Anda di halaman 1dari 21

LI 1.

Memahami dan menjelaskan tanatologi

Definisi Tanatologi

Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh
setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997).
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi
secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa
menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian
berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang
otak (Idries, 1997).

Manfaat

Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau matinya
korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak wajarnya
kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari
masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari
masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya
siklus oksigen menjadi tanda kematian (AlFatih II, 2007).

Jenis Kematian

Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang
mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem
kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya,
ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut
berpengaruh (Idries, 1997). Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati
somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).

1. Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi
gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries, 1997). Pada
kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro
ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada
gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi.
2. Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan
tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini
sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam
(Idries, 1997).
3. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau
jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak
bersamaan (Budiyanto, 1997).
4. Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem
pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat (Budiyanto, 1997).
5. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara
keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan
(Budiyanto, 1997).
Cara Mendeteksi Kematian

Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup
matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus
kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektro
ensefalografi (EEG) mendatar/ flat. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler
ada enam hal yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung
berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/ flat, tidak ada
tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah
sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak
keluarnya darah dengan pulsasi pada insisi arteri radialis.

Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita
perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada
auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada
tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban,
serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban
(Modi, 1988).

Tanda Kematian

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit
kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.

A. Tanda kematian tidak pasti


1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto, 1997).

B. Tanda kematian pasti


a. Livor mortis
Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem lividity, post mortem
hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices. Livor mortis adalah suatu bercak atau
noda besar merah kebiruan atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh mayat
akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena terhentinya kerja pembuluh darah
dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas keras. Bercak
tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian klinis. Makin lama
bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca
kematian klinis (Idries, 1997). Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita
menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca kematian klinis.
Juga lebam masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi mayat yang terakhir. Lebam tidak
bisa lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira
lebih dari 6-10 jam. Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan menetap,
yaitu :
1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.
2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.
3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.
4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.
Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita temukan pada organ dalam
tubuh mayat. Masing-masing sesuai dengan posisi mayat. Lebam pada kulit mayat dengan
posisi mayat terlentang, dapat kita lihat pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor
lengan, fleksor tungkai, ujung jari dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher.
Tidak ada lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat dasi.

Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi, pipi,
dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai. Lebam pada kulit mayat dengan posisi
tergantung, dapat kita lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna. Lebam pada
organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita temukan pada posterior otak besar,
posterior otak kecil, dorsal paru-paru, dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding
lambung, dan usus yang dibawah (dalam rongga panggul).

Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume darah yang beredar, lamanya
darah dalam keadaan cepat cair dan warna lebam. Volume darah yang beredar banyak
menyebabkan lebam mayat lebih cepat dan lebih luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan
lebih terbatas penyebarannya pada volume darah yang sedikit, misalnya pada anemia. Ada
lima warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk memperkirakan penyebab
kematian yaitu (1) warna merah kebiruan merupakan warna normal lebam, (2) warna
merah terang menandakan keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin, (3) warna
merah gelap menunjukkan asfiksia, (4) warna biru menunjukkan keracunan nitrit dan (5)
warna coklat menandakan keracunan aniline (Spitz, 1997).
Interpretasi livor mortis dapat diartikan sebagai tanda pasti kematian, tanda
memperkirakan saat dan lama kematian, tanda memperkirakan penyebab kematian dan
posisi mayat setelah terjadi lebam bukan pada saat mati. Livor mortis harus dapat kita
bedakan dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi darah). Warna merah darah
akibat trauma akan menempati ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang
jika irisan jaringan kita siram dengan air (Mason, 1983).

b. Kaku mayat (rigor mortis)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang
disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan/
relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada
protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).
1. Cadaveric spasme Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan
dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot,
segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer (Idries,
1997).
2. Heat Stiffening Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi,
misalnya pada kasus kebakaran (Idries, 1997).
3. Cold Stiffening Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah,
dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling
sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-sendi akan
membeku (Idries, 1997).
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos. Dan bila
terjadi pada otot rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau
menyerupai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan
tersebut , bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi
terjadi kaku mayat.

Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai puncaknya setelah 10-
12 jam pos mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku
mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot
wajah, leher, lengan, dada, perut, dan tungkai. Adanya kejanggalan dari postur pada mayat
dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi
petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin
dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :

A. Kondisi otot
1. Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh
sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang
sebelum mati banyak makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.
2. Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi.

3. Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat
akan terjadi lebih cepat.

B. Usia
1. Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.
2. Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup
bulan.
C. Keadaan Lingkungan
1. Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
2. Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama.
3. Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu
rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
4. Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC, kekakuan yang terjadi
pembekuan atau cold stiffening.
D. Cara Kematian
1. Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat lebih cepat terjadi dan
berlangsung tidak lama.
2. Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)

1. Kurang dari 3 – 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis


2. Lebih dari 3 – 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
3. Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
4. Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
5. Rigor mortis menghilang 24 – 36 jam post mortem
4. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas dan
terjadinya pengeluaran panas secara terusmenerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan
perbedaan suhu antara mayat dengan lingkungannya. Algor mortis merupakan salah satu
perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut post
mortem. Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan bentuk
sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa metabolisme dalam
tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.
Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya penurunan suhu tubuh mayat,
yaitu :
1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.
2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama penurunan suhu
tubuhnya.
3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat penurunan suhu tubuh
mayat.
6. Aktivitas sebelum meninggal.
7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu tubuh tinggi.
8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.
9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar.
Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut, antara lain :

1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu tubuh mayat.


2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.
3. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem.
4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.
5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.
6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari suhu, aliran, dan
keadaan airnya.
7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu (98,40 F - suhu rectal 0 F) :
1,50 F (Gonzales, 1954).
5. Pembusukan
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan mayat
adalah proses degradasi jaringan terutama protein akibat autolisis dan kerja bakteri
pembusuk terutama Klostridium welchii. Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas
pembusukan berupa H2S, HCN, dan AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb)
menghasilkan HbS yang berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan
yaitu adanya mikroorganisme dan enzim proteolitik. Proses pembusukan telah terjadi
setelah kematian seluler dan baru tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita
akan melihatnya pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian
bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan dada dengan
disertai bau busuk.

Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak, mata menonjol, lidah
terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan darah, lubang lainnya keluar isinya seperti
feses (usus), isi lambung, dan partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari
terkelupas, aborescent pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan,
pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau vulva
membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam membusuk, dan ditemukannya
larva lalat. Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung, usus, uterus
gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat membusuk antara lain paru-paru,
jantung, ginjal dan diafragma. Organ yang paling lambat membusuk antara lain kelenjar
prostat dan uterus non gravid. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48
jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian
karena keracunan.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:

1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medula
adrenal, pankreas, otak, lien, usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal,
diafragma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ yang lebih tahan terhadap
pembusukan karena memiliki struktur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu
jaringan fibrousa.
Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab
kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva
lalat. Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya pembusukan mayat, yaitu:
1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat pembusukan.
2. Suhu optimal yaitu 21-370 C mempercepat pembusukan.
3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.
4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi pembusukan.
5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk daripada tubuh kurus.
6. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).
7. Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan. Dehidrasi memperlambat
pembusukan.
8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat pembusukan. Arsen,
stibium dan asam karbonat memperlambat pembusukan.
9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat mengalami
pembusukan. Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu
kematian sebagai tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian, untuk menaksir
lama kematian, serta dapat membedakannya dengan bulla intravital (Al-Fatih II, 2007).

6. Adipocere (lilin mayat)


Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami hidrolisis dan
hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini dimungkinkan oleh karena
terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang dihasilkan oleh Klostridium welchii, yang
berpengaruh terhadap jaringan lemak. Untuk dapat terjadi adipocere dibutuhkan waktu
yang lama, sedikitnya beberapa minggu sampai beberapa bulan dan keuntungan adanya
adipocere ini, tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap bertahan untuk waktu yang
sangat lama sekali, sampai ratusan tahun (Idries, 1997).

7. Mummifikasi Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan


pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan. Jaringan
akan menjadi gelap, keras dan kering. Pengeringan akan mengakibatkan menyusutnya alat-
alat dalam tubuh, sehingga tubuh akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi
mummifikasi dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa
bulan; yang dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran udara.

Memahami dan Menjelaskan Visum et Repertum

Definisi

Visum et repertum adalah laporan tertulis untuk peradilan yang dibuat dokter berdasarkan
sumpah/janji yang diucapkan pada waktu menerima jabatan dokter, memuat berita tentang segala
hal yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti berupa tubuh manusia/benda yang berasal dari
tubuh manusia yang diperiksa sesuai pengetahuan dengan sebaik-baiknya atas permintaan
penyidik untuk kepentingan peradilan. (Amir, 1995) Visum et repertum merupakan pengganti
barang bukti. Oleh karena barang bukti tersebut berhubungan dengan tubuh manusia (luka, mayat
atau bagian tubuh). KUHAP tidak mencantum kata visum et repertum. Namun visum et repertum
adalah alat bukti yang sah.

Bantuan dokter pada penyidik : Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP), pemeriksaan
korban hidup, pemeriksaan korban mati. Penggalian mayat, menentukan umur seorang korban /
terdakwa, pemeriksaan jiwa seorang terdakwa, pemeriksaan barang bukti lain (trace evidence).
Yang berhak meminta visum et repertum adalah :

1. Penyidik
2. Hakim pidana
3. Hakim perdata
4. Hakim agama
Yang berhak membuat visum et repertum.(KUHAP Pasal 133 ayat 1) :

1. Ahli kedokteran kehakiman


2. Dokter atau ahli lainnya.
Prosedur Permintaan Visum Et Repertum

Tata cara permintaan visum et repertum sesuai peraturan perundang undang adalah diminta
oleh penyidik, permintaan tertulis, dijelaskan pemeriksaan untuk apa, diantar langsung oleh
penyidik, mayat dibuat label, tidak dibenarkan visum et repertum diminta tanggal yang lalu.
(Idries, 1997) Seperti yang telah di cantumkan dalam pasal 133 KUHP ayat 1 Dalam hal penyidik
untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Ayat 2 Permintaan
keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat
itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat. Ayat 3 Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang diletakkan
pada ibu jari atau bagian lain badan mayat.

Bentuk dan Isi Visum Et Repertum

Bentuk dan isi visum et repertum:

1. Pro justisia, pada bagian atas, untuk memenuhi persyaratan yuridis, pengganti materai.
2. Visum et repertum, menyatakan jenis dari barang bukti atau pengganti barang bukti
3. Pendahuluan, memuat identitas dokter pemeriksa pembuat visum et repertum, identitas
peminta visum et repertum, saat dan tempat dilakukanya pemeriksaan dan identitas barang
bukti (manusia), sesuai dengan identitas yang tertera di dalam surat permintaan visum et
repertum dari pihak penyidik dan lebel atau segel
4. Pemberitaan atau hasil pemeriksaan, memuat segala sesuatu yang di lihat dan ditemukan
pada barang bukti yang di periksa oleh dokter, dengan atau tanpa pemeriksaan lanjutan
(pemeriksaan laboratorium), yakni bila dianggap perlu, sesuai dengan kasus dan ada
tidaknya indikasi untuk itu
5. Kesimpulan, memuat inti sari dari bagian pemberitaan atau hasil pemeriksaan, yang
disertai dengan pendapat dokter yang bersangkutan sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman yang dimilikinya
6. Penutup, yang memuat pernyataan bahwasanya visum et repertum tersebut dibuat atas
sumpah dokter dan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
Peranan dan Fungsi Visum Et Repertum

Peranan dan fungsi visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana visum et repertum menguraikan
segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang
karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di
dalam bagian kesimpulan.

Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu
hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah
terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada
perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia. Apabila visum et repertum belum dapat
menjernihkan duduk persoalan di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli
atau diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan
dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang
beralasan dari terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHP.

Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk mengungkapkan perkara.
Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk menentukan pasal yang akan
didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau
membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu perlu dibuat suatu Standar Prosedur
Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit tentang tata laksana pengadaan visum et
repertum.

Manfaat Visum Et Repertum

Manfaat dari visum et repertum ini adalah untuk menjernihkan suatu perkara pidana, bagi proses
penyidikan dapat bermanfaat untuk pengungkapan kasus kejahatan yang terhambat dan belum
mungkin diselesaikan secara tuntas. Visum et repertum juga berguna untuk membantu pihak
tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi ahli dan atau
seseorang yang memiliki keahlian khusus untuk memberikan keterangn yang meringankan atau
menguatkan bagi dirinya yaitu saksi ahli. Visum et repertum ini juga dapat bermanfaat sebagai
petunjuk, dimana petunjuk itu adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena
persesuaianya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri,
menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Jenis-jenis Visum Et Repertum

Jenis visum et repertum pada orang hidup terdiri dari:

1. Visum seketika adalah visum yang dibuat seketika oleh karena korban tidak memerlukan
tindakan khusus atau perawatan dengan perkataan lain korban mengalami luka - luka
ringan
2. Visum sementara adalah visum yang dibuat untuk sementara berhubung korban
memerlukan tindakan khusus atau perawatan. Dalam hal ini dokter membuat visum tentang
apa yang dijumpai pada waktu itu agar penyidik dapat melakukan penyidikan walaupun
visum akhir menyusul kemudian
3. Visum lanjutan adalah visum yang dibuat setelah berakhir masa perawatan dari korban
oleh dokter yang merawatnya yang sebelumnya telah dibuat visum sementara untuk awal
penyidikan. Visum tersebut dapat lebih dari satu visum tergantung dari dokter atau rumah
sakit yang merawat korban. Seperti yang telah kita ketahui permintaan visum et repertum
orang hidup lebih banyak dari pada permintaan pada mayat, karena mayat masih banyak
diperdebatkan oleh karena pihak keluarga yang tidaka mengizinkan
Visum et repertum orang hidup dapat terdiri dari luka:
1. Luka yang paling banyak terjadi adalah luka mekanis, biasanya luka ini bisa Karena
a. Luka benda tumpul
b. Luka benda tajam
c. Luka tembakan senjata api
2. Kemudian luka akibat kekerasan fisis diantaranya adalah
a. Luka akibat suhu tinggi atau luka bakar
b. Luka akibat listrik.
3. Luka akibat zat kimia terdiri dari
a. Luka akibat asam kuat
b. Akibat basa kuat
Semua luka yang tertera diatas dapat diperiksa sesuai lokalisasi, ukuran, jenis kekerasan yang
menjadi penyebab luka. Sehingga dapat digunakan untuk pembuktian pada suatu kasus.

Jenis visum et repertum pada orang mati atau mayat:

1. Pemeriksaan luar adalah dapat diminta oleh penyidik tanpa pemeriksaan dalam atau otopsi
berdasarkan KUHP pasal 133.
2. Pemeriksaan luar dan dalam adalah jenazah : sesuai dengan KUHAP pasal 134 ayat 1
Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban. Ayat 2 Dalam hal keluarga korban keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan
sejelas-jelasnya tentang maksud dan tujuan dilakukan pembedahan tersebut. Ayat 3
Apabila dalam waktu 2 hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga pihak yang perlu
diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud Pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Investigasi Kasus Pemerkosaan

Investigasi Kasus Pemerkosaan

Tugas dokter dalam kasus delik kesusilaan ini adalah membuktikan:

- Adanya persetubuhan
- Adanya tanda kekerasan
- Adanya tanda kedewasaan
1. ADANYA PERSETUBUHAN

Tanda penetrasi
Ejakulat
-------- dan/ atau ------

Fenomena:

1.Deflorasihimen pada perawan: robekan baru


sampai kedasar, biasanya di posterior

2.Mungkin ada tanda kekerasan di vulva/


vagina

3.Epitel vagina di penis pelaku -memang tidak ada

-dibersihkan

Ada Tidak ada -diluar (coitus


interuptus)

Sperma Semen

Florosensi
test, dll.
Ada Tidak ada

False -azospermi
positif
Memang ada -lisis

 Umur sperma ± 3 hari


 Masih tampak bergerak/ motil (tanpa pewarnaan) selama 5 jam.
 Lisis setelah 5 hari, namun pada suasana basa (ovulasi) dapat sampai 2 minggu, bahkan
pada orang mati dapat sampai 20 hari.
 Dari semen seseorang yang tipe secretor dapat ditentukan golongan darah ABO-nya.
 Bila hymen intak sedangkan semen/ sperma positif, kemungkinannya:
- Ejakulasi prekoks, hymen yang elastis atau penis yang terlalu kecil.

II. TANDA-TANDA KEKERASAN

Tergantung pada kasusnya:

- Luka tangkisan, cekikan, usaha perlawanan, dsb.


- Tanda bekas pingsan/ tidak berdaya/ pengaruh obat tertentu.
- Benda bukti biologis pelaku, seperti serpihan kulit dari ujung kuku korban, rambut kepala
maupun pubis, darah, dll yang sering dapat ditentukan jenis kelaminnya, golongan darah
ABO-nya yang berguna bagi identifikasi.

VISUM PERKOSAAN DAN PERSETUBUHAN KRIMINAL LAINNYA

Pemeriksaan dimulai bila telah ada :

- Permintaan tertulis dari polisi yang berwenang


- Korban diantar polisi sebagai pemastian identitas
- Ijin tertulis dari korban/ keluarganya
- Saksi (perawat) wanita seperti pendamping dokter
a. Catat semua data yang didapatkan
b. Catat nama polisi, nama pendamping (saksi), nama korban, dsb.
c. Catat pula tempat kejadian yang sebaiknya diperiksa juga untuk mendapatkan benda bukti
biologis di tempat tersebut.
d. Periksa keadaan umum, pakaian, kesadaran, tanda kekerasan, dsb.
e. Catat hasil pemeriksaan local.
f. Bila korban tidak berdaya, periksalah tokiskologis.

PEMERIKSAAN BERCAK AIR MANI

A. Pemeriksaan spermatozoa:

1. Preparat tanpa pewarnaan (langsung):


- Usapkan cairan vagina yang dicurigai pada kaca objek
- Tambahkan 1-2 tetes NaCl 0,9%
- Tutup dengan kaca penutup dan lihat pada mikroskop (obyektif 40x)

Interpretasi:
- Biasanya akan terlihat spermatozoa (pada pelaku yang bukan azospermia).
- Gerakan-gerakan spermatozoa menunjukkan ejakulasi, 30-60 menit (psca senggama).
2. Preparat dengan pewarnaan
1. Malachite – Green
- Usapkan cairan yang dicurigai pada kaca objek dan keringkan
- Warnai sengan larutan malachite – green 1% selama 1 menit, lalu cuci dengan air
- Warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1% selama 1 menit, lalu cuci dengan air
- Lihat pada mikroskop dengan pembesaran sedang (obyektif 40x).

Interpretasi:
Bila terdapat spermatozoa, maka kepala spermatozoa berwarna merah ungu dan lehernya berwarna
merah muda.

3. Pewarnaan Baechi (pada bercak-bercak di pakaian/ kain)

- Buat reagen Baechi dengan mencampur Acid fuschin 1% (1 tetes) + Methylene Blue (1/2
tetes) + Hcl 1% (40 tetes).
- Gunting kain yang dicurigai pada daerah yang bentuknya tebal seluas 5mm x 5mm.
- Dengan pinset, celupkan potongan kain terebut pada reagen selama 2-3 menit.
- Cuci dengan Hcl 1%
- Dehidrasi dengan mencelupkan berturut-turut pada; Alkohol 70%, Alkohol 80% dan
Alkohol absolut.
- Jernihkan dengan mencelupkan pada Xylol dan keringkan dengan kertas saring.
- Letakkan potongan kain tsb, pada kaca objek dan diambil sehelai benang dari potongan
kain tsb dengan jarum.
- Uraikan benang tsb pada kaca objek sampai menjadi serabut-serabut.
- Tetesi serabut-serabut tsb dengan balsam Kanada.
- Tutup dengan kaca penutup dan ditekan, lalu dilihat dibawah mikroskop dengan
pembesaran sedang.

Interpretasi:

Bila bercak tsb adalah semen maka akan terlihat spermatozoa diantara serabut-serabut benang.
Dengan kepala berwarna merah dan ekor berwarna biru muda.

B. Pemeriksaan cairan mani


Dasar: adanya Cholin dalam cairan mani.

1. Reaksi Florence : - Buat reagen dengan mencampur Iodium 1gr + larutan lugol Kj 2 gr +
aquadest 40ml.
-Bercak di ekstrasi pada kaca objek dan keringkan,

-Letakkan ekstrak pada kaca objek dan keringkan.

-Tutup bercak tsb dengan kaca penutup.

-Teteskan reagen dipinggir kaca penutup dan biarkan mengalir bercampur


ekstrak tsb.
-Lihat dibawah mikroskop.

Interpretasi : (+) Bila ditemukan Kristal-kristal Choline per Iodida – (berbentuk daun bamboo
dengan warna coklat).
DD : Sekret vagina dapat memberikan reaksi positif.

2. Reaksi Berberio
Dasar: adanya sperma dalam cairan mani.
Cara: mirip dengan reaksi Florence, hanya reagen nya diganti Larutan pikrat jenuh.

C. Pemeriksaan tersangka
1. Tempelkan gland penis pada kaca objek dengan erat dan keringkan secukupnya.
2. Letakkan kaca objek tsb diatas cawan yang berisi larutan lugol Kj dan terkena uap lugol.
3. Periksa dibawah mikroskop dengan pembesaran sedang.

Interpretasi:

 Bila memang telah terjadi persetubuhan, maka akan terlihat epitel vagina (sel yang besar-
besar berwarna coklat).
 Epitel penis akan berwarna kekuning-kuningan.

LI. 3. Memahami dan menjelaskan Pandangan Islam tentang Pemerkosaan dan


Pembunuhan

Pembunuhan dalam Islam


KLASIFIKASI JINAYAT PEMBUNUHAN
Jinayat (tindak pidana) terhadap badan terbagi dalam dua jenis:

1. Jinayat terhadap jiwa (jinayat an-nafsi) = jinayat yang mengakibatkan hilangnya nyawa
(pembunuhan). Pembunuhan jenis ini terbagi tiga:

a. Pembunuhan dengan sengaja (al-‘amd) =

 Perbuatan yang dapat menghilangkan jiwa”,


 Pembunuhan dengan sengaja oleh seorang mukallaf secara sengaja (dan terencana)
terhadap jiwa yang terlindungi darahnya, dengan cara dan alat yang biasanya dapat
membunuh.
b. Pembunuhan yang mirip dengan sengaja (syibhu al-’amdi) = Membunuh dengan cara dan alat
yang biasanya tidak membunuh.

Sangsi Hukuman:

Diyat = 100 unta, di antaranya 40 ekor yang sedang hamil


c. Pembunuhan karena keliru (al-khatha’) atau pembunuhan tidak sengaja,
kesalahan semata tanpa direncanakan, dan tidak ada maksud membunuh sama sekali.

Misalnya = memanah binatang buruan atau sejenisnya, namun ternyata anak panahnya nyasar
mengenai orang hingga meninggal dunia.

Sangsi Hukuman:

Diyat berupa 100 ekor unta secara berangsur-angsur selama tiga tahun.

Dan tidaklah layak bagi seorang mukmin untuk membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja). Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah,
(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka
(hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh)
dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si
pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta
memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka
hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah.
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.(Qs. An-Nisa`: 92)

Dan
barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannnya ialah
Jahannam.Ia kekal di dalamnya. Allah pun murka kepadanya, mengutuknya, serta menyediakan
azab yang besar baginya.” (Qs. An-Nisa`: 93)

2. Jinayat kepada badan selain jiwa = Penganiayaan yang tidak sampai menghilangkan nyawa:

1. Luka-luka ‫ش َجا ُج َو ْال َج َرا ُح‬


ُ ‫ال‬
2. Lenyapnya fungsi anggota tubuh ِ‫ف ْال َمنَافِع‬
ُ َ‫ِإتْال‬
3. Hilangnya anggota tubuh ‫اء‬
ِ ‫ض‬ َ
َ ‫ف األ ْع‬ َ ْ
ُ ‫إِتال‬
CARA MELAKSANAKAN QISAS

Kejahatan terhadap jiwa atau anggota badan yg diancam hukuman serupa (qishash)
atau diyat (ganti rugi dari si pelaku kepada si korban atau walinya).Pembunuhan dengan sengaja,
semi sengaja, menyebabkan kematian karena kealpaan, penganiayaan dengan sengaja, atau
menyebabkan kelukaan tanpa sengaja.Memberikan hukuman kepada pelaku perbuatan persis
seperti apa yg dilakukan terhadap korban

 Dengan pedang atau senjata


 Dengan alat dan cara yg digunakan oleh pembunuh.
Hukuman-hukuman JARIMAH QISHASH dan DIYAT

1. Pembunuhan sengaja,
2. Pembunuhan menyerupai sengaja,
3. Pembunuhan karena kesalahan, (tidak sengaja).
4. Penganiayaan sengaja,
5. Penganiayaan karena kesalahan (tidak sengaja).
Larangan membunuh

Islam melarang umatnya membunuh seseorang manusia atau seekor binatang sekalipun,
kalau itu tidak berdasarkan kebenaran hukumnya. Dalam Islam orang-orang yang halal darah atau
boleh dibunuh karena perintah hukum dengan prosedurnya adalah orang-orang murtad, yaitu
orang-orang Islam yang berpindah agama dari Islam ke agama lainnya, sesuai dengan hadis

Rasulullah saw: Man baddala diynuhu faqtuluwhu (barangsiapa yang menukar agamanya
maka bunuhlah dia). Ketentuan ini dilakukan setelah orang murtad itu diajak kembali ke agama
Islam selama batas waktu tiga hari, kalau selama itu dia tidak juga sadar baru dihadapkan ke
pengadilan.

Yang halal darah juga adalah pembunuh, bagi dia berlaku hukum qishash yakni
diberlakukan hukuman balik oleh yang berhak atau negara melalui petugasnya. Penzina muhshan
(yang sudah kawin) adalah satu pihak yang halal darah juga dalam Islam melalui eksekusi rajam,
mengingat jelek dan bahayanya perbuatan dia yang sudah kawin tetapi masih berzina juga. Semua
pihak yang halal darah tersebut harus dieksekusi mengikut prosedur yang telah ada dan tidak boleh
dilakukan oleh seseorang yang tidak punya otaritas baginya.

Selain dari tiga pihak tersebut dengan ketentuan dan prosedurnya masing-masing tidak
boleh dibunuh, sebagaimana firman Allah swt: “...wala taqtulun nafsal latiy harramallahu illa
bilhaq...” (...jangan membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan kebenaran...) (QS.
al-An’am: 151). Larangan ini berlaku umum untuk semua nyawa baik manusia maupun hewan,
kecuali yang dihalalkan Allah sebagaimana terhadap tiga model manusia di atas tadi atau hewan
nakal yang mengganggu manusia dan hewan yang disembelih dengan nama Allah.

Allah memberi perumpamaan terhadap seorang pembunuh adalah: “...barangsiapa yang


membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah
memelihara kehidupan manusia semuanya...” (QS. Al-Maidah: 32).

Hukuman bagi pembunuh

Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dibunuh
balik sebagai hukuman qishash ke atasnya. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu
pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.
Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al-
Baqarah: 178).

Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu
masa nanti, sesuai dengan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin
dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. an-Nisa’: 93)

Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari
hukuman qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor
unta. Jumhur ulama sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat
diganti dengan lembu atau kerbau atau yang sejenis dengannya. Dalam Islam, qishash
diberlakukan karena di sana ada kelangsungan hidup umat manusia, sebagaimana firman Allah:
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal,
supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 179).

Qishash ini betul-betul sebuah keadilan dalam sistem hukum pidana Islam, di mana
seseorang yang membunuh orang lain tanpa salah harus dibunuh balik. Ini sama sekali tidak
melanggar hak azasi manusia (HAM) sebagaimana diklaim orang-orang yang tidak paham hukum
Islam. Bagaimana mungkin kalau seseorang membunuh orang lain tanpa dibenarkan agama dapat
diganti dengan hukuman penjara 5-9 tahun, sementara orang yang dibunuhnya sudah meninggal.
Malah yang seperti itulah melanggar HAM, karena tidak berimbang antara perbuatan jahat yang
dilakukannya dengan hukuman terhadapnya.
Ada tiga macam jenis pembunuhan dalam Islam yang mempunyai hukum qishash yang
berbeda, yaitu pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja. Pembunuhan sengaja adalah
seseorang sengaja membunuh orang lain yang darah dan keselamatan jiwanya dilindungi. Yaitu
dengan menggunakan alat untuk membunuh seperti senjata api dan senjata tajam.

Tindak pidana pembunuhan secara sengaja jika memenuhi unsur-unsur: (1) orang yang
melakukan pembunuhan adalah orang dewasa, berakal, sehat, dan bermaksud membunuh; (2)
terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk dibunuh); dan (3) alat yang
digunakan untuk membunuh dapat mematikan atau menghilangkan nyawa orang. Jika pembunuh
sengaja dimaafkan oleh keluarga terbunuh maka sipembunuh wajib membayar diyat berat berupa
100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina berumur 4-
5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang bunting.

Pembunuhan semi sengaja adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan alat yang tidak
biasa digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh. Ia juga harus
membayar diyat berat kalau sudah dimaafkan keluarga terbunuh dengan cara mengangsurnya
selama 3 tahun. Sementara pembunuhan tidak sengaja adalah seperti orang melempar buah
mangga di pohon lalu terkena seseorang di bawah pohon mangga tersebut sehingga mati.

Diyat bagi kasus seperti ini adalah diyat ringan, yaitu 100 ekor unta terdiri atas 20 ekor
unta betina berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta jantan berumur
2-3 tahun, 20 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta betina berumur 4-5 tahun.
Pihak pembunuh wajib membayarnya dengan mengangsur selama 3 tahun, setiap tahun wajib
membayar sepertiganya. Kalau tidak dapat dibayar 100 ekor unta, maka harus dibayar 200 ekor
lembu atau 2.000 ekor kambing.

HUKUM PERKOSAAN DALAM ISLAM

Perkosaan dalam bahasa Arab disebut al wath`u bi al ikraah (hubungan seksual dengan
paksaan). Jika seorang laki-laki memerkosa seorang perempuan, seluruh fuqaha sepakat
perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina), baik hukuman cambuk 100 kali maupun
hukuman rajam. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364; Al Mausu’ah
Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 24 hlm. 31; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,
Juz 7 hlm. 294; Imam Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.18).
Dalil untuk itu adalah Alquran dan sunnah. Dalil Alquran antara lain firman Allah SWT (artinya),
”Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS
Al An’aam [6] : 145). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib
ra di hadapan Khalifah Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang
dipaksa berzina oleh seorang penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu
sangat kehausan. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah
Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).
Adapun dalil sunnah adalah sabda Nabi SAW, ”Telah diangkat dari umatku (dosa/sanksi) karena
ketidaksengajaan, karena lupa, dan karena apa-apa yang dipaksakan atas mereka.” (HR Thabrani
dari Tsauban RA. Imam Nawawi berkata, ”Ini hadits hasan”). (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami
wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294; Abdul Qadir Audah, At Tasyri’ Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 364).
Pembuktian perkosaan sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan salah satu dari tiga
bukti (al bayyinah) terjadinya perzinaan berikut; Pertama, pengakuan (iqrar) orang yang berbuat
zina sebanyak empat kali secara jelas, dan dia tak menarik pengakuannya itu hingga selesainya
eksekusi hukuman zina. Kedua, kesaksian (syahadah) empat laki-laki Muslim yang adil (bukan
fasik) dan merdeka (bukan budak), yang mempersaksikan satu perzinaan (bukan perzinaan yang
berbeda-beda) dalam satu majelis (pada waktu dan tempat yang sama), dengan kesaksian yang
menyifati perzinaan dengan jelas. Ketiga, kehamilan (al habl), yaitu kehamilan pada perempuan
yang tidak bersuami. (Abdurrahman Al Maliki,Nizhamul Uqubat, hlm. 34-38).
Jika seorang perempuan mengklaim di hadapan hakim (qadhi) bahwa dirinya telah
diperkosa oleh seorang laki-laki, sebenarnya dia telah melakukan qadzaf (tuduhan zina) kepada
laki-laki itu. Kemungkinan hukum syara’ yang diberlakukan oleh hakim dapat berbeda-beda sesuai
fakta (manath) yang ada, antara lain adalah sbb:
Pertama, jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu kesaksian
empat laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-laki itu dijatuhi
hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukanmuhshan, dan dirajam hingga mati jika
dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358).
Kedua, jika perempuan itu tak mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, maka hukumnya dilihat
lebih dahulu; jika laki-laki yang dituduh memerkosa itu orang baik-baik yang menjaga diri dari
zina (al ‘iffah an zina), maka perempuan itu dijatuhi hukuman menuduh zina (hadd al qadzaf),
yakni 80 kali cambukan sesuai QS An Nuur : 4. Adapun jika laki-laki yang dituduh memperkosa
itu orang fasik, yakni bukan orang baik-baik yang menjaga diri dari zina, maka perempuan itu tak
dapat dijatuhi hukuman menuduh zina. (Ibnu Hazm, Al Muhalla, Juz 6 hlm. 453; Imam
Nawawi, Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, Juz 20 hlm.53; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami
wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 346).
Daftar Pustaka:

Atmadja. DS., Thanatologi;Ilmu Kedokteran Forensik;Edisi Pertama; Bagian Kedokteran


Forensik FKUI;1997:5:37-55.

Coe, John I M.D and Curran William J.LL.M,SMHyg; Definition and Time of Death;Modern
Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science;F.A. Davis Company; ;1980:7:141-164.

Di Maio Dominick J. and Di Maio Vincent J.M; Time of Death; Forensic Pathology;CRC
Press,Inc;1993:2:21-41.

http://www.mediaumat.com/

Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35.

Anda mungkin juga menyukai