluarga menjelaskan
dengan isolasi sosial dengan isolasi sosial dirumah kembali apa yang sudah
dirumah dijelaskan
 Berikan pujian apabila keluarga
mampu menyebutkan kembali
apa yang sudah kita ajarkan.
56

SP 1: Setelah 1 kali interaksi  Jelaskan kepada keluarga arti Memandirikan keluarga sebagai
d. Keluarga mampu keluarga mampu melatih cara berkenalan dan berbicara saat dukungan sosial
melatih cara merawat berkenalan, berbicara kegiatan harian
merawat berkenalan, saat melakukan kegiatan harian  Jelaskan kepada keluarga tujuan
berbicara saat berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan kegiatan harian
harian  Jelaskan kepada keluarga cara
berkenalan dan berbicara saat
kegiatan harian
 Demostrasikan kepada keluarga
kepada keluarga cara berkenalan
dan berbicara saat kegiatan
harian
 Lakukan bersama keluarga
kepada keluarga berkenalan dan
berbicara saat kegiatan harian
 Anjurkan keluarga melakukan
sendiri berkenalan dan berbicara
saat kegiatan harian
57

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP 1: Setelah 1 x interaksi,  Anjurkan keluarga untuk Menimbulkan kepedulian
e. Keluarga mampu keluarga mampu membimbing membatu klien melakukan terhadap klien sebagai anggota
membantu klien klien sesuai jadwal kegiatan sesuai jadwal. keluarga
sesuai jadwal dan  Ajarkan keluarga untuk
memberi pujian memberikan pujian kepada klien
bila klien dapat melakukan
kegiatan

SP 2: Setelah 1 kali interaksi,  Minta keluarga untuk Keluarga paham kegiatan yang
a. Keluarga mampu keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang sudah dilakukan pada pertemuan
mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada sebelumnya, keluarga mampu
Isolasi Sosial: kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan dan pertemuan sebelumnya melakukan kegiatan, keluarga
Menarik Diri dalam melatih pasien berbicara saat kegiatan harian. berkenalan dan berbicara saat termotivasi
berkenalan dan kegiatan harian
berbicara saat  Pantau keluarga dalam
kegiatan harian. melakukan kegiatan
SP 2: Setelah 1 kali interaksi  Jelaskan kegiatan rumah tangga Dengan mengetahui kegiatan
b. Keluarga mampu Keluarga mampu mengetahui yang mempu melibatkan pasien yang melibatkan pasien
mengetahui kegiatan kegiatan rumah tangga yang berbicara: makan, sholat berbicara, keluarga termotivasi
rumah tangga yang dapat melibatkan pasien bersama dirumah untuk mengajak klien berbicara
dapat melibatkan berbicara saat dirumah
pasien berbicara
58

SP 2: Setelah 1 kali interaksi  Jelaskan kepada keluarga arti Memandirikan keluarga dalam
c. Keluarga mampu Keluarga mampu berlatih cara membimbing pasien berbicara membimbing pasien berbicara
berlatih cara membimbing pasien berbicara dirumah dirumah
membimbing pasien dirumah
berbicara dirumah
59

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
 Jelaskan kepada keluarga tujuan
membimbing pasien berbicara
dirumah
 Jelaskan kepada keluarga cara
membimbing pasien berbicara
dirumah
 Demostrasikan kepada keluarga
kepada keluarga cara
membimbing pasien berbicara
dirumah
 Lakukan bersama keluarga
kepada keluarga cara
membimbing pasien berbicara
dirumah
 Anjurkan keluarga melakukan
sendiri cara membimbing pasien
berbicara dirumah.
SP 2: Setelah 1 x interaksi,  Anjurkan keluarga untuk Menimbulkan kepedulian
d. Keluarga mampu keluarga mampu membimbing membatu klien melakukan terhadap klien sebagai anggota
membantu klien klien sesuai jadwal kegiatan sesuai jadwal. keluarga
sesuai jadwal saat  Ajarkan keluarga untuk
besuk dan memberi memberikan pujian kepada klien
pujian bila klien dapat melakukan
kegiatan
60

SP 3: Setelah 1 kali interaksi,  Minta keluarga untuk Keluarga paham kegiatan yang
a. Keluarga mampu keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang sudah dilakukan pada pertemuan
Isolasi Sosial:
mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada sebelumnya, keluarga mampu
Menarik Diri
kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan dan pertemuan sebelumnya melakukan kegiatan, keluarga
dalam melatih berbicara saat kegiatan harian. termotivasi
61

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
pasien berkenalan berkenalan dan berbicara saat
dan berbicara saat kegiatan harian
kegiatan harian.  Pantau keluarga dalam
melakukan kegiatan
62

SP 3: Setelah 1 kali interaksi,  Jelaskan kepada keluarga arti Dengan memandirikan keluarga
c. Keluarga mampu keluarga mampu melatih melatih pasien melakukan cara melatih pasien melakukan
melatih pasien pasien melakukan kegiatan kegiatan sosial seperti belanja, kegiatan sosial akan membuat
melakukan kegiatan sosial seperti belanja, meminta meminta sesuatu dll pasien merasa diperhatikan dan
sosial seperti sesuatu dll  Jelaskan kepada keluarga tujuan lebh cepat bisa melakukan
belanja, meminta melatih pasien melakukan kegiatan sosial
sesuatu dll kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
 Jelaskan kepada keluarga cara
melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
 Demostrasikan kepada keluarga
cara melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
 Lakukan bersama keluarga cara
melatih pasien melakukan
kegiatan sosial seperti belanja,
meminta sesuatu dll
 Anjurkan keluarga melakukan
sendiri cara melatih pasien
melakukan kegiatan sosial
seperti belanja, meminta sesuatu
dll
63

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
SP 3: Setelah 1 kali interaksi  Jelaskan kepada keluarga arti Melatih pasien belanja saat besuk
d. Keluarga mampu Keluarga mampu melatih melatih pasien belanja saat akan melatih kemampuan
melatih pasien pasien belanja saat besuk besuk sosialisasi pasien, dan pada jam
belanja saat besuk  Jelaskan kepada keluarga tujuan besuk keluarga bisa mengawasi
melatih pasien belanja saat langsung pasien
besuk
 Jelaskan kepada keluarga cara
melatih pasien belanja saat
besuk
 Demostrasikan kepada keluarga
cara melatih pasien belanja saat
besuk
 Lakukan bersama keluarga cara
melatih pasien belanja saat
besuk
 Anjurkan keluarga melakukan
sendiri cara melatih pasien
belanja saat besuk
SP 3: Setelah 1 x interaksi,  Anjurkan keluarga untuk Menimbulkan kepedulian
e. Keluarga mampu keluarga mampu membimbing membatu klien melakukan terhadap klien sebagai anggota
membantu klien klien sesuai jadwal kegiatan sesuai jadwal. keluarga
sesuai jadwal saat  Ajarkan keluarga untuk
besuk dan memberi memberikan pujian kepada klien
pujian bila klien dapat melakukan
kegiatan
64

SP 4: Setelah 1 kali interaksi  Minta keluarga untuk Keluarga paham kegiatan yang
Isolasi Sosial: a. Keluarga mampu Keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang sudah dilakukan pada pertemuan
Menarik Diri mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada sebelumnya, keluarga mampu
kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan, pertemuan sebelumnya yaitu
65

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
dalam melatih pasien berbicara saat kegiatan harian, melatih berkenalan, berbicara melakukan kegiatan, keluarga
berkenalan, dan berbelanja saat kegiatan harian dan belanja termotivasi
berbicara saat  Pantau keluarga dalam
kegiatan harian, dan melakukan kegiatan
berbelanja
SP 4: Setelah 1 x interaksi, Bantu dan latih keluarga untuk Kesiagaan keluarga untuk
b. Keluarga mampu keluarga mampufollow up ke menjelaskan follow up ke RSJ tanda perkembangan dan kondisi klien
menjelaskan follow RSJ/PKM, tanda kambuh, kambuh dan rujukan
up ke RSJ/PKM, rujukan
tanda kambuh,
rujukan
SP 4: Setelah 1 x interaksi,  Anjurkan keluarga untuk Mempertahankan program
c. Keluarga keluarga mampu membimbing membantu klien melakukan pengobatan secara optimal.
mampumembantu klien sesuai jadwal dan kegiatan sesuai jadwal.
klien sesuai jadwal memberi pujian  Ajarkan keluarga untuk
dan memberi pujian memberikan pujian kepada klien
bila klien dapat melakukan
kegiatan
 Beri pujian
66

SP 5: Setelah 1 kali interaksi  Minta keluarga untuk Melatih kesiagaan dan


a. Keluarga mampu Keluarga mampu mengevaluasi mengulangi kegiatan yang kemandirian keluarga dalam
mengevaluasi kegiatan keluarga dalam sudah dilakukan pada membimbing klien dirumah
kegiatan keluarga melatih pasien berkenalan, pertemuan sebelumnya
dalam melatih berbicara saat kegiatan harian, (berkenalan, bicara saat kegiata
Isolasi Sosial:
pasien berkenalan, berbelanja dan kegiatan lain harian, belanja dan kegiatan lain
Menarik Diri
berbicara saat serta follow up serta follow up ke RSJ tanda
kegiatan harian, kambuh dan rujukan)
berbelanja dan  Observasi keluarga dalam
kegiatan lain serta melakukan kegiatan
follow up
67

No. Diagnosa Perencanaan


Keperawatan
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
 Beri pujian
SP 5: Setelah 1 x interaksi,  Nilai kemampuan keluarga Memandirikan keluarga klien
b. Keluarga mampu keluarga mampumerawat klien. merawat klien unruk merawat dan membimbing
merawat klien  Observasi kemampuan kelurga klien saat tinggal dirumah
saat merawat klien
 Diskusikan hambatan dalam
merawat klien
SP 5: Setelah 1 x interaksi,  Nilai kemampuan keluarga Memandirikan keluarga klien
c. Keluarga mampu keluarga mampumelakukan melakukan control ke RSJ/PKM untuk merawat dan membimbing
melakukan kontrol kontrol ke RSJ/ PKM klien saat tinggal dirumah
ke RSJ/ PKM
52

e. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai afek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakuakn terus menerus
pada respon klien tehadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif,
Formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi
sumatif dilakuakn dengan membandingkan respon klien pada
tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan dengan
menggunakan SOAP.

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan

O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang


telah dilaksanakan

A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk


menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalh
baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.

. (Keliat, 2011).

Anda mungkin juga menyukai