Imunisasi
Imunisasi
Hepatitis B: -
BCG :-
Polio :-
Ayah pasien adalah seorang buruh dan ibu pasien tidak bekerja. Menanggung biaya 2 orang
anak. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.
Data Obstetri
1
Data Keluarga
Ayah Ibu
Perkawinan 1 1
Konsanguitas - -
Data Perumahan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 16 Juli 2014, pukul 15:20 WIB di ruang
perinatologi. Bayi laki-laki usia 2 hari, berat badan 3680 gram, panjang badan 50 cm,
lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 36 cm.
2
Kesan umum:
Compos mentis, bayi aterm, tampak kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan lemah,
ikterik (-), minum kuat (-)
Tanda vital:
o Pernapasan : 36 x/ menit
Status Internus
o Kepala
o Mata
Pupil bulat, isokor, ⌀ 2mm/ 2mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih,
o Hidung
Napas cuping hidung (-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-).
o Telinga
3
Bentuk normal, discharge (-/-), tidak membalik setelah dilipat
o Mulut
Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-).
o Thorax
Paru
Jantung
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (+), gallop (-), bunyi jantung
tambahan III sistolik (+) di ICS IV
o Abdomen
Inspeksi : datar, tali pusat insersi di tengah, segar, tidak tampak layu, dan
tidak kehijauan
Perkusi : timpani
o Tulang Belakang
o Genitalia
Jenis kelamin laki-laki, kedua testis belum mengisi scrotum, rugae scrotum telah
terbentuk
o Anorektal
Anus (+)
o Ekstremitas
Superior Inferior
o Kulit
Lanugo menipis, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-), sklerema (-)
5
o Refleks Primitif
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi
Hb (g/dL) 17,8
Ht (%) 51,90
Elektrolit
Na 137
K 4,50
Cl 1,36
Kimia Klinik
6
Radiologi (16/7/2014)
7
Ada sedikit infiltrate di paru BRPN?
Pemeriksaan Khusus
BALLARD SCORE
8
Sikap tubuh 4 Kulit 3
Total 22 Total 18
: 22 + 18
: 40
APGAR SCORE
Klinis 1’ 5’ 10’
Apperance 1 1 1
Pulse 2 2 2
Grimace 0 0 0
Activity 0 1 1
Respiratory Effort 1 1 2
9
4 5 6
III. RESUME
Telah lahir bayi laki-laki dari ibu G2P1A0 hamil 39 minggu usia 38 tahun, lahir secara
SC atas indikasi letak lintang di OK RSUD Kota Semarang, ditolong oleh dokter spesialis
obsgyn. Saat lahir bayi tampak kebiruan pada ujung-ujung ekstremitas, dan kemerahan
pada badan, nadi > 100 x/menit, meringis, napas tidak teratur, dan tonus lemah. Berat
badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm, dan lingkar dada 36
cm. Apgar score 4-5-6.
Kesan umum
Compos mentis, bayi cukup bulan, ditemukan tanda-tanda neonates aterm, tampak
kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan lemah, ikterik (-), minum kuat (-). Dari
pemeriksaan fisik tanggal 16 Juli 2014 didapatkan:
Tanda vital
Pernapasan : 36 x/ menit
Suhu : 36,3 ̊C
Status Internus
10
o Kepala : ubun-ubun besar datar dan tidak menonjol, caput suksadeneum (-)
Superior Inferior
11
Tonus Hipotonus Hipotonus
Pemeriksaan penunjang
o Elektrolit : normal
o GDS : normal
Pemeriksaan khusus
Kesan : neonates aterm, lahir SC atas indikasi letak lintang, bayi cukup bulan,
asfiksia sedang.
Neonatus Aterm
Asfiksia
Berat
12
Sedang
Ringan
Berdasarkan etiologi
o Faktor ibu
Plasenta previa
Solusio plasenta
Ruptur uteri
o Faktor bayi
Prematuritas
Kelainan congenital
V. DIAGNOSIS SEMENTARA
VI. TERAPI
Terapi awal
o Medikamentosa
o Nonmedikamentosa
Tunda diet
Terapi sekarang
o Medikamentosa
ASI 3 x 35 cc
o Nonmedikamentosa
14
Kebutuhan Cairan Kalori Protein
VII. PROGRAM
Jaga kehangatan
VIII. PROGNOSIS
IX. USUL
Pemeriksaan echocardiografi
15
X. NASEHAT DI RUMAH
Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali.
Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika ibu
menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus selalu
dicuci serta direbus sebelum digunakan.
Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan terdekat
untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian imunisasi dasar.
o Masalah bernafas
o Merintih
o Suhu tubuh ≥ 38 ̊C
o Kejang
Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan
16
ANALISA KASUS
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan fisik
Total 22 Total 18
: 22 + 18
17
: 40
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ini sudah dapat ditegakkan diagnosa
neonates aterm.
2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asfiksia sedang berdasarkan APGAR SCORE:
Klinis 1’ 5’ 10’
Apperance 1 1 1
Pulse 2 2 2
Grimace 0 0 0
Activity 0 1 1
Respiratory Effort 1 1 2
4 5 6
3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis penyakit jantung bawaaan nonsianotik – VSD
berdasarkan:
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
18
Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan murmur (+), bunyi jantung tambahan
III sistolik di ICS IV. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan sianosis baik pada
bibir, badan, maupun ekstremitas.
c. Pemeriksaan penunjang
19
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur
maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin.
II. EPIDEMIOLOGI
Penyakit jantung bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden
lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature (2%). Penelitian di
Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran
hidup. Dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi
perempuan. Penyakit jantung bawaan yang sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect.
Pada sebagian kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui. Beberapa faktor yang
diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua
golongan besar, yaitu genetic dan lingkungan. Pada faktor genetic, hal yang penting kita
perhatikan adalah riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga
berhubungan adalah kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai penyimpangan
pada kromosom, misalnya pada sindroma down.
20
Untuk faktor lingkungan beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
IV. KLASIFIKASI
Secara garis besar, penyakit jantung bawaan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian besar, yaitu:
o PJB asianotik
Atrial septal defect (ASD)
Ventricle septal defect (VSD)
Patent duktus arteriosus (PDA)
o PJB sianotik
Tetralogi of Fallot (TOF)
Pulmonary atresia
Transposition of the great arteries
21
tengah septum atrial dan fossa ovalis. Kebanyakan ASD terjadi akibat dari mutasi genetic
spontan.
Pada atrial septal defect, aliran darah yang ada di atrium sinistra bocor ke atrium dextra
karena ada defek di septum intraartrialnya yang disebabkan oleh gagalnya menutup sebuah
septum maupun karena adanya gangguan pertumbuhan. Karena tekanan di ventrikel sinistra yang
memompa darah ke seluruh tubuh lebih besar, maka darah dari atrium dextra tidak dapat masuk
ke atrium sinistra sehingga di atrium dextra dan ventrikel dextra terjadi overload darah yang
mengakibatkan hipertrofi atrium dan ventrikel dextra.
22
Gambar 2. Atrial Septal Defect
Sebagian ASD bersifat asimtomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan pulsasi pada ventrikel kanan pada daerah para sterna kanan,
wide fixed splitting pada bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada, bising sistolik tipe
ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sterna kiri atas, bising mid diastolik pada daerah
tricuspid dapat menyebar ke apeks.
Pemeriksaan EKG menunjukkan aksis ke kanan, RBBB, hipertrofi ventrikel kanan,
interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim biasanya
akibat defek ostium primum.
23
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah foto thorax,
CT scan, MRI, dan ekokardiografi. Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto
thorax AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol.
Defek septum artrium harus ditutup dengan pembedahan untuk mencegah terjadinya
hipertensi pulmonal. Indikasi penutupan ASD yaitu: pembesaran jantung pada thorax, dilatasi
ventrikel kanan, kenaikan tekanan arteri pulmonalis 50% tanpa mempertimbangkan keluhan.
Operasi merupakan kontraindikasi bila defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan
pembesaran jantung kanan.
