Anda di halaman 1dari 9

KRITIK FAZLUR RAHMAN TERHADAP ISLAMISASI ILMU

Tugas mata kuliah:

ISLAMISASI ILMU

DosenPengampu:

Dr. Syamsudin Arif,

Oleh:

Muhammad Husni Mubarok

39.2.3.395

Progam Pasca Sarjana

Hukum Ekonomi Syariah

Universitas Darussalam

2018-2019 M
KRITIK FAZLUR RAHMAN TERHADAP ISLAMISASI ILMU

I. Latar Belakang

Dalam sejarah perkembangan Ilmu Pengetahuan modern, barat berperan


dengan memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan. Yaitu dengan
menjadikan ilmu alam sebagai sumber ilmu pengetahuan yang benar dan menolak
nilai kognitif dari studi filosofis dan metafisik.1 Dengan demikian semakin banyak
penolakan dari para cendekiawan dan ulama muslim, yang menjadikan Al-Qur’an
sebagai sumber ilmu pengetahuan. Maka muncul lah ide Islamisasi Sains yang
menjadi gagasan dan selalu diperbicangkan oleh para cendekiawan muslim dalam
beberapa tahun terakhir. Hal ini dimaksudkan dalam menyelesaikan masalah sains
modern dengan dampak negatif yang telah ditunjukkan.

Sir Naquib Al-Attas adalah salah satu yang telah banyak memberikan dan
mengupayakan gagasannya mengenai Islamisasi Sains. Hal ini ditunjukkan
dengan didirikannya sebuah lembaga dengan nama International Institute of
Islamic Thoughtand Civilization (ISTAC) di Malaysia. Kemudian tokoh lain yang
juga diidentikkan dengan Islamisasi Sains adalah Ismail Al-Faruqi seorang sarjana
kelahiran palestina,yang memperlihatkan ketertarikannya dengan Islamisasi Sains,
yaitu dengan mendirikan sebuah lembaga penelitian (“International Institute Of
Islamic Thought” atau lebih dikenal dengan singkatan, III-T).

Kedua tokoh ini yang dianggap sebagai pencetus gagasan Islamisasi Sains
yang muncul pada tahun ‘70-an’, namun substansi pemikiran terhadap
pengetahuan dan realitas dapat dilacak sejak Shah Wali Allah dan juga Sir Sayyid
Ahmad Khan padaabad ke—18, yang mendirikan Universitas Aligarh pada abad
ke-19. Berdirinya Universitas Aligarh, diikuti juga Indonesia dengan pembicaraan
mengenai transformasi IAIN (Institute Agama Islam Negeri) menjadi UIN
(Universitas Islam Negeri) yang kemudian banyak didirikannya Universitas Islam
model lainnya, seperti UII, UNISBA, UNISMA (Universitas Islam Malang yang
didirikan oleh kalangan NU), UniversirtasMuhammadiyah.

1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat,(Jakarta: PT. Gramedia, 2000), p. 858.
Munculnya konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan sebenarnya bukan
berangkat dari banyaknya penemuan teknologi barat saat ini, melainkan para
cendekiawan dan ulama berpendapat bahwa konstruksi ilmu pengetahuan barat
dibangun dengan filosofi dan cara pandang barat, termasuk bagaimana mereka
melihat realitas dan mengesampingkan metafisis.2 Oleh karena itu, telah menjadi
proyek umat Islam bersama untuk membangun kembali konstruksi ilmu
pengetahuan yang sesuai dengan filosofis dan cara pandang yang Islami.

Ide besar para cendekiawan muslim ini ternyata mendapatkan tanggapan


dari para pemikir muslim lain, baik pro dan kontra. Diantara tokoh yang
mendukung terhadap proyek Islamisasi ini antara lain adalah Seyyed Hossein
Nasr (1933), Ziauddin Sardar (1951), dan beberapa tokoh lain yang menolak
adanya westernisasi ilmu pengetahuan. Namun sebaliknya ada pula ulama dan
tokoh pemikir Islam yang menolak atau kontra dengan gagasan ini, antara lain
adalah beberapa pemikir muslim kontemporer seperti Fazlurrahman, Muhsin
Mahdi, Abdussalam,dan Abdul Karim Soroush.3 Mereka bukan menolak akan
tetapi juga mengkritik gagasan ide proyek Islamisasi ilmu pengetahuan.

Salahsatu kritik yang dilontarkan oleh mereka lebih mengarah kepada


aspek metodologi dalam merealisasikan Islamisasi ilmu pengetahuan, karena
mereka menganggap langkah-langkah yang dilakukan tidak terlalu “ampuh”
dalam menghadapi ilmu pengetahuan barat yang sudah berkembang, dan
mewujudkan Islamisasi ilmu pengetahuan. Begitu juga kritik yang dilontarkan
oleh fazlurrahman yang mengatakan bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan tidak
perlu dilakukan, cukuplah memanfaatkan waktu untuk berkreasi dan berinovasi.

2
Abu Bakar Adenan Siregar, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, jurnal Ihya’ Arabiyah, vol.5,
januari 2015), hlm.91
3
Ibid. Hlm 92.
II. Konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Definisi Islamisasi ilmu pengetahuan menurut Al-Attas adalah


pembebasan manusia, mulai dari magic, mitos, animisme dan tradisi kebudayaan
kebangsaan dan kemudian dari penguasaan sekuler atas akal dan bahasanya.4

Menurutnya Islamisasi adalah upaya membebaskan manusia dari sikap


tunduk kepada keperluan jasmaniahnya yang condong mendzolimi dirinya sendiri,
hal ini disebabkan karena kelalaian yang menjadi tabiatnya, sehingga menjadikan
menusia yang jahil tentang apa tujuan manusia itu hidup. Islamisasi adalah proses
pengembalian manusia kepada fitrah diciptakannya manusia itu sendiri.5

Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dan Seculerism menegaskan


bahwa Islamisasi diawali dengan Islamisasi bahasa, dan ini telah dimuali sejak
diturunkannya kitab suci Al-Qur’an kepada orang Arab. Jadi, bahasa, pemikiran,
dan rasionalitas saling berkaitan erat dan saling bergantung dalam membayangkan
tasawur (worldview) atau visi hakikat (reality) kepada manusia. Dengan
Islamisasi bahasa berpengaruh kepada tercetusnya Islamisasi pemikiran dan
rasionalitas.6

Definisi Islamisasi ilmu pengetahuan menurut al-Faruqi dalam karyanya


Islamization of Knowledge: General Principles dan Workplan menjelaskan
pengertian Islamisasi Ilmu sebagai usaha untuk mengembalikan hakikat ilmu,
yaitu mendefinisikan untuk kembali, menyusun ulang data, memikir kembali
argumen dan rasionalisasi berhubung data tersebut, menilai kembali kesimpulan
dan tafsiran, membentuk kembali tujuan dan melakukannya secara disiplin,
sekaligus memperkaya visi, misi dan perjuangan Islam.7

Seperti al-Attas, al-Faruqi menekankan kepentingannya yang mengacu kepada


membangun kembali disiplin ilmu dalam sains sosial, sains kemanusiaan dan
4
Syed M. Al-Attas, Islam dan Sekulerisme, (Kuala Lumpur, ISTAC, edisi kedua, 1993)
hlm.41, 174.
5
Ibid. Hlm 42.
6
Ibid. Hlm. 42-43.
7
Ismail al-Faruqi, Islamization of Knowledge: problems, principles dan perspektive
dalam islam: Source and Purpose of Knowledge, (Herndon, Va:IIIT.1988), 32.
sains tabi’, Dalam kerangka Islam dengan memadukan prinsip-prinsip Islam
kedalam tubuh ilmu tersebut.

Terdapat beberapa unsur dan konsep asing yang harus dikeluarkan dari
setiap ranting ilmu pengetahuan, unsur dan konsep asing tersebut adalah sebagai
berikut:8

1. Konsep dualisme (dualism) yang meliputi Hakikat dan Kebenaran.


2. Doktrin Humanisme
3. Ideologi Sekuler
4. Konsep Tragedi-khususnya dalam kesusastraan.

Menurut syed M. al-Attas, proses Islamisasi ilmu pengetahuan harus


melibatkan dua langkah utama:

1. Mengisolir unsur-unsur dan konsep-konsep kunci yang membentuk


budaya dan peradaban Barat, dari setiap bidang ilmu pengetahuan modern
saat ini, khususnya dalam ilmu pengetahuan dan humaniora. Begitu juga
ilmu alam, fisika, dan aplikasinya harus disesuaikan dengan konsep,
penafsiran dan nilai akan fakta-fakta dan formulasi teori-teori.9.
2. Memasukan unsur-unsur Islam beserta konsep-konsep kunci dalam setiap
bidang dari ilmu pengetahuan saat ini yang relevant.10 Tujuan dari
Islamisasi ilmu adalah untuk melindungi umat Islam dari ilmu
pengetahuan yang telah tercemar dan menyesatkan serta menimbulkan
kekeliruan. Selain daripada itu tujuan dari Islamisasi ilmu adalah
mengembangkan ilmu pengetahuan yang hakiki yang boleh
membangunkan pemikiran dan rohani pribadi Muslim yang akan
melahirkan keamanan, kebaikan, keadilan dan kekuatan iman.

8
Moch Tolchah, Gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan (pendekatan al-Faruqi dan al-
Attas), Solusi, vol.2, no.1, hlm.108.
9
Wan. Mocd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy and Practice of Syed M
Naquib al-Attas, An Exposition of the Original Concept of Islamization (Kuala Lumpur: ISTAC,
1998), 313.
10
Syed M.N. al-Attas, Islam and Secularism, hlm.44.
III. Metodologi Islamisasi Ilmu

Seperti yang telah dikemukan oleh al-Faruqi bahwa Islamisasi dapat


dicapai dengan memadukan ilmu-ilmu baru dalam khazanah warisan Islam
dengan membuang, menata, menganalisa, menafsirkan ulang dan
menyesuaikannya menurut nilai dan pandangan Islam.11

Metodogi Islamisasi ilmu bagi al-Faruqi adlah dengan mengemukakan ide


Islamisasi ilmunya berdasarkan Tawhid. Menurut pandangannya, metodologi
tradisional tidak mampu memikul tugas ini karena beberapa kelemahan, yaitu
pertama; ia telah menyempitkan konsep utama seperti fiqh, faqih, ijtihad dan
mujtahid. Kedua; kaedah tradisional ini memisahkan wahyu dan akal, dan juga
memisahkan pemikiran dan tindakan. Ketiga; metodologi tradisional membuka
ruang untuk dualisme, sekuler dan agama.

Dengannya, al-Faruqi menggariskan beberapa prinsip dasar dalam


pandangan Islam sebagai kerangka pemikiran, metodologi, dan cara hidup Islam.
Prinsip-prinsip tersebut ialah;12

1. Keesaan Allah
2. Kesatuan Penciptaan
3. Kesatuan Kebenaran
4. Kesatuan Ilmu
5. Kesatuan Kehidupan
6. Kesatuan Kemanusiaan.

Selain daripada prinsip dasar dalam pandangan Islam, al-Faruqi juga


menggariskan satu kerangka kerja sebagai panduan untuk usaha Islamisasi ilmu.
Beliau menjelaskan lima tujuan dalam rangka untuk Islamisasi Ilmu yaitu untul;

1. Menguasai disiplin modern


2. Menguasai warisan Islam

11
Ismail al-Faruqi, Islamization of Knowledge, hlm.30.
12
Ibid, hlm.30.
3. Menentukan relevansi Islam yang tertentu bagi setiap bidang ilmu modern
4. Mencari cara-cara bagi melakukan sintesis yang kreatif antara ilmu
modern dan ilmu warisan Islam.
5. Melancarkan pemikiran Islam ke arah jalan yang boleh membawanya
memenuhi acuan Allah SWT.13

Disamping itu al-Faruqi juga menggariskan 12 langkah yang perlu dilalui untuk
mencapai tujuan tersebut diatas, sebagai berikut:

1. Penguasaan disiplin modern-prinsip, metodologi, masalah, tema dan


perkembangannya
2. Peninjauan disiplin
3. Penguasaan ilmu warisan Islam: antologi
4. Penguasaan ilmu warisan Islam: analisis
5. Penentuan relevansi Islam yang tertentu kepada suatu disiplin
6. Penentuan secara kritis disiplin modern-memperjelas kedudukan disiplin
dari sudut Islam dan memberi panduan terhadap langkah yang harus
diambil untuk menjadikannya Islamic.
7. Penilaian secara kritis ilmu warisan Islam pemahaman terhadap Al-Qur’an
dan sunnah, perlu dilakukan pembetulan terhadap kesalahpahaman
8. Kajian masalah utama umat Islam
9. Kajian masalah manusia sejagat
10. Analisis dan sintesis kreatif
11. Pengacuan kembali disiplin dalam kerangka Islam
12. Penyebarluasan ilmu yang sudah di Islamkan.14

13
Ibid, hlm.28
14
Ibid, hlm.39-46.
IV. Kritik Fazlur Rahman atas Islamisasi Ilmu

Beberapa cendekiawan Muslim konterporer seperti Fazlur Rahman,


Muhsin Mahdi, Abdus Salam, Abdul Karim Soroush, Bassam Tibi memiliki
kritikan-kritikan terhadap gagasan ide besar Islamisasi Ilmu Pengetahuan.15 Pada
kajian ini, berfokus kepada kritik yang dilakukan oleh Fazlurrahman terhadap
gagasan Islamisasi Ilmu.

Fazlur Rahman berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidak bisa


diIslamkan karena tidak ada yang salah didalam ilmu pengetahuan. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana manusia menggunakan ilmu pengetahuannya.16
Baginya, ilmu pengetahuan memiliki dua kualitas seperti pisau atau senjata
bermata dua, yang harus digunakan dengan hati-hati dan penuh tanggungjawab
sekaligus sangat penting menggunakannya secara benar ketika memperolehnya.
Intinya adalah pada siapa yang menggunakannya, bisa positif apabila digunakan
dengan baik, negatif apabila digunakan pada hal kejahatan.17 Dia berkesimpulan
bahwa “kita tidak perlu bersusah payah membuat rencana dan bagan bagaimana
menciptakan ilmu pengetahuan Islami. Lebih baik kita manfaatkan waktu, energi
dan uang untuk berkreasi”.18

Fazlur Rahman dalam hal ini tampaknya mengabaikan konsep dasar ilmu
pengetahuan itu sendiri, yang telah dibangun atas pandangan hidup tertentu. Yang
mana ia mengabaikan konsep dasar ilmu berlandaskan kepada konsep mengenai
Tuhan, manusiam hubungan antara Tuhan dan manusia, alam, agama, sumber
ilmu akan menentukan cara seseorang memandang ilmu pengetahuan.

Dengan pernyataannya tersebut, tergambar pemikirannya telah terpapar


oleh pemiliran sekuler. Hal ini diperkuat ketika ia berpendapat bahwa ilmu itu
tidak perlu mencapai tingkat finalitas atau keyakinan. Ia menyatakan: “jelas bukan
suatu keharusan penafsiran tertentu sekali diterima harus selalu diterima: akan
15
Wan Moch Wan Daud, The Educational Philosophy, 395-420.
16
Fazlur Rahman, Islamization of Knowledge: A Response, The American Journal of
Islamic Social Science 5, No.1, (1988), hlm.4.
17
Dikutip dari Wan Mohd Nor Wan Daud, The Educational Philosophy, 398.
18
Abu Bakar Adenan Siregar, Islamisasi Ilmu Pengetahuan, hlm. 96
selalu ada ruang dan keharusan untuk penafsiran-penafsiran baru, dan ini
sebenarnya proses yang terus berlanjut.”

Pada umumnya para pengkritik Islamisasi ilmu pengetahuan berpendapat


sains adalah kajian terhadap fakta-fakta, objektif, dan independent dari manusia,
budaya, agama, dan harus dipisahkan dari nilai-nilai.

V. Kesimpulan

Islamisasi Ilmu pengetahuan menurut Fazlur Rahman adalah langkah yang


tidak efektif, karena ia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan itu netral dan tidak
dapat di Islamkan. Memiliki sifat dualitas dengan bergantung kepada penggunaan
ilmu pengetahuan yang seseorang miliki. Fazlur Rahman mengabaikan akan
konsep dasar ilmu pengetahuan yang berkembang dengan pengaruh budaya atau
agama kepercayaan yang dianutnya.

Islamisasi ilmu pengetahuan lahir sebagai solusi dari dampak negatif yang
dihasilkan dari dipisahnya antara ilmu pengetahuan dan agama sebagai sumber
untuk mendapatkan keyakinan dan hakikat suatu kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai