Anda di halaman 1dari 50

Riwayat Imunisasi

 Hepatitis B: -

 BCG :-

 Polio :-

Kesan: imunisasi dasar belum dilakukan.

Riwayat Keluarga Berencana

Ibu mengikuti program keluarga berencana jenis pil.

Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah pasien adalah seorang buruh dan ibu pasien tidak bekerja. Menanggung biaya 2 orang
anak. Biaya pengobatan ditanggung BPJS.

Kesan: sosial ekonomi menengah

Data Obstetri

Anak ke Tahun Jenis pembantu, Jenis kelamin, Keadaan anak


tempat, penyulit BBL sekarang
persalinan, usia
kehamilan

1 2009 Spontan, dibantu ♂ 2800 gram Sehat


oleh bidan, aterm

2 2014 Hamil ini

1
Data Keluarga

Ayah Ibu

Perkawinan 1 1

Umur 40 tahun 38 tahun

Konsanguitas - -

Keadaan Sehat Sehat

Data Perumahan

o Kepemilikan rumah : rumah kontrak

o Keadaan rumah : dinding rumah terbuat dari tembok,


2 kamar tidur, kamar mandi di dalam rumah

o Sumber air bersih : sumber air minum PAM dan air


sumur, limbah buangan dialirkan ke saluran atau selokan
yang ada di belakang rumah.

o Keadaaan lingkungan : jarak antara rumah berdekatan,


cukup padat.

Kesan: jarak rumah berdekatan, lingkungan cukup padat.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 16 Juli 2014, pukul 15:20 WIB di ruang
perinatologi. Bayi laki-laki usia 2 hari, berat badan 3680 gram, panjang badan 50 cm,
lingkar kepala 34 cm, lingkar dada 36 cm.

2
Kesan umum:

Compos mentis, bayi aterm, tampak kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan lemah,
ikterik (-), minum kuat (-)

Tanda vital:

o Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan

o Nadi : 128 x/ menit

o Pernapasan : 36 x/ menit

o Suhu : 36,3 ̊C (Axilla)

Status Internus

o Kepala

Normocephalia, ukuran lingkar kepala 34 cm, ubun-ubun besar masih terbuka,


tidak tegang dan tidak menonjol, caput suksadeneum (-), cephal hematom (-),
rambut hitam terdistribusi merata, kulit kepala tidak ada kelainan.

o Mata

Pupil bulat, isokor, ⌀ 2mm/ 2mm, refleks cahaya (+/+) normal, kornea jernih,

sclera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-).

o Hidung

Napas cuping hidung (-), bentuk normal, sekret (-/-), septum deviasi (-).

o Telinga
3
Bentuk normal, discharge (-/-), tidak membalik setelah dilipat

o Mulut

Sianosis (-), trismus (-), stomatitis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-).

o Thorax

Paru

Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris dalam keadaan statis


maupun dinamis, retraksi suprasternal, intercostals, dan
epigastrial (+) minimal.

Palpasi : stem fremitus tidak dilakukan, aerola mammae teraba, papilla


mammae (+/+)

Perkusi : pemeriksaan tidak dilakukan

Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-),


hantaran (-/-), suara napas tambahan (-/-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Perkusi : batas jantung sulit dinilai

Auskultasi : bunyi jantung I-II regular, bising (+), gallop (-), bunyi jantung
tambahan III sistolik (+) di ICS IV

o Abdomen

Inspeksi : datar, tali pusat insersi di tengah, segar, tidak tampak layu, dan
tidak kehijauan

Auskultasi : bising usus (+) normal.


4
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar

Perkusi : timpani

o Tulang Belakang

Spina bifida (-), meningokel (-)

o Genitalia

Jenis kelamin laki-laki, kedua testis belum mengisi scrotum, rugae scrotum telah
terbentuk

o Anorektal

Anus (+)

o Ekstremitas

Rajah tangan dan kaki 1/3 anterior

Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

Ikterik -/- -/-

CRT < 2 detik < 2 detik

Tonus Normotonus Normotonus

o Kulit

Lanugo menipis, sianotik (-), pucat (-), ikterik (-), sklerema (-)
5
o Refleks Primitif

Refleks hisap : (+)

Refleks rooting : (+)

Refleks moro : (+)

Refleks palmar grasp : (+)

Refleks plantar grasp : (+)

Pemeriksaan Penunjang

14/7/2014 (19:21) 15/7/2014 (07: 15)

Hematologi

Hb (g/dL) 17,8

Ht (%) 51,90

Leukosit (/uL) 14,3

Trombosit (103/uL) 203

Elektrolit

Na 137

K 4,50

Cl 1,36

Kimia Klinik

GDS 36 mg/dL 97 mg/dL

6
Radiologi (16/7/2014)

Thorax: Cor : Batas jantung agak melebar

Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat, tampak sedikit bercak-bercak di


paru

Diafragma dan sinus baik

Kesan : Cor: Susp. Kardiomegali  echocardiografi?

7
Ada sedikit infiltrate di paru  BRPN?

Pemeriksaan Khusus

BALLARD SCORE

Maturitas Poin Maturitas Fisik Poin


Neuromuskuler

8
Sikap tubuh 4 Kulit 3

Jendela siku-siku 4 Lanugo 3

Rekoil lengan 4 Lipatan telapak kaki 3

Sudut popliteal 4 Payudara 3

Tanda selempang 3 Bentuk telinga 3

Tumit ke kuping 3 Genitalia (laki-laki) 3

Total 22 Total 18

New Ballard Score : maturitas neuromuscular + maturitas fisik

: 22 + 18

: 40

Kesan : kelahiran aterm 40 minggu.

APGAR SCORE

Klinis 1’ 5’ 10’

Apperance 1 1 1

Pulse 2 2 2

Grimace 0 0 0

Activity 0 1 1

Respiratory Effort 1 1 2

9
4 5 6

Kesan : Asfiksia sedang

III. RESUME

Telah lahir bayi laki-laki dari ibu G2P1A0 hamil 39 minggu usia 38 tahun, lahir secara
SC atas indikasi letak lintang di OK RSUD Kota Semarang, ditolong oleh dokter spesialis
obsgyn. Saat lahir bayi tampak kebiruan pada ujung-ujung ekstremitas, dan kemerahan
pada badan, nadi > 100 x/menit, meringis, napas tidak teratur, dan tonus lemah. Berat
badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 34 cm, dan lingkar dada 36
cm. Apgar score 4-5-6.

