Anda di halaman 1dari 44

IKATAN MAHASISWA SIPIL

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL


SUPRIANTO
03011181621008

PENDAHULUAN
Perencanaan Geometrik Jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan
yang dititik beratkan pada perencanaan bentuk fisik tersebut sehingga dapat
memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada
arus lalu lintas, tikungan serta kelandaian jalan. Jadi tujuan dari perencanaan
geometrik jalan adalah menghasilkan struktur yang aman, efisien pelayanan arus lalu
lintas dan memaksimalkan ratio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan ruang,
bentuk, dan ukuran jalan dikatakan baik, jika dapat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pemakai jalan.
Yang menjadi dasar perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan dan
ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan
karakteristik arus lalu lintas. Standar geometrik jalan desain mencakup standar yang
diperlukan untuk setiap kelas jalan yang disusun dengan memperhatikan faktor
utama teknik lalu lintas, sehingga dalam perencanaan ini perlu berpedoman pada
“Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13 Tahun 1970” yang dikeluarkan
Direktorat Jendral Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum.

1. PENGERTIAN KOMPONEN JALAN


1) Badan Jalan adalah bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu lintas,
median, dan bahu jalan.
2) Bahu Jalan adalah bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan dengan
jalur lalu lintas yang berfungsi sebagai :
a. Ruangan untuk tempat berhenti sementara kendaraan yang mogk atau
sekedar berhenti karena pengemudi ingin berorientasi mengenai jurusan
yang akan ditempuh, atau untuk beristirahat.
b. Ruangan untuk menghindarkan diri dari saat – saat darurat, sehingga
dapat mencegah terjadinya kecelakaan.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

c. Memberikan kelegaan pada pengemudi, dengan demikian dapat


meningkatkan kapasitas jalan yang bersangkutan.
d. Memberikan sokongan pada konstruksi perkerasaan jalan dari arah
samping.
e. Ruangan pembantu pada waktu mengadakan pekerjaan perbaikan atau
pemeliharaan jalan (untuk tempat penempatan alat – alat, dan
penimbunan bahan material).
f. Ruangan untuk lintasan kendaraan – kendaraan patroli, ambulans, yang
sangat dibutuhkan pada keadaan darurat seperti terjadinya kecelakaan.
Berdasarkan tipe perkerasannya, bahu jalan dapat dibedakan atas :
a. Bahu yang tidak diperkeras, yaitu bahu yang hanya dibuat dari material
perkerasan jalan tanpa bahan pengikat. Biasanya digunakan material
agregat bercampur sedikit lempung. Bahu yang tidak diperkeras ini
dipergunakan untuk daerah – daerah yang tidak begitu penting, dimana
kendaraan yang berhenti dan menggunakan bahu tidak begitu banyak
jumlahnya.
b. Bahu yang diperkeras, yaitu bahu yang dibuat dengan mempergunakan
bahan pengikat sehingga lapisan tersebut lebih kedap air dibandingkan
dengan bahu yang tidak diperkeras. Bahu jenis ini dipergunakan untuk
jalan – jalan dimana kendaraan yang akan berhenti dan memakai bagian
tersebut besar jumlahnya, seperti disepanjang jalan tol, disepanjang jalan
arteri yang melintasi kota, dan ditikungan – tikungan yang tajam.
3) Batas Median Jalan adalah bagian median selain jalur tepian, yang
biasanya ditinggikan dengan batu tepi jalan.
4) Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah daerah yang meliputi seluruh
badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman.
5) Daerah Milik Jalan (Damija) adalah daerah yang meliputi seluruh daerah
manfaat jalan dan daerah yang diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari serta kebutuhan ruangan


untuk pengaman jalan.
6) Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah lajur lahan yang berada di
bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan untuk penjagaan terhadap
terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor dan untuk
pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.
7) Daerah Perkotaan adalah daerah kota yang sudah terbangun penuh atau
areal pinggiran kota yang masih jarang pembangunannya yang diperkirakan
akan menjadi daerah yang terbangun penuh dalam jangka waktu kira-kira
10 tahun mendatang dengan proyek perumahan, industri, komersil, dan
berupa pemanfaatan lahan lainnya yang bukan untuk pertanian.
8) Ekivalen Mobil Penumpang (emp) adalah faktor dari berbagai kendaraan
dibandingkan terhadap mobil penumpang sehubungan dengan pengaruhnya
kepada kecepatan mobil penumpang dalam arus lalu lintas campuran.
9) Faktor-K adalah faktor berupa angka yang memperbandingkan volume lalu
lintas per jam yang didasarkan pada jam sibuk ke 30-200 dengan volume lalu
lintas harian ratarata tahunan.
10) Faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas per 15 menit dalam satu jam,
ditetapkan berdasarkan perbandingan antara volume lalu lintas dalam satu
jam dengan 4 kali tingkat volume lalu lintas per 15 menit tertinggi.
11) Jalan Antar Kota adalah jalan jalan yang menghubungkan simpul-simpul
jasa distribusi dengan ciri-ciri tanpa perkembangan yang menerus pada sisi
mana pun termasuk desa, rawa, hutan, meskipun mungkin terdapat
perkembangan permanen, misalnya rumah makan, pabrik, atau
perkampungan.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

12) Jarak Pandang (Jr) adalah, jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur dari
mata pengemudi ke suatu titik di muka pada garis yang sama yang dapat
dilihat oleh pengemudi.
13) Jarak Pandang Mendahului (Jd) adalah jarak pandang yang dibutuhkan
untuk dengan aman melakukan gerakan menyiap dalam keadaan normal.
14) Jarak Pandang Henti (JP) adalah jarak pandang ke depan untuk berhenti
dengan aman bagi pengemudi yang cukup mahir dan waspada dalam keadaan
biasa.
15) Jarak Pencapaian Kemiringan adalah panjang jalan yang dibutuhkan untuk
mencapai perubahan kemiringan melintang normal sampai dengan
kemiringan penuh.
16) Jalur adalah suatu bagian pada lajur lalu lintas yang ditempuh oleh kendaraan
bermotor (beroda 4 atau lebih) dalam satu jurusan.
17) Jalur Lalu lintas adalah bagian daerah manfaat jalan yang direncanakan
khusus untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda 4 atau lebih).
18) KAJI adakah singkatan dari Kapasitas Jalan Indonesia.
19) Kapasitas Jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan
pada suatu bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil
penumpang per jam.
20) Kecepatan Rencana (VR) adalah kecepatan maksimum yang aman dan
dapat dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan raya tersebut jika
kondisi yang beragam tersebut menguntungkan dan terjaga oleh
keistimewaan perencanaan jalan.
21) Lajur adalah bagian pada jalur lalu lintas yang ditempuh oleh satu kendaraan
bermotor beroda 4 atau lebih, dalam satu jurusan.
22) Lajur Pendakian adalah lajur tambahan pada bagian jalan yang mempunyai
kelandaian dan panjang tertentu untuk menampung kendaraan dengan
kecepatan rendah terutama kendaraan berat.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

23) Mobil Penumpang adalah kendaraan beroda 4 jenis sedan atau van yang
berfungsi sebagai alat angkut penumpang dengan kapasitas tempat duduk 4
sampai 6.
24) Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang yang
digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu
lintas dan pengawasan yang berlaku.
25) Strip Tepian adalah bagian datar median, yang perkerasannya dipasang
dengan cara yang sama seperti pada jalur lalu lintas dan diadakan untuk
menjamin ruang bebas samping pada jalur.
26) Tingkat Arus Pelayanan (TAP) adalah kecepatan arus maksimum yang
layak diperkirakan bagi arus kendaraan yang melintasi suatu titik atau ruas
yang seragam pada suatu jalur atau daerah manfaat jalan selama jangka waktu
yang ditetapkan dalam kondisi daerah manfaat jalan, lalu lintas, pengawasan,
dan lingkungan yang berlaku dinyatakan dalam banyaknya kendaraan per
jam.
27) Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas per jam
pada jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung
dari perkalian VLHR dengan faktor K.
28) Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang
melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama
satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun.
29) Volume Lalu lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau
prakiraan volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian
jalan tertentu.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

2. KLASIFIKASI JALAN
Klasifikasi menurut fungsi jalan terbagi atas:
a. Jalan Arteri : Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien
b. Jalan Kolektor : Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan
ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan
masuk dibatasi
c. Jalan Lokal : Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk
tidak dibatasi.
Klasifikasi menurut kelas jalan yaitu :
a. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton.
b. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 11.1 (Pasal 11, PP.
No.43/1993).
Tabel 2.1 Klasifikasi menurut keras jalan

Klasifikasi menurut medan jalan yaitu :


a. Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan
medan yang diukur tegak lurus garis kontur.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

b. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat


dalam.
Tabel 2.2 Klasifikasi menurut medan jalan

c. Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan


keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan mengabaikan
perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut.
Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985
adalah jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan Desa, dan
Jalan Khusus.

3. KRITERIA PERENCANAAN
Kendaraan Rencana
a. Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik.
b. Kendaraan Rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori diantaranya
kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang; Kendaraan Sedang, diwakili
oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as; Kendaraan Besar, diwakili oleh
truk-semi-trailer.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

c. Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana


ditunjukkan dalam Tabel 11.3. Gambar 11.1 s.d. Gambar 11.3 menampilkan
sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.

Tabel 2.3 Dimensi Kendaraan Rencana

Gambar berikut dimensi kendaraan kecil, kendaraan sedang, dan kendaraaan besar

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Satuan Mobil Penumpang


a. SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, di mana mobil
penumpang ditetapkan memiliki satu SMP.
b. SMP untuk jenis jenis kendaraan dan kondisi medan lainnya dapat dilihat
dalam Tabel II.4. Detail nilai SMP dapat dilihat pada buku Manual Kapasitas
Jalan Indonesia (MKJI) No.036/TBM/1997.
Tabel 2.4 Satuan Mobil Penumpang (SMP)

Volume Lalu Lintas Rencana


a. Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu
lintas harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari.
b. Volume Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam
sibuk tahun rencana lalu lintas, dinyatakan dalam SMP/jam, dihitung dengan
rumus:
VJR = VLRH x
F/K......................................................................................(1)
Keterangan :
K (disebut faktor K) adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk;
F (disebut faktor F) adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam
dalam satu jam;
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas
lainnya yang diperlukan.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Tabel 2.5 Hubungan faktor-K dan faktor-F yang sesuai dengan VLHR-nya.

Kecepatan Rencana
a. Kecepatan rencana, VR, pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang dipilih
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-
kendaraan bergerakdengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca yang cerah,
lalu lintas yang lengang,dan pengaruh samping jalan yang tidak berarti.
b. VR untuk masing masing fungsi jalan dapat ditetapkan dari Tabel II.6.
c. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan
dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

Tabel 2.6 Kecepatan rencana sesuai klasifikasi dan tipe jalan

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

4. BAGIAN – BAGIAN JALAN


Daerah Manfaat Jalan
Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA) dibatasi oleh :
a) Lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi jalan,
b) Tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan, dan
c) Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan.
Daerah Milik Jalan
Ruang Daerah Milik Jalan (Damija) dibatasi oleh lebar yang sama dengan
Damaja ditambah ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan
kedalaman 1.5 meter.
Daerah Pengawasan Jalan
Ruang Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja) adalah ruang sepanjang jalan di
luar Damaja yang dibatasi oleh tinggi dan lebar tertentu, diukur dari sumbu jalan
sebagai berikut :
1) Jalan Arteri minimum 20 meter,
2) Jalan Kolektor minimum 15 meter,
3) Jalan Lokal minimum 10 meter.
Untuk keselamatan pemakai jalan, Dawasja di daerah tikungan ditentukan oleh
jarak pandang bebas.

5. PENAMPANG MELINTANG
Komposisi Penampang Melintang
Penampang melintang jalan terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut :
a. Jalur lalu lintas;
b. Median dan jalur tepian (kalau ada);
c. Bahu;
d. Jalur pejalan kaki;

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

e. Selokan;
f. Lereng.
Gambar berikut penampang melintang jalan

Jalur Lalu Lintas


Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.
Batas jalur lalu lintas dapat berupa:
1) Median;
2) Bahu;
3) Trotoar;
4) Pulau jalan; dan

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

5) Separator.
Jalur lalu lintas dapat terdiri atas beberapa lajur.
1) 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 TB)
2) 1 jalur-2 lajur-l arah (2/1 TB)
3) 2 jalur-4 1ajur-2 arah (4/2 B)
4) 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 B), di mana n = jumlah lajur.
Keterangan:
TB = tidak terbagi.
B = terbagi
Lebar Jalur
Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur peruntukannya. Lebar
jalur minimum adalah 4.5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling
berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat
menggunakan bahu jalan.

Tabel 2.7 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Lajur
Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka
lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor
sesuai kendaraan rencana. Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan
rencana, yang dalam hal ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti
ditetapkan dalam Tabel 2.8.
Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat
kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai
rasio antara volume terhadap kapasitas yang nilainya tidak lebih dari 0.80. Untuk
kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas pads alinemen lurus memerlukan
kemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar 11.14):
(1) 2-3% untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton;
(2) 4-5% untuk perkerasan kerikil

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Tabel 2.8 Lebar Lajur Jalan Ideal

Bahu jalan
Bahu Jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus
diperkeras (lihat Gambar 11.15).
Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:
1) lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parkir
darurat;
2) ruang bebas samping bagi lalu lintas; dan
3) penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
Kemiringan bahu jalan normal antara 3 - 5%.
lebar bahu jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.7.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur
lalu lintas yang berlawanan arah.
Fungsi median adalah untuk:
1. memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
2. uang lapak tunggu penyeberang jalan;
3. penempatan fasilitas jalan;
4. tempat prasarana kerja sementara;
5. penghijauan;
6. tempat berhenti darurat (jika cukup luas);
7. cadangan lajur (jika cukup luas); dan
8. mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawanan.

Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median. Median dapat
dibedakan atas (lihat Gambar 11.16) yaitu :
a. Median direndahkan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang
direndahkan.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

b. Median ditinggikan, terdiri atas jalur tepian dan bangunan pemisah jalur yang
ditinggikan.
c. Lebar minimum median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25-0,50 meter dan
bangunan pemisah jalur, ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.9.
d. Perencanaan median yang lebih rinci mengacu pada Standar Perencanaan
Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina Marga,Maret 1992.
Tabel 2.9 Lebar Minimum Median

Fasilitas Pejalan Kaki

F
asilitas pejalan kaki berfungsi memisahkan pejalan kaki dari jalur lalu lintas
kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas.
Jika fasilitas pejalan kaki diperlukan maka perencanaannya mengacu kepada

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Direktorat Jenderal Bina


Marga, Maret 1992.

6. JARAK PANDANG
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghidari bahaya tersebut dengan aman. Dibedakan dua Jarak Pandang, yaitu
Jarak Pandang Henti (Jh) dan Jarak Pandang Mendahului (Jd).

Jarak Pandang Henti (JH)


Jarak henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi
untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan
di depan. Setiap titik di sepanjang jalan harus memenuhi Jh. Jh diukur berdasarkan
asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm
diukur dari permukaan jalan.
Jh terdiri atas 2 elemen jarak, yaitu:
a. J
arak tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat
pengemudi menginjak rem;
b. J
arak pengereman (Jh,) adalah jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan
kendaraan sejak pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Jh dalam satuan meter, dapat dihitung dengan rumus:

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

.........................................................................................……………………………(2
)
keterangan :
VR = kecepatan rencana (km/jam)
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,35-0,55.
Tabel 2.10 berisi Jh minimum yang dihitung berdasarkan persamaan (2)
dengan pembulatan-pembulatan untuk berbagai VR.

Tabel 2.10 Jarak Pandang Henti Minimum

Jarak Pandang Mendahului (Jd)


Jd adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului kendaraan
lain di depannya dengan aman sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur
semula. Jd diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105
cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.
Rumus Jd dalam satuan meter ditentukan sebagai berikut:
Jd=dl+d2+d3+d4
........................................................................................................(3)
keterangan :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m),

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur


semula (m),
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang datang
dari arah berlawanan setelah proses mendahului selesai (m),
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah berlawanan,
yang besarnya diambil sama dengan 213 d2 (m).

Nilai Jd yang sesuai dengan VR ditetapkan dari Tabel 2.11

Tabel 2.11 Panjang Jarak Pandang Mendahului

Daerah Bebas Samping Di Tikungan


Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk menjamin kebebasan
pandang di tikungan sehingga Jh dipenuhi. Daerah bebas samping dimaksudkan
untuk memberikan kemudahan pandangan di tikungan dengan membebaskan
obyek-obyek penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam
sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh dipenuhi.

7. ALINYEMEN HORIZONTAL
Pengertian secara umum
Alinyemen horisontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya entrifugal yang diterima oleh kendaraan yang berjalan pada

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

kecepatan VR. Untuk keselamatan pemakai jalan, jarak pandang dan daerah bebas
samping jalan harus diperhitungkan.

Panjang Bagian Lurus


Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi
kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus
ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR).
Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel 2.15

Tabel 2.15 Panjang Bagian Lurus Maksimum

Tikungan
Tikungan merupakan bentuk bagian lengkung yang dapat berupa:
(1) Spiral-Circle-Spiral (SCS);
(2) full Circle (fC); dan
(3) Spiral-Spiral (SS).

Superelevasi

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Superelevasi adalah suatu kemiringan melintang di tikungan yang berfungsi


mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melalui
tikungan pads kecepatan VR.
Nilai superelevasi maksimum ditetapkan 10%.
Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya sentrifugal diperoleh
dengan membuat kemiringan melintang jalan. Kemiringan melintang jalan pada
lengkung horizontal yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan
guna mengimbangi gaya sentrifugal biasanya disebut superelevasi. Semakin besar
superelevasi semakin besar pula komponen berat kendaraan yang diperoleh.
Superelevasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan raya dibatasi
oleh beberapa keadaan seperti :
o keadaan cuaca, seperti sering turun hujan, berkabut. Di daerah yang memiliki
4 musim, superelevasi maksimum yang dipilih dipengaruhi juga oleh sering
dan banyaknya salju yang turun.
o Jalan yang berada di daerah yang sering turun hujan, berkabut, atau sering
turun salju, superelevasi maksimum lebih rendah daripada jalan yang berada
di daerah yang selalu bercuaca baik.
o Keadaan medan, seperti datar, berbukit-bukit atau pergunungan. Di daerah
datar superelevasi maksimum dapat dipilih lebih tinggi daripada di daerah
berbukit-bukit, atau di daerah pergunungan. Dalam hal ini batasan superelevasi
maksimum yang dipilih lebih ditentukan dari kesukaran yang dialami dalam
hal pembuatan dan pelaksanaan dari jalan dengan superelevasi maksimum
yang besar. Di samping itu superelevasi maksimum yang terlalu tinggi.

Jari-Jari Tikungan
Jari - jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

………………………………………………………………………………………(4)

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

keterangan :
Rmin
= Jari jari tikungan minimum (m),
VR
= Kecepatan Rencana (km/j),
Emax
= Superelevasi maximum (%),
F
= Koefisien gesek, untuk perkerasan aspal f=0,14-0,24

Tabel 2.16. Untuk menetapkan Rmin.

Lengkung peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian lurus
jalan dan bagian lengkung jalan berjari jari tetap R; berfungsi mengantisipasi
perubahan alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung
jalan berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat
berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan
mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.
Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid). Dalam
tata cara ini digunakan bentuk spiral.
Panjang lengkung peralihan (L) ditetapkan atas pertimbangan bahwa:

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

a. lama waktu perjalanan di lengkung peralihan perlu dibatasi untuk


menghindarkan kesan perubahan alinemen yang mendadak, ditetapkan 3 detik
(pada kecepatan VR);
b. gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi berangsur
angsur pada lengkung peralihan dengan aman; dan
c. tingkat perubahan kelandaian melintang jalan (re) dari bentuk kelandaian
normal ke kelandaian superelevasi penuh tidak boleh melampaui re-max yang
ditetapkan sebagai berikut:

untuk VR ≤ 70 km/jam, re-max =0.035 m/m/detik,


untuk VR ≥ 80km/jam, re-maz =0.025 m/m/detik.

Perhitungan Ls
Ls ditentukan dari tiga rumus di bawah ini dan diambil nilai yang paling besar
a. Berdasarkan waktu tempuh

…………………………………………………………………………………….(5)

Keterangan :
T = waktu tempuh lengkung peralihan, biasanya ditentukan 3 detik
VR = kecepatan rencana (km/jam)
b. Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
……………………………………………………………………………….(6
)

c. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

……………………………………………………………………………….(7
)

Keterangan :
Em = superelevasi maksimum
En = seperelevasi normal (2%)
Re = Tingkat pencapaian perubahan kemiringan melintang jalan (mm/detik)
Vr = Kecepatan Rencana (km/jam)

Pencapaian superelevasi
Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada
bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear, diawali
dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk pada bagian
lurus jalan, 'lalu dilanjutkan sampai superelevasi penuh pada akhir bagian lengkung
peralihan (SC).
Pada tikungan fC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear diawali dari
bagian lurus sepanjang 213 LS sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 113
bagian panjang LS.
Pada tikungan S-S, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian
spiral.
Jarak Pandangan Pada Lengkung Horizontal
Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergeralc pada lajur tepi sebelah
dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung dan hutan-hutan kayu, tebing galian
dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalaq panjang sepanjang jarak
pandangan henti minimum seperti yang telah dibahas pada Bab III harus terpenuhi di

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

sepanjang lengkung horizontal. Dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara
sumbu lajur sebelah dalam dengan penghalang(m).
Banyaknya penghalang-penghalang yang mungkin terjadi dan sifat-sifat yang
berbeda dari masing-masing penghalang mengakibatlan sebaiknya setiap faktor yang
menimbulkan halangan tersebut ditinjau sendiri sendiri. Penentuan batas minimum
jarak antara sumbu lajur sebelatr dalam ke penghalang ditentukan berdasarkan kondisi
dimana jarak pandangan berada di dalam lengkung (ganrbar 4.35), atau jarak
pandangan < panjang lengkung horizontal.

Pedoman Umum Perencanaan Alinyemen Horizontal


Pada perencanaan alinyemen horizontal jalan, tak cukup hanya bagian alinyemen
saja yang memenuhi syarat, tetapi keseluruhan bagian harus memberikan kesan aman
dan nyaman. Lengkung yang terlampatr tajam, kombinasi lengkung yang tak baik akan
mengurangi kapasitas jalan, dan kenyamanan serta keamanan
pemakai jalan. Guna mencapai tujuan diatas, antara lain perlu diperhatikan :

a. Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengituti keadaan topografi.


Hal ini akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara alam
dan juga biaya pembangunan yang lebih murah
b. Pada alinyemem jalan,yang relatitlurus dan panjang jangan tiba-tiba terdapat
lengkung yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi. Jika terpaksa
diadakan, sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul, sehingga
pengenrudi mempunyai kesempatan memperlambat kecepatan kendaraarrnya.
c. Sedapat mungkin menghindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan
rencana tetrtentu, sehingga jalan tersebut lebih mudah disesuaikan dargan
perkembangan lingkungan dan fungsi jalan.
d. Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan tikungan
searah dengan jari-jari yang berlainan. Tikungan ganda ini memberikan rasa

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

ketidaknyamanan kepada sipengernudi. Jika terpaksa diadakan, sebaiknya


masing-masing tikungan mempunyai lengkung peralihan (lengkung berbentuk
s-c-s), sehingga terdapat tempat panyesuaian keadaan. Jika tepaksa dibuat
gabungan lengkung horizontal berbentuk busur lingkaran maka radius
lengkung yang berurutan diambil tidak melampaui l 1,5. Tikungan ganda
umumnya terpaksa dibuat untuk penyesuaian dengan keadaan medan
sekeliling, sehingga pekerjaan tanah dapat seefisien mungkin.
e. Hindarkanlah sedapat mungkin lengkung yang berbalik dengan mendadak.
Pada keadaan ini pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri
pada lajur jalannya dan juga kezukaran dalam pelaksanaan kemiringan
melintang jalan.
Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ke tikungan seringkali tak dapat
mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan. Hal ini disebabkan karena .
1. Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama kali hanya roda depan
sehingga lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
2. Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, kareria bemper depan dan
belakang kendaraan akan mempunyai lintsan yang berbeda dengan lintasan
roda depan dan roda belakang kendaraan.
3. Pengemudi akan mengalami kesukaran dalam mempertahankan lintasannya
tetap pada lajur jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau
pada kecepatan-kecepatan yang tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut di atas maka pada tikungan-tikungan yang tajam
perlu perkerasan jalan diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari-
jari lengkung, kecepatan kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang
dipergunakan sebagai dasar perencanaan. Pada umumnya truk tunggal merupakan
jenis kendaraan yang dipergunakah sebagai dasar penentuan tambahan lebar
perkerasan yang dibutuhkan. Tetapi pada jalan-jalan dimana banyak dilewati

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

kendaraan berat, jenis kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih
untuk kendaraan rencana. Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat
mempengaruhi kebutuhan akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan
tersebut.
Elemen- elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiridari :
1. Offtracking (U)
Untuk perencanaan geometrik jalan antar kota, Bina Marga
memperhitungkan lebar B dengan mengambil posisi kritis kendaraan yaitu
pada saat roda depan kendaraan pertama kali dibelokan dan tinjauan dilakukan
untuk lajur sebelah dalam.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar 4.34 yang berdasarkan
kendaraan rencana truk tunggal.
2. Kesukaran dalam mengemudi di tikungan (Z)
Tambahan lebar perkerasan akibat kesukaran dalam mengemudi di tikungin
diberikan oletr AASHTO sebagai fungsi dari kecepatan dan radius lajur sebdah
dalam. Semakin tingg kocepatan kendaraan dan senrakin tajanr tikungan
tersebu! senrakin besar tambahan pelebar.an akibat kesukaran dalam
mengemudi. Hal ini disebabkan oleh kecendenrngan terlemparnya kendaraan
kearah luar dalam gerakan menikung tersebut.
Kebebasan samping di kiri dan kanan jalan tetap harus dipertahankan demi
keamanan dan tingkat pelayanan jalan. Kebebasan samping (C) sebesar 0,5 m,
I rq dan 1,25 m cukup memadai untuk jalan dengan lebar lajur 6 m,7 m, dan
7,50 m.
Pencapaian Pelebaran Pada Lengkung Horizontal
Pelebaran pada lengkung horizontal harus dilakukan perlahanJahan dari awal
lengkung ke bentuk lengkung penuh dan sebaliknya, hal ini bertujuan untuk
memberikan bentuk lintasan yang baik bagr kendaraan yang hendak memasuki
lengkung atau meninggalkannya. Pada lengkungJengkung lingkaran sederhana, tanpa

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

lengkung peralihan pelebaran perkerasan dapat dilakukan di sepanjang lengkung


peralihan fiktif, yaitu bersamaan dengan tempat perubahan kerniringan melintang.
Pada lengkungJengkung dengan lengkung peralihan tambahan lebar perkerasan
dilakukan seluruhnya di sepanjang lengkung peralihan tersebut.

8. ALINYEMEN VERTIKAL
Pengertian secara umum
Alinemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung
vertikal. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa
landai positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar) Bagian
lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.

Landai Maksimum
- Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
- Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
- Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam
Tabel 2.21.

Tabel 2.1 Kelandaian Maksimum yang diizinkan

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Panjang Kritis
Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga penurunan
kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut ditetapkan tidak lebih
dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 2.22.
Tabel 2.22 Panjang Kritis

Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami perubahan
kelandaian dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian;
2. Menyediakan jarak pandang henti.

Lengkung vertikal dalam tata cara ini ditetapkan berbentuk parabola sederhana,
a. Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertikal cembung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:
……………………………………………………………………………………..(7)

b. Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus:

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

…………………………………………………………………………………….(8)

c. Panjang minimum lengkung vertikal ditentukan dengan rumus:

……………………………………………………………………………………(9)

keterangan :
L = Panjang lengkung vertikal (m),
A = Perbedaan grade (m),
Jh = Jarak pandangan henti (m),
Y = Faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi obyek 10 cm dan tinggi
mata 120 cm.

Nilai Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan penampilan.
Y ditentukan sesuai dengn tabel 2.23.
Tabel 2.23 Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan,Y

Panjang Lengkung vertikal


Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 2.24 vang didasarkan
pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk jelasnya lihat Gambar II.27
dan Gambar II.28.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Tabel 2.28 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Gambar berikut merupakan gambar lengkung cekung dan lengkung cembung vertical

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

9. PERENCANAAN DRAINASE PERMUKAAN JALAN

Maksud dan Tujuan


 Maksud
Tata Cara ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam
merencanakan struktur drainase permukaan jalan.
 Tujuan
Tujuan tata Cara ini adalah untuk mendapatkan Keseragaman dalam Cara
merencanakan drainase permukaan jalan yang sesuai dengan persyaratan
teknis.

Ruang Lingkup
Tata Cara ini meliputi persyaratan-persyaratan, kemiringan melintang
perkerasan dan bahu jalan serta dimensi, kemiringan, jenis bahan, tipe, selokan
samping jalan dan gorong-gorong.

Pengertian
Yang dimaksud dengan :
1. Drainase permukaan adalah sistim drainase yang berkaitan dengan pengendalian
air permukaan.
2. Intensitas hujan (I) adalah besarnya curah hujan maksimum yang akan
diperhitungkan dalam desain drainase.
3. Waktu konsentrasi (T.C) adalah waktu yang diperlukan oleh butiran air untuk
bergerak dari titik terjauh pada daerah pengaliran sampai ke titik pembuangan.
4. Debit (Q) adalah volume air yang mengalir melewati suatu penampang
melintang saluran atau jalur air persatuan waktu.
5. Koefisien pengaliran (C) adalah suatu koefisien yan menunjukkan perbandingan
antara besarnya jumlah air yang dialirkan oleh suatu jenis permukaan terhadap
jumlah air yang ada.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

6. Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang berfungsi mengalirkan air, dan


biasanya melintang jalan.
7. Selokan samping jalan adalah selokan yang dibuat di sisi kiri dan kanan badan
jalan.

Syarat – syarat perencanaan :


1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas drainase
sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna
dan berhasil guna.
2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan factor dan
faktor keamanan.
3) Perencanaan drainase harus dipertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai
ekonomis terhadap pemeliharaan sistim drainase tersebut.
4) Sebagai bagian sistim drainase yang lebih besar atau sungai-sungai pengumpul
drainase.
5) Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistim drainase areal, tetapi harus
diperhatikan dalam .perencanaan terutama untuk tempat air keluar.

Ketentuan-ketentuan perencanaan
Sistim drainase permukaan jalan terdiri dari kemiringan melintang perkerasan
dan bahu jalan, selokan samping, gorong-gorong dan saluran penangkap (lihat
Gambar 1).

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Analisis Dimensi Saluran


Debit aliran saluran yang sama dengan debit akibat hujan, harus dialirkan
pada saluran bentuk empat persegi panjang, bentuk segi tiga, bentuk trapesium dan
bentuk setengah ltingkaran untuk drainasi muka tanah (Surface drainage).
1. Tampang bentuk empat persegi panjang
Debit aliran : Q = 1,000 m3/detik. Kemiringan saluran : I = 1,50
%. Dasar saluran (B) = 0,75 tinggi saluran (H).
Dimensikanlah tampang saluran bentuk empat persegi
panjang tersebut.

Solusi :
Luas tampang Saluran Fs = B.H = 0,75 H.H = 0,75H2
Keliling basah Ps = B + 2 H = 0,75 H + 2 H = 2,75 H
Radius hidrolik Rs = Fs/Ps = (0,75 H2) / (2,75 H) = 0,273H

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Formula Manning:

v
= 1/n. Rs2/3. I1/2
= (1/0,010)(0273)2/3(0,015)1/2
= 100. 0,2732/3. 0,0151/2. H2/3
= 5,156 H2/3

debit aliran Q, = 1m3/detik


Q = Fs . v
1 (m3/dt) = 0,75 H2. 5,156 H2/3
H8/3 = 0,2586
H = 0,25863/8
H = 0,60 meter

B = 0,75 H
B = 0,75 . 0,60
B = 0,45 meter

2. Saluran Tampang Trapesium


Luas tampang Fs = (B + mH) . H. Keliling basah
saluran : Ps
Ps = B + 2H √1 + 𝑚2
Radius hidrolik saluran : Rs

Rs = Fs/Ps
(𝐵+𝑚𝐻)
𝑅𝑠 =
𝐵+2𝐻 √1+𝑚2

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Untuk B = H dan m = 1
Fs = (B + mH) B = (H + 1.H) H = 2H2
Ps = B + 2H √1 + 𝑚2 = H + 2H √1 + 12
= 3,8284 H
Rs = Fs/Ps = 2 H2/3,8284 H = 0,5224 H
Selanjutnya kecepatan saluran dapat dihitung, apakah berdasarkan tabel (i/v),
berdasarkan formula Manning atau Chezy.
Berdasarkan debit aliran (Q) dan kecepatan saluran, dimensi saluran dapat
ditentukan,
Debit aliran (Q) = Luas tampang saluran (Fs) x kecepatan atiran (v)
Q = Fs . v sehingga. Fs = Q/v
dan dimensi saluran B dan H didapatkan, dibulatkan ke atas dalam dua desimal.

Kemiringan Melintang Perkerasan dan Bahu Jalan


Kemiringan melintang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Daerah jalan yang datar dan lurus;
 Kemiringan perkerasan dan bahu jalan mulai dari tengah perkerasan
menurun/melandai ke arah selokan samping (Lihat C Gambar 2);
 Besarnya kemiringan bahu jalan diambil 2% lebih besar dari pada
kemiringan permukaan jalan;
 Besarnya kemiringan melintang normal pada perkerasan jalan, dapat
dilihat seperti tercantum pada Tabel 1.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

2. Daerah jalan yang lurus pada tanjakan/ turunan;


 Perlu mempertimbangkan besarnya kemiringan alinyemen vertikal jalan
yang berupa tanjakan dan turunan, agar aliran air secepatnya bias mengalir
keselokan samping;'
 Untuk menentukan kemiringan perkerasan jalan gunakan nilai-nilai
maksimum dari 'Tabel 1.
 Pada daerah tikungan;
1) harus mempertimbangkan kebutuhan kemiringanjala menurut
persyaratan alinyemen horizontal jalan (menurut ketentuan yang
berlaku);
2) kemiringan perkerasan jalan harus dimulai dari sisi luar tikungan
menurun/melandai ke sisi dalam tikungan;
3) besarnya kemiringan daerah ini ditentukan oleh nilai maksimum
kebutuhan kemiringan menurut keperluan drainase;
4) besarnya kemiringan bahu jalan ditentukan dengan kaidah-kaidah
seperti pada butir 3.1 (lihat Gambar 3).

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Selokan Samping Jalan


1) bahan bangunan selokan samping jalan ditentukan oleh besarnya
kecepatan rencana aliran air yang akan melewati selokan samping jalan
(lihat Tabel 2).

2) kemiringan selokan samping ditentukan berdasarkan bahan yang


digunakan; hubungan antara bahan yang digunakan dengan kemiringan
selokan ramping --amping arch memanjang yang dikaitkan dengan erosi

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

aliran
(
Tabel 3).

3) Pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan bagi selokan


samping jalan yang panjang dan mempunyai kemiringan cukup besar,
(lihat Gambar 4); pemasangan jarak pematah arus (L) harus sesuai Tabel
4;

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

4) Tipe dan jenis bahan selokan samping didasarkan atas kondisi tanah
dasar, kedudukan muka air tanah dan ke.cepatan abrasi air (lihat Gambar
5)

5) penampang minimum selokan samping 0,50 m2.

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Civil Engineering of Sriwijaya University


IKATAN MAHASISWA SIPIL
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL
SUPRIANTO
03011181621008

Civil Engineering of Sriwijaya University

Anda mungkin juga menyukai