Rizky Ananda Prawira M-Fkik PDF
Rizky Ananda Prawira M-Fkik PDF
OLEH:
NIM: 1112103000011
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat serta salam tidak lupa peneliti sampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini telah selesai, dan akan sulit
terselesaikan jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
Peneliti
vi
ABSTRAK
ABSTRACT
vii
DAFTAR ISI
viii
2.3.1. Definisi .............................................................................................. 7
2.3.2. Epidemiologi ..................................................................................... 8
2.3.3 Etiologi ............................................................................................... 9
2.3.4. Klasifikasi .......................................................................................... 9
2.3.5. Patofisiologi....................................................................................... 11
2.3.6. Tanda dan Gejala Klinis .................................................................... 13
2.3.7. Diagnosis ........................................................................................... 16
2.3.7.1. Pencitraan .............................................................................. 16
2.3.7.2. Pemeriksaan Laboratorium ................................................... 16
2.3.8. Penatalaksanaan................................................................................. 18
2.3.8.1. Nyeri Kolik ........................................................................... 18
2.3.8.2 Tindakan Operasi ................................................................... 19
2.4. Kerangka Teori ............................................................................................ 21
2.5. Kerangka Konsep ........................................................................................ 22
2.6. Definisi Operasional .................................................................................... 23
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 25
3.1. Desain Penelitian ......................................................................................... 25
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 25
3.3. Populasi dan Sampel.................................................................................... 25
3.4. Jumlah Sampel............................................................................................. 25
3.5. Kriteria Sampel ............................................................................................ 25
3.6. Cara Kerja .................................................................................................... 26
3.7. Manajemen Data .......................................................................................... 27
3.7.1. Pengumpulan Data ............................................................................ 27
3.7.2. Pengolahan Data ................................................................................ 27
3.7.3. Analisis Data ...................................................................................... 27
3.7.4. Penyajian Data ................................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 28
4.1. Hasil ............................................................................................................ 28
4.2. Pembahasan ................................................................................................. 37
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 43
4.4 Kajian Islam................................................................................................. 43
ix
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 45
5.1 Simpulan ....................................................................................................... 45
5.1.1. Frekuensi Pasien Batu Kandung Kemih ............................................ 45
5.1.2. Karakteristik Pasien Batu Kandung Kemih....................................... 45
5.2. Saran ............................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47
LAMPIRAN ...................................................................................................... 51
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR SINGKATAN
BB Berat Badan
DHT Dihidrotestosteron
SD Sekolah Dasar
TB Tinggi Badan
URS Ureterorenoscopy
USG Ultrasonografi
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Batu kandung kemih sudah menjadi penyakit umum batu saluran kemih
bagian bawah yang saat ini mencapai 5% dari jumlah kasus batu saluran kemih.7
Kejadian batu kandung kemih pada daerah non-endemik, sering terjadi pada orang
dewasa terkait dengan penyakit penyerta yang mengakibatkan stasis urin.
1
2
Sedangkan pada daerah yang endemik, angka kejadian tinggi pada anak-
anak terkait dengan kelainan anatomi, faktor sosial ekonomi dan faktor dari
makanan yang mempengaruhi terjadinya pembentukan batu kandung kemih.7
Resiko terjadinya batu kandung kemih lebih besar pada laki-laki.8 Pembentukan
batu sangat berkaitan dengan suhu lingkungan terutama yang paling berdampak
pada para pekerja yang berada di suhu ekstrim tersebut.9
1.3 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kandung kemih merupakan bagian dari sistem kemih. Sistem kemih itu
sendiri terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih hingga uretra. Urin diproduksi di
ginjal kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Kandung kemih
berperan untuk penyimpanan urin sementara sebelum adanya rangsangan untuk
berkemih.1 Kapasitas urin dalam kandung kemih dewasa sekitar 400-500 ml.2
Secara anatomi, saat kosong kandung kemih orang dewasa terletak pada
rongga pelvis yang letaknya di belakang pubis dan di bagian superior dilapisi
peritoneum. Saat terisi, kandung kemih terletak di atas simfisis yang dapat kita
raba dan perkusi.2 Kandung kemih berbentuk piramid. Pada laki-laki, vesikula
seminalis terletak di permukaan posterior luar kandung kemih dan dipisahkan oleh
vas deferens, rektum terletak di belakang. Pada perempuan, di antara kandung
kemih dan rektum terdapat vagina. Leher kandung kemih menyatu dengan prostat
pada laki-laki sedangkan pada perempuan langsung melekat pada fasia pelvis.10
Kandung kemih memiliki sel epitel dan otot polos yang mampu secara
aktif mengakomodasi perubahan besar kandung kemih dalam volume urin. Sel
epitel kandung kemih yang melapisi bagian dalam mempunyai luas permukaan
yang dapat bertambah dan berkurang sewaktu kandung kemih terisi dan
mengosongkan diri melalui refleks berkemih. Otot kandung kemih merupakan
otot polos yang dapat teregang sedemikian besar tanpa menyebabkan peningkatan
tegangan pada dinding kandung kemih (Gambar 2.1). Dinding kandung kemih
yang berlipat-lipat dapat menjadi rata saat terjadinya pengisian urin ke kandung
kemih untuk peningkatan kapasitas penyimpanannya. Otot polos kandung kemih
banyak mengandung serat parasimpatis. Stimulasi pada serat ini akan
menyebabkan otot polos berkontraksi untuk mengosongkan isi kandung kemih ke
saluran uretra. Namun, jalan keluar aliran kemih menuju uretra dikontrol oleh
proses kontraksi dan relaksasi dari sfingter uretra interna dan eksterna.1
4
5
Pengeluaran urin dari kandung kemih diatur oleh proses refleks berkemih.
Sfingter interna dan sfingter eksterna uretra yang berada di bawah kandung
kemih akan berkontraksi dan berelaksasi sesuai dengan kontrol dari serabut saraf
(Gambar 2.1). Serabut saraf simpatis dan parasimpatis mengatur terjadinya
proses refleks berkemih. Refleks berkemih terpicu ketika reseptor regang pada
kandung kemih terangsang. Reseptor regang ini akan terangsang saat kapasitas
kandung kemih sudah terisi urin sehinga tegangan pada dinding akan meningkat.
Semakin besar tegangan yang ditimbulkan, akan semakin besar tingkat
6
pengaktifan reseptor regangan. Serat saraf aferen dari reseptor regangan akan
membawa impuls ke medula spinalis dan akan merangsang saraf parasimpatis
untuk kontraksi kandung kemih serta menghambat neuron motorik dari sfingter
eksterna sehingga sfingter terbuka sedangkan sfingter interna secara mekanis
akan terbuka ketika kandung kemih berkontraksi. Proses berkemih juga
memiliki kontrol volunter yang bisa membatasi refeks berkemih. Saat kandung
kemih terisi, akan menimbulkan presepsi penuhnya kandung kemih pada
manumur sebelum sfingter eksterna secara refleks relaksasi. Shingga kontrol
volunter berkemih dapat membuat proses pengosongan kandung kemih sesuai
keinginan dengan mengencangkan sfingter eksterna dan dafragma pelvis.
Namun, proses berkemih tidak dapat ditahan sepenuhnya, dikarenakan tegangan
yang timbul akibat bertambahnya volume urin akan meningkat. Sinyal
inhibitorik pada otot sfingter eksterna juga semakin kuat yang tidak dapat
dibatasi oleh sinyal eksitatorik volunter sehingga sfingter akan melemas dan
kandung kemih secara tidak terkontrol akan berkontraksi untuk mengosongkan
isinya (Gambar 2.2).1
Reseptor regang
Batu saluran kemih merupakan penyakit dalam bidang urologi yang sering
sekali dijumpai di rumah sakit umum daerah maupun di kota. Penyakit ini
merupakan penyakit dimana terbentuknya kristal dalam urin hingga berkembang
menjadi batu di dalam saluran kemih termasuk dari ureter hingga uretra dan
mampu menyumbat saluran tersebut sehingga menimbulkan gejala klinis yang
bervariasi dari disuria, nyeri pinggang, hematouria, dan sumbatan saluran kemih.7
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
Terjadi peningkatan angka kejadian batu saluran kemih bagian atas pada
negara barat seperti Jerman dan Amerika. Peningkatan endemik batu saluran
kemih anak pada negara-negara berkembang seperti Turki, China, India dan
Indonesia.4
Angka kejadian batu saluran kemih yang terjadi di negara Jerman sekitar
750.000 kasus per tahun yang mana sebagian besarnya akan mengalami
kesembuhan sedangkan diketahui sekitar 25% dari kasus yang ada akan
mengalami kekambuhan pembentukan batu kembali.
9
2.3.3 Etiologi
Terbentuknya batu kandung kemih sama dengan teori batu saluran kemih
pada umumnya yang melibatkan banyak penyebab. Sedangkan teori yang
menjelaskan proses pembentukannya juga masih belum pasti. Teori yang paling
diyakini adalah terjadinya supersaturasi air kemih. Proses saturasi ini tergantung
pada pH urin, jumlah ion yang terkandung, konsentrasi zat pelarut-terlarut.7
Etiologi batu saluran kemih masih belum pasti. Ada kecenderungan laki-
laki memliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pola hidup
yang tidak baik juga mendukung hal ini terjadi. Kebiasaan kurang minum dapat
meningkatkan saturasi air kemih. Angka kejadian juga tinggi pada orang yang
memilki berat badan yang berlebih.7
Geografi yang tidak baik seperti suhu lingkungan yang panas maupun
kering mempengaruhi konsentrasi cairan dalam tubuh dan juga meningkatkan
resiko dehidrasi. Hal ini juga mempengaruhi konsentrasi urin termasuk
kejenuhannya. Karena itu dapat meningkatkan saturasi urin. Selain dikarenakan
terori supersaturasi ini, hal yang diduga kuat dalam terjadinya pembentukan batu
adalah tidak adanya inhibitor terhadap batu ini. Bisa dikarenakan asupan yang
kurang seperti makanan yang mengandung sitrat, dikarenakan sitrat adalah
inhibitor paling kuat.2
Batu saluran kemih jenis kalsium oksalat sebagai jenis terbanyak yaitu
sekitar >80% dari semua jenis batu. Hal ini secara keseluruhan belum dimengerti.
10
a. Kalsium
Kalsium menunjukkan jenis yang terbanyak dari semua kasus sekitar
80-85%. Nefrolitiasis disebabkan oleh peningkatan kalsium, peningkatan
asam urat, peningkatan oksalat atau menururnnya sitrat. 2,7
Hiperkalsiuria adalah keadaan yang mendasari terjadinya jenis batu
ini. Tapi teori yang berkembang masih kontroversial apakah hiperkalsiuria
yang menyebabkan batu atau penyakit non-batu. Hiperkalsiuria sangat
umum terdapat pada pasien batu, sekitar 30-60% kasus. 2,7
Hiperkalsiuria bisa disebabkan oleh gangguan absorbsi kalsium di
usus, gangguan reabsorbsi kalsium di ginjal, gangguan metabolik kalisum
di usus, tulang dan ginjal. 2,7
Hiperoksaluria merupakan keadaan dimana oksalat dalam urin
melebihi 40 mg/hari. Hal ini yang akan menyebabkan terjadinya
peningkatan saturasi di dalam urin. Biasanya dilatar belakangi oleh adanya
cedera pada tubulus ginjal. Selain itu bisa juga dikarenakan gangguan
biosintesis oksalat atau karena diet yang berlebih. 2,7
Keadaan lain yang bisa membuat terbentuknya batu kalsium adalah
hipositraturia, pH urin yang rendah, asidosis tubulus ginjal,
hipomagnesuria.2,7
b. Asam urat
Tiga faktor penentu pembentukan batu asam urat adalah pH urin yang
rendah, volume urin yang rendah, dan hiperurikosuria. Normalnya jumlah
asam urat adalah 96 mg/l, jumlah ini sangat mudah dilampaui oleh jumlah
asam urat yang dieksresikan yaitu sekitar 500-600 mg/L. Sehingga mudah
menyebabkan urin jadi jenuh dan pH urin jadi menurun. 2,7
Faktor utama dari penyebab batu asam urat adalah pH urin yang
rendah. Karena sebagian besar pasien dengan batu asam urat menunjukkan
eksresi asam urat yang normal. Bentuk batu asam urat sangatlah bervariasi
dari yang berukuran kecil hingga besar sehingga menunjukkan gambaran
staghorn (tanduk rusa).2,7
11
c. Sistin
2.3.5 Patofisiologis7
dalam nefron ginjal, konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dari zat pelarut maka
nukleasi akan terjadi dalam jangka waktu yang lama. Jika dari awal sudah terdapat
obstruksi di saluran kemih, maka aliran kemih ke bawah akan melambat, sehingga
meningkatkan konsentrasi zat terlarut yang mempercepat proses nukleasi. 7
Proses agregasi kristal terjadi pengikatan antara kristal yang satu dengan
yang lainnya sehingga semakin besar. Kemudian terjadi retensi kristal di mukosa
saluran kemih. Kristal akan bertahan di mukosa. Setelah ada aliran urin yang akan
mendorong kristal ke saluran kemih, maka kristal ini akan menyumbat saluran
tersebut. Itu semua tergantung besarnya ukuran kristal. Namun jika ukurannya
telah sama dengan diameter lumen maka akan terbentuk obstruksi saluran kemih. 7
Sambil terbawa oleh aliran kemih, bentuk dari kristal yang terbentuk juga
mampu mengiritasi mukosa saluran kemih. Bahkan tidak jarang akan membuat
perdarahan kecil. Maka dalam temuan klinis didapatkan hematuria. Obstruksi
saluran kemih yang terjadi juga dapat menimbulkan regangan pada dinding
saluran kemih. Hal ini dapat menginduksi rasa sakit pada pinggang dan
sekitarnya. 7
Pada orang dewasa, lebih dari 50% kasus jenis batu adalah batu asam urat.
Sedangkan pada batu ginjal adalah batu kalsium oksalat. Selain itu juga
ditemukan batu jenis kalsium oksalat, kalsium fosfat, amonium urat, sistein, atau
magnesium amonium fosfat (berhubungan dengan infeksi). Tidak jarang penderita
batu kandung kemih berjenis asam urat tidak didahului oleh riwayat
hiperurisemia. Sedangkan pada anak-anak, batu yang terbentuk terutama adalah
asam urat amonium, kalsium oksalat, atau campuran murni asam urat dan
amonium kalsium oksalat dengan kalsium fosfat.5
Batu yang terbentuk bisa tunggal atau pun ganda dengan ukuran kecil
hingga besar. Permukaan batu dari yang halus sampai dengan permukaan yang
kasar, bergerigi atau membentuk spiculated yang disebut “jack”. Secara umum
batu kandung kemih bersifat dinamis. Batu yang menetap biasanya terbentuk pada
bagian yang telah mengalami penjahitan.5
a. Nyeri
Nyeri yang dirasakan di ginjal bisa bersifat kolik atau pun non-kolik.
Nyeri kolik ginjal disebabkan oleh peregangan ureter, sedangkan nyeri
non-kolik ginjal dikarenakan distensi pada kapsul ginjal. Nyeri ini didasari
oleh terjadinya obstruksi batu pada ginjal atau pun saluran kemih.2
b. Hematuria
c. Infeksi
d. Demam
2.3.7 Diagnosis
2.3.7.1 Pencitraan
Urinalisis Level
Sedimen urin/tes dipstik dari sampel urin A*
Eritrosit
Leukosit
Nitrit A
Pengukuran pH urin
Kultur urin atau pemeriksaan mikroskopi
Pemeriksaan darah
Sampel darah
Kreatinin
Asam urat
Kalsium A*
Sodium
Potassium
Hitung jenis A*
CRP
Jika dapat dilakukan: A*
Tes koagulasi (PTT dan NRT)
*diperbaharui berdasarkan consensus
CRP=C-reaktif protein; INR= international normalised ratio; PTT= partial
thromboplastin time
Untuk pemeriksaan analisis batu harus dilakukan pada semua jenis batu
saat pertama kali didiagnosis. analisis ini dapat diulang pada pasien yang rentan
terhadap kekambuhan.
Rekomendasi Level
Melakukan pemeriksaan analisis batu saat batu terbentuk pertama A
kali dengan menggunakan prosedur yang valid
Analisis batu ulang dilakukan pada pasien:
Pasien dengan kekambuhan batu meskipun telah terapi obat B
Kekambuhan batu yang cepat setelah pembersihan batu
Kekambuhan batu yang lambat setelah pembersihan batu
yang mungkin dikarenakan perubahan komposisi batu
18
2.3.8 Penatalaksanaan
Nyeri akut adalah gejala awal yang harus diterapi pada batu saluran
kemih. Karena sifatnya yang dapat memberikan kesan sakit pada pasien, dan juga
sangat menggangu aktivitas pasien. NSAID masih dipercaya efektif untuk terapi
nyeri ini. Penggunan Opioid seperti petidin memiliki efek muntah yang lebih
tinggi dibandingkan NSAID, sehingga pengunaan opioid dengan peptidin tidak
dianjurkan.11
Rekomendasi Level
Pada saat episode akut, nyeri harus segera ditangani A
Bia mungkin, golongan NSAID sebagai obat pilihan pertama A
Rekomendasi Level
Pilihan pertama: dimulai dengan golongan NSAID. Contoh: diklofenak*, A
indometasin atau ibuprofen**
Pilihan kedia: hidromorfin, pentazokin atau tramadol C
Mengunakan α-bloker untuk meredakan nyeri kolik yang berulang A
*mempengaruhi laju filtrasi glomerulus pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal
**direkomendasikan untuk mengatasi nyeri berulang setelah kolik uretra
19
Saat ini untuk tindakan pembedahan ada 3 cara pembedahan yang berbeda
untuk dilakukan, yaitu:
a) Transurethral cystolitholapaxy
b) Percutaneous suprapubic cystolitholapaxy
c) Open suprapubic cystotomy
21
Faktor
Resiko Batu
Hiperkalsiuria
Hiperoksaluria
Asam urat ↑
Nukleaisasi
Pertumbuhan
Agregasi
Retensi
Nyeri Distensi
lumen
Evaluasi pasien
batu kandung
kemih
Status rekam
medis pasien
batu kandung
kemih
Umur
Jenis kelamin
Faktor Resiko Pekerjaan
batu kandung Pendidikan
kemih IMT(Indeks
Masa Tubuh)
Pemeriksaan
penunjang:
USG
Lab. darah
Urinalisis
Analisa batu
Penatalaksanaan
23
1 Rekam medis Suatu berkas yang Observasi Data Ordinal 1. Pasien yang
berisi catatan dalam rekam menderita
bentuk dokumen medis batu
mengenai identitas kandung
pasien, hasil kemih
pemeriksaan fisik, 2. Pasien yang
hasil pemeriksaan tidak
penunjang, menderita
pengobatan, kandung
tindakan, dan kemih
pelayanan.