Kesan umum

Compos mentis, bayi cukup bulan, ditemukan tanda-tanda neonates aterm, tampak
kurang aktif, napas spontan adekuat, tangisan lemah, ikterik (-), minum kuat (-). Dari
pemeriksaan fisik tanggal 16 Juli 2014 didapatkan:

Tanda vital

Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan

Nadi : 128 x/ menit

Pernapasan : 36 x/ menit

Suhu : 36,3 ̊C

Status Internus

10
o Kepala : ubun-ubun besar datar dan tidak menonjol, caput suksadeneum (-)

o Mata : pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)

o Hidung : napas cuping hidung (-)

o Telinga : dalam batas normal

o Mulut : dalam batas normal

o Thorax : pergerakan dada simetris, retraksi supraklavikula,


interkostal, epigastrial (+) minimal

Paru : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-).

Jantung : tidak teraba membesar, bunyi jantung I-II regular, murmur


(+), gallop (-), BJ tambahan III sistolik (+)

o Abdomen : tali pusat insersio di tengah, tampak segar

o Tulang belakang : dalam batas normal

o Genitalia : laki-laki, dalam batas normal

o Anorektal : dalam batas normal

o Ekstremitas : rajah tangan dan kaki (+) 2/3 anterior

Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Akral sianosis -/- -/-

Ikterik -/- -/-

Capillary refill < 2 detik < 2 detik

11
Tonus Hipotonus Hipotonus

o Kulit : lanugo menipis, sianosis (-), pucat (-), ikterik (-),


sklerem (-)

Pemeriksaan penunjang

o Darah rutin : normal

o Elektrolit : normal

o GDS : normal

Pemeriksaan khusus

o Ballard score : neonates aterm 40 minggu

o APGAR score : asfiksia sedang

Kesan : neonates aterm, lahir SC atas indikasi letak lintang, bayi cukup bulan,
asfiksia sedang.

IV. DIAGNOSIS BANDING

Neonatus Aterm

o Besar masa kehamilan

o Kecil masa kehamilan

o Sesuai masa kehamilan

Asfiksia

 Berat

12
 Sedang

 Ringan

Berdasarkan etiologi

o Faktor ibu

 Pre eklampsia, eklampsia

 Plasenta previa

 Solusio plasenta

 Ruptur uteri

 Air ketuban keruh

o Faktor tali pusat

 Lilitan tali pusat

 Tali pusat pendek

 Simpul tali pusat

o Faktor bayi

 Prematuritas

 Persalinan dengan tindakan

 Kelainan congenital

V. DIAGNOSIS SEMENTARA

 Neonatus aterm – sesuai masa kehamilan

 Lahir SC atas indikasi letak lintang


13
 Asfiksia sedang

 Penyakit jantung bawaan non sianotik – VSD (Ventricular Septal Defect)

VI. TERAPI

Terapi awal

o Medikamentosa

 Injeksi Vit K 1x1 mg

 Salep mata chloramfenicol

 Pasang infuse umbilical D5% 8 tpm

 Injeksi ampisulbactam 2x175 mg

 Injeksi dexametason 2x ¼ amp (ekstra)

 Injeksi Ca glukonas 2x 1,5 cc ad aqua IV pelan

o Nonmedikamentosa

 Tunda diet

Terapi sekarang

o Medikamentosa

 Infus D10% 10 tpm

 Injeksi ampisulbactam 2x 175 mg

 Injeksi Ca glukonas 2x 1,5 cc ad aqua IV pelan

 ASI 3 x 35 cc

o Nonmedikamentosa
14
Kebutuhan Cairan Kalori Protein

24 jam 294,4 368 7,36

Inf D10% 240 81,6 -

ASI 105 68,25 1,575

%AKG 117,18% 40,72% 21,39%

VII. PROGRAM

 Pantau keadaan umum, tanda vital, dan tanda distress pernapasan

 Jaga kehangatan

 Rawat tali pusat

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : ad malam

IX. USUL

Pemeriksaan darah rutin ulang, elektrolit

Pemeriksaan echocardiografi

15
X. NASEHAT DI RUMAH

 Jaga kehangatan bayi

 Perawatan tali pusat

 Pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan, berikan 2-3 jam sekali.

 Ibu harus selalu membersihkan puting susu sebelum maupun sesudah menyusui. Jika ibu
menggunakan botol susu, pastikan botol susu dalam keadaan bersih dan harus selalu
dicuci serta direbus sebelum digunakan.

 Lakukan pemeriksaan kesehatan bayi secara rutin ke pusat pelayanan kesehatan terdekat
untuk memantau tumbuh kembang bayi serta pemberian imunisasi dasar.

 Ibu harus menemui dokter secepat mungkin jika bayinya mengalami:

o Masalah bernafas

o Merintih

o Tampak berwarna kebiruan (sianosis)

o Suhu tubuh ≥ 38 ̊C

o Muntah atau buang air besar berlebihan (>3x/ hari)

o Tersedak atau mengeluarkan ASI dari hidung saat menyusui

o Mengeluarkan darah (walaupun sedikit) pada air kencing maupun beraknya

o Kejang

 Hindari asap rokok di sekitar bayi karena paru-paru bayi masih sangat rentan terhadap
infeksi pernapasan

16
ANALISA KASUS

1. Pada pasien ditegakkan diagnosis neonates aterm berdasarkan:

a. Anamnesa

Pada anamnesa ditemukan ibu G2P1A0, usia 38 tahun, usia kehamilan 39


minggu. 1 jam sebelum ke IGD RSUD Kota Semarang, ibu mengeluh perutnya
terasa sangat mulas namun belum keluar lendir dan darah dari jalan lahir.

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi yang didukung oleh pemeriksaan


Ballard Score, yaitu:

Maturitas Poin Maturitas Fisik Poin


Neuromuskuler

Sikap tubuh 4 Kulit 3

Jendela siku-siku 4 Lanugo 3

Rekoil lengan 4 Lipatan telapak kaki 3

Sudut popliteal 4 Payudara 3

Tanda selempang 3 Bentuk telinga 3

Tumit ke kuping 3 Genitalia (laki-laki) 3

Total 22 Total 18

New Ballard Score : maturitas neuromuscular + maturitas fisik

: 22 + 18
17
: 40

Kesan : kelahiran aterm 40 minggu.

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik ini sudah dapat ditegakkan diagnosa
neonates aterm.

2. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asfiksia sedang berdasarkan APGAR SCORE:

Klinis 1’ 5’ 10’

Apperance 1 1 1

Pulse 2 2 2

Grimace 0 0 0

Activity 0 1 1

Respiratory Effort 1 1 2

4 5 6

0-3 : asfiksia berat

4-6 : asfiksia sedang – ringan

7-10 : asfiksia ringan – normal

Berdasarkan APGAR score dapat ditegakkan diagnose asfiksia sedang.

3. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis penyakit jantung bawaaan nonsianotik – VSD
berdasarkan:

a. Anamnesis

Pada anamnesa ditemukan anak tidak kuat minum.

b. Pemeriksaan fisik

18
Pada pemeriksaan fisik jantung didapatkan murmur (+), bunyi jantung tambahan
III sistolik di ICS IV. Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan sianosis baik pada
bibir, badan, maupun ekstremitas.

c. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan:

Thorax: Cor : Batas jantung agak melebar

Pulmo : Corakan bronkovaskuler meningkat, tampak sedikit bercak-bercak di


paru

Diafragma dan sinus baik

Kesan : Cor: Susp. Kardiomegali  echocardiografi?

Ada sedikit infiltrate di paru  BRPN?

19
TINJAUAN PUSTAKA

PENYAKIT JANTUNG BAWAAN

I. DEFINISI

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur
maupun fungsi sirkulasi yang telah ada sejak lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin.

II. EPIDEMIOLOGI

Penyakit jantung bawaan ini terjadi pada sekitar 8 dari 1000 kelahiran hidup. Insiden
lebih tinggi pada lahir mati (2%), abortus (10-25%), dan bayi premature (2%). Penelitian di
Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran
hidup. Dimana sekitar 12,05 pada bayi berjenis kelamin laki-laki, dan 14,21 pada bayi
perempuan. Penyakit jantung bawaan yang sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect.

III. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Pada sebagian kasus, penyebab dari PJB ini tidak diketahui. Beberapa faktor yang
diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita klasifikasikan menjadi dua
golongan besar, yaitu genetic dan lingkungan. Pada faktor genetic, hal yang penting kita
perhatikan adalah riwayat keluarga yang menderita penyakit jantung. Hal lain yang juga
berhubungan adalah kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai penyimpangan
pada kromosom, misalnya pada sindroma down.

20
Untuk faktor lingkungan beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:

Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.


Rubella. Infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama akan menyebabkan
penyakit jantung bawaan.
Diabetes. Bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak
terkontrol mempunyai resiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung
bawaan.
Alkohol. Seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk
mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan.
Ectasy dan obat-obat lain, seperti diazepam, kortikosteroid, phenotiazin, dan
kokain, akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan.

IV. KLASIFIKASI
Secara garis besar, penyakit jantung bawaan ini dapat diklasifikasikan menjadi dua
bagian besar, yaitu:
o PJB asianotik
 Atrial septal defect (ASD)
 Ventricle septal defect (VSD)
 Patent duktus arteriosus (PDA)
o PJB sianotik
 Tetralogi of Fallot (TOF)
 Pulmonary atresia
 Transposition of the great arteries

ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)


ASD diperkirakan terjadi pada ± 1/3 dari penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada
orang dewasa, dimana 2/3 kasus ditemukan pada wanita. Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi
dalam 3 tipe, yaitu ostium primum, ostium sekundum, dan defek sinus venosus. Tipe ostium
sekundum merupakan tipe ASD yang tersering, kerusakan yang terjadi terletak pada bagian

21
tengah septum atrial dan fossa ovalis. Kebanyakan ASD terjadi akibat dari mutasi genetic
spontan.

Gambar 1. Tipe ASD

Pada atrial septal defect, aliran darah yang ada di atrium sinistra bocor ke atrium dextra
karena ada defek di septum intraartrialnya yang disebabkan oleh gagalnya menutup sebuah
septum maupun karena adanya gangguan pertumbuhan. Karena tekanan di ventrikel sinistra yang
memompa darah ke seluruh tubuh lebih besar, maka darah dari atrium dextra tidak dapat masuk
ke atrium sinistra sehingga di atrium dextra dan ventrikel dextra terjadi overload darah yang
mengakibatkan hipertrofi atrium dan ventrikel dextra.

22
Gambar 2. Atrial Septal Defect

Sebagian ASD bersifat asimtomatik, terutama pada bayi dan anak kecil. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan pulsasi pada ventrikel kanan pada daerah para sterna kanan,
wide fixed splitting pada bunyi jantung kedua walaupun tidak selalu ada, bising sistolik tipe
ejeksi pada daerah pulmonal pada garis sterna kiri atas, bising mid diastolik pada daerah
tricuspid dapat menyebar ke apeks.
Pemeriksaan EKG menunjukkan aksis ke kanan, RBBB, hipertrofi ventrikel kanan,
interval PR memanjang, aksis gelombang P abnormal, aksis ke kanan secara ekstrim biasanya
akibat defek ostium primum.

Gambar 3. Perekaman pada anak umur 3 tahun dengan ASD

23
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah foto thorax,
CT scan, MRI, dan ekokardiografi. Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto
thorax AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol, dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol.
Defek septum artrium harus ditutup dengan pembedahan untuk mencegah terjadinya
hipertensi pulmonal. Indikasi penutupan ASD yaitu: pembesaran jantung pada thorax, dilatasi
ventrikel kanan, kenaikan tekanan arteri pulmonalis 50% tanpa mempertimbangkan keluhan.
Operasi merupakan kontraindikasi bila defek kurang dari 8 mm tanpa adanya keluhan dan
pembesaran jantung kanan.
Kira-kira 10% penderita ASD dapat mengalami hipertensi pulmonal. Komplikasi lain
yang dapat terjadi pada ASD yaitu emboli paradoxical, cardiac conduction defects, gagal jantung
kongestif.

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)


Ventricular septal defect adalah suatu keadaan abnormal jantung berupa adanya
pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan. Sebelum bayi lahir, ventrikel kanan dan kiri
belum terpisah, sebuah dinding pemisah antara kedua ventrikel tersebut normalnya terbentuk,
akan tetapi jika sekat tersebut tidak terbentuk sempurna maka timbullah suatu keadaan penyakit
jantung bawaan yang disebut VSD.

24
Gambar 4. Ventricular Septal Defect

VSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir
langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3
cm. perubahan fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen
melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah
dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan akan meningkat, menyebabkan
pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri,
menyebabkan sianosis.

Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang yaitu: perimembranous,


subarterialdoublycommited, dan muskuler. Tipe yang paling sering terjadi yaitu tipe

25
perimembranous (60%), terjadi bila lubang terletak di daerah pars membranacea septum
interventricularis. Pada tipe subarterialdoublycommited, lubang terletak di daerah septum
infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan
katup pulmonal.

Gambar 5. Tipe VSD

Pada VSD kecil biasanya tidak ada gejala, bising pada VSD tipe ini bukan pansistolik, tapi
biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2. Pada VSD sedang biasanya juga tidak
begitu ada gejala, hanya kadang penderita mengeluh lekas lelah, sering mendapat infeksi paru
sehingga sering menderita batuk. Pada VSD besar sering menyebabkan gagal jantung pada umur
antara 1-3 bulan, penderita menderita infeksi paru dan radang paru.
Pada pemeriksaan fisik VSD kecil dapat ditemukan impuls ventrikel kiri jelas pada saat
palpasi di apeks kordis, bunyi jantung biasanya normal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik VSD
besar dapat ditemukan pertumbuhan badan terhambat, pucat, banyak keringat bercucuran, impuls
jantung hiperdinamik kuat saat palpasi, bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks
dan sering diikuti “click” sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada
pangkal arteria pulmonalis yang melebar.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu EKG, foto thorax yang biasanya
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri. Hitung darah lengkap dan uji masa protrombin dan masa
26
tromboplastin parsial dapat dilakukan untuk persiapan prabedah. Penatalaksanaan untuk VSD
kecil ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan. Sedangkan untuk VSD
sedang, jika tidak ada gejala gagal jantung dapat ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena
kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Untuk VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang
belum permanen, biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga pengobatannya
menggunakan digitalis.
Kemungkinan penutupan defek septum secara spontan cukup besar, terutama pada tahun
pertama kehidupan. Kemungkinan penutupan spontan sangat berkurang pada pasien berusia
lebih dari 2 tahun dan umumnya tidak ada kemungkinan lagi di atas usia 6 tahun. Secara
keseluruhan, penutupan secara spontan berkisar 40-50%. Beberapa pasien akan berkembang
menjadi penyakit vaskuler obstruktif berupa hipertensi pulmonar akut, Eisenmengersyndrome
pada saat terapi referal diberikan serta terjadinya peningkatan sianosis secara progresif.

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)


Patent ductus arteriosus (PDA) adalah terdapatnya pembuluh darah fetal yang
menghubungkan percabangan arteri pulmonalis sebelah kiri ke aorta descenden tepat di sebelah
distal arteri subklavia kiri. PDA sering ditemukan pada bayi premature dengan berat badan lahir
rendah. Duktus arteriosus terbuka selama kehidupan janin intrauterine. Bila bayi dilahirkan,
maka duktus ini tidak lama kemudian akan menutup. Bila duktus ini tetap terbuka, maka
kelainan ini disebut PDA.
Pada PDA yang cukup besar, volume darah di dalam arteri pulmonalis menjadi lebih
besar. Jumlah darah di atrium kiri bertambah dan menyebabkan dilatasi. Ventrikel kiri,
disamping volume darahnya yang bertambah, harus bekerja lebih keras, sehingga terjadi
hipertrofi. Darah yang dipompa ke aorta desendens biasa, tetapi setelah melampaui duktus
arteriosus jumlah darah ini berkurang, sehingga aorta desenden menjadi lebih kecil.

27
Gambar 6. Patent ductus arteriosus (PDA)

Manifestasi klinis PDA dapat asimtomatik bila berukuran kecil. Bila PDA berukuran
besar dapat menyebabkan infeksi saluran nafas bawah, ateletaksis, dan gagal jantung kongestif
disertai takipneu dan berat badan sulit naik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan trill pada
saat sistolik di kiri atas sternum. Buyi jantung pada umumnya normal, kadang-kadang komponen
pulmonal dari bunyi jantung ke 2 terdengar agak mengeras.
Bising kontinyu paling baik terdengar pada area infraklavikular kiri atau tepi atas kiri
sternum dengan grade 1-4/6. Pada bayi premature yang menderita PDA terjadi gangguan
distribusi aliran darah sistemik sehingga terjadi penurunan aliran darah sistemik yang
menyebabkan perubahan pada organ seperti otak yang menimbulkan perdarahan intraventrikular
dan saluran cerna yang menyebabkan necrotizing enterocolitis.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu EKG, radiologi, dan ekokardiografi.
Pada EKG dapat ditemukan gambaran hipertrofi ventrikel kiri dan dilatasi atrium kiri apabila
PDA berukuran cukup besar. Sedangkan PDA yang berukuran cukup besar pada rontgen thorax
dapat menunjukkan gambaran kardiomegali dengan pembesaran atrium kiri, ventrikel kiri, dan
aorta asendens.
Diagnosis banding untuk PDA adalah coronary arterivenous fistula, systemic
arterivenous fistula, pulmonary arterivenous fistula, dan venous hum. Pada coronary arterivenous
fistula, bising kontinyu terdengar maksimum sepanjang tepi kanan sternum, tidak di area
infraklavikular kiri atau tepi kiri atas sternum.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan untuk penderita PDA yaitu:
28
Nonintervensi
Tidak diperlukan pembatasan aktivitas jika tidak terdapat hipertensi pulmonal.
Profilaksis untuk infektif endokarditis
Pada bayi premature dengan PDA, penurunan hemoglobin akan meningkatkan
curah jantung sebagai kompensasi untuk memenuhi oksigenasi perifer dan
transport oksigen ke miokardium tergantung oksigen content sehingga anemia
akan menyebabkan iskemia miokardium dan jaringan lain. Oleh karena itu pada
bayi premature dengan PDA hematokrit dipertahankan diatas 45%.
Pada bayi premature yang disertai gagal jantung dapat diberikan indometasin
sebelum usia 10 hari. Dosis yang diberikan 0,2 mg/kgBB melalui pipa nasogastrik
atau intravena. Pemberian intravena dosis selanjutnya tergantung usia pada saat
awal terapi:
 < 48 jam dilanjutkan dengan 2 dosis 0,1 mg/kgBB
 2-7 hari dilanjutkan dengan 2 dosis 0,2 mg/kgBB
 > 7 hari dilanjutkan dengan 2 dosis >0,25 mg/kgBB
Intervensi bedah
Dapat dilakukan pada PDA dengan ukuran kecil atau besar. Jika terdapat penyakit
vascular paru merupakan kontraindikasi.
Intervensi kardiologi non bedah
Intervensi kardiologi pada PDA dilakukan dengan cara penutupan duktus secara
transkateter menggunakan coil atau ampaltzer ductal ocluder.

TETRALOGY OF FALLOT (TOF)


Tetralogy of Fallot (TF) merupakan Penyakit Jantung Bawaan (PJB) yang terdiri atas 4
kelainan yaitu defek septum ventrikel Ventricular Septal Defect/VSD), stenosis pulmoner,
overriding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan. Tetralogy of Fallot merupakan 4-10 % dari
semua PJB dan 75 % dari seluruh kasus PJB sianotik. Dasar embriologi Tetralogy of fallot
adalah gangguan perkembangan bulbus cordis sehingga terjadi kelainan pada infundibulum,
bagian proximal arteri pulmonalis dan septum ventricular. Gangguan ini berlangsung antara
minggu ke 5 dan 7 kehidupan janin.

29
Gambar 7. Tetralogi of fallot (TOF)

Pada terralogy of fallot terdapat empat kelainan anatomi jantung yaitu:

1. Defect septum ventrikel (VSD) dengan R – L shunt

2. Stenosis pulmonalis

3. Overriding aorta, aorta berubah posisi dimana aorta berpangkal sebagian di ventrikel
kanan dan sebagian lainnya di ventrikel kiri

4. Hipertrofi ventrikel. Vntrikel kanan lebih banyak mengandung otot dari normal dan
dapat juga berdilatasi, hal ini yang memberikan gambran boot shaped appereance pada
foto thoraks

Gejala klinik tergantung pada berat ringannya obstruksi pada bagian outflow ventrikel
kanan. Jika obstruksi ringan maka sianosis ringan atau tidak ada tetapi bila obstruksi maximal
maka sianosis juga hebat dan bisa terlihat sejak lahir. Pada saat bayi baru lahir mungkin tidak
didapatkan tanda-tanda sianosis , sianosis baru baru terlihat kalau bayi menangis (stress) atau
sesudah menyusu, tetapi dapat timbul episode sianosis berat atau hipoksik yang disebut tet spell.
Tet spell merupakan episode hipersianotik yang ditandai dengan hiperpnoe paroksismal,
tangis panjang, sianosis yang meningkat, dan menurunnya intensitas bunyi murmur dari stenosis

30
pulmonal. Anak dengan sianotik yang terus menerus sampai sekitar 6 bulan, pertama-tama
menunjukkan jari-jari tabuh. Pertumbuhan dan perkembangan anak terlambat,biasanya lekas
capek dan dysonea pada kegiatan. Squatting (posisi lutut-dada) umumnya terjadi bila anak sudah
cukup besar dan mulai berjalan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada TOF adalah pemeriksaan foto thorax,
kardioangiografi, dan ekokardiografi. Pada foto polos tampak paru lebih radiolusen daripada
biasa. Pembuluh darah paru berkurang dan mempunyai caliber kecil. Pembesaran ventrikel
kanan menyebabkan bayangan jantung melebar ke kiri dengan apex di atas diafragma. Pinggang
jantung menjadi lebih konkaf karena tidak ada pembesaran dari jalur keluar (outflow tract) dari
ventrikel kanan.

Gambar 8. Gambaran boot-shaped jantung pada Tetralogy of fallot


Pengobatan yang dapat diberikan bila serangan spell hipoksik terjadi, selain pemberian
morfin dan natrium bikarbonat untuk asidosis metabolik, juga perlu diberikan propanolol. Kalau
dengan obat-obatan tersebut spell masih sering timbul, intervensi bedah perlu segera dilakukan.
Intervensi ini dapat berupa koreksi total atau paliatif dengan prosedur Blalock-Taussig Shunt.
Beberapa center yang sudah maju melakukannya pada masa bayi dengan tujuan melindungi
miokard dari hipoksia berkepanjangan.

Tanpa pembedahan, Tetralogy of Fallot mempunyai mortalitas yang tinggi pada anak-
anak dan sekitar 25 % dari semua kasus dengan Tetralogy of Fallot dan stenosis pulmoner berat
meninggal pada umur 1 tahun. 70 % meninggal pada umur 10 tahun. Setelah pembedahan
paliatif, gejala-gejala Tetralogy of Fallot berkurang dan prognosisnya lebih baik.

31
ATRESIA PULMONAL
Atresia pulmonal merupakan suatu penyakit jantung kongenital yang jarang terjadi. Pada
atresia pulmonal tidak terdapatnya hubungan langsung antara ventrikel kanan dengan arteri
pulmonalis karena terjadinya gangguan pembentukan dari katup pulmonal.

Gambar 9. Atresia pulmonal


Tidak terdapat hubungan langsung antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonalis.
Patent Ductus Arteriosus (PDA) dan atau arteri kolateral menjadi sumber utama aliran darah ke
paru-paru. Aliran darah sistemik yang masuk kedalam atrium kanan harus masuk kedalam
atrium kiri melalui defek septum atrium sehingga atrium kanan menjadi melebar dan hipertrofi
untuk mempertahankan shunt dari kanan ke kiri
Sianosis terlihat lebih dini dibandingkan dengan Tetralogi Fallot, yaitu dalam hari-hari
pertama pascalahir. Pada pemeriksaan fisis tidak terdengar bising di daerah jalan keluar ventrikel
kanan, namun mungkin terdengar bising di daerah anterior atau posterior, yang menunjukan
terdapatnya aliran kolateral. Jantung dapat membesar dan hiperaktif dan terjadi gagal jantung
pada usia bayi.

