Anda di halaman 1dari 7

CRITICAL APPRAISAL

RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL OF VERY EARLY MOTHER–INFANT


SKIN-TO-SKIN CONTACT AND BREASTFEEDING STATUS

A. Apakah Hasil Penelitian Valid?


1. Apakah pasien pada penelitian dirandomisasi?
Ya, penelitian tersebut bersifat random. Hal ini dijelaskan pada beberapa bagian
diantaranya :
a. Judul penelitian : Randomized Controlled Trial Of Very Early Mother–Infant
Skin-To-Skin Contact And Breastfeeding Status
b. Abstrak ( halaman 1 baris ke-3 ) : Healthy primiparous mother–infant dyads were
randomly assigned by computerized minimization to skin-to-skin contact (n =
10) or standard care (n = 10).
c. Metode (halaman 2 baris ke-1) : This RCT was conducted in the labor and
delivery unit at Vanderbilt University Medical Center in Nashville, TN, and was
approved by the Institutional Review Board.
2. Apakah semua pasien yang masuk dalam kelompok control dan eksperimen
dicatat dengan benar dan dikaitkan dengan kesimpulannya?
Ya, semua pasien yang masuk dalam kelompok kontrol maupun kelompok
eksperimen dicatat karakteristiknya dari awal penelitian. Hal ini dibuktikan pada tabel
1 halaman 5 yang berisi karakteristik subjek penelitian baik pada kelompok kontrol
maupun kelompok eksperimen. Hal yang dicatat meliputi ibu (usia, jenjang
pendidikan, status pernikahan, status pekerjaan, kebiasaan merokok, rencana lama
menyusui, lama persalinan, proses dan penolong persalinan) lalu pada bayi yang
didata meliputi jenis kelamin, berat badan saat lahir, tindakan yang dilakukan pasca
salin (khususnya terkait pernapasan) dan karakteristik intervensi ( menit pertama ibu
melakukan imd dan memegang anaknya). Lalu hasil pada kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen dicatat dalam tabel 2 halaman 6. Penjabaran dari hasil juga
dijelaskan mulai halaman 4 hingga 6.

3. Apakah follow-up kepada pasien cukup panjang dan lengkap?


Ya, pasien di follow up dengan jelas. Dimulai sejak pertama kelahiran sampai 1 bulan
post partum. Bayi dinilai bagaimana intensitasnya menyusui baik pada kelompok
kontrol maupun kelompok eksperimen.
4. Apakah pasien dianalisis di dalam grup di mana mereka dirandomisasi?
Ya, pasien dalam kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen dianalisis
dalam grup dimana mereka dirandomisasi. Hal ini dibuktikan pada data awal
penelitian, dicatat secara lengkap pada halaman 5 tabel 1 lalu mulai dari variabel
maternal, bayi, dan karakteristik intervensi yang diberikan. Lalu analisis dijabarkan
bersamaan dengan penjabaran hasil pada halaman 4 sampai halaman 6.
5. Apakah pasien, klinisi, dan peneliti blind terhadap terapi?
Ya, baik peneliti atau pun pasien sama sama pada awalnya tidak tahu dimana akan
diletakkan sebab metode yang digunakan adalah metode probabilitas. Hal ini
dibuktikan pada halaman 2 bagian metode.
In small studies, simple randomization procedures are likely to result in groups that
are unbalanced with respect to potentially confounding variables.26–28 Minimization
is a statistical procedure that can be used to control the influence of potentially
confounding variables in a randomized trial prior to randomization. The investigator
selects the variables to be controlled, such as socioeconomic status, lifestyle factors,
and even treatment sites, and enters them into a computer program, which determines
the subject’s group assignment. The computer acceptor program uses an algorithm
that attempts to minimize the covariate error variance across groups by assigning
cases so that the groups are comparable.28 Minimization is considered to be an
acceptable alternative to simple random assignment
6. Apakah grup pasien diperlakukan sama, selain dari terapi yang diberikan?
Ya, setiap grup mendapat intervensi yang sama yakni perawatan bayi baru lahir
normal seperti pemeriksaan antropometri, pemberian vitamin K (hanya waktunya
yang berbeda) dan dijaga kehangatannya. Selanjutnya setiap pasien juga mendapat
kunjungan rumah dengan jumlah yang sama. Hal ini dibuktikan pada halaman 3.
Control infants were shown briefly to their mother immediately after delivery and
placed under a radiant warmer for a brief physical examination, suctioned if
medically indicated, and given a vitamin K injection and erythromycin ophthalmic
ointment. Vital signs (temperature, heart rate, and respiratory rate) and blood
glucose
also were measured by the staff nurse. After the mother’s perineal laceration or
episotomy repair, the infant was swaddled in two prewarmed blankets and returned to
the mother. Control infants were returned to their mothers after the repair to
correspond to standard hospital care procedures where infants are usually kept under
the radiant warmer or held by their fathers until after the repair is completed. The
infant’s hands were left unswaddled so that the infant could be observed for
prefeeding behaviors (i.e., mouthing, lip smacking movements, and hand to - mouth
activity).
Infants in the intervention group were given to their mothers immediately after birth
and were placed prone on their mother’s abdomen. The infant’s body was gently
dried, and its head was covered with a dry cap to prevent heat loss. If the cap became
damp, it was replaced with a dry cap. After the cord was cut, the infant was moved to
the radiant warmer for the same admission procedures as the control group. The
naked infant (except for a cap) was then placed prone on the mother’s bare chest and
covered across the back with two pre-warmed receiving blankets. In order to begin
the intervention as quickly as possible, skin-to-skin contact was initiated during the
time the mother’s perineal laceration or episotomy was being sutured by the
physician or midwife. The infant remained skin-to-skin for almost 2 hours.
When prefeeding behaviors were seen, the infants were moved to the cross-cradle
nursing position. The first author controlled for the amount of support provided by
spending approximately equal amounts of time with both groups of mothers as she
helped them with breastfeeding and taught them to assist with the data collection
protocol. All mothers were taught how to recognize early infant feeding cues and
correct latch-on techniques. The mother was instructed to touch the infant’s lips with
her nipple and wait for the infant to open its mouth wide before attempting to
breastfeed. The first author scored success of the infant’s first breastfeeding using the
Infant Breastfeeding Assessment Tool (IBFAT).
Demographic data were collected from the prenatal and nursery records. Outcome
data were collected using the following instruments: 1) the IBFAT, which evaluates
successful breastfeeding 2) the infant breastfeeding log that records the IBFAT scores
over time; 3) the IBS, which assesses the degree of breastfeeding exclusivity and 4)
the Breastfeeding Experience Scale (BES), which measures the number of
breastfeeding problems. All follow-up data were collected by research assistants
masked to group assignment during a home visit on day 14 and a telephone call on
day 30.
7. Apakah karakteristik grup pasien sama pada awal penelitian?
Ya, karakteristik pasien sama. Hal ini tertulis dalam halaman 5.
Demographic and clinical characteristics of the participants are described in Table
1. No significant between group differences were found for any minimization
factors, although skin-to-skin mothers were slightly more likely to be employed full-
time and have a nurse-midwife as a health care provider, pitocin
induction/augmentation of labor, and epidural anesthesia (Table 1).
B. Apa Hasil dari Penelitian Tersebut ?
1. Seberapa penting hasil penelitian ini ?
Penelitian ini penting sebab dapat menjadi referensi tentang
pentingnya pemberian IMD pada bayi baru lahir normal.
2. Seberapa tepat estimasi dari efek terapi ?

skin to skin control

Received treatment 11 10

No treatment 1 1

12 11

CER 10/11 0.91


control event rate

EER 11/12 0.92


experiment event rate

RR = EER / CER 0.92/0.91 1.01 kemungkinan keberhasilan ASI


relative risk
eksklusif pada subjek yang
melakukan IMD 1.01 kali
dibanding dengan subjek kontrol.

RRI = ( EER – CER) / (0.92- 0.011 Dengan melakukan IMD


CER 0.91)/ kegagalan ASI eksklusif akan
relative risk increase
0.91 menurun sebanyak 1.1 %
dibanding kelompok kontrol (RR
tidak > 50 % sehingga tidak
menunjukkan perubahan
signifikan secara klinis.

ARI = EER – CER 0.92-0.91 0.01 Insiden kegagaln ASI eksklusif


absolute risk increase
akan menurun 1 % jika
melakukan IMD

NNT = 1 / ARI 1 1/0.01 100 Kita memerlukan 100 pasien yang


number need to treat
melakukan IMD untuk melihat
keberhasilan ASI eksklusif.

C. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable


(dapat diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
1. Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?
Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada pasien sebab untuk IMD
sendiri sudah menjadi standar asuhan yang wajib diberikan oleh bidan
pada bayi baru lahir normal. Peraturan ini tercantum dalam Peraturan
Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif pasal
9 ayat 1 dan 2.
Ayat 1 : Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan wajib melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang
baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam.
Ayat 2 : Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan cara meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau
perut ibu sehingga kulit Bayi melekat pada kulit ibu.
2. Apakah karakteristik pasien kita sangat berbeda dibandingkan
pasien pada penelitian sehingga hasilnya tidak dapat diterapkan?
Ya, karakteristik pasien sama dengan subjek penelitian, yaitu bayi lahir
normal
3. Apakah hasilnya mungkin dikerjakan di tempat kerja kita?
Hasil penelitian cocok dan sudah menjadi kewajiban yang harus
dilakukan diseluruh wilayah di Indonesia.
4. Apakah value dan preferensi terapi ini?
Terdapat banyak penelitian yang dilakukan, salah satunya oleh Smith
dkk (2017) mengenai hubungan menunda IMD dengan tingkat infeksi
bayi baru lahir. Dalam penelitian yang dilakukan di Boston ini
ditemukan fakta bahwa penundaan inisiasi menyusui dini berhubungan
dengan menngkatnya resiko infeksi yang seing ditemukan pada bayi
baru lahir seperti infeksi respiratory bagian atas dan muntah.
Selanjutnya pada usia 1-6 bulan bayi yang tidak mendapat IMD lebih
beresiko terhadap infeksi saluran pernapasan akut dan gangguan
pernapasan. Hal ini disebabkan karena pada ASI pertama yang keluar
setelah bayi lahir mengandung antibody yang sangat berguna untuk
perlindungan bayi saat baru lahir, contohnya oligosaccharides yang
melindung bayi terhadap virus influenza dan resiko pneumonia.
Pemberian IMD sedini mungkin dikaitkan juga dengan respon taktil
bayi baru lahir yang mengalami puncak pada 1- 2 jam pertama
sehingga diharapkan antibody akan segera terhisap oleh bayi.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Moore dan Anderson ( 2007)


menemukan suatu bukti bahwa pemberian IMD juga mempengaruhi
keberhasilan ASI eksklusif selama 6 bulan ke depan. Penelitian yang
bersifat randomized control trial tersebut meneliti bagaimana
keberhasilan ASI eksklusif antara bayi baru lahir yang mendapat IMD
dengan bayi yang tidak langsung IMD.

5. Apakah kita dan pasien kita mempunyai penilaian yang jelas dan
tepat akan value dan preferensi pasien kita?
Ya, pasien telah memahami value dari IMD
6. Apakah value dan preferensi pasien kita dipenuhi dengan terapi
yang akan kita berikan?
Ya

Anda mungkin juga menyukai