3 Batu kandung Penyakit batu saluran Observasi Data Ordinal 1. Pasien yang
kemih kemih bagian bawah rekam menderita
yang disebabkan medis batu
terbenuknya kandung
kristal(batu) di dalam kemih
organ kandung 2. Pasien yang
kemih dan dapat tidak
menyebabkan menderita
obstruksi kandung kandung
24
kemih kemih
BAB III
METODE PENELITIAN
Kriteria inklusi:
25
26
Kriteria Eksklusi:
Persiapan
Penelitian
Pemilihan
Sampel
Pengambilan
Data
Analisis Data
Pembahasan
Hasil Analisis
Data
Kesimpulan
27
Analisa data dilakukan dengan program SPSS for windows versi 14. Data
yang telah dikelolah akan di analisis secara deskriptif.
Data yang telah di kumpulkan dan telah dianaisa dengan baik akan
disajikan dalam bentuk narasi, tekstuler, grafikal dan tabel.
28
BAB IV
4.1 HASIL
Jenis Kelamin
Laki-laki 66 90,4%
Perempuan 7 9,6%
Umur
Dewasa 19 26%
Lansia 40 54,8%
Manula 14 19,2%
Pekerjaan
Wiraswasta 23 31,5%
Karyawan 21 28,8%
Buruh 11 15,1%
Ibu rumah tangga 6 8,2%
28
29
Pedagang 5 6,8%
Pensiunan 3 4,1%
Guru 2 2,7%
Nelayan 1 1,4%
Pengangguran 1 1,4%
Pendidikan
SD-SMP 37 50,7%
SMA 32 43,8%
DIPLOMA-SARJANA 4 5,5%
Jenis kelamin
7
(9,6%)
laki-laki
66(90,4%) perempuan
% atau 19 orang, kelompok lansia (46-65 tahun) 54,8 % atau 40 orang dan
kelompok manula (>65 tahun) 19,2% atau 14 orang.
60 54.8
50
Persentase (%)
40
26
30
19.2
20
10
0
dewasa lansia manula
Kelompok Umur
Distribusi data pekerjaan pasien batu kandung kemih pada Gambar 4.3
didapatkan hasil sebagai berikut: Wiraswasta 23 orang (31,5%), karyawan 21
orang (28,8%), buruh 11 orang (15,1%), ibu rumah tangga 6 orang (8,2%),
Pedagang 5 orang (6,8%), pensiunan 3 orang (4,1%), guru 2 orang (2,7%), dan
nelayan serta pengangguran masing-masing 1 orang (1,4%).
50
40
31.5
28.8
Persentase (%)
30
20 15.1
8.2 6.8
10 4.1 2.7 1.4 1.4
0
Jenis Pekerjaan
60 50.7
50 43.8
Persentae (%)
40
30
20
10 5.5
0
SD-SMP SMA Diploma-Sarjana
Tingkat Pendidikan
Pada Tabel 4.2, hasil indeks masa tubuh pada pasien batu kandung
kemih di RSUD Cengkareng pada Januari-Desember 2014 dari 51 pasien yang
memiliki data antropometri (BB dan TB) terdapat jumlah yang lebih banyak pada
pasien yang Obesitas I 30,1% (22 orang) di ikuti pasien yang IMT normal 21,9%
(16 orang), pasien Overweight 6,8 % (5 orang), pasien Obesitas II 5,5% (4
orang) dan pasien Underweight 5,5% (4 orang).
Underweight 4 5,5%
Normal 16 21,9%
Overweight 5 6,8%
Obesitas I 22 30,1%
Obesitas II 4 5,5%
32
Pada Tabel 4.3 distribusi batu kandung kemih berdasarkan jumlah batu
kandung kemih dari 73 pasien didapatkan batu kandung kemih tunggal sebanyak
66 pasien (90,4%) dan jumlah batu kandung kemih multipel sebanyak 7 pasien
(9,6%).
Pada Gambar 4.5 dapat diketahui dari 34 pasien batu kandung kemih yang
memiliki data ukuran batu, didapatkan hasil yang menunjukkan rerata ukuran batu
pada kelompok dewasa sebesar 27,8 mm sedikit lebih besar dari rerata ukuran
batu pada kelompok lansia dan kelompok manula yaitu masing-masing 23 mm
dan 22,86 mm.
30 27.8
Diameter Ukuran Batu (mm)
25 23 22.86
20
15
10
0
Dewasa Lansia Manula
Kelompok Umur
Pada Gambar 4.6 dapat diketahui dari 34 pasien yang memiliki data
ukuran batu, didapatkan rerata ukuran batu berdasarkan tingkat pendidikan yaitu
pada Tingkat pendidikan SD-SMP 20,15 mm (13 pasien), Tingkat SMA 26,85
mm (20 pasien) dan pada Tingkat pendidikan Diploma-Sarjana 30 mm ( 1 pasien).
33
30
30 26.85
25
Ukuran Batu(mm)
20.15
20
15
10
5
0
SD-SMP SMA Diploma-Sarjana
Tingkat Pendidikan
Pada Tabel 4.4 diketahui distribusi gejala klinis pasien batu kandung
kemih didapatkan gejala disuria sebanyak 50 keluhan (36,23%), LUTS sebanyak
25 keluhan (18,11%), retensi urin sebanyak 24 keluhan (17,39%), hematuria
sebanyak 19 keluhan (13,76%), nyeri pinggang sebanyak 15 keluhan (10,86%)
dan bak keluar batu sebanyak 5 keluhan (3,5%). Jumlah keluhan sebanyak 138
keluhan melebihi jumlah pasien yaitu 73 pasien, hal ini dikarenakan seorang
pasien bisa memiliki lebih dari satu keluhan.
Disuria 50 36,23%
LUTS 25 18,11%
Retensi urin 24 17,39%
Hematuria 19 13,76%
Nyeri pinggang 15 10,86%
Bak keluar batu 5 3,6%
34
Pada Tabel 4.5 diketahui distribusi penyakit yang menyertai pasien batu
kandung kemih, didapatkan bahwa pasien batu kandung kemih dengan disertai
penyakit BPH sebanyak 30 pasien (41,1%), batu ginjal sebanyak 8 pasien (11%),
batu ginjal dan BPH sebanyak 5 pasien (6,8%), batu ureter 3 pasien (4,1%),
striktur uretra 2 pasien (2,7%), divertikuli buli 2 pasien (2,7%), batu uretra 1
pasien (1,4%), tersangka ISK 1 pasien (1,4%) dan batu kandung kemih tanpa
penyakit penyerta sebanyak 21 pasien (28,8%).
BPH 30 41,1%
Total 73 100%
23.3
25
20
persentase (%)
15.1
15
8.2
10
0
<2 cm 2-4 cm >4 cm
Kelompok Ukuran Batu
49.3
50
40
Persentase (%)
30 20.5
17.8
20
10
0
ESWL litotripsi sectio alta
Jenis Tindakan
39.13
40
35
Pada tabel 4.6, uji normalitas data ukuran batu dengan uji skewness
menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (rasio skewness =1,55). Namun uji
normalitas data eritrosit urin menunjukkan bahwa data terdistribusi tidak normal
(rasio skewness =6,17). Selanjutnya dilakukan Uji korelasi dengan uji
Spearman’s, didapatkan bahwa nilai p<0,05 yang menunjukkan korelasi
bermakna. Nilai korelasi spearman’s sebesar 0,522, meunjukkan korelasi positf
dengan kekuatan korelasi sedang. Hasil ini menunjukkan ukuran batu berperan
dalam terjadinya kerusakan lumen mukosa dan pembuluh darah kecil di kandung
kemih. Jenis batu mungkin berperan, namun pada penelitian ini jenis batu tidak
ada data.
4.2 PEMBAHASAN
Batu kandung kemih lebih sering terjadi pada laki-laki.8 Pada perempuan
batu kandung kemih terjadi sekitar 5 % dari semua batu kandung kemih18.
Prevalensi yang dilaporkan jumlah batu saluran kemih pada laki-laki sekitar 5%-
12% dan perempuan 4%-7%. Namun, terdapat penurunan rasio dari 3:1 laki-laki
dengan perempuan menjadi 1,3:1.19 Di negara barat didapatkan persentase kasus
batu saluran kemih pada laki-laki sekitar 8-19% dan perempuan 3-5% terutama
pada batu ginjal juga lebih sering pada laki-laki. Sedangkan di negara-negara
berkembang rasio kejadian laki-laki dan perempuan yaitu 2,5:1 di Iraq dan 5:1 di
Arab Saudi.20 Penelitian tentang karakteristik batu saluran kemih yang dilakukan
oleh klinik urologi universitas Sarajevo tahun 2007-2013 didapatkan rasio laki-
laki dan perempuan yaitu 1,3:1.21 Pada batu kandung kemih didapatkan rasio
antara laki-laki dengan perempuan yaitu 6:1.13 Kejadian batu saluran kemih atau
pun batu kandung kemih yang sering pada laki-laki dikarenakan resiko terjadinya
obstruksi saluran kemih lebih besar dikarenakan adanya pengaruh pembesaran
prostat seiring dengan peningkatan umur17. Fan dkk (1999) menemukan hasil
pengaruh hormon androgen dalam meningkatkan dan estrogen dalam menurunkan
ekskresi oksalat dalam urin, konsentrasi oksalat plasma, dan deposit kalsium
oksalat dalam ginjal.22 Hal yang serupa pada penelitian Yagisawa dkk (2001)
menemukan bahwa testosteron akan menekan osteopontin (senyawa inhibitor
batu) pada ginjal dan meningkatkan eksresi oksalat dalam urin. Sedangkan
hormon estrogen bekerja sebaliknya dengan meningkatkan osteopontin pada
ginjal dan menurunkan ekskresi oksalat sehingga menghambat pembentukan
batu.23 Data yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan hasil yang sama
dengan jumah yang cukup tinggi pada laki-laki 66 pasien (90,4%) dibandingkan
perempuan 7 pasien (9,6%) dengan rasio 9,4:1 (Gambar 4.1).
Atan dkk (2005) menemukan 181 dari 10.326 karyawan pekerja industri
baja memiliki penyakit batu saluran kemih. Dari 181 orang tersebut, 103 orang
39
Dari hasil penelitian yang dilakukan Alireza dkk (2014) diketahui bahwa
batu kandung kemih sebagian besarnya adalah berjumlah tunggal, sedangkan batu
multipel ditemukan dalam 25%-30% kasus.32 McKenzie (2013) diketahui bahwa
batu kandung kemih berjumlah tunggal terdapat pada 75 % kasus dibandingkan
batu multipel.33 Untuk penelitian ini didapatkan jumlah batu tunggal 90,4% dan
batu multipel 9,6%.
signifikan asam urat tinggi, kejenuhan dan pH urin yang rendah dibandingkan
pasien BPH tanpa batu kandung kemih.35 Penelitian ini menunjukkan gejala
pasien yang paling banyak adalah disuria, LUTS, dan retensi urin.
Studi banding yang dilakukan pada 128 pasien batu kandung kemih,
didapatkan 5 pasien dengan operasi terbuka, 80 pasien dengan tindakan endoskopi
litotripsi dan 43 pasien dengan ESWL. Hasil didapatkan bahwa pada Operasi
terbuka 100% efektif untuk penghapusan batu. Endoskopi litotripsi memiliki
tingkat tertinggi komplikasi (25%), termasuk perforasi kandung kemih,
perdarahan dan stenosis uretra. Sedangkan tindakan ESWL minimal komplikasi
dan lebih singkat jangka waktu di rumah sakit. Namun, 9% pasien memerlukan
tindakan ulang.16
43
(50). ًَْلَقَد ُصَزَّ ْفنَاه َْب ٍْ َنيُم ِل ٍَذَّكَّزًُا ٰفَأَبَى ُأَ ْكثَز ِالنَّاس إِلَّا كُفٌُرًا
“Dan sesungguhnya kami telah mempergilirkan hujan itu di antara
manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka
kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat)”
BAB V
5.1 Simpulan
45
46
5.2 Saran
Hasil penelitian ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan metode
dan sampel yang lebih adekuat agar dapat menggambarkan keadaan
populasi
Data pasien dari RSUD Cengkareng masih tidak lengkap, sehingga perlu
dilengkapi untuk memudahkan penelitian
Perlu dianalisa jenis batu dengan metode analisa batu di RSUD
Cengkareng untuk memudahkan penatalaksanaan
47
DAFTAR PUSTAKA
47
48
14. Thalut K, Rizal A, Brockis JG, Bowyer RC, Taylor Ta, Wisniewski ZS. The
endemic bladder stones of Indonesia-epidemiology and clinical features.
Br.J.Urol. 1976;48(7):617-21.
15. Dursun M, Ozbek E, Otunctemur A, Sahin S, Cakir SS. Clinical presentation
of urolithiasis in older and younger population. Arch Ital Urol Androl. 2014
Dec; 30;86(4):249-52
16. Fabio C, Eduardo M, Alexandre D, Rafael FC, Miguel S. Surgical
Management og Bladder Stones: Literatur Review. Rev.Col.Bras.Cir.
2012;40(3):227-233
17. Amalia R. Faktor-faktor resiko terjadinya pembesaran prostat jinak (Studi
kasus di RS dr.Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung Semarang).
Program Pasca Sarjana UNDIP. Semarang. 2007
18. Stav K, Dwyer PL. Urinary bladder stones in women. Obstet Gynecol Surv.
2012 Nov;67(11):715-25
19. Necmettin MM, Ozden E. Effect of urinary stone disease and its treatment on
renal function. Worl J NepHrol. 2005 May 6 ;4(2):271-276
20. Trinchieri, Alberto. Epidemiology of urolithiasis: an update. Clinical Cases in
Mineral and Bone Metabolism. 2008;5(2):101-106
21. Prstojevic JK, Junuzovic D, Hassanbegovic M, Lepara Z, Selimovic M.
Characteristics of Calculi in the Urinary Tract. Mater Sociomed. 2014
Oct;26(5):297-302
22. Fan J, Chandhoke PS, Grampsas SA. Role of sex hormones in experimental
calcium oxalate nephrolithiasis. J Am Soc NepHrol. 1999 Nov;10 Suppl
14:S376-80
23. Yagisawa T, Ito F, Osaka Y, Amano H, Kobayashi C, Toma H. The influence
of sex hormones on renal osteopontin expression and urinary constituens in
experimental urolithiasis. J Urol. 2001 Sep:1078-82
24. Atan L, Andreoni C, Ortiz V, Silva EK, et al. High kidney stone risk in men
working in steel industry at hot temperatures. Urology. 2005 May;65(5)858-
61
49
25. Lina N. Faktor-faktor resiko kejadian batu saluran kemih pada laki-laki (
Studi Kasus di RS dr. Kariadi, RS Roemani dan RSI Sultan Agung
Semarang). Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana UNDIP.
Semarang. 2008
26. Alexandre P, Wilson R, Cesar J, David S, Fernando J. Outcomes of
intracorporeal lithotripsy of upper tract stones is nor affected by BMI and
skin-to-stone distance (SSD) in obese and morbid patients.Int Braz J Urol.
2013Sept-Oct;39:702-11
27. Ogden CL, Carroll MD, Curtin LR, McDowell MA, Tabak CJ, Flegal KM.
Prevalence of overweight and obesity in the united states,1999-2004. JAMA.
2006 Apr 5;295:1549-55
28. Powell CR, Stoller ML, Schwartz BF, Kane C, Gentle DL. Bruce JE, et al.
Impact of body weight on urinary electrolytes in urinary stones formers.
Urology. 2000 Jun;55:825-30
29. Siener R, Glatz S, Nicolay C, Hesse A. The role of overweight and obesiy in
calcium oxalate stone formation. Obes Res. 2004 Jan;12(1):106-13
30. Negri AL, Spivacow FR, Del Valle EE, Forrester M, Rosende G, Pinduli I.
Role of overweight and obesity on urinary excretion of promoters and
inhibitors of stone formation in stone formers. Urol Res. 2008 Dec;36(6):303-
7
31. Asplin JR. Obesity and urolithiasis. Adv Chronis Kidney Dis. 2009
Jan;16(1):11-20
32. Alireza F, Reza SM, Rasole JA. Delivery Huge Bladder Stone in a Thirty-
Five-Year-Old Man. NepHro Urol Mon. 2014 Nov;6(6):e20574
33. McKenzie Gemma, Hall James. Management of stone disease. In:
ChristopHer R, editor: Renal and Urological Surgery. Oxford:Elsevier; 2013.
Volume 31, Issue 7, Pages 319-388
34. Hammad FT, Kaya M, Kazim E. Bladder calculi: did the clinical picture
change. Urology. 2006 Jun;67(6):1154-8
35. Childs M A, Lance A M, Laureano J R, Torrence M W, James E L, Amy E
K. Pathogenesis of Bladder Calculi in the Presence of Urinary Stasis. The
Journal of Urology. 2013 Apr; Vol.189;1347-1351
50
Lampiran 1
Pengolahan Statistik
Jenis kelamin
7
(9,6%)
laki-laki
66(90,4%)
perempuan
Jenis kelamin
Valid
perempuan 7 9,6 9,6 100,0
Total 73 100,0 100,0
56
(Lanjutan)
Jumlah Batu
Lampiran 2
Riwayat Penulis
Lampiran 3
Contoh Data Sekunder
I. Identitas pasien
a. Nama :
b. No.rekam medis :
c. Jenis kelamin : □ laki-laki
□ perempuan
d. Umur :
e. Pekerjaan : □ wiraswasta □ pedagang
□ buruh
□ guru □IRT □karyawan
□...
f. Pendidikan : □ SD □ SMP □ SMA
□S1
□....
g. Status perkawinan : □ kawin □ belum kawin □
janda/duda
h. Agama : islam/kristen/protestan/hindu/budha/....
II. Antropometri
a. Tinggi badan :
b. Berat Badan :
c. IMT :
b. Gejala iritatif
□ urgensi □ frekuensi □ disuria
c. Gejala lainnya
□ demam □ Nyeri Pinggang
60
(Lanjutan)
□ hematuria □ Kolik renal
□ tanpa gejala(Silent STONE) □ BAK KERUH
□
□
a. urologi
□ batu ginjal □Batu ureter □LUTS □ BPH
□ Hidronefrosis □ pielonefrosis □ Tumor ginjal □
Tumor buli □ nefrolitiasis □ Kista Ginjal □ Striktur
uretra □ ISK
b. non-urology
□ DM 1 □DM2 □ hipertensi □ TB □ pneumoni □
CHF □ stroke □DHF □ anemia □
Pemeriksaan
a. Ureum
b. Kreatinin
c. Asam urat
(Lanjutan)
□ DJ STENT
IX. Urinalisis
Jumlah >500 Ml
urin/hari ml/hr
Warna Kuning
Kejernihan Jernih
Berat jenis 1,005-
1,030
PH 4,5-8,0
Darah Negatif
Protein Negatif
Urobilinogen 3,2-6,0
Leukosit Negatif
esterase
Bakteria Negatif
Keton Negatif
Leukosit 0-5
Eritrosit 0-2
Sel epitel Negatif
62