Anda di halaman 1dari 18

DAMPAK YANG DITIMBULKAN DENGAN ADANYA PEDAGANG KAKI

LIMA (PKL) DIPASAR LEGI KOTA SURAKARTA

GIYARTO
NIM:201116129
Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Abstrak: Latar Belakang Bahwa pedagang kaki lima mempunyai sisi positif,
disamping sisi negatifnya. Hal ini merupakan dilema bagi pemerintah kota dalam
mengatasi menjamurnya pedagang kaki lima. Disatu sisi keberadaan pedagang kaki
lima dapat menyerap tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor formal sehingga
dapat mengurangi beban pemerintah dalam mengatasi pengangguran. Peningkatan
jumlah penduduk yang tidak diimbangi oleh peningkatan kebutuhan tenaga kerja di
sektor formal juga menjadi salah satu sebab bertambahnya sektor informal.
Semakin banyak para pedagang kaki lima di pusat-pusat keramaian kota
menjadikan pemandangan kota bertambah tidak sedap dipandang lagi
Tujuan Penulisan Jurnal ini adalah untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan serta pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 3 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima dan Pengelolaan Kelompok
Pedagang Kaki Lima di pasar Legi kota surakarta.
Dari hasil Penulisan Jurnal dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan : Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) berdasarkan Peraturan daerah
Kota Surakarta Nomor 3 Tahun 2008 dilakukan oleh Dinas Pengelolaan Pasar
Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta. Sehingga bagi setiap
pedagang yang akan melakukan kegiatan usaha di wilayah pemerintahan Kota
Surakarta harus mendapatkan izin dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
dalam hal ini adalah Dinas Pengelolaan Pasar Bidang Pengelolaan Pedagang Kaki
Lima Kota Surakarta. Dalam pelaksanaannya masih terdapat hal yang belum sesuai
dengan peraturan daerah tersebut. Adanya pemasukan yang cukup signifikan dari
pkl berupa restribusi ternyata mampu memberikan sumbangan terhadap pendapatan
asli daerah (PAD), dan dengan adanya pkl ternyata tidak hanya dampak negatif
yang ditimbulkan namun dampak positifnya juga banyak.

Kata Kuncinya : Dampak yang ditimbulkan, Pedagang Kaki Lima, Pasar Legi Kota
Surakarta

1
THE EFFECT GENERATED BY THE EXISTENCE OF
STREET SELLERS IN LEGI MARKET OF SURAKARTA CITY

GIYARTO
NIM: 201116129
Faculty of Law of Surakarta University

Abstract: The background of research is that street sellers had positive aspect, in
addition to negative one. It is a dilemma for city government in dealing with street
seller propagation. On the one hand, the existence of street sellers (PKL) can
absorb workers not accommodated in formal sector thereby mitigating the
government's burden in dealing with employment. The increasing population
number not compensated with increasing worker demand in formal sector becomes
one cause of the increasingly developing formal sector. The more the number of
street sellers in downtown makes the urban scenery awkward.
The objective of research was to find out the effect generated and the
implementation of Surakarta City's Local Regulation Number 3 of 2008 about
Street Seller Management and Street Seller Group Management in Legi Market of
Surakarta City.
From the result of research and discussion, it could be concluded that: The
Street Sellers organization based on the Surakarta City's Local Regulation Number
3 of 2008 had been carried out by Street Sellers Management Division of Market
Management Service of Surakarta City. Thus, every seller who would undertake
their business in Surakarta City government's areas should get license (permission)
from SKPD (Local Apparatus Work Unit), in this case the Street Sellers
Management Division of Market Management Service of Surakarta City. In
practice, there are some points not consistent with the local regulation. The
sufficient income from street sellers in the form of retribution in fact could
contribute to Local Original Income (PAD), and the existence of street sellers
exerted not only negative but also many positive effects.
Keywords: The effect generated, Street Sellers, Legi Market of Surakarta City

1.1 LATAR BELAKANG factor) dan faktor penarik (pull


Kota menjadi pusat factor) dalam urbanisasi. Akan
pembangunan sektor formal, tetapi kota tidak seperti apa yang
maka kota dipandang lebih diharapkan kaum migran. Tenaga
menjanjikan bagi masyarakat kerja yang banyak tidak bisa
desa. Kota bagaikan mempunyai sepenuhnya ditampung sektor
kekuatan magis yang mampu formal.
menyedot warga desa, sehingga Lapangan kerja formal
terjadi perpindahan penduduk yang tersedia mensyaratkan
dari desa ke kota. Kondisi kemampuan dan latar belakang
tersebut di atas dikenal dengan pendidikan tertentu yang sifatnya
teori faktor pendorong (push formal, sehingga tenaga kerja
2
yang tidak tertampung dalam factors), tetapi lebih karena
mempertahankan kelangsungan tuntutan pasar yang
hidupnya memilih sektor membutuhkan jasa PKL (pull
informal. Fakta yang dapat factors). Disamping itu jenis
dilihat adalah adanya usaha ini juga memberikan
ketidakmampuan sektor formal dampak ikutan yang
dalam menampung tenaga kerja, menguntungkan (positive
serta adanya sektor informal spillovers) seperti mengurangi
yang bertindak sebagai beban pemerintah untuk
pengaman antara pengangguran menyediakan lapangan kerja,
dan keterbatasan peluang kerja1, membantu proses daur ulang
sehingga dapat dikatakan adanya beberapa jenis sampah, serta
sektor informal dapat meredam menjadi alternatif terbaik bagi
kemungkinan keresahan sosial kelompok berdaya beli rendah.
sebagai akibat langkanya peluang Dari uraian tersebut dapat
kerja. Kehadiran pedagang kaki dikatakan bahwa pedagang kaki
lima sering dikaitkan dengan lima mempunyai sisi positif,
dampak negatif bagi lingkungan disamping sisi negatifnya. Hal ini
perkotaan, dengan munculnya merupakan dilema bagi
kesan buruk, kotor, kumuh dan pemerintah kota dalam mengatasi
tidak tertib. Hal ini ditunjukkan menjamurnya pedagang kaki
oleh penempatan sarana lima. Disatu sisi keberadaan
perdagangan yang tidak teratur pedagang kaki lima dapat
dan tertata serta sering menyerap tenaga kerja yang tidak
menempati tempat yang menjadi tertampung di sektor formal
tempat umum. Akan tetapi sehingga dapat mengurangi
adanya kebutuhan terhadap beban pemerintah dalam
pedagang kaki lima oleh mengatasi pengangguran.
masyarakat menjadikan Peningkatan jumlah penduduk
keberadaan para pedagang kaki yang tidak diimbangi oleh
lima pun semakin banyak. peningkatan kebutuhan tenaga
Masyarakat terutama yang kerja di sektor formal juga
kelas bawah masih menjadi salah satu sebab
membutuhkan mereka untuk bertambahnya sektor informal.
memenuhi kebutuhan yang Semakin banyak para pedagang
terjangkau. Dengan demikian, kaki lima di pusat-pusat
merebaknya jumlah PKL bukan keramaian kota. Menjadikan
semata-mata karena keinginan pemandangan kota bertambah
para pedagang tadi untuk tidak sedap dipandang lagi.
memperoleh pendapatan (push Pemerintah Kota Surakarta sudah
berusaha menata PKL
1
berdasarkan Peraturan Daerah
Effendi, Tadjuddin Noer, 2000, Sumber
Daya Manusia Peluang Kerja dan Kota Surakarta Nomor 3 Tahun
Kemiskinan, Yogyakarta, Tiara Wacana 2008 tentang Pengelolaan
3
Pedagang Kaki Lima oleh Dinas (empat) kelompok utama,
Pengelolaan Pasar Bidang yaitu:2
Pengelolaan Pedagang Kaki a) Makanan yang tidak dan
Lima, namun pada kenyataannya belum diproses,
Pemerintah Kota belum termasuk didalamnya
menemukan solusi yang makanan mentah, seperti
komprehensif untuk Mengatasi daging, buah-buahan,
permasalahan pedagang kaki dan sayuran.
lima. b) Makanan yang siap saji,
seperti nasi dan lauk
1.2 PERUMUSAN MASALAH pauknya dan juga
Agar Penulisan Jurnal ini minuman.
tidak menyimpang dari inti c) Barang bukan makanan,
pokok permasalahan, serta dapat mulai dari tekstil hingga
memberikan gambaran secara obat-obatan.
umum mengenai masalah yang d) Jasa, yang terdiri dari
hendak diteliti, maka dirumuskan beragam aktivitas,
masalah Dampak yang misalnya tukang
Ditimbulkan dengan Adanya potong rambut dan lain
Pedagang Kaki Lima ( PKL ) di sebagainya.
pasar Legi kota surakarta.
2.2 Bentuk Sarana
Perdagangan PKL
2. TINJAUAN PUSTAKA Bentuk sarana
2.1 Jenis Dagangan PKL perdagangan yang
Jenis dagangan PKL dipergunakan oleh para PKL
sangat dipengaruhi oleh dalam menjalankan
aktivitas yang ada aktivitasnya sangat
di sekitar kawasan dimana bervariasi. Di kota-kota di
pedagang tersebut Asia Tenggara diketahui
beraktivitas. Misalnya di bahwa pada umumnya
suatu kawasan perdagangan, bentuk sarana tersebut sangat
maka jenis dagangan yang sederhana dan biasanya
ditawarkan akan mudah untuk dipindah atau
beranekaragam, bisa berupa dibawa dari satu tempat ke
makanan/minuman, barang tempat lain dan dipengaruhi
kelontong, pakaian, dan lain- oleh jenis dagangan yang
lain.
Adapun jenis 2
Ambarwaty. Srie Hany. 2003. Studi
dagangan yang ditawarkan Aktivitas Pedagang Kaki Lima
oleh PKL dapat Dalam Pemanfaatan Ruang di Kota
dikelompokkan menjadi 4 Salatiga. Tesis tidak diterbitkan.
Program Pasca Sarjana Magister Teknik
Pembangunan Kota, Universitas
Diponegoro, Semarang. Hal 23.
4
dijual. Adapun bentuk sarana c. Warung semi permanen,
perdagangan yang digunakan terdiri dari beberapa
oleh PKL3 adalah sebagai gerobak/kereta dorong
berikut: yang diatur sedemikian
a. Gerobak/kereta dorong, rupa secara berderet dan
bentuk sarana ini terdiri dilengkapi dengan kursi
dari 2 (dua) macam, yaitu dan meja. Bagian atap
gerobak / kereta dorong dan sekelilingnya
tanpa atap dan gerobak / biasanya ditutup dengan
kereta dorong yang pelindung yang terbuat
beratap untuk melindungi dari kain plastik, terpal
barang dagangan dari atau lainnya yang tidak
pengaruh cuaca. Bentuk tembus air.
ini dapat dikategorikan Berdasarkan sarana
dalam bentuk aktivitas usaha tersebut, PKL ini
PKL yang permanen dapat dikategorikan
(static) atau semi pedagang permanen (static)
permanen (semi static), yang umumnya untuk jenis
dan umumnya dijumpai dagangan makanan dan
pada PKL yang berjualan minuman.
makanan, minuman, dan a. Kios, bentuk sarana PKL
rokok. ini menggunakan papan-
b. Pikulan/keranjang, bentuk papan yang diatur
sarana perdagangan ini sedemikian rupa sehingga
digunakan oleh PKL menyerupai sebuah bilik
keliling (mobile semi permanen, yang
hawkers) atau semi mana pedagang yang
permanen (semi static), bersangkutan juga tinggal
yang sering dijumpai di tempat tersebut. PKL
pada PKL yang berjualan ini dapat dikategorikan
jenis barang dan sebagai pedagang
minuman. Bentuk ini menetap (static).
dimaksudkan agar barang b. Gelaran/alas, PKL
dagangan mudah dibawa menggunakan alas berupa
atau dipindah tempat. tikar, kain atau lainnya
untuk menjajakan
dagangannya.
3
Widjajanti, Retno, 2000, Penataan Fisik Berdasarkan sarana
Kegiatan PKL Pada Kawasan Komersial tersebut, pedagang ini
di Pusat Kota (Studi Kasus : Simpang dapat dikategorikan
Lima Semarang) Tesis tidak diterbitkan. dalam aktivitas semi
Bidang Khusus Perencanaan Kota, permanen (semi static).
Program Magister Perencanaan Wilayah
dan Kota , ITB, Bandung. Hal 39-40 Umumnya dapat dijumpai
pada PKL yang berjualan
5
barang kelontong dan datangnya pembeli yang
makanan. cukup besar. Biasanya
pada saat bubaran
2.3 Sifat Pelayanan PKL. bioskop, para pegawai
Berdasarkan sifat masuk/ keluar kantor atau
4
pelayanannya, PKL dapat saat ramainya pengunjung
dikelompokkan menjadi 3 di pusat kota. Apabila
(tiga), yaitu: tidak ada kemungkinan
a. Pedagang menetap pembeli yang cukup
(static). besar, maka pedagang
Pedagang menetap tersebut berkeliling.
adalah suatu bentuk Dengan kata lain ciri
layanan yang mempunyai utama PKL yang memilih
cara atau sifat menetap pola pelayanan seperti ini
pada suatu lokasi tertentu. adalah adanya pergerakan
Dalam hal ini setiap PKL yang periode
pembeli atau konsumen tertentu, setelah waktu
harus datang sendiri ke berjualan selesai (pada
tempat sore atau malam hari).
pedagang dimana ia c. Pedagang keliling
berada. Sarana fisik (mobile).
berdagang dengan sifat Pedagang keliling
seperti ini biasanya yaitu suatu bentuk
berupa kios atau layanan pedagang yang
jongko / roda / kereta dalam melayani
beratap. konsumennya mempunyai
b. Pedagang semi menetap sifat yang selalu berusaha
(semi static). mendatangi atau mengejar
Pedagang semi konsumen. Biasanya
menetap merupakan suatu pedagang yang
bentuk layanan pedagang mempunyai sifat ini
yang mempunyai sifat adalah pedagang yang
menetap yang sementara, mempunyai volume
yaitu hanya pada saat-saat dagangan yang kecil.
tertentu saja. Dalam hal Aktivitas PKL dalam
ini PKL akan menetap kondisi ini ditunjukkan
bila ada kemungkinan dengan sarana fisik
perdagangan yang mudah
dibawa. Dengan kata lain
4
Mc.Gee.T.G aand Yeung.Y.M. Hawkers In ciri utama dari unit ini
South East Asian Cities: Planning for The adalah PKL yang
Bazaar Economy, International berjualan bergerak dari
Development Research Centre, Ottawa,
Canada,1977. Hal 82 satu tempat ke tempat
lain. Biasanya bentuk
6
sarana fisik perdagangan mereka. Walaupun demikian
mereka adalah kereta tidak tertutup kemungkinan
dorong dan bahwa masyaraka
pikulan/keranjang. berpendapatan menengah ke
atas mendatangi lokasi
2.4 Golongan Pengguna Jasa aktivitas perdagangan sektor
PKL informal, tetapi ini terjadi
Golongan pengguna sekali waktu atau bersifat
jasa yang dilayani oleh insidental. Rachbini dan
aktivitas jasa PKL pada Hamid5 menyatakan bahwa
umumnya terdiri dari dari sekitar dua juta buruh
golongan pendapatan atau pegawai sektor formal
menengah dan rendah. Hal (swasta maupun negeri) di
ini disebabkan karena harga Jakarta kurang lebih satu
yang ditawarkan oleh setengah juta membeli
pedagang sektor informal makanan dari sektor
relatif lebih rendah sehingga informal. Hanya dengan cara
terjangkau bagi golongan ini mereka dapat bertahan
pendapatan rendah dalam kondisi gaji di sektor
sekalipun. Sedangkan bagi formal yang rata-rata rendah.
golongan berpendapatan Kondisi ini juga
tinggi ada kecenderungan menunjukkan adanya
untuk tidak hubungan antara sektor
mengunjungi lokasi aktivitas formal dan informal.
PKL, terutama untuk jenis
barang dagangan bukan 2.5 Skala Pelayanan Aktivitas
makanan. Pertimbangannya PKL
adalah dari segi kualitas Skala pelayanan suatu
barang yang biasanya lebih aktivitas jasa pedagang
rendah, adanya kemungkinan sektor informal dapat
penipuan dalam hal kualitas diketahui dari asal pengguna
barang, dan sebagainya, jasa. Besar kecilnya skala
sehingga golongan ini lebih pelayanan tergantung dari
memilih untuk berbelanja di jauh dekatnya pengguna jasa
toko atau supermarket. tersebut. Semakin dekat asal
Selain alasan tersebut, dari pengguna, maka skala
sisi psikologis ada pelayanan semakin kecil,
kecenderungan gaya hidup sebaliknya semakin jauh asal
masyarakat kota yang selalu pengguna jasa tersebut,
ingin menjaga gengsi,
sehingga mereka lebih 5
Rachbini, Didik J; Hamid, Abdul, Ekonomi
percaya diri apabila Informal Perkotaan, Penerbit PT.Pustaka
berbelanja di tempat tempat LP3ES Indonesia, Jakarta, 1994.
yang dapat mewakili status
7
maka skala pelayanan dengan saat-saat teramai di
semakin besar6 dekat kawasan wisata,
kawasan permukiman,
2.6 Waktu Pelayanan kawasan perkantoran,
Aktivitas PKL dan sebagainya.
Mc Gee dan Yeung
menyatakan bahwa pola 2.7 Karakteristik Lokasi PKL
aktivitas PKL menyesuaikan Pembangunan suatu
terhadap irama dari ciri tempat bagi kegiatan
kehidupan masyarakat perdagangan sangat
7
sehari-hari. Penentuan tergantung pada lokasi.
periode waktu kegiatan PKL Begitu pula halnya dengan
didasarkan pula atau sesuai munculnya kegiatan
dengan perilaku kegiatan perdagangan sektor informal.
formal. Adapun perilaku Aktivitas sektor ini akan
kegiatan keduanya muncul mendekati lokasi-
cenderung sejalan, walaupun lokasi strategis, dimana
pada saat tertentu kaitan terdapat tingkat kunjungan
aktivitas keduanya lemah tinggi. Hal ini berkaitan
atau tidak ada hubungan dengan salah satu fungsi dari
langsung antara keduanya. pemasaran, yaitu
Temuan ini didasarkan pada mendekatkan komoditi pada
Penulisan Jurnalnya terhadap konsumen (place utility).
"hawkers" di kota-kota Asia Oleh karena aktivitas
Tenggara. kegiatan perdagangan sektor
Saat teramai pada informal akan hadir di
suatu waktu pelayanan lokasi-lokasi keramaian
dipengaruhi oleh seperti pada kawasan
orientasi jasa terhadap pusat- perdagangan, perkantoran,
pusat kegiatan disekitarnya. pendidikan, perumahan, dan
Saat teramai bagi aktivitas lokasi-lokasi strategis
pedagang sektor informal di lainnya. Seperti yang
dekat pusat-pusat diungkapkan oleh Bromley
perbelanjaan akan berbeda (dalam Manning dan
8
Effendi) berdasarkan hasil
6
Penulisan Jurnalnya
Manning, Chris dan Tadjuddin Noer
Effendi. 1996. Urbanisasi, Pengangguran mengenai pedagang sektor
dan Sektor Informal di Kota. Jakarta : informal di Cali, Colombo,
Yayasan Obor Indonesia. Hal 366-372 bahwa para pedagang sektor
7
Mc.Gee.T.G aand Yeung.Y.M. Hawkers In
South East Asian Cities: Planning for The
8
Bazaar Economy, International Manning, Chris dan Tadjuddin Noer
Development Research Centre, Ottawa, Effendi. 1996. Urbanisasi, Pengangguran,
Canada, 1977. Hal. 76 dan Sektor Informal di Kota. Jakarta
Yayasan Obor Indonesia. Hal 232
8
informal dijumpai di semua simpul jalur transportasi atau
sektor kota, terutama lokasi - lokasi yang memiliki
berpusat di tengah kota dan aktivitas hiburan, pasar,
pusat-pusat hiburan lainnya maupun ruang terbuka.
ketika ada pertunjukkan, Aktivitas PKL di perkotaan
sehingga menarik sejumlah merupakan pendukung
besar penduduk. aktivitas (activity support)
Adanya dari aktivitas - aktivitas yang
kecenderungan penggunaan ada. Aktivitas - aktivitas
ruang kota bagi aktivitas tersebut timbul karena
usaha PKL ini tidak lepas adanya aktivitas - aktivitas
dari adanya keberadaan fungsional kota. Berdasarkan
sektor formal di suatu lokasi. pemanfaatan ruang, aktivitas
Atau dengan kata lain adalah sektor informal PKL pada
ada interaksi ekonomi antara umumnya menempati ruang
sektor formal (perkantoran umum dan ruang privat atau
dan pertokoan) dengan pribadi yang ada. Ruang
sektor informal (PKL). umum merupakan jenis
Rachbini dan Hamid9 dalam ruang yang dimiliki
observasinya mengenai PKL pemerintah yang
di Jakarta dan Surabaya diperuntukkan bagi
menemukan adanya kepentingan masyarakat
kecenderungan bahwa setiap luas. Contoh dari ruang
berdirinya gedung bertingkat umum adalah taman kota,
di Jalan Sudirman Jakarta trotoar, ruang terbuka,
dapat disaksikan sejumlah lapangan, dan sebagainya.
PKL berderet sepanjang Termasuk pula fasilitas-
jalan. Mereka melayani para fasilitas atau sarana-sarana
karyawan atau pegawai yang terdapat di ruang
bergaji rendah. Mc. Gee dan umum tersebut, seperti halte,
Yeung10 menyatakan bahwa jembatan penyeberangan,
pada umumnya PKL dan sebagainya. Sedangkan
cenderung untuk berlokasi ruang privat atau pribadi
secara mengelompok pada adalah jenis ruang yang
area yang memiliki tingkat dimiliki oleh individu atau
intensitas aktivitas yang kelompok tertentu. Misalnya
tinggi, seperti pada simpul- lahan pribadi yang dimiliki
oleh pemilik pertokoan,
9 perkantoran, dan sebagainya.
Rachbini, Didik J; Hamid, Abdul, Ekonomi
Informal Perkotaan, Penerbit PT.Pustaka Karena penggunaan ruang-
LP3ES Indonesia, Jakarta, 1994. Hal. 90-91 ruang inilah yang akhirnya
10
Mc.Gee.T.G aand Yeung.Y.M. Hawkers In menimbulkan conflict of
South East Asian Cities: Planning for The
Bazaar Economy, International. Hal 61 interest, karena lahan
tersebut seharusnya
9
dipergunakan oleh berbagai untuk menentukan pindah ke
pihak dengan berbagai Ibu kota demi mendapat
kepentingan, tidak saja bagi kehidupan yang lebih baik.
pelaku sektor informal. sehingga umumnya para
perantau dari daaerah ini
3.1 Pembahasan memilih profesi sebagai
Permasalahan yang pedagang (kaki lima). Di
ditimbulkan Pedagang Kaki beberapa tempat. dan
Lima (PKL) selalu saja kemacetan lalu lintas. Hal ini
menjadi masalah bagi kota- dapat kita dengar dan saksikan
kota yang sedang berkembang dari berita-berita baik di
apalagi bagi kota kota besar televisi maupun di surat
yang sudah mempunyai kabar-surat kabar dimana
predikat metropolitan. masyararakat maupun
Kuatnya magnet bisnis kota- pemerintah kota setempat
kota besar ini mampu merasa tidak nyaman dengan
memindahkan penduduk dari adanya PKL. Tetapi selain itu
desa berurbanisasi ke kota PKL sebenarnya memiliki
dalam rangka beralih profesi pengaruh yang besar bagi
dari petani menjadi pedagang pertumbuhan ekonomi kota.
kecil-kecilan. Pedagang Kaki Persepsi Masyarakat terhadap
Lima ini timbul dari adanya PKL Responden yang
suatu kondisi pembangunan diperoleh dari wawancara
perekonomian dan pendidikan menyatakan pendapat yang
yang tidak merata diseluruh berbeda-beda. Diantaranya,
Negara KesatuanRepublik ada masyarakat yang
Indonesia ini. PKL ini juga beranggapan bahwa
timbul dari akibat tidak keberadaan PKL di perkotaan
tersedianya lapangan bisa kita katakana tidak
pekerjaan bagi rakyat kecil teratur, umunya mereka tidak
yang tidak memiliki tertib dan jorok karena mereka
kemampuan dalam berjualan di trotoar jalan, di
berproduksi. Pemerintah taman-taman kota, di
dalam hal ini sebenarnya jembatan penyebrangan,
memiliki tanggung jawab bahkan dibadan jalan sehingga
didalam melaksanakan menjadi/penyebab kemacetan
pembangunan bidang lalu lintas atau pun merusak
pendidikan, bidang keindahan kota.
perekonomian dan penyediaan Dampak yang
lapangan pekerjaan, sehingga ditimbulkan dengan adanya
menciptakan penganggur- pedagang kaki lima (PKL)
penganggur secara cepat dan Munculnya Pedagang Kaki
dalam jumlah yang besar. Lima atau yang sering disebut
Kondisi ini memaksa mereka PKL telah memberikan
10
banyak dampak, baik iyu 3.3 Dampak Negatif
dampak positif maupun Penurunan kualitas ruang
dampak negatif. Dibawah ini kota ditunjukkan oleh semakin
akan diuraikan beberapa tidak terkendalinya
dampak positif dan negatif. perkembangan PKL sehingga
3.2 Dampak Positif seolah-olah smua lahan
Pada umumnya barang- kosong yang strategis maupun
barang yang diusahakan PKL tempat-tempat yang strategis
memiliki harga yang relatif merupakan hak PKL. PKL
terjangkau oleh pembelinya, mengambil ruang dimana-
dimana pembeli utamanya mana tidak hanya ruang
adalah masyarakat menengah kosong atau terabaikan , tetapi
kebawah yang memiliki daya juga pada ruang yang jelas
beli yang rendah. Keberadaan peruntukkannya secara
PKL bisa menjadi potensi formal. PKL secara ilegal
pariwisata yang cukup berjualan hampir di seleruh
menjanjikan, sehingga jalur pedestrian, ruang
keberadaan PKL banyak terbuka, jalur hijau dan ruang
menjamur di sudut-sudut kota. kota lainnya. Alasannya
Dampak positif lainnya karena aksesbilitasnya yang
terlihat pula dari segi sosial tinggi sehingga berpotensi
dan ekonomi, karena sektor besar untuk mendatangkan
informal memiliki konsumen juga. Akibatnya
karakteristik efesien dan adalah kaidah-kaidah penataan
ekonomis. Hal tersebut ruang menjadi mati oleh
menurut Sethurahman selaku pelanggaran-pelanggaran
koordinator penelitian sektor yang terjadi akibat keberadaan
informal yang dilakukan ILO PKL tersebut. Keberadaan
di 8 negara berkembang, PKL yang tidak terkendali
karena kemampuan mengakibatkan pejalan kaki
menciptakan surplus bagi berdesak-desakkan, sehingga
investasi dan dapat membantu dapat menimbulkan tindak
meningkatkan pertumbuhan kriminal (pencopetan).
ekonomi. Hal ini dikarenakan Mengganggu kegiatan
usaha-usaha sektor informal ekonomi pedagang formal
bersifat subsisten dan modal karena lokasinya yang
yang digunakan kebanyakan cenderung memotong jalur
berasal dari usaha sendiri. pengunjung seperti pinggir
Modal ini sama sekali tidak jalan dan depan toko. Selain
menghabiskan sumber daya itu, pada beberapa tempat
ekonomi yang besar. keberadaan PKL mengganggu
para pengendara kendaraan
bermotor dan mengganggu
kelancaran lalu lintas.
11
Pedagang kaki lima adalah melintas. Lajur ini kemudian
orang yang dengan modal dikenal sebagai kaki lima, dari
yang relatif sedikit berusaha di lebarnya yang lima kaki itu.
bidang produksi dan penjualan Pedagang yang memanfaatkan
barang-barang (jasa-jasa) lajur itu, kemudian dikenal
untuk memenuhi kebutuhan sebagai pedagang kaki lima.
kelompok tertentu di dalam Pedagang Kaki Lima atau
masyarakat, usaha tersebut sering disebut PKL
dilaksanakan pada tempat- merupakan orang-orang yang
tempat yang dianggap mengais rezeki di pinggiran
strategis dalam suasana jalan. Para pedagang kaki lima
lingkungan yang informal memperjualibelikan dagangan
Dari mana sebenarnya di pinggir jalan, yang menurut
asal-usul kata kaki lima? mereka, dianggap ramai dan
Belum ada yang bisa strategis oleh para pembeli.
menjawab pertanyaan itu Karenanya, tidak setiap ruas
dengan pasti. Ada yang jalan ada mereka. Mereka
memperkirakan, kaki lima itu terpaksa berjualan dagangan
ada hubungannya dengan dua di sisi jalan. Mereka
kaki si abang tukang jualan, dipinggirkan secara struktural.
dua roda gerobaknya, dan kaki Mereka kalah dari strukur
kelimanya adalah cagak yang politik ekonomi. Secara
dipasang si abang kalau lagi struktur politik, mereka tidak
mangkal, untuk memastikan mempunyai kekuatan untuk
beban gerobak tertopang bernegosiasi mengenai
seimbang, dan gerobaknya kebijakan pemerintah. Secara
tidak lari menggelinding. struktur ekonomi, para
Akan tetapi kemungkinan pedagang kaki lima
besar istilah itu datang dari merupakan orang tidak
perencanaan kota akhir abad berdaya dan tidak didayakan.
silam hingga permulaan abad Mereka tidak diberi ruang
ini. Bangunan rumah toko untuk berekspresi dalam
yang berbatasan langsung kehidupan. Kalau perlu
dengan jalan (GSB/garis mereka dilindas dan dibuang
sepadan bangunan), di jauh-jauh dari peradaban kota.
kawasan perdagangan tengah Pertumbuban penduduk
kota biasanya merupakan yang tinggi di daerah
bangunan bertingkat dua atau perkotaan menimbulkan
lebih. Rupanya dulu, bagian berbagai permasalahan yang
depan dari tingkat dasar rumit, karena pihak
rumah toko itu, serambi yang pemerintah khususnya
lebarnya sekitar lima kaki, pemerintah kota belum bisa
wajib dijadikan suatu lajur di atau lamban mengantisipasi
mana pejalan kaki dapat adanya peningkatan penduduk
12
yang cepat misalnya dengan responsivitas PKL
pengadaan lahan pemukiman, dikategorikan cukup. Dengan
kesempatan kerja, penyediaan masih adanya sebagian PKL
sarana dan prasarana dan yang melanggar ketentuan dan
sebagainya. Salah satu berusaha mempertahankan
permasalahan yang timbul demi untuk kelangsungan
selain dari kriminalitas, hidup dan peningkatan taraf
penggangguran, sampah, kesejahteraannya. PKL harus
banjir dan sebagainya adalah dijaga, ditata, diberi modal
masalah keberadaan pedagang bila perlu, diberi tempat yang
kaki lima (PKL). Efek yang layak, dan
ditimbulkan dari keberadaan dilindungi. Jangan sebaliknya,
PKL ini dengan pola PKL dibiarkan berjalan
ketidakteraturannya misalnya sendiri apalagi kalau sampai
menciptakan kawasan kumuh, dieksploitasi. PKL tidak saja
kesemrawutan, kemacetan lalu menolong konsumen, tetapi
lintas dan mengurangi cerminan dari geliat ekonomi
keindahan atau estetika kota. suatu daerah. PKL adalah
Permasalahan PKL ini runtut simbol pergerakan ekonomi
sejak awal dan semakin besar sehingga perannya tidak bisa
serta tidak mudah teratasi diabaikan. Kasus PKL yang
akibat arus migrasi yang tidak marak di dan penggusuran
pemah berhenti. Dan yang terjadi diimana-mana
kebijakan demi kebijakan terhadap PKL merupakan
telah diterapkan pemerintah cerminan bahwa pedagang
khususnya pemerintah kota. kaki lima belum terurus
Proses implementasi dengan baik. Mereka
kebijakan yang dilakukan oleh menganggap masih ada
Pemerintah sudah berjalan kebijakan pemerintah yang
dengan baik, terutama dalam tidak berpihak pada mereka.
tahap-tahap pelaksanaannya Maka wajar jika para
dan adanya koordinasi yang pedagang itu menilai
dilakukan antar instansi pemerintah diskriminasi. Jika
terkait. Demikian pula dalam ini tidak diselesaikan secara
hal dukungan publik dan arif dan bijaksana, bakal
pejabat atasan turut berperan menyimpan bom waktu bagi
besar dalam penerapan pemerintah daerah. Kenapa
kebijakan tersebut. Akan pedagang menilai pemerintah
tetapi terkadang masalah yang diskriminasi? Mungkin ada
terbesar adalah datang dari kebijakan pemerintah yang
PKL itu sendiri. Kendala yang keliru. Kebijakan yang tidak
dihadapi umumnya berasal menguntungkan pedagang.
dari perilaku sebagian PKL Atau sebaliknya, ada
yang keras. Sedangkan pedagang yang tidak patuh
13
terhadap instruksi pemerintah ruang perdagangan untuk
daerah. Pedagang hanya kawasan pedagang kaki lima
maunya saja yang mau dipusatkan tidak ada pilihan
dituruti. Sesama pedagang lain, semua pedagang kaki
juga harus saling pengertian lima harus diarahkan ke sana.
dan kompak. Kalau pedagang Jangan lagi ada pedagang kaki
kompak, dan mau mengikuti lima yang jualan di pinggir
kebijakan pemerintah, jalan, jualan di emperan
mungkin tidak ada riak yang terminal, atau di tempat-
terjadi. Tapi kalau pedagang tempat yang tidak diizinkan.
sendiri bercerai berai, tidak Kalau pemerintah lembek,
kompak, sebagian maunya di sudah pasti tidak akan bisa
Susumbulan, sebagian lagi ada tertata dengan baik kawasan
yang di Pasar Bumi Harapan, perdagangan dalam kota.
menjual bukan pada tempat Buat apa tiap tahun ada
yang disediakan, jelas kacau. penerimaan pegawai,
Pemerintah juga harus sementara pasar saja tidak
mengoreksi diri. Apakah diurus dengan baik. Kenapa
kebijakan yang ditempuh kita tidak berpikir membuat
selama ini sudah melibatkan satu organisasi khusus yang
pedagang? Atau kebijakan mengurus manajemen pasar
yang maunya sendiri. Pemda induk tradisional. Organisasi
perlu menyediakan tempat inilah yang diberi tugas
yang layak bagi mengurus dan menata pasar
pedagang kaki lima untuk mulai dari pasar dalam kota
dapat menjalankan usaha hingga pasar di tingkat desa.
mereka dengan layak, nyaman Padahal kita sadar bahwa
dan aman. Pasar-pasar pasar merupakan pusat
tradisional perlu sirkulasi keuangan dan
dikembangkan untuk dapat pendapatan daerah. Tapi
mengakomodasi pedagang anehnya, tidak diseriusi. Jika
kaki lima, bukan hanya visi pembangunan daerah
pedagang yang mampu khususnya pada sektor
membayar sewa tempat. perdagangan modern mau
Untuk itu, pemerintah harus digapai, pemerintah mestinya
mengevaluasi apakah tata mengurus pasar secara baik.
ruang perdagangan selama ini Bagaimana perdagangan
sudah tepat, dan sudah dikaji modern mau dicapai jika
secara matang. Atau jangan- mengurus pasar saja kita tidak
jangan pemerintah sendiri serius.
belum menyiapkan tata ruang Di kota-kota besar
perdagangan kawasan kota. keberadaan Pedagang Kaki
Pemerintah harus tegas Lima (PKL) merupakan suatu
bersikap. Kalau memang tata fenomena kegiatan
14
perekonomian rakyat kecil. kemampuan pendidikan yang
Akhir-akhir ini fenomena memadai, dan tidak memiliki
penggusuran terhadap para tingkat pendapatan ekonomi
PKL marak terjadi. Para PKL yang baik dan tidak
digusur oleh aparat adanyanya lapangan pekerjaan
pemerintah seolah-olah yang tersedia buat mereka.
mereka tidak memiliki hak Sehingga untuk memenuhi
asasi manusia dalam bidang kebutuhan pokok sehari-hari
ekonomi sosial dan budaya dan untuk membiayai
(EKOSOB). Saya melihat keluarganya ia harus
PKL ini merupakan fenomena berdagang di kaki lima
kegiatan perkonomian rakyat Mengapa pilihannya adalah
kecil, yang mana mereka pedagang kaki lima. Karena
berdagang hanya untuk pekerjaan ini sesuai dengan
memenuhi kebutuhan kemampuan mereka, yaitu
pokoknya sehari-hari. modalnya tidak besar, tidak
Pedagang Kaki Lima ini membutuhkan pendidikan
timbul dari adanya suatu yang tinggi, dan mudah untuk
kondisi pembangunan di kerjakan. Di NKRI ini
perekonomian dan pendidikan belum ada undang-undang
yang tidak merata diseluruh yang khusus mengatur
NKRI (Negara Kesatuan Pedagang Kaki lima. Padahal
Republik Indonesia ) ini. PKL fenomena pedagang kaki lima
ini juga timbul dari akibat dari sudah merupakan
tidak tersedianya lapangan permasalahan yang pelik dan
pekerjaan bagi rakyat kecil juga sudah merupakan
yang tidak memiliki permasalahan nasional, karena
kemampuan dalam disetiap kota pasti ada
berproduksi. Pemerintah pedagang kaki limanya.
dalam hal ini sebenarnya Pengaturan mengenai
memiliki tanggung jawab Pedagang Kaki Lima ini
didalam melaksanakan hanya terdapat dalam
pembangunan bidang peraturan daerah (perda).
pendidikan, bidang Perda ini hanya mengatur
perekonomian dan penyediaan tentang pelarangan untuk
lapangan pekerjaan. berdagang bagi PKL di
Jadi sangat wajar sekali daerah-daerah yang sudak
fenomena Pedagang Kaki ditentukan. Namun mengenai
Lima ini merupakan imbas hak-hak PKL ini tidak diatur
dari semakin banyaknya didalam perda tersebut.
jumlah rakyat miskin di
Indonesia . Mereka berdagang
hanya karena tidak ada pilihan
lain, mereka tidak memiliki
15
4. PENUTUP penggerak roda perekonomian
4.1 KESIMPULAN kota sehingga janganlah
Pedagang kaki lima dipandang sebelah mata
(PKL) dikategorikan sebagai bahwa PKL adalah biang
sektor informal perkotaan kesemrawutan kota danharus
yang belum terwadahi dalam dilenyapkan dari lingkungan
rencana kota yang resmi, kota, dan perlu dicermati pula
sehingga tidaklah bahwa kemacetan tersebut
mengherankan apabila para tidak semata karena adanya
PKL di kota manapun selalu PKL. Temyata keberadaan
menjadi sasaran utama mereka sebenarnya sangat
pemerintah kota untuk membantu bagi orang yang
ditertibkan. Namun, faktanya kelas menengah kebawah, dan
berbagai bentuk kebijakan harus dipikirkan bersama
dalam rangka menertibkan bagaimana dengan potensi
PKL yang telah dilakukan yang dimilikinya tersebut
oleh pemerintah kota tidak dapat diberdayakan sebagai
efektif baik dalam suatuelemen pendukung
mengendalikan PKL maupun aktivitas perekonomian kota
dalam meningkatkan kualitas
ruang kota. 4.2 SARAN
Harus diakui memang Fenomena Pedagang
pada saat ini adanya Kaki Lima (PKL) telah
penertiban- penertiban yang banyak menyita perhatian
dilakukan terhadap PKL pemerintah. Karena PKL
cenderung menimbulkan sering kali dianggap
permasalahan baru seperti mengganggu ketertiban lalu
pemindahan lokasi usaha lintas, jalanan menjadi
PKLyang justru akan tercemar, menimbulkan
membawa dampak yang kerawanan sosial dan tata
dikhawatirkan menurunnya ruang kota yang kacau.
tingkat pendapatan PKL Dimata pemerintah citra
tersebut bila dibandingkan negatif tersebut telah
dengan di lokasi asal karena mendogma. Sebagai pembuat
lokasinya menjauh dari kebijakan pemerintah harus
konsumen Dengan demikian, besikap arif dalam
dapat dikatakan adanya menentukan kebijakan dan
persoalan PKL ini menjadi praturan yang tegas
beban berat yang harus Para pedagang kaki lima
ditanggung pemerintah kota mempunyai peran yang luar
dalam penataan kota. Padahal, biasa.
bila ditinjau lebih jauti PKL Mereka mampu menggerakan
mempunyai kekuatan atau roda perokonomian di
potensi yang besar dalam tingkatan akar rumput.
16
Mereka dapat membantu pedagang kaki perlu diajak
pengguna jalan untuk untuk membuat aturan yang
memenuhi menyangkut kelayakan hidup
kebutuhan yang diperlukan. mereka.
Para pengguna jalan tanpa
harus mampir ke toko-toko
untuk membeli barang yang DAFTAR PUSTAKA
mereka inginkan. Di samping Effendi, Tadjuddin Noer, 2000,
itu, para pedagang kaki lima Sumber Daya Manusia
menjadikan jalan tidak sepi. Peluang Kerja dan
Jalan akan ramai dan hidup, Kemiskinan, Yogyakarta,
jika jalan itu ada para penjual Tiara Wacana.
dagangan yang dikategorikan Ambarwaty. Srie Hany. 2003.
'liar' ini. Siang ataupun Studi Aktivitas
malam, jika jalan ada Pedagang Kaki Lima
pedagang kaki lima dipastikan Dalam Pemanfaatan
jalan itu ramai dan hidup serta Ruang di Kota Salatiga.
tidak sunyi dan sepi. Mereka Tesis tidak diterbitkan.
juga membantu pemerintah Program Pasca Sarjana
untuk mengurangi Magister Teknik
pengangguran yang Pembangunan Kota,
menggunung. Para pedagang Universitas Diponegoro,
kaki lima tanpa diatur oleh Semarang.
pemerintah, dapat Widjajanti, Retno, 2000, Penataan
mengorganisir diri mereka Fisik Kegiatan PKL Pada
sendiri. Mereka mencari lahan Kawasan Komersial di
pekerjaan tanpa ditunjukan Pusat Kota (Studi Kasus
dan suruh oleh pemerintah. : Simpang Lima
Mereka bisa hidup tanpa Semarang) Tesis tidak
bantuan pemerintah. diterbitkan. Bidang
Keunggulan- keunggulan Khusus Perencanaan
yang ditunjukan oleh para Kota, Program
pedagang kaki lima inilah Magister Perencanaan
yang membantu pemerintah Wilayah dan Kota , ITB,
dan masyarakat luas. Maka, Bandung.
pemerintah perlu Mc.Gee.T.G aand Yeung.Y.M.
mempertimbangkan Hawkers In South East
kebijakannya untuk tidak Asian Cities: Planning for
menggusur mereka. The Bazaar Economy, International
Pemerintah harus melakukan Development Research
dialog dengan pedagang kaki Centre, Ottawa,
lima untuk menelorkan Canada,1977.
kebijakan bersama yang saling Rachbini, Didik J; Hamid, Abdul,
menguntungkan. Para Ekonomi Informal
17
Perkotaan, Penerbit Urbanisasi,
PT.Pustaka LP3ES Pengangguran, dan
Indonesia, Jakarta, 1994. Sektor Informal di Kota.
Manning, Chris dan Tadjuddin Noer Jakarta Yayasan Obor
Effendi. 1996. Indonesia.
Urbanisasi, Rachbini, Didik J; Hamid, Abdul,
Pengangguran dan Sektor Ekonomi Informal
Informal di Kota. Jakarta Perkotaan, Penerbit
: Yayasan Obor PT.Pustaka LP3ES
Indonesia. Indonesia, Jakarta, 1994.
Mc.Gee.T.G aand Yeung.Y.M. Mc.Gee.T.G aand Yeung.Y.M.
Hawkers In South East Hawkers In South East
Asian Cities: Planning for Asian Cities: Planning for
The Bazaar Economy, The Bazaar Economy,
International International
Development Research Development Research
Centre, Ottawa, Canada, Centre, Ottawa, Canada,
1977. 1977.
Manning, Chris dan Tadjuddin Noer
Effendi. 1996.

18

Anda mungkin juga menyukai