32
Foto polos thoraks menunjukan gambaran mirip Tetralogi Fallot, dengan oligemia paru
lebih hebat. Elektrokardiogram memperlihatkan karakteristik seperti pada Tetralogi Fallot, yaitu
deviasi sumbu QRS ke kanan, dilatasi atrium kanan, serta hipertrofi ventrikel kanan. Dengan
ekokardiografi tampak over-riding aorta, aorta besar, sedang katup pulmonal tidak tampak. Perlu
dipastikan apakah terdapat a.pulmonalis utama (main pulmonary artery) dan berapa besarnya,
serta danya kolateral.
Kelainan ini merupakan salah satu jenis duct-dependent lesion; neonatus dapat bertahan
hidup selama duktus terbuka dan bila duktus menutup pasien akan meninggal. Karena itu harus
dilakukan usaha untuk tetap membuka duktus, baik dengan obat (pemberian prostaglandin) atau
dengan operasi paliatif (Blalock-Taussig atau Waterston). Prostaglandin E1 atau E2 diberikan
intravena dengan dosis 0,1 µg/kg berat badan/menit.
Tanpa operasi sebagian besar pasien meninggal dalam tahun pertama. Sebagian kecil
pasien dengan kolateral yang cukup dapat hidup sampai dekade III.

TRANSPOSITION OF THE GREAT ARTERIES


TGA adalah sebuah kelainan jantung bawaan sianotik kedua tersering setelah TF, dimana
kelainan letak dari aorta dan arteri pulmonalis. Kira-kira 5% dari seluruh penyakit jantung
bawaan, dengan perbandingan anak laki-laki lebih sering daripada anak perempuan. Dalam
keadaan normal, aorta berhubungan dengan ventrikel kiri jantung dan arteri pulmonalis
berhubungan dengan ventrikel kanan jantung. Pada transposisi arteri besar yang terjadi adalah
kebalikannya.

33
Gambar 10. Transposition of The Great Arteries
Selama dalam kandungan oksigenisasi janin hampir normal. Setelah lahir, ductus
arteriosus akan segera menutup setelah beberapa jam atau 3 sampai 4 hari. Darah pulmonal dan
darah sistemik bercampur hanya melalui foramen ovale. Akibatnya saturasi O2 dalam darah
yang harus di edarkan ke sistemik sangat menurun. Terjadi hipoxia berat dan segera muncul
sianosis.
Pasien dengan kelainan ini biasanya lahir dengan berat badan yang normal ataupun lebih dari
normal. Bergantung baik atau tidaknya pencampuran darah, bayi dapat tampak sianosis ringan
sampai berat. Gejala:

 Sianosis

 Sesak nafas (tachypnea)

 Clubbing fingers

 Kulit terasa dingin dan lembab

 tidak mau makan/menyusu

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan
auskultasi akan terdengar murmur (desah jantung). Pada pemeriksaan penunjang dapat
ditemukan:

34
 X-foto toraks (Roentgen dada)
- Jantung sedikit membesar
- Bayangan jantung seperti telur tergantung pada batang kayu kecil. (Eeg-on-slide
appearance)
- Mediastinum sempit
- Aliran darah paru bertambah
 Elektrocardiography (EKG)
Adanya deviasi sumbu QRS ke kanan dengan hipertrofi ventrikel kanan dan pembesaran
atrium kanan. Pola neonatus dominan sebelah kanan.
 Echocardiography (ECG)
Menunjukkan hubungan ventrikel-arteria yang transposisi.
 Kateterisasi jantung
Menunjukkan tekanan ventrikel kanan merupakan tekanan sistemik, karena ventrikel ini
mendukung sirkulasi sistemik.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan:

 Segera, setelah ada kecurigaan infus Prostaglandin E-1 (PGE-1), dengan tujuan untuk
mempertahankan terbukanya duktus arteriosus untuk memperbaiki oksigenasi.

 Karena PGE-1 mempunyai efek samping dengan berhentinya pernafasan (apnea), maka
perlu diberikan alat bantu pernafasan dengan menggunakan ventilator.

 Balloon Atrial Septostomy

o Balloon Atrial Septostomy (Rashkind). Dengan cara menggunakan kateter balon


dan dengan bantuan echocardiogrphy. Tujunannya untuk merobek septum
interatrial sehingga meningkatkan pirau dan menurunkan sianosis.
o Arterial Switch (Jatene). Kedua pembuluh darah utama dipotong pada pangkal
dan ditukar posisinya. Pembuluh darah koroner yang memberi makan otot jantung
dan menempel di aorta harus dilepas pada muaranya, kemudian dipindah ke aorta
baru yang sudah berhubungan dengan bilik kiri.

35
Gambar 11. Balloon atrial septostomy

ASFIKSIA NEONATORUM

I. DEFINISI

Asfiksia neonatorum adalah suatu kegawatdaruratan bayi berupa kegagalan nafas secara
spontan, dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir
dengan asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada asfiksia adalah depresi
susunan saraf pusat dengan criteria menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008
didapatkan adanya gangguan neurologis berupa hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE), akan
tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera.

II. ETIOLOGI

36
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran,
kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati adanya gangguan pertukaran gas, atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan berakibat asfiksia janin. Gangguan ini dapat timbul
pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi
baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa
kehamilan, dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi.

Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American Academy of Pediatrics (AAP)
mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernafasan yang pada bayi terdiri dari:

Faktor ibu

o Hipoksia ibu: hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat terjadi
karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anesthesia lain.

o Gangguan aliran darah uterus: berkurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin.

Faktor plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia
janin akan terjadi apabila terdapat gangguan mendadak pada plasenta misalnya, solusio
plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.

Faktor janin

Kompresi umbilicus akan menyebabkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh


darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Hal ini dapat
ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, dan lain-lain.

Faktor neonates

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir apat terjadi karena beberapa hal yaitu:

37
o Pemakaian obat anastesi dan analgesi yang berlebihan

o Trauma persalinan

o Kelainan congenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan,


hipoplasia paru, dan lain-lain.

III. PATOFISIOLOGI

Proses kelahiran selalu menimbulkan asifiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini
dianggap perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping
yang kemudian berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan
gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen
dan meningkatnya karbondioksidan diikuti dengan asidosis respiratorik.

Apabila proses berlanjut maka metabolism sel akan berlangsung dalam suasana anarobik
yang berupa glikolisis glikogen sehingga sumber utama glikogen terutama pada jantung an hati
akan berkurang an asam organic yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolic. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan beberapa keadaan
diantaranya:

 Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

 Terjadinya asidosis metabolic mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot


jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.

 Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi tubuh lain
mengalami gangguan.

Sehubungan dengan proses faali tersebut maka fase awal asfiksia ditandai dengan pernafasan
cepat dan dalam selama 3 menit (periode hiperpneu) diikuti dengan apneu primer kira-kira 1
menit dimana pada saat ini denyut jantung dan tekanan darah menurun. Kemudian bayi akan

38
mulai bernafas (gasping) 8-10 kali/menit, selama beberapa menit, gasping ini semakin melemah
sehingga akhirnya timbul apneu sekunder.

Pemakaian sumber glikogen untuk energy dalam metabolism anaerob menyebabkan dalam
waktu singkat tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan
kerusakan membrane sel terutama sel susunan saraf pusat, sehingga mengakibatkan gangguan
elektrolit, berakibat menjadi hiperkalemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi
setelah asfiksia berlangsung selama 8-15 menit.

Manifestasi dari kerusakan sel otak dapat berupa HIE yang terjadi setelah 24 jam pertama
dengan didapatkan adanya gejala kejang subtle, multifocal, atau fokal klonik. Manifestasi ini
dapat muncul sampai hari ketujuh dan untuk penegakan diagnosis diperlukan pemeriksaan
penunjang seperti ultrasonografi kepala dan rekaman elektroensefalografi. Menurun atau
terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan iskemia.

IV. DIAGNOSIS

Neonatus yang mengalami asfiksia neonatorum bisa didapatkan riwayat gangguan lahir,
lahir tidak bernafas dengan adekuat, riwayat ketuban bercampur mekoneum. Temuan klinis yang
didapat pada neonates dengan asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak bernafas/ megap-
megap, denyut jantung < 100 kali/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus otot yang melemah.
Secara klinis dapat digunakan skor APGAR pada menit ke-1, 5, dan 10 untuk mendiagnosa dan
mengklasifikasikan derajat asfiksia secara cepat.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah, dimana pada neonates
dengan asfiksia neonatorum didapatkan PaO2 < 50 mmH2O, PaCO2 > 55 mmH2O, pH < 7,3.
WHO pada tahun 2008 sudah menambahkan criteria dalam penegakan diagnosis asfiksia selain
berdasarkan skor APGAR dan adanya asidosis metabolic, ditambahkan adanya gangguan fungsi
organ berupa gejala neurologis berupa HIE, akan tetapi penegakan diagnosis HIE tidak dapat
dilakukan dengan segera dan terdapat berbagai keterbatasan dalam aplikasinya di komunitas.

V. KOMPLIKASI

39
Asfiksia neonatorum dapat berakibat gangguan pada berbagai jaringan dan organ,
kematian atau sekuele akibat terjadinya proses penyembuhan disfungsi organ yang berlangsung
lama. Manifestasi yang didapatkan:

Depresi neonates saat lahir akibat asidosis dan rendahnya nilai APGAR.

HIE

Disfungsi multiorgan

o Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan oliguria, dan meningkatnya kreatinin.

o Kardiomiopati

o Gangguan fungsi paru seperti hipertensi pulmonal

o Disseminated intravascular coagulation (DIC)

o Kegagalan fungsi hati

o Necrotizing enterocolitis (NEC)

Abnormalitas cairan, elektrolit, dan metabolism

VI. PENATALAKSANAAN

Sebagian besar bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi dalam mengatasi transisi
dari intrauterine ke ekstrauterine, namun sejumlah kecil membutuhkan berbagai derajat
resusitasi.

Antisipasi, kebutuhan resusitasi

Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan sangatlah penting
dalam kesuksesan resusitasi neonates. Pada setiap kelahiran setidaknya harus ada satu orang
yang bertanggung jawab pada bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu untuk memulai,
resusitasi, termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Orang ini atau orang
lain yang datang harus memiliki kemampuan melakukan resusitasi neonates secara komplit,
termasuk melakukan intubasi endotrakeal, dan memberikan obat-obatan.

40
Alat resusitasi

Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus tersedia di dalam kamar
bersalin dan dipastikan dapat berfungsi dengan baik. Peralatan yang diperlukan pada resusitasi
neonates adalah sebagai berikut:

Perlengkapan penghisap

Balon penghisap, penghisap mekanik & tabung, kateter penghisap, dan pipa lambung.

Peralatan balon dan sungkup

Balon resusitasi neonates yang dapat memberikan oksigen 90-100%, dengan volume
balon resusitasi ± 250 ml, sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan,
sumber oksigen dengan pengatur aliran dan tabung.

Peralatan intubasi

Laringoskop, selang endotrakeal, dan stilet yang cocok dengan pipa endotrakeal yang
ada.

Obat-obatan

Epinefrin 1: 10.000, kristaloid isotonic untuk penambah volume, Natrium bikarbonat


4,2%, Naloxon hydrochloride 0,4 mg/ml, dextrose 10%, dan kateter umbilical.

Lain-lain

Alat pemancar panas, monitor jantung dengan probe serta elektrodanya, orophrayngeal
airways, dan selang orogastrik.

Resusitasi neonates

Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal.

41
42
NEONATUS ATERM

I. DEFINISI

Kongres European Perinatal Medicine ke II di London telah memberikan definisi untuk:

 Bayi kurang bulan adalah bayi dengan kehamilan kurang dari 37 minggu atau 259 hari

 Bayi cukup bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu sampai 42
minggu atau 259-293 hari

 Bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau lebih atau
lebih dari 294 hari.

The New Ballard Score Pada Bayi Prematur

Sistem penilaian ini dikembangkan oleh dr. Jeanne L. Ballard, MD untuk menentukan
usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuscular dan fisik. Penilaian neuromuscular
meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign, dan heel to ear maneuver.
Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/ telinga,
dan genilatia.

Penilaian Maturitas Neuromuskular

Postur

Tonus otot bayi tercermin dalam postur tubuh bayi saat istirahat dan adanya saat otot
diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami
peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, dimana ekstremitas bawah
sedikit lebih awal dari ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan kaki
yang fleksi, lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pada bayi yang
mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.

43
Square Window

Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor


memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa melurukan jari-jari
bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari lembut. Hasil sudut antara
telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga postterm diperkirakan
berturut-turut > 90 , 90 , 60 , 45 , 30 , dan 0 .

Arm Recoil

Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut
mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan dengan
cara evaluasi saat bayi terlentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan bagian
bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan lepaskan. Amati
reaksi bayi saat lengan dilepaskan.

Popliteal Angle

Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor positif sendi lutut dengan menguji
resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring terlentang, dan
tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh. Setelah
bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut dan satu
tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain.

Kaki diekstensikan sampai terhadap resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur sudut yang
terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa pemeriksa harus
menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum melakukan ekstensi
kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu maneuver ini untuk 24 hingga 48
jam pertama usia karena bayi mengalami kelelahan fleksor berkepanjangan intrauterine.

Scarf Sign

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring terlentang,
pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengah tubuh dan mendorong tangan bayi
melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi lain pemeriksa
ditelakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati badan, namun kedua

44
bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap lurus dan amati posisi
siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar kerja, yakni penuh pada
tingkat leher (-1); garis kontralateral (0); kontralateral baris putting (1); prosesus xyphoid
(2); garis putting ipsilateral (3); dan garis aksila ipsilateral (4).

Heel to Ear

Maneuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan
fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul. Dengan posisi bayi
terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat mungkin
dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja periksa dan
amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut (bandingkan dengan angka
pada lembar kerja).

Penilaian Maturitas Fisik

 Kulit

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya bersamaan


dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung, yaitu verniks caseosa. Oleh
karena itu kulit menebal, mongering, dan menjadi keriput dan/ atau mengelupas dan
dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi dengan kecepatan
berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada kondisi ibu dan lingkungan
intrauterine.

Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum corneumnya, kulit agak


transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya kulit
menjadi lebih halus, menebal dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang menghilang
menjelang akhir kehamilan. Pada keadaan matur dan postmatur, janin dapat
mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat proses
pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi, seperti sebuah
perkamen.

45
 Lanugo

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme prematurity kulit
janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 24 hingga 25
minggu dan biasanya sangat banyak, terutama di bahu dan punggung atas ketika
memasuki minggu ke 28. Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah.
Daerah yang tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang
paling luas terdapat di daerah lumbosakral.

 Permukaan Plantar

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan berkaitan
dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit putih
mempunyai sedikit garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit
hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuscular sehingga timbulnya garis
pada telapak kaki tidak mengalami penurunan.

Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada telapak kaki.
Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan permukaan plantar
maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumit. Untuk jarak kurang dari 40
mm diberikan skor -2, untuk jarak antara 40 hingga 50 mm diberikan skor -1. Hasil
pemeriksaan disesuaikan dengan skor di tabel.

 Payudara

Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi estrogen ibu
dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa menilai
ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan papilla
Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae dibawah areola dengan ibu
jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam millimeter.

 Mata/ Telinga

Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring perkembangannya


menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi ketebalan kartilago
46
kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan
pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi
semulanya.

Pada bayi premature daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.
Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan palpebra.
Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan inferior dengan
menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada extremely premature palpebra akan
menempel erat satu sama lain.

 Genital (pria)

Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih
minggu ke 30 gestasi. Testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada sekitar
minggu ke 32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian atas
atau bawah pada minggu ke 33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit
skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.

Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona berugae. Pada
neonates extremely premature scrotum datar, lembut, dan kadang belum bisa dibedakan
jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonates matur hingga postmatur, scrotum
biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika berbaring.

 Genital (wanita)

Untuk memeriksa genitalia neonates perempuan maka neonates harus diposisikan


telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45 dari garis horizontal. Abduksi yang
berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol
sedangkan aduksi menyebabkan keduanya tertutupi oleh labia majora. Pada neonates
extremely premature labia datar dan klitoris sangat menonjol dan menyerupai penis.

 Interpretasi (Hasil)

Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuscular maupun fisik disesuaikan


dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. Interpretasi hasil dapat dilihat pada
tabel skor.
47
48
LETAK LINTANG

I. DEFINISI

Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan biasanya bahu merupakan bagian
terendah janin. Pada letak lintang, biasanya bahu berada di atas pintu atas panggul sedangkan
kepala terletak di salah satu fosa iliaka yang lain. Keadaan seperti ini disebut sebagai presentasi
bahu atau presentasi akromion. Arah akromion menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis
letaknya yaitu letak akromion kiri atau kanan.

II. JENIS LETAK LINTANG

Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam yaitu:

Menurut letak kepala terbagi atas

 LLi I

Apabila posisi kepala janin berada di sebelah kiri.

 LLi II

Apabila posisi kepala janin berada di sebelah kanan.

Menurut posisi punggung terbagi atas

 Dorso anterior

Apabila posisi punggung janin berada di depan.

 Dorso posterior

Apabila posisi punggung janin berada di belakang

 Dorso superior

Apabila posisi punggung janin berada di atas

49
 Dorso inferior

Apabila posisi punggung janin berada di bawah

III. ETIOLOGI

Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen akibat
multiparitas yang tinggi, bayi premature, bayi dengan hidrosefalus, bayi yang terlalu kecil atau
sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit, hidramnion, kehamilan kembar
dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lainnya yang dapat menghalangi turunnya kepala ke
dalam rongga panggul seperti misalnya tumor di daerah rongga panggul dapat pula
mengakibatkan terjadinya keadaan letak lintang tersebut.

IV. PROGNOSIS

Letak lintang merupakan letak yang tidak mungkin lahir spontan dan berbahaya bagi ibu
dan bayi. Bagi bayi angka kematian tinggi sebesar 25-40% yang dapat disebabkan oleh prolapsus
funikuli, trauma partus, hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus. Prognosis bayi sangat
tergantung pada saat pecahnya ketuban, maka kita harus berupaya supaya ketuban selama
mungkin tetap utuh.

50

Anda mungkin juga menyukai