Anda di halaman 1dari 16

Nama : Jonathan Imanuel D.

Prodi : DIII Gizi

NIM : PO.62.31.3.17.292

Kerusakan bahan pangan mikrobiologis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak saat bahan pangan dipanen, dikumpulkan, atau telah mengalami


perlakuan, bahan tersebut akan mengalami kerusakan. Kerusakan ini akan
berlangsung sangat lambat atau sangat cepat tergantung dari macam bahan
pangan.

Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk seperti


bahan mentahnya, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk
dan jenis pangan lain. Selain untuk menambah ragam pangan, pengolahan
pangan juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan
tersebut. Penangan bahan pangan yang tidak benar dapat mengakibatkan
kerusakan yang cukup tinggi.

Semua makluk hidup memerlukan makanan untuk pertumbuhan dan


mempertahankan kehidupannya. Bakteri, khamir dan kapang, insekta dan
rodentia (binatang pengerat) selalu berkompetisi dengan manusia untuk
mengkonsumsi persediaan pangannya. Senyawa organik yang sangat
sensitif dalam bahan pangan, dan keseimbangan biokimia dari senyawa
tersebut, akan mengalami destruksi oleh hampir semua variabel
lingkungan di alam. Panas dan dingin, cahaya, oksigen, kelembaban,
kekeringan, waktu, dan kandungan enzim dalam bahan pangan itu sendiri,
semua cenderung merusakkan bahan pangan.
Berbagai macam makanan dikonsumsi oleh manusia. Mulai dari makanan
yang berasal dari bahan alami dan langsung dimasak sampai makanan
yang harus diolah oleh pabrik terlebih dahulu. Banyak makanan yang
memanfaatkan mikroba untuk proses pembutannya apakah itu bakteri
maupun jamur. Kebanyakan, makanan produk olahan menggunakan
mikroba sebagai organisme yang memfermentasi.Namun bahan pangan
juga sangat baik untuk pertumbuhan mikroba. Maka perlu diusahakan cara
untuk menjaga bahan pangan agar tidak ditumbuhi mikroba, misalnya
dengan pengawetan bahan pangan. Tetapi bahan pangan yang sudah
diawetkanpun belum tentu tidak ditumbuhi mikroba. Maka untuk
menjamin keamanan suatu bahan pangan layak dikonsumsi manusia atau
tidak dilakukan pengujian kualitas bahan pangan, disamping itu dengan
pengujian kualitas bahan pangan sekaligus dapat diketahui tinggi
rendahnya kualitas bahan pangan yang akan dikonsumsi. Jenis mikroba
yang sering tumbuh pada bahan pangan sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pangan adalah bakteri dan jamur.

Kerusakan pangan merupakan perubahan karakteristik fisik dan kimiawi


suatu bahan makanan yang tidak diinginkan atau adanya penyimpangan
dari karakteristik normal.Contohnya adalah pembusukan buah, sayuran
dan daging dari tekstur keras menjadi lunak meskipun masih dalam
keadaan segar, terpisahnya susu segar, penggembungan makanan kaleng,
penggumpalan tepung dan lain-lain. Bahan pangan yang sudah ditumbuhi
mikroba apabila dikonsumsi akan menimbulkan dampak terganggunya
kesehatan manusia, menimbulkan penyakit, keracunan bahkan kematian
Karena banyak sekali jenis-jenis kerusakan pangan yang diakibatkan oleh
bakteri dan jamur,namun banyak juga factor lain yang akan dibahas dalam
makalah ini, mengenai hal tersebut. Jenis- jenis kerusakan bahan pangan
ini penting untuk diketahui agar kita lebih selektif dalam pemilihan bahan
pangan yang akan kita konsumsi.

1.2 Tujuan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan pengertian pentingnya
menghindari kerusakan bahan pangan dan tetap menjamin kualitas bahan
pangan. Serta aspek penanganan kerusakan bahan pangan agar tetap
memiliki umur simpan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kerusakan pangan juga dapat diartikan sebagai penyimpangan yang


melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera atau
parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia. Beberapa bahan
pangan dianggap mengalami kerusakan bila telah menunjukan
penyimpangan sifatnya maupun bentuknya (konsistensi kental menjadi
encer). Contohnya adalah pembusukan buah dan sayuran dari tekstur keras
menjadi lunak meskipun masih dalam keadaan segar, terpisahnya susu
segar, penggembungan makanan kaleng, penggumpalan tepung,
ketengikan minyak goreng, roti berjamur, beras berkutu, gigitan tikus pada
karung makanan dan lain-lain.

2.2. Faktor Utama Penyebab Kerusakan Pangan

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh factor-faktor baik factor


dari luar maupun dari dalam bahan pangan itu sendiri, baik itu dalam
jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.berikut ini merupakan
factor utama penyebab kerusakan baahan pangan yaitu : Pertumbuhan dan
Aktifitas Mikroba, Aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan,
Serangga parasit dan tikus, Suhu (pemanasan dan pendinginan), Kadar air
,udara (oksigen),Cahaya, Waktu.

2.1. Pertumbuhan dan Aktifitas Mikroba

Mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di


tanah, air dan udara. Secara normal tidak ditemukan di dalam tenunen
hidup, seperti daging hewan atau daging buah. Tumbuhnya mikroba di
dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan, dengan
cara : menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil;
menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan menyebabkan
ketengikan; serta mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan
amoniak. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna,
asam, toksin, dan lainnya. Mikroba menyukai kondisi yang hangat dan
lembab.

• Bakteri dapat berbentuk cocci (Streptococcus sp.), bentuk cambuk


pada bacilli, bentuk spiral pada spirilla dan vibrios. Bakteri berukuran satu
mikron sampai beberapa mikron, dapat membentuk spora yang lebih tahan
terhadap : panas, perubahan kimia, pengolahan dibandingkan enzim. Suhu
pertumbuhan untuk : bakteri thermophylic (450C–550C); bakteri
mesophylic (200C–450C) sedangkan bakteri psychrophylyc < 200C.

• Khamir

Khamir mempunyai ukuran 20 mikron atau lebih dan berbentuk bulat atau
lonjong (elips).

• Kapang berukuran lebih besar dan lebih kompleks, contohnya


Aspergillus sp., Penicillium sp., dan Rhizopus sp. Kapang hitam pada roti,
warna merah jingga pada oncom, warna putih dan hitam pada tempe
disebabkan oleh warna conidia atau sporanya.
Faktor-faktor umum yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba di
antaranya : air, pH, RH, suhu, oksigen, dan mineral.

2.1.1. Air

Pertumbuhan mikroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air. Air dalam
substrat yang dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroba biasanya
dinyatakan dengan “water activity” (aw). aw dibedakan dengan RH, aw
digunakan untuk larutan atau bahan makanan, dan RH untuk udara atau
ruangan.

Bakteri perlu air lebih banyak dari kapang dan khamir, serta tumbuh baik
pada aw mendekati satu yaitu pada konsentrasi gula atau garam yang
rendah. aw optimum dan batas terendah untuk tumbuh tergantung dari
macam bakteri, makanan, suhu, pH, adanya oksigen, CO2 dan senyawa-
senyawa penghambat. Pada umumnya kapang membutuhkan aw lebih
sedikit daripada khamir dan bakteri. Setiap kapang mempunyai aw
minimum untuk tumbuh, dan untuk mencegah pertumbuhan kapang
sebaiknya aw diturunkan hingga dibawah 0,62. Khamir membutuhkan air
yang lebih sedikit dibandingkan bakteri, tetapi lebih banyak daripada
kapang. Umumnya batas aw terendah untuk khamir sekitar 0,88– 0,94 .

2.1.2 pH

pH menentukan macam mikroba yang tumbuh dalam makanan, dan setiap


mikroba masing-masing mempunyai pH optimum, pH minimum dan pH
maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri paling baik tumbuh pada pH
netral, beberapa suka suasana asam, sedikit asam atau basa. Kapang
tumbuh pada pH 2– 8,5, biasanya lebih suka pada suasana asam.
Sedangkan khamir tumbuh pada pH4–4,5 dan tidak tumbuh pada suasana
basa.
2.1.3 Suhu

Setiap mikroba mempunyai suhu optimum, suhu minimum, dan suhu


maksimum untuk pertumbuhannya. Bakteri mempunyai suhu optimum
antara 20⁰C– 45⁰C. Suhu optimum pertumbuhan kapang sekitar 25⁰C–
30⁰C, tetapi Aspergillus sp. tumbuh baik pada 35⁰C–37⁰C. Umumnya
khamir mempunyai suhu optimum pertumbuhan serupa kapang, yaitu
sekitar 25⁰C–30⁰C.