Kira-kira 10% penderita ASD dapat mengalami hipertensi pulmonal. Komplikasi lain
yang dapat terjadi pada ASD yaitu emboli paradoxical, cardiac conduction defects, gagal jantung
kongestif.
24
Gambar 4. Ventricular Septal Defect
VSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir
langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3
cm. perubahan fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen
melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah
dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan akan meningkat, menyebabkan
pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri,
menyebabkan sianosis.
25
perimembranous (60%), terjadi bila lubang terletak di daerah pars membranacea septum
interventricularis. Pada tipe subarterialdoublycommited, lubang terletak di daerah septum
infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan
katup pulmonal.
Pada VSD kecil biasanya tidak ada gejala, bising pada VSD tipe ini bukan pansistolik, tapi
biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2. Pada VSD sedang biasanya juga tidak
begitu ada gejala, hanya kadang penderita mengeluh lekas lelah, sering mendapat infeksi paru
sehingga sering menderita batuk. Pada VSD besar sering menyebabkan gagal jantung pada umur
antara 1-3 bulan, penderita menderita infeksi paru dan radang paru.
Pada pemeriksaan fisik VSD kecil dapat ditemukan impuls ventrikel kiri jelas pada saat
palpasi di apeks kordis, bunyi jantung biasanya normal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik VSD
besar dapat ditemukan pertumbuhan badan terhambat, pucat, banyak keringat bercucuran, impuls
jantung hiperdinamik kuat saat palpasi, bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks
dan sering diikuti “click” sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada
pangkal arteria pulmonalis yang melebar.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu EKG, foto thorax yang biasanya
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Hitung darah lengkap dan uji masa protrombin dan masa
26
tromboplastin parsial dapat dilakukan untuk persiapan prabedah. Penatalaksanaan untuk VSD
kecil ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan. Sedangkan untuk VSD
sedang, jika tidak ada gejala gagal jantung dapat ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena
kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Untuk VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang
belum permanen, biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga pengobatannya
menggunakan digitalis.
Kemungkinan penutupan defek septum secara spontan cukup besar, terutama pada tahun
pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang pada pasien berusia
lebih dari 2 tahun dan umumnya tidak ada kemungkinan lagi di atas usia 6 tahun. Secara
keseluruhan, penutupan secara spontan berkisar 40-50%. Beberapa pasien akan berkembang
menjadi penyakit vaskuler obstruktif berupa hipertensi pulmonar akut, Eisenmengersyndrome
pada saat terapi referal diberikan serta terjadinya peningkatan sianosis secara progresif.
27
Gambar 6. Patent ductus arteriosus (PDA)
Manifestasi klinis PDA dapat asimtomatik bila berukuran kecil. Bila PDA berukuran
besar dapat menyebabkan infeksi saluran nafas bawah, ateletaksis, dan gagal jantung kongestif
disertai takipneu dan berat badan sulit naik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan trill pada
saat sistolik di kiri atas sternum. Buyi jantung pada umumnya normal, kadang-kadang komponen
pulmonal dari bunyi jantung ke 2 terdengar agak mengeras.
Bising kontinyu paling baik terdengar pada area infraklavikular kiri atau tepi atas kiri
sternum dengan grade 1-4/6. Pada bayi premature yang menderita PDA terjadi gangguan
distribusi aliran darah sistemik sehingga terjadi penurunan aliran darah sistemik yang
menyebabkan perubahan pada organ seperti otak yang menimbulkan perdarahan intraventrikular
dan saluran cerna yang menyebabkan necrotizing enterocolitis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu EKG, radiologi, dan ekokardiografi.
Pada EKG dapat ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri apabila
PDA berukuran cukup besar. Sedangkan PDA yang berukuran cukup besar pada rontgen thorax
dapat menunjukkan gambaran kardiomegali dengan pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri, dan
aorta asendens.
Diagnosis banding untuk PDA adalah coronary arterivenous fistula, systemic
arterivenous fistula, pulmonary arterivenous fistula, dan venous hum. Pada coronary arterivenous
fistula, bising kontinyu terdengar maksimum sepanjang tepi kanan sternum, tidak di area
infraklavikular kiri atau tepi kiri atas sternum.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk penderita PDA yaitu:
28
Nonintervensi
Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi pulmonal.
Profilaksis untuk infektif endokarditis
Pada bayi premature dengan PDA, penurunan hemoglobin akan meningkatkan
curah jantung sebagai kompensasi untuk memenuhi oksigenasi perifer dan
transport oksigen ke miokardium tergantung oksigen content sehingga anemia
akan menyebabkan iskemia miokardium dan jaringan lain. Oleh karena itu pada
bayi premature dengan PDA hematokrit dipertahankan diatas 45%.
Pada bayi premature yang disertai gagal jantung dapat diberikan indometasin
sebelum usia 10 hari. Dosis yang diberikan 0,2 mg/kgBB melalui pipa nasogastrik
atau intravena. Pemberian intravena dosis selanjutnya tergantung usia pada saat
awal terapi:
< 48 jam dilanjutkan dengan 2 dosis 0,1 mg/kgBB
2-7 hari dilanjutkan dengan 2 dosis 0,2 mg/kgBB
> 7 hari dilanjutkan dengan 2 dosis >0,25 mg/kgBB
Intervensi bedah
Dapat dilakukan pada PDA dengan ukuran kecil atau besar. Jika terdapat penyakit
vascular paru merupakan kontraindikasi.
Intervensi kardiologi non bedah
Intervensi kardiologi pada PDA dilakukan dengan cara penutupan duktus secara
transkateter menggunakan coil atau ampaltzer ductal ocluder.
29
Gambar 7. Tetralogi of fallot (TOF)
2. Stenosis pulmonalis
3. Overriding aorta, aorta berubah posisi dimana aorta berpangkal sebagian di ventrikel
kanan dan sebagian lainnya di ventrikel kiri
4. Hipertrofi ventrikel. Vntrikel kanan lebih banyak mengandung otot dari normal dan
dapat juga berdilatasi, hal ini yang memberikan gambran boot shaped appereance pada
foto thoraks
Gejala klinik tergantung pada berat ringannya obstruksi pada bagian outflow ventrikel
kanan. Jika obstruksi ringan maka sianosis ringan atau tidak ada tetapi bila obstruksi maximal
maka sianosis juga hebat dan bisa terlihat sejak lahir. Pada saat bayi baru lahir mungkin tidak
didapatkan tanda-tanda sianosis , sianosis baru baru terlihat kalau bayi menangis (stress) atau
sesudah menyusu, tetapi dapat timbul episode sianosis berat atau hipoksik yang disebut tet spell.
Tet spell merupakan episode hipersianotik yang ditandai dengan hiperpnoe paroksismal,
tangis panjang, sianosis yang meningkat, dan menurunnya intensitas bunyi murmur dari stenosis
30
pulmonal. Anak dengan sianotik yang terus menerus sampai sekitar 6 bulan, pertama-tama
menunjukkan jari-jari tabuh. Pertumbuhan dan perkembangan anak terlambat,biasanya lekas
capek dan dysonea pada kegiatan. Squatting (posisi lutut-dada) umumnya terjadi bila anak sudah
cukup besar dan mulai berjalan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada TOF adalah pemeriksaan foto thorax,
kardioangiografi, dan ekokardiografi. Pada foto polos tampak paru lebih radiolusen daripada
biasa. Pembuluh darah paru berkurang dan mempunyai caliber kecil. Pembesaran ventrikel
kanan menyebabkan bayangan jantung melebar ke kiri dengan apex di atas diafragma. Pinggang
jantung menjadi lebih konkaf karena tidak ada pembesaran dari jalur keluar (outflow tract) dari
ventrikel kanan.
Tanpa pembedahan, Tetralogy of Fallot mempunyai mortalitas yang tinggi pada anak-
anak dan sekitar 25 % dari semua kasus dengan Tetralogy of Fallot dan stenosis pulmoner berat
meninggal pada umur 1 tahun. 70 % meninggal pada umur 10 tahun. Setelah pembedahan
paliatif, gejala-gejala Tetralogy of Fallot berkurang dan prognosisnya lebih baik.
31
ATRESIA PULMONAL
Atresia pulmonal merupakan suatu penyakit jantung kongenital yang jarang terjadi. Pada
atresia pulmonal tidak terdapatnya hubungan langsung antara ventrikel kanan dengan arteri
pulmonalis karena terjadinya gangguan pembentukan dari katup pulmonal.
32
Foto polos thoraks menunjukan gambaran mirip Tetralogi Fallot, dengan oligemia paru
lebih hebat. Elektrokardiogram memperlihatkan karakteristik seperti pada Tetralogi Fallot, yaitu
deviasi sumbu QRS ke kanan, dilatasi atrium kanan, serta hipertrofi ventrikel kanan. Dengan
ekokardiografi tampak over-riding aorta, aorta besar, sedang katup pulmonal tidak tampak. Perlu
dipastikan apakah terdapat a.pulmonalis utama (main pulmonary artery) dan berapa besarnya,
serta danya kolateral.
Kelainan ini merupakan salah satu jenis duct-dependent lesion; neonatus dapat bertahan
hidup selama duktus terbuka dan bila duktus menutup pasien akan meninggal. Karena itu harus
dilakukan usaha untuk tetap membuka duktus, baik dengan obat (pemberian prostaglandin) atau
dengan operasi paliatif (Blalock-Taussig atau Waterston). Prostaglandin E1 atau E2 diberikan
intravena dengan dosis 0,1 µg/kg berat badan/menit.
Tanpa operasi sebagian besar pasien meninggal dalam tahun pertama. Sebagian kecil
pasien dengan kolateral yang cukup dapat hidup sampai dekade III.
33
Gambar 10. Transposition of The Great Arteries
Selama dalam kandungan oksigenisasi janin hampir normal. Setelah lahir, ductus
arteriosus akan segera menutup setelah beberapa jam atau 3 sampai 4 hari. Darah pulmonal dan
darah sistemik bercampur hanya melalui foramen ovale. Akibatnya saturasi O2 dalam darah
yang harus di edarkan ke sistemik sangat menurun. Terjadi hipoxia berat dan segera muncul
sianosis.
Pasien dengan kelainan ini biasanya lahir dengan berat badan yang normal ataupun lebih dari
normal. Bergantung baik atau tidaknya pencampuran darah, bayi dapat tampak sianosis ringan
sampai berat. Gejala:
Sianosis
Clubbing fingers
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan
auskultasi akan terdengar murmur (desah jantung). Pada pemeriksaan penunjang dapat
ditemukan:
34
X-foto toraks (Roentgen dada)
- Jantung sedikit membesar
- Bayangan jantung seperti telur tergantung pada batang kayu kecil. (Eeg-on-slide
appearance)
- Mediastinum sempit
- Aliran darah paru bertambah
Elektrocardiography (EKG)
Adanya deviasi sumbu QRS ke kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran
atrium kanan. Pola neonatus dominan sebelah kanan.
Echocardiography (ECG)
Menunjukkan hubungan ventrikel-arteria yang transposisi.
Kateterisasi jantung
Menunjukkan tekanan ventrikel kanan merupakan tekanan sistemik, karena ventrikel ini
mendukung sirkulasi sistemik.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan:
Segera, setelah ada kecurigaan infus Prostaglandin E-1 (PGE-1), dengan tujuan untuk
mempertahankan terbukanya duktus arteriosus untuk memperbaiki oksigenasi.
Karena PGE-1 mempunyai efek samping dengan berhentinya pernafasan (apnea), maka
perlu diberikan alat bantu pernafasan dengan menggunakan ventilator.
35
Gambar 11. Balloon atrial septostomy
ASFIKSIA NEONATORUM
I. DEFINISI
Asfiksia neonatorum adalah suatu kegawatdaruratan bayi berupa kegagalan nafas secara
spontan, dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir
dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada asfiksia adalah depresi
susunan saraf pusat dengan criteria menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008
didapatkan adanya gangguan neurologis berupa hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE), akan
tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera.
II. ETIOLOGI
36
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran,
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati adanya gangguan pertukaran gas, atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan berakibat asfiksia janin. Gangguan ini dapat timbul
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi
baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi.
Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American Academy of Pediatrics (AAP)
mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan yang pada bayi terdiri dari:
Faktor ibu
o Hipoksia ibu: hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anesthesia lain.
o Gangguan aliran darah uterus: berkurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.
Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin akan terjadi apabila terdapat gangguan mendadak pada plasenta misalnya, solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
Faktor janin
Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir apat terjadi karena beberapa hal yaitu:
37
o Pemakaian obat anastesi dan analgesi yang berlebihan
o Trauma persalinan
III. PATOFISIOLOGI
Proses kelahiran selalu menimbulkan asifiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini
dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping
yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan
gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen
dan meningkatnya karbondioksidan diikuti dengan asidosis respiratorik.
Apabila proses berlanjut maka metabolism sel akan berlangsung dalam suasana anarobik
yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada jantung an hati
akan berkurang an asam organic yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolic. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan
diantaranya:
Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain
mengalami gangguan.
Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan pernafasan
cepat dan dalam selama 3 menit (periode hiperpneu) diikuti dengan apneu primer kira-kira 1
menit dimana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan
38
mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit, selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akhirnya timbul apneu sekunder.
Pemakaian sumber glikogen untuk energy dalam metabolism anaerob menyebabkan dalam
waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan
kerusakan membrane sel terutama sel susunan saraf pusat, sehingga mengakibatkan gangguan
elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi
setelah asfiksia berlangsung selama 8-15 menit.
Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa HIE yang terjadi setelah 24 jam pertama
dengan didapatkan adanya gejala kejang subtle, multifocal, atau fokal klonik. Manifestasi ini
dapat muncul sampai hari ketujuh dan untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan
penunjang seperti ultrasonografi kepala dan rekaman elektroensefalografi. Menurun atau
terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan iskemia.
IV. DIAGNOSIS
Neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan riwayat gangguan lahir,
lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban bercampur mekoneum. Temuan klinis yang
didapat pada neonates dengan asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak bernafas/ megap-
megap, denyut jantung < 100 kali/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot yang melemah.
Secara klinis dapat digunakan skor APGAR pada menit ke-1, 5, dan 10 untuk mendiagnosa dan
mengklasifikasikan derajat asfiksia secara cepat.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah, dimana pada neonates
dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2O, pH < 7,3.
WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan criteria dalam penegakan diagnosis asfiksia selain
berdasarkan skor APGAR dan adanya asidosis metabolic, ditambahkan adanya gangguan fungsi
organ berupa gejala neurologis berupa HIE, akan tetapi penegakan diagnosis HIE tidak dapat
dilakukan dengan segera dan terdapat berbagai keterbatasan dalam aplikasinya di komunitas.
V. KOMPLIKASI
39
Asfiksia neonatorum dapat berakibat gangguan pada berbagai jaringan dan organ,
kematian atau sekuele akibat terjadinya proses penyembuhan disfungsi organ yang berlangsung
lama. Manifestasi yang didapatkan:
Depresi neonates saat lahir akibat asidosis dan rendahnya nilai APGAR.
HIE
Disfungsi multiorgan
o Kardiomiopati
VI. PENATALAKSANAAN
Sebagian besar bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi dalam mengatasi transisi
dari intrauterine ke ekstrauterine, namun sejumlah kecil membutuhkan berbagai derajat
resusitasi.
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonates. Pada setiap kelahiran setidaknya harus ada satu orang
yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai,
resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang
lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonates secara komplit,
termasuk melakukan intubasi endotrakeal, dan memberikan obat-obatan.
40
Alat resusitasi
Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus tersedia di dalam kamar
bersalin dan dipastikan dapat berfungsi dengan baik. Peralatan yang diperlukan pada resusitasi
neonates adalah sebagai berikut:
Perlengkapan penghisap
Balon penghisap, penghisap mekanik & tabung, kateter penghisap, dan pipa lambung.
Balon resusitasi neonates yang dapat memberikan oksigen 90-100%, dengan volume
balon resusitasi ± 250 ml, sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan,
sumber oksigen dengan pengatur aliran dan tabung.
Peralatan intubasi
Laringoskop, selang endotrakeal, dan stilet yang cocok dengan pipa endotrakeal yang
ada.
Obat-obatan
Lain-lain
Alat pemancar panas, monitor jantung dengan probe serta elektrodanya, orophrayngeal
airways, dan selang orogastrik.
Resusitasi neonates
41
42
NEONATUS ATERM
I. DEFINISI
Bayi kurang bulan adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu atau 259 hari
Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42
minggu atau 259-293 hari
Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih atau
lebih dari 294 hari.
Sistem penilaian ini dikembangkan oleh dr. Jeanne L. Ballard, MD untuk menentukan
usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuscular dan fisik. Penilaian neuromuscular
meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign, dan heel to ear maneuver.
Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/ telinga,
dan genilatia.
Postur
Tonus otot bayi tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya saat otot
diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas bawah
sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki
yang fleksi, lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pada bayi yang
mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.
43
Square Window
Arm Recoil
Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut
mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan
cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian
bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan. Amati
reaksi bayi saat lengan dilepaskan.
Popliteal Angle
Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor positif sendi lutut dengan menguji
resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring terlentang, dan
tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah
bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut dan satu
tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain.
Kaki diekstensikan sampai terhadap resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang
terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus
menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi
kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu maneuver ini untuk 24 hingga 48
jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine.
Scarf Sign
Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring terlentang,
pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi
melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
ditelakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua
44
bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi
siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni penuh pada
tingkat leher (-1); garis kontralateral (0); kontralateral baris putting (1); prosesus xyphoid
(2); garis putting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4).
Heel to Ear
Maneuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan
fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi
terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin
dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan
amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut (bandingkan dengan angka
pada lembar kerja).
Kulit
45
Lanugo
Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme prematurity kulit
janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25
minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika
memasuki minggu ke 28. Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah.
Daerah yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang
paling luas terdapat di daerah lumbosakral.
Permukaan Plantar
Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan berkaitan
dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit putih
mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit
hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuscular sehingga timbulnya garis
pada telapak kaki tidak mengalami penurunan.
Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada telapak kaki.
Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan permukaan plantar
maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40
mm diberikan skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil
pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel.
Payudara
Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi estrogen ibu
dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai
ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papilla
Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae dibawah areola dengan ibu
jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam millimeter.
Mata/ Telinga
Pada bayi premature daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan palpebra.
Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan inferior dengan
menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada extremely premature palpebra akan
menempel erat satu sama lain.
Genital (pria)
Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih
minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada sekitar
minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas
atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit
skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.
Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona berugae. Pada
neonates extremely premature scrotum datar, lembut, dan kadang belum bisa dibedakan
jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonates matur hingga postmatur, scrotum
biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika berbaring.
Genital (wanita)
Interpretasi (Hasil)
I. DEFINISI
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan biasanya bahu merupakan bagian
terendah janin. Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan
kepala terletak di salah satu fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut sebagai presentasi
bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis
letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan.
LLi I
LLi II
Dorso anterior
Dorso posterior
Dorso superior
49
Dorso inferior
III. ETIOLOGI
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi premature, bayi dengan hidrosefalus, bayi yang terlalu kecil atau
sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar
dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lainnya yang dapat menghalangi turunnya kepala ke
dalam rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah rongga panggul dapat pula
mengakibatkan terjadinya keadaan letak lintang tersebut.
IV. PROGNOSIS
Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu
dan bayi. Bagi bayi angka kematian tinggi sebesar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus
funikuli, trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus. Prognosis bayi sangat
tergantung pada saat pecahnya ketuban, maka kita harus berupaya supaya ketuban selama
mungkin tetap utuh.
50