OLEH
NAMA : GRACELYA JUNEKE ALFONS
NPM: 12114201160040
KELAS : B
2019
i
PENGARUH PEMBERIAN GULA PASIR TERHADAP
KEBERHASILAN MINUM OBAT PUYER
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PERAWATAN LAYENI
OLEH
NAMA : GRACELYA J ALFONS
NPM : 12114201160068
KELAS: B
2019
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat Rahmat serta
judul :Pengaruh Pemberian Gula Pasir terhadap Keberhasilan Minum Obat Puyer
Penulisan proposal ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku. Dalam penulisan proposal ini tidak
lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, bantuan, nasehat dan
saran serta kerjasama dari berbagai pihak, segala hambatan tersebut akhirnya dapat
GRACELYA J ALFONS
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakan………………………………………………………….. 1
D. Manfaat penelitian 7
iv
F. Instrumen Penelitian ……………………………………………………. 36
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Rute, letak masuk dan bentuk obat berdasarkan efek sistemik … 18
Tabel 2.2 Rute, letak masuk dan bentuk obat berdasarkan efek local …….. 19
Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi Gula Pasir (per 100 gram berat bahan) …… 25
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Skema Post Test Only Control Group Design …………………. 34
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Informed Consent
3. Lembar Observasi
7. Master Tabel
11. Dokumentasi
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah kelompok sosial yang spesifik yang bukan merupakan orang
dewasa kecil. Anak memiliki perbedaan psikologi dan fisiologi yang spesifik yang
Wiedyaningsih, 2012). Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan
dalam pelayanan kesehatan (Menkes RI, 2008). Pemberian obat yang aman dan
disukai dan sering dilakukan dalam pemberian obat karenalebih nyaman, hemat
anakmemilikikesulitan menelan obat, karena bentuk sediaan obat padat (tablet dan
kapsul) menyebabkan anak sulit untuk menelan dan rasa obat yang pahit.
diberikan.Obat racikan adalah obat yang dibentuk dengan mengubah atau mencampur
sediaan obat. Bentuk obat racikan bisa berupa bentuk padat, semi padat maupun cair.
Di Indonesia bentuk racikan terutama dibuat dalam bentuk puyer, dan banyak
sebagai penyebab diberikannya obat dalam bentuk puyer, meliputi: tidak tersedianya
1
formula obat untuk anak, harga obat formula anak relatif lebih mahal, anak memang
belum mampu menelan obat bentuk tablet atau pertimbangan lain seperti kepatuhan
penggunaan obat bila obat yang diberikan terlalu banyak jenisnya (Widyaswari &
Wiedyaningsih, 2012).
Pemberian obat bagi pasien anak masih banyak diresepkan oleh dokter dalam
bentuk sediaan jadi buatan pabrik, yaitu mudah untuk mengatur dosis dan kombinasi
kerugian dari peracikan obat puyer bagi pasien TB. Menurut dokter dan apoteker
keuntungannya adalah lebih mudah mengatur dosis, karena dapat disesuaikan dengan
berat badan anak secara lebih tepat, lebih murah, dan lebih mudah diberikan kepada
anak karena hanya memberikan satu macam yang terdiri dari berbagai gabungan obat,
serta cara pemberian lebih mudah untuk anak yang tidak dapat menelan bentuk
sediaan padat (tablet dan pil). Kerugian yang ditimbulkan menurut keluarga pasien
TB adalah pada waktu menyiapkan, ada serbuk yang tumpah atau terbuang dan rasa
atau khasiat dari obat. Rasa pahit dari sebuah obat seringkali merupakan ekspresi
sensori dari aktivitas farmakologi obat tersebut. Dalam banyak kasus semakin kuat
obat, maka semakin pahit rasa obat itu. Semakin pahit obat, maka semakin besar
2
kemungkinan obat itu akan ditolak. Rasa obat yang manis dapat meningkatkan
kemampuan pasien anak untuk mematuhi terapi obat (Mennella, 2013). Kepatuhan
terapi merupakan penentu utama keberhasilan pengobatan (Jimmy & Jose, 2011).
Dengan demikian tantangan utama adalah mengurangi rasa pahit obat di lidah
beberapa kasus nyawa menjadi terancam. Pada tahun 2012 diperkirakan 125.000
kematian per tahun di Amerika adalah karena ketidakpatuhan minum obat, tingkat
ketidakpatuhan minum obat di rumah sakit masuk dalam kategori buruk yaitu
mencapai 33% - 69%, dan hampir setengah penduduk Amerika 133 juta orang
ketidakpatuhan minum obat dan diperkirakan akan meningkat hingga 157 juta orang
Menurut Mennella (2015) anak lebih menyukai rasa manis dan tidak menyukai
rasa pahit merupakan sifat biologi yang ada sejak lahir. Seiring dengan pertambahan
usia, kesukaan akan rasa yang manis akan berkurang, sebaliknya anak akan
mentolerir rasa pahit seiring dengan pertambahan usia. Hal ini dikaitkan dengan
memblokir rasa pahit bagi orang dewasa, namun tidak untuk anak–anak. Untuk anak–
anak, gula merupakan penghambat rasa pahit yang lebih baik dibanding dengan
garam.
3
Gula secara umum telah digunakan untuk menyamarkan obat–obatan
tradisional yang memiliki rasa tidak enak dan pahit (Baguley, 2012). Di Indonesia
gula juga digunakan untuk menyamarkan rasa pahit dari beberapa ramuan tradisional,
misalnya gula ditambahkan pada ramuan air buah jamblang untuk mengatasi batuk
rejang, dan gula ditambahkan juga pada ramuan air kayu manis untuk mengatasi diare
(Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, 2014). Jamu merupakan salah satu obat
trandisional yang memiliki rasa yang pahit, gula pasir juga telah digunakan untuk
Newton (2012) menjelaskan pada abad ke–16 di Inggris akar Peony bubuk
dengan gula pasir. Pada abad ke–17 untuk mengatasi rasa obat yang pahit madu
dijadikan sebagai pemanis tradisional, namun pada pertengahan abad ke–17 gula
lebih sering digunakan sebagai pemanis dan dianggap sebagai makanan yang lebih
sehat. Menurut Abbott (2008), pada abad ke–17 gula dipercaya sebagai obat karena
gula dapat menyeimbangkan hormon dalam tubuh, dan dapat berinteraksi dengan
obat serta meningkatkan efektivitas obat. Pemberian gula pasir untuk mengatasi rasa
obat yang pahit di lidah juga digunakan pada praktik terapi antiretroviral anak
Anak–anak sering tidak suka dengan rasa obat yang pahit dan hal itu menjadi
penghalang dalam pemberian obat. Hal ini di dukung dengan hasil penelitian di
menolak minum obat dengan alasan rasa obat yang pahit, 7 anak memiliki masalah
4
menelan obat, 2 anak mengatakan alergi, dan 4 anak menolak dengan alasan obat
Menurut Wibowo (2008), salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan dan
jangka pendek di Poliklinik Umum Departemen IKA FKUI-RSCM adalah rasa obat
untuk meminum obat karena rasa obat yang pahit. Hasil penelitian tentang “Analisis
Antibiotik pada Pasien Anak” (2018) menjelaskan bahwa jenis sediaan obat yang
antibiotik pada pasien anak. Menurut pengasuh, setiap obat puyer yang diberikan
kepada anak pasti akan dimuntahkan karena rasa obat yang terasa pahit di lidah, dan
Hasil observasi yang didapat oleh penulis di Puskesmas Nusalaut yaitu, data
balita sakit yang dibawa berobat4 bulan terakhir adalah sebanyak 60 balita, dengan
penyakit yang di derita antara lain batuk-pilek, demam, diare, bisul, gatal–gatal serta
campak. Obat puyer merupakan bentuk sediaan obat yang paling sering diberikan
bagi balita sakit yang dibawa berobat ke Puskemas Nusalaut, karena lebih mudah
mengatur dosis, dapat disesuaikan dengan berat badan balita sakit secara lebih tepat,
lebih murah, dan lebih mudah diberikankarena hanya memberikan satu macam yang
terdiri dari berbagai gabungan obat. Menurut hasil survey dan wawancara yang
5
dilakukan antara penulis dan 10 orang tua pasien balita, dengan usia balita sakit
antara lain 1 tahun, 2 tahun, 3,5 tahun, 4 tahun, dan 5 tahun yang dibawa berobat ke
Puskesmas Passo Ambon didapati 6 dari 10 anak mempunyai masalah minum obat
Berdasarkan hasil wawancara dengan orang tua pasien balita yang berkunjung
minum obat puyer, antara lain memberikan gula pasir sebagai pemanis serta
memberikan ASI sesaat setelah minum obat agar anak tidak muntah karena rasa pahit
menjelaskan tentang cara lain untuk mengatasi rasa obat yang pahit pada anak yang
tentang “Pengaruh Pemberian Gula Pasir terhadap Keberhasilan Minum Obat Puyer
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas nusalaut ”. Dimana tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian gula pasir terhadap keberhasilan
minum obat puyer pada balita khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas nusalaut .
6
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu
“Apakah ada pengaruh pemberian gula pasir terhadap keberhasilan minum obat puyer
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh pemberian
gula pasir terhadap keberhasilan minum obat puyer pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas nusalaut
Tujuan Khusus
b. Untuk mengetahui keberhasilan minum obat puyer pada balita yang tidak
7
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
komunitas yang berhubungan dengan anak, juga sebagai bahan kajian bagi
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
balita.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan tentang Balita
1. Pengertian Balita
2014). Balita adalah masa anak mulai berjalan dan merupakan masa yang paling
hebat dalam tumbuh kembang, yaitu pada usia 1 sampai 5 tahun. Masa ini
Kesehatan, 2014).
oleh kesehatannya. Semakin baik kesehatan seorang anak maka semakin baik pula
pertumbuhan. Yang menjadi indicator pertumbuhan anak adalah berat dan tinggi
badan. Dengan bertambahnya usia seorang anak maka akan bertambah pula berat
dan tinggi badannya. Pada anak yang sering mengalami sakit akan memiliki grafik
pengukuran berat dan tinggi badan yang rendah (Eveline & Djamaludin, 2010).