2.1.4 Oksigen

Udara khususnya oksigen yang terkandung di dalamnya merupakan


penyebab utama ketengikan bahan pangan yang berlemak. Oksigen juga
dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C dan menimbulkan
kerusakan warna sehingga produk pangan jadi pucat. Berdasarkan proses
respirasinya, mikroba dibagi menjadi 4 golongan, yaitu aerobik, anaerobik,
fakultatif dan mikroaerophylik. Mikroba golongan aerobik bila
memerlukan oksigen bebas, umumnya kapang pada makanan. Golongan
anaerob tidak memerlukan oksigen dan tumbuh baik tanpa adanya oksigen
bebas. Golongan fakultatif dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen bebas,
dan mikroaerophylik bila membutuhkan sejumlah kecil oksigen bebas.

2.2 Aktifitas Enzim di dalam Bahan Pangan

Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau
memang sudah ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini
memungkinkan terjadinya reaksi kimia dengan lebih cepat, dan dapat
mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan
pangan.
Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau
perlakuan lainnya. Beberapa reaksi enzim yzng tidak berlebihan dapat
menguntungkan, misalkan pada

pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang berlebih


dapat menyebabkan kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara
pH 4 – 8 atau sekitar pH6.

2.3 Serangga Parasit dan Tikus

Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian.


Gigitan serangga akan kelukai perkukaan bahan pangan sehingga
menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar
air rendah (biji-bijian, buah-buahan kering) dicegah secara fumigasi
dengan zat-zat kimia : metil bromida, etilen oksida, propilen oksida. Etilen
oksida dan propilen oksida tidak boleh digunakan pada bahan pangan
dengan kadar air tinggi karena dapat membentuk racun.

Parasit bayak ditemukan di dalam daging babi adalah cacing pita, dapat
menjadi sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan
karena jumlah bahan yang dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus
merupakan media untuk bakteri serta menimbulkan bau yang tidak enak.

2.4 Suhu (pemanasan dan pendinginan)

Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat


menyebabkan kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,50C
dapat mencegah atau memperlambat proses pembusukan. Pemanasan
berlebih dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi,
merusak vitamin, dan degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran
dan buah-buahan dapat menyebabkan “thawing” setelah
dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga mudah kontaminasi dengan
mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan
penggumpalan.

2.5 Kadar Air

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH


udara sekitar. Bila terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan
akan dapat menjadi media yang baik bagi mikroba. Kondensasi tidak
selalu berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan buah-buahan dan
sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat
membantu pertumbuhan mikroba.

2.6. Udara dan Oksigen

Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan
C, warna bahan pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk
pertumbuhan kapang. Umumnya kapang adalah aerobik, karena itu sering
ditemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan.

Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan pangan yang mengandung


lemak. Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara menghisap udara
keluar secara vakum atau penambahan gas inert selama pengolahan,
mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap molekul oksigen dengan
pereaksi kimia.

2.7. Sinar

Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A,


vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena
terjadinya oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar.
Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara
pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.

4.8. Waktu

Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga,


pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar,
semua dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan
kerusakan yang lebih besar.

BAB III

PEMBAHASAN

Kerusakan bahan pangan memang pastilah akan terjadi baik secara lambat
maupun dalam jangka waktu yang lama, namun dalam ilmu pengemasan
kita di tuntut untuk dapat mengendalikan kerusakan bahan pangan
sehingga bahan pangan dapat memiliki umur simpan yang lebih lama.
Selain itu dalam pengawetan kerusakan bahan pangan tentunya juga
mementingkan unsure yang terkandung dalam bahan pangan agar tetap
terjamin dari segi mineral, vitamin , nutrisi dan nilai gizi, sehingga tetap
aman dan bermanfaat untuk di konsumsi masyarakat.

Manusia memang harus bersaing dengan mikroba dalam memenuhi


kebutuhannya misalkan saja bakteri ,kapang ,jamur dan mikroorganisme
lainya yang