2. Karakteristik Balita
9
a. Anak usia 1–3 tahun
Pada usia ini anak masih bergantung sepenuhnya pada orang tua. Tumbuh
kembang anak pada usia ini lebih besar dibandingkan anak pada usia pra-
sekolah.
Pada usia ini anak lebih banyak terlibat dalam melakukan berbagai
Pertumbuhan adalah bertambahnya jumlah dan besar sel organ yang dapat diukur
dengan ukuran berat, panjang, dan usia tulang. Perkembangan adalah kemampuan
atau keterampilan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur dan dapat diramalkan, yang dicapai melalui pertumbuhan, kematangan dan
tubuh.
a. Tahap pertumbuhan
1) Masa Prenatal
10
2) Masa Bayi atau Infant
3) Masa Toddler(1–3tahun)
a) Remaja Dini
b) Remaja Lanjut
7) Dewasa (20–65tahun)
11
b. Tahap Perkembangan
1) Directoral Trend :
menggerakkan jari–jari.
2) Sequintel Trend, semua anak yang normal pasti akan melalui fase ini.
Kondisi anak yang selalu sehat merupakan dambaan bagi setiap orang
tua. Semakin baik kesehatan seorang anak maka semakin baik pula tumbuh
kembangnya. Namun, bila anak sering sakit maka proses tumbuh kembangnya
12
pun akan terganggu. Menurut Soetjiningsih dan Ranuh (2013)secara umum
terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,
yaitu :
1) Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dan mempunyai peran utama dalam
genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan yang normal dan
2) Faktor Lingkungan
kandungan sampai akhir, antara lain adalah gizi ibu pada waktu hamil,
mekanisme (trauma, cairan ketuban, dan posisi janin), toksik/ zat kimia,
13
(2) Faktor Fisik, antara lain cuaca, musim, keadaan geografis suatu
1. Pengertian Obat
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
peningkatan kesehatan (Menkes RI, 2016). Obat adalah setiap substansi yang
dapat memengaruhi fungsi normal tubuh pada tingkat sel (Tambayong, 2014).
Obat adalah semua zat, baik yang berasal dari bahan kimiawi atau nabati, hewani
maupun mineral dalam dosis yang tepat, atau layak dapat digunakan untuk
14
Obat merupakan salah satu komponen yang tidak tergantikan dalam
memanfaatkan tumbuhan dan substansi lain sebagai “obat” sejak 50.000 tahun
yang lalu. Orang Samaria yang mengembara di lembah sungai Tigris dan Euphrate
5.000 tahun yang lalu menggunakan garam, akar–akaran, biji–bijian, hingga kulit
pohon sebagai obat. Orang Mesir Kuno mengobati buta senja dengan hati sapi
vitamin A, dan kandungan vitamin A terbanyak ada di dalam hati. Antibiotik yang
berasal dari jamur dianggap sebagai obat moderen. Akan tetapi, orang Cina sudah
mengobati bisul dengan ramuan jamur sekitar 2.500 Sebelum Masehi. Dan orang
Yunani memakai ekstrak kulit pohon tertentu untuk mengobati demam, dan aspirin
Tanggung jawab pertama terhadap terapi obat yang benar diemban oleh dokter
yang menulis resep obat, dan tanggung jawab terakhir pemberian obat yang tepat
kepada pasien terletak di tangan perawat yang memberikan obat. Cara pemberian
obat bergantung pada keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan,
sifat obat, dan tempat kerja obat yang diinginkan (Tambayong, 2014). Rute
pemberian obat secara oral merupakan rute pemberian yang paling sederhana,
paling mudah, dan paling umum digunakan bagi balita (Patrick, 2012). Menurut
15
Heriana (2014), dalam penggunaannya obat mempunyai berbagai macam jenis,
antara lain :
a. Larutan Cair : Satu atau lebih dari satu obat dilarutkan dalam air. Preparat
cairan dapat digunakan peroral, parenteral, atau secara eksternal; dapat juga
kemih.
b. Aerosol Sprai/Busa : Suatu cairan, bubuk, atau busa yang diberikan dengan
c. Suspensi Cair : Satu atau lebih dari satu obat yang dilarutkan dengan baik
d. Kapsul : Obat dalam bentuk cair, bubuk atau minyak yang dibungkus
gelatin.
f. Lozenge : Obat dalam bentuk datar, padat/oval yang lumat sewaktu ditaruh
di mulut.
g. Salep : Satu atau lebih dari satu obat dalam bentuk semi padat untuk dipakai
h. Pasta : Obat dalam bentuk seperti salep, tetapi lebih tebal dan lengket.
i. Pil : Satu atau lebih dari satu obat yang dicampur dengan bahan kohesif
16
k. Spirit : Larutan yang dikonsentrasikan dalam alcohol yang mudah menguap.
Contoh H2O2.
tumbuhan.
m. Gel/Jelly : Obat semi padat yang jernih dan tembus cahaya yang mencair
seperti peluru agar dapat dimasukkan ke dalam tubuh (rectum atau vagina).
q. Tablet : Obat bubuk yang dipadatkan dalam bentuk lonjong atau lempengan.
Berdasarkan efek obat, rute pemberian obat dibagi menjadi beberapa cara,
antara lain :
a. Efek Sistemik
Efek Sistemik terjadi bila obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah (Suhardiman, 2012). Tabel 2.1 menjelaskan tentang rute, letak masuk dan
Tabel 2.1
Rute, letak masuk dan bentuk obat berdasarkan efek sistemik
Rute Letak Masuk Bentuk
Rute Oral Mulut Tablet, kapsul, larutan, sirup, suspense, emulsi, serbuk
Inhalasi Hidung Berupa cairan yang diubah menjadi gas atau uap,
kemudian dihirup
Parenteral/ Intravena, Berupa larutan dalam air, contoh injeksi Vit C
injeksi intramuskuler, Berupa larutan dalam minyak, contoh injeksi Oleum
17
Efek ini hanya bekerja pada daerah setempat saja misalnya, salep
(Suhardiman, 2012). Tabel 2.2 ini menjelaskan tentang rute, letak masuk dan
Tabel 2.2
Rute, letak masuk dan bentuk obat berdasarkan efek lokal
Rute Letak Masuk Bentuk
Intraokular, Mata, hidung, dan Berupa cairan yang diteteskan langsung pada
intranasal, aural telinga mata, hidung, telinga
Rektal, uretral, Dubur, saluran Supositoria, basila, dan ovula
vaginal kencing, dan
vagina
Sumber :(Tambayong, 2014)
obat bagi balita. Dosis diestimasi melalui usia, berat badan, ukuran, tinggi badan,
dan kondisi fisik. Peresepan obat dapat diberikan lebih dari satu pil, membelah
mencampurkan obat menjadi puyer satu dosis jika terdapat kesulitan dalam
hati melalui siklus portal. Setelah melewati hati, obat memasuki sirkulasi
18
sistemik dan dihantarkan ke jaringan target (Patrick, 2012). Rute pemberian
obat serta proses absorbsinya di dalam tubuh dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2. 1
Rute Pemberian Obat
Menurut Patrick (2012) bentuk sediaan yang sering digunakan untuk rute
oral adalah:
1) Bentuk sediaan cair, obat yang diberikan dalam bentuk ini lebih cepat
Menurut Heriana (2014) terdapat 6 hal benar dalam pemberian obat, yaitu :
1) Benar Pasien
19
Pasien bertanggung jawab untuk secara tepat dalam mengidentifikasi
2) Benar Obat
Bandingkan label pada botol obat atau label pada kemasan dengan kartu
3) Benar Dosis
Dosis yang benar adalah dosis yang diresepkan harus diberikan untuk
pasien.
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus
5) Benar Rute
Rute yang paling sering ialah melalui oral, sublingual, dan parenteral.
obat peroral.
6) Benar Pendokumentasian
20
Membutuhkan tindakan segera dari seorang perawat untuk mencatat
dengan lancar (Sailendra, 2015). Menurut Hartatik (2014) tujuan dan fungsi
1) Tujuan SOP :
dan supervisor.
21
f) Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari
proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan malpraktek dan
i) Sebagai dokumen sejarah bila telah di buat revisi SOP yang baru.
2) Fungsi SOP :
Berikut ini adalah standar opersional pemberian obat secara oral menurut
Hidayat (2008):
a) Sendok takar
b) Obat oral
2) Prosedur :
a) Cuci tangan
22
b) Jelaskan prosedur apa yang akan dilakukan
h) Tempatkan sendok takar yang berisi obat ke dalam mulut anak, agak
m) Cuci tangan
Gula pasir merupakan hasil olahan dari nira tebu dan dikristalkan membentuk
serbuk-serbuk seperti pasir. Gula pasir umumnya berwarna putih kekuningan atau
sedikit coklat. Gula pasir memiliki rasa yang manis dan mudah larut dalam air.
Gula pasir banyak ditemui di manapun dalam bentuk kemasan. Gula pasir menjadi
23
salah satu dari sembilan bahan pokok yang tidak bisa terpisahkan dari kehidupan
pemberian gula pasir terhadap keberhasilan minum obat pada balita, khusunya
obat puyer.
Komposisi zat gizi yang terdapat dalam gula antara lain kalori, karbohidrat,
kalsium, fosfor, dan air. Tabel 2.3 menjelaskan tentang komposisi zat gizi gula
Tabel 2. 3
Komposisi Zat Gizi Gula Pasir (per 100 gram berat bahan)
Zat Gizi Kandungan dalam Gula Pasir
Kalori 364 kkal
Karbohidrat 94,0 g
Kalsium 5 mg
Fosfor 1 mg
Air 5,40 g
Sumber :(Darwin, 2013)
3. pH Gula Pasir
Sari tebu memiliki pH yang rendah yaitu sekitar 4,5–5,5 dan melalui proses
proses pembuatan gula pasir sangatlah penting karena apabila pH gula pasir berada
pada tingkat asam maka sukrosa meluruh menjadi fruktosa dan glukosa. Sebaliknya
bila pH gula pasir berada pada tingkat basa maka akan cepat membusuk (Sensorex,
24
2017). Apabila gula pasir dicampurkan ke dalam air, maka gula pasir (sukrosa) akan
larut namun tidak akan pecah menjadi ion–ion komponennya (glukosa dan
fruktosa). Berbeda dengan garam, apabila garam dicampurkan ke dalam air maka
garam akan larut dan akan pecah menjadi ion–ion komponennya yaitu natrium dan
diperlukan untuk menghasilkan kalori (energi). Energi inilah yang digunakan untuk
pencernaan, dan fungsi gerak tubuh (Anindyaputri, 2017). Tidak selamanya gula
menjadi hal yang merugikan bagi kesehatan. Gula juga memiliki manfaat yang baik
untuk kesehatan, akan tetapi dalam takaran yang pas dan tidak berlebihan. Menurut
hasil penelitian yang dilakukan oleh Bennett, et al (2016) gula membantu mengatasi
hiperglikemia pada bayi baru lahir. Dalam penelitian ini digunakan gel glukosa 40%
yang diberikan oleh perawat dengan menggunakan spuit kepada bayi dengan
hiperglikemia pada bukal kiri dan kanan kemudian memijat pipi dengan lembut
untuk merangsang bayi menelan. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Barber, pada
bayi baru lahir dengan gangguan hiperglikemia di Australia. Dari penelitian ini
tidak ada hasil yang merugikan, dan beberapa rumah sakit di Australia telah
menggunakan cara ini untuk mengatasi hiperglikemia pada bayi baru lahir (Barber,
et al, 2018).
25
Manfaat lain dari gula adalah sebagai cairan rehidrasi oral. Terapi rehidrasi oral
(ORT) adalah jenis penggantian cairan yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati dehidrasi, terutama yang disebabkan oleh diare. Larutan yang digunakan
adalah larutan oralit yang terdiri dari gula, garam dan air. Secara global pada tahun
2015 terapi rehidrasi oral digunakan oleh 41% anak-anak dengan diare. Penggunaan
terapi rehidrasi oral ini menurunkan resiko kematian akibat diare sekitar 93% .
Larutan oralit dapat dibuat sendiri di rumah dengan mencampurkan 6 sendok teh
gula, ½ sendok teh garam, dan 1 liter air, maka akan mendapatkan 5 gelas larutan
Gula juga dapat membantu penyembuhan luka atau dengan kata lain gula
seorang dokter yang berasal dari Zimbabwe. Sebagai seorang anak yang tumbuh
terbiasa menggunakan gula yang digosok dalam lukanya ketika dia jatuh atau
tanpa perawatan apapun. Setelah direkrut untuk bekerja sebagai perawat untuk
Sistem Kesehatan Nasional Inggris (NHS) pada tahun 1997, dia menemukan bahwa
gula tidak digunakan dalam kapasitas resmi apa pun untuk menyembuhkan luka.
menggunakan gula pasir yang sering digunakan untuk minum teh. Murandu
menuangkan gula pada luka dan menggunakan perban di atasnya. Granul menyerap
26
semua kelembaban yang memungkinkan bakteri untuk berkembang. Tanpa bakteri,
luka sembuh lebih cepat. Hal ini didukung dengan percobaan yang dilakukannya di
laboratorium. Murandu telah melakukan studi klinis pada 41 pasien di Inggris. Studi
kasus dari seluruh dunia pun mendukung temuan ini. Murandu memenangkan
penghargaan dari Journal of Wound Care pada Maret 2018 untuk karyanya
(Wiggins, 2018).
Selain sebagai penghasil energi gula juga memiliki banyak manfaat bagi
kesehatan antara lain menjaga kesehatan kulit, asam glikolat di dalam gula
membantu menjaga kesehatan dan tampilan kulit, meningkatkan tekanan darah bagi
2016).
Association (AHA) untuk mengurangi jumlah konsumsi gula per hari dari 23 sendok
teh per hari menjadi 6 sendok teh per hari. Seperti yang kita ketahui garam dapat
Nguyaen dan Lustig, gula juga dapat menyebabkan tekanan darah meningkat.
Penelitian dilakukan pada 810 orang dewasa dengan tekanan darah normal dan
porsi gula per hari akan menurunkan tekanan darah sistolik 0,7 mmHg dan diastolik
27
Dengan mengkonsumsi gula secara berlebih maka dapat menimbulkan karies
dengan makanan manis di enamel gigi. Meskipun karies gigi dapat dikatakan
sebagai faktor risiko terjadinya karies gigi. Penelitian terbaru menunjukkan pada
yang akan ditimbulkan bila mengkonsumsi gula secara berlebih antara lain resiko
terserang penyakit diabetes tipe 2, penyakit jantung, kanker, dan resiko terserang
Lidah berfungsi sebagai indera pengecap. Lidah memiliki reseptor rasa untuk
merasakan makanan, minuman, atau apa saja yang masuk ke dalam mulut, dan
reseptor-reseptor rasa terletak pada kuncup–kuncup lidah. Reseptor rasa pada lidah
Member1-Taste Receptor Type 2 Member 50, dan Taste Receptor Type 2 Member
60). Reseptor–reseptor ini kemudian akan berkontribusi terhadap persepi rasa yang
berbeda. Lidah manusia memiliki 43 reseptor pahit. Rasa pahit dimulai ketika
senyawa pahit memasuki rongga mulut, kemudian berikatan dengan reseptor pahit
(Taste Receptor Type 2 Member 1-Taste Receptor Type 2 Member 50, dan Taste
28
Receptor Type 2 Member 60)dalam membran apikal sel reseptor yang ditemukan
penerimaan dan kegunaan atau khasiat dari obat. Rasa pahit dari sebuah obat
Dalam banyak kasus semakin kuat obat, maka semakin pahit rasa obat itu. Semakin
pahit obat, maka semakin besar kemungkinan obat itu akan ditolak. Rasa obat yang
manis dapat meningkatkan kemampuan pasien anak untuk mematuhi terapi obat.
kasus, nyawa menjadi terancam. Enkapsulasi obat dalam bentuk pil atau tablet dapat
membantu untuk menghilangkan rasa pahit obat pada orang dewasa, namun tidak
untuk anak–anak.
minum obat adalah karena rasa obat yang pahit. Salah satu cara yang digunakan
untuk mengatasi masalah ini adalah memberikan gula pasir. Gula pasir telah
digunakan sejak zaman dahulu kala, sekitar abad ke-17 sebagai penawar rasa obat
yang pahit (Newton, 2012). Hal ini didukung Lokakarya Perkembangan Anak di
di Swiss, menjelaskan tentang cara lain untuk mengatasi rasa obat yang pahit pada
anak yang sedang sakit yaitu dengan memberikan gula pasir. Mennella (2013)
29
menjelaskan dengan memberikan gula pasir maka dapat membantu mengurangi rasa
kebutuhan gula tambahan pada anak usia 2–18 tahun tidak melebihi 6 sendok teh
per hari. Enam sendok teh gula tambahan setara dengan 100 kalori atau 25 gram.
Diperkirakan kalori yang dibutuhkan berkisar 1.000 per hari untuk anak berusia 2
tahun yang tidak banyak bergerak, 2.400 untuk anak perempuan yang aktif berusia
obesitas dan peningkatan tekanan darah pada anak-anak dan dewasa muda.Anjuran
konsumsi gula per orang dalam 1 hari sesuai dengan Permenkes No 63 tahun 2015
adalah tidak melebihi 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan gula, karena akan
beresiko terkena hipertensi, stroke, diabetes dan serangan jantung (Menkes RI,
2018).
Belum ada literatur yang menjelaskan tentang berapa jumlah atau takaran gula
pasir yang digunakan untuk mengatasi rasa obat yang pahit di lidah. Berdasarkan
tentang kebutuhan gula tambahan pada anak tidak boleh melebihi 6 sendok teh (25
gram) per hari atau tidak melebihi 4 sendok makan (50 gram) per hari, maka dalam
penelitian ini gula pasir diberikan sesaat setelah obat di minum dengan takaran ¼
30
sendok teh (1 gram), selama kurun waktu 1 hari (pagi, siang, dan malam). Dalam
D. Kerangka konsep
dalam hubungan variabel yang akan diteliti. Arah pemikiran merupakan hubungan
(Notoatmodjo, 2012).
KEBERHASILAN
PEMBERIAN
MINUM OBAT PUYER
GULA PASIR
PADA BALITA
Keterangan :
Variabel Dependen :
Variabel Independen :
Pengaruh :
Gambar 2.2
Kerangka Konsep Penelitian
“Pengaruh pemberian gula pasir terhadap keberhasilan minum obat puyer
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Passo Ambon”
E. Hipotesis
1. Ha
31
Ada pengaruh pemberian gula pasir terhadap keberhasilan minum obat puyer
pada balita.
2. H0
Tidak ada pengaruh pemberian gula pasir terhadap keberhasilan minum obat
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain Penelitian adalah metode yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan suatu
terhadap peningkatan derajat kesehatan pasien, maka desain yang paling tepat adalah
menggunakan pendekatan post test only control group design. Pendekatan post test
only control group design yaitu pendekatan dengan cara membandingkan data post
test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Berikut ini skema yang
R1 X1 O1
R
R2 X0 O2
Gambar 3.1
Skema Post Test Only Control Group Design
Keterangan :
33
O1: Pasca Uji Kelompok Eksperimen (hasil akhir kelompok balita yang
O2: Pasca Uji Kelompok Kontrol (hasil akhir kelompok balita yang tidak
1. Waktu
2. Lokasi
1. Populasi
Populasi target adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan diterapkan
(Dharma, 2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua balita yang
a. Kriteria Inklusi
b. Kriteria Eksklusi
34
2. Sampel
Sampel penelitian sebagai unit yang lebih kecil lagi adalah sekelompok individu
data atau melakukan pengukuran pada unit ini. Metode pengambilan sampel pada
dengan jumlah populasi maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 22
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
2. Variabel Dependen
yang akan berubah akibat pengaruh atau perubahan yang terjadi pada variabel
35
E. Defenisi Operasional
Defenisi Operasional adalah penjelasan tentang hal–hal apa saja yang dijadikan
Tabel 3. 1
Defenisi Operasional Variabel
No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Independen (Bebas)
1. Pemberian Gula pasir diberikan ¼ sendok - -
gula pasir sesaat setelah obat teh setara
diminum, dengan dengan 1
tujuan menghilangkan gram
rasa pahit obat puyer
di lidah dan mencegah
anak muntah. Gula
pasir yang diberikan ¼
sendok teh atau 1
gram, selama 1 hari
(pagi, siang, dan
malam)
Variabel Dependen (Terikat)
2. Keberhasilan Kemampuan dalam Lembar a. Berhasil Ordinal
Minum Obat minum obat bila obat Observasi minum obat
Puyer Pada yang diberikan ditelan puyer, jika
Balita semuanya dan tidak ≥ 67
dimuntahkan kembali b. Tidak berhasil
sesaat setelah obat minum obat
puyer, jika
diminum, selama 1
< 67
hari (pagi, siang, dan
malam)
36
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan oleh peneliti untuk
mengobservasi, mengukur atau menilai suatu fenomena. Data yang diperoleh dari
suatu pengukuran kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai bukti (evidence) dari
suatu penelitian(Dharma, 2011). Instrumen pada penelitian ini adalah obat puyer, gula
pasir, sendok, gelas yang berisi air untuk diminum dan lembar observasi. Lembar
observasi digunakan oleh observer untuk mengamati dan menilai responden sesuai
tindakan yang dilakukan, dengan memberi tanda cek list () pada kolom tindakan.
Mengacu pada penelitian yang dilakuakan oleh van Riet - Nales dkk (2012)
children”, plasebo oral diberikan dalam 4 bentuk sediaan yaitu tablet 4 mm, bubuk,
suspensi, dan sirup selama 4 hari berturut–turut dan setiap bentuk sediaan diberikan 2
kali setiap harinya. Untuk menentukan sediaan obat yang paling disukai oleh anak,
dalam penelitian ini digunakan 2 cara yaitu, yang pertama menggunakan VAS (Visual
secara langsung yaitu apakah dosis plasebo ditelan semua, ditelan hanya sebagian
diberikan sebanyak 3 kali yaitu pagi, siang, dan malam selama 1 hari, baik untuk
minum obat puyer, peneliti mengamati secara langsung balita saat minum obat dan
37
setiap balita dikatakan berhasil minum obat puyer bila mampu menelan semua dosis
obat lebih dari atau sama dengan 2 kali dalam sehari tanpa memuntahkan obat
G. Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data untuk penelitian ini terdiri dari prosedur administrasi
yang dimulai dari fakultas untuk permintaan izin penelitian dan prosedur teknis yaitu
38
disetujui. Kemudian membawa surat rekomendasi penelitian bersama surat izin
penelitian dari fakultas pada Dinas Kesehatan Kota Ambon untuk melakukan
4. Setelah mendapat izin dari Dinas Kesehatan Kota Ambon, peneliti kemudian
responden. Peneliti menjelaskan SOP pemberian obat secara oral kepada orang
tua responden.
memberikan obat kepada responden, dan memberikan gula pasir sesaat setelah
minum obat.
memberikan obat kepada responden, dan tidak memberikan gula pasir sesaat
39
H. Pengolahan Data
Proses pengolahan data dalam penelitian ini terdiri dari (Notoatmodjo, 2012):
1. Editing
2. Coading
Coading adalah memberikan pengkodean pada data yang telah diedit yakni,
mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
Entry Data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam
Apabila semua data dari setiap responden selesai dimasukan, perlu dicek
40
I. Analisa Data
Analisa data yang ditabulasi akan diolah menggunakan teknik komputerisasi dan
disajikan dalam bentuk tabel. Analisa data ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
ada pengaruh pemberian gula pasir terhadap keberhasilan minum obat puyer pada
1. Analisis Univariat
jenis kelamin.
2. Analisis Bivariat
keberhasilan minum obat puyer pada balita. Uji statistic yang digunakan adalah
41
J. Etika Penelitian
rekomendasi dari institusi untuk pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin
kepada institusi lembaga tempat penelitian yang diajukan oleh peneliti. Setelah
Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden tetapi pada lembar tersebut
diberi kode.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
42
DAFTAR PUSTAKA
Actelion. 2017, Maret 24. American Course on Drug Development and Regulatory
Sciences. Age Appropriate and Acceptable Paediatric Dosage Forms: Making
Medicines Child Size. Washington, D.C, Amerika Serikat: Actelion
Pharmaceuticals Ltd.
Anindyaputri, I. 2017, September 6. Hello Sehat. Retrieved from Mana yang Lebih
Bahaya: Kebanyakan Gula Atau Kebanyakan Garam?:
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/bahaya-kebanyakan-gula-dan-
garam/
Anne, M. H. 2018, April 09. Thought Co. Retrieved from Dissolving Sugar in Water:
Chemical or Physical Change?: https://www.thoughtco.com/dissolving-sugar-
water-chemical-physical-change-608347
Bennett, C., Fagan, E., Chaharbakhshi, E., Zamfirova, I., & Flicker, J. 2016. Nursing
for Women s Health. Implementing a Protocol Using Glucose Gel to Treat
Neonatal Hypoglycemia, 64 - 74.
Boyer, M. J. 2013. Perhitungan Dosis Obat. Panduan Praktis untuk Menghitung
Dosis dan Menyiapkan Obat. Jakarta: Erlangga.
Breda, J., Jewell, J., & Kelle, A. 2018. Caries Research. The Importance of the World
Health, 149 - 152.
Darwin, P. 2013. Menikmati Gula Tanpa Rasa Takut. Jakarta: Sinar Ilmu.
Deslidel, Zuchrach, H., Rully, H., & Yan, S. 2011. Buku Ajar Asuhan Neonatus,
Bayi, & Balita. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Eveline, & Djamaludin, N. 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Jakarta:
PT Wahyu Media.
Fhitryani, S., Suryanto, D., & Karim, A. 2017. Pemeriksaan Escherichia coli,
Staphylococcus aureus dan Salmonella sp. Pada Jamu Gendong Yang
Dijajakan Di Kota Medan. Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan.
Vol. 3, 142 - 151.
Forough, A. S., Lau, E. T., Steadman, K. J., Cichero, J. A., Kyle, G. J., Santos, J. M.,
& Nissen, L. M. 2018. Patient Preference and Adherence. A spoonful of sugar
helps the medicine go down? A review of strategies for making pills easier to
swallow, 1337–1346.
Hapsari, T. A., & Azinar, M. 2017. Higeia Journal of Public Health Research And
Develompment. Praktik Terapi Antiretroviral Pada Anak Penderita
HIV/AIDS, 1 - 10.
Hartatik, I. P. 2014. Buku Praktis Mengembangkan SDM. Yogyakarta: Laksana.
Jimmy, B., & Jose, J. 2011. Oman Medical Jurnal. Volume 26 No 3. Patient
Medication Adherence: Measures in Daily Practice, 155 -159.
Joana, M., Talia, F., James, M., & Nikoletta, F. 2017. Journal of Pharmacy and
Pharmacology. Recommended strategies for the oral administration of
pediatric medicines with food and drinks in the context of their
biopharmaceutical properties: a review, 384-397.
Kementrian Kesehatan. 2014. Permenkes No 25 tentang Upaya Kesehatan Anak.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Krisnanta, I. A., Parfati, N., Presley, B., & Setiawan, E. 2018. Analisis Profil dan
Faktor Penyebab Ketidakpatuhan Pengasuh Terhadap Penggunaan Antibiotik
pada Pasien Anak. JMPF Vol. 8 No. 1, 39 - 50.
Mennella, J. A., & Bobowski, N. K. 2015. Physiology and Behavior. The sweetness
and bitterness of childhood: Insights from basic research on taste
preferences, 502 - 507.
Mennella, J. A., Roberts, K. M., Mathew , P. S., & Reed, D. R. 2015. BMC
Pediatrics. Children’s perceptions about medicines: individual differences and
taste, 1 - 6.
Mennella, J. A., Spector, A. C., Reed, D. R., & Coldwell, S. E. 2013. Clinical
Therapeutics. Volume 35 No. 8. The Bad Taste of Medicines: Overview of
Basic Research on Bitter Taste, 1225 - 1246.
Mitayanti, & Sartika, W. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Jakarta: Trans Info Media.
Newton, H. 2012. The Sick Child in Early Modern England 1580 - 1720. Oxford,
UK: MPG Books Group, Bodmin and King's Lynn.
Nguyen, S., & Lustig, R. H. 2014. Expert Review of Cardiovascular Therapy. Just a
spoonful of sugar helps the blood pressure, 1497 - 1499.
Notoadmojo, S. 2011. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Patrick, J. 2012. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin. Jakarta: EGC.
Pratama, K., Niruri, R., Wati, K. D., Widotama, I. G., & Dewantara, I. G. 2014.
Peranan Penggunaan Alat Bantu Dalam Metode Pembagian Visual Terhadap
Keseragaman Bobot Puyer Lamivudin Dosis Kecil untuk Terapi Anak dengan
HIV/AIDS . Jurnal Farmasi Udayana, 103.
Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB. 2014. Sehat Alami dengan Herbal. 250 Tanaman
Berkhasiat Obat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Rina. 2016, Oktober. Manfaat Cantik Sehat. Retrieved from Manfaat serta Bahaya
Gula untuk Kesehatan dan Kecantikan:
http://www.manfaatcantiksehat.com/2016/10/manfaat-serta-bahaya-gula.html
Suhardiman. 2012, Maret 29. Membagi Ilmu Keperawatan. Retrieved from Efek
Obat: http://materifarmakologi.blogspot.com/2012/03/efek-obat.html
Tambayong, J. 2014. Farmakologi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Kedokteran : EGC.
van Riet-Nales, D. A., de Neef, B. J., Schobben, A. F., Ferreira, J. A., Egberts, T. C.,
& Rademaker, C. M. 2012. Arch Dis Child. Acceptability of different oral
formulations in infants and preschool children, 1 - 7.
Wibowo, R., & Soedibyo, S. 2008. Kepatuhan Berobat dengan Antibiotik Jangka
Pendek di Poliklinik Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit
Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 10, No. 3, 171 - 176.
Widyaswari, R., & Wiedyaningsih , C. 2012. Evaluasi Peresepan Obat Racikan Dan
Ketersediaan Formula Obat Untuk Anak Di Puskesmas Propinsi DIY.
Majalah Farmasuetik, Vol. 8 No. 3, 227 - 234.
Wiggins, C. 2018, Maret 30. BBC Future. Retrieved from The Hidden Healing Power
of Sugar: http://www.bbc.com/future/story/20180328-how-sugar-could-help-
heal-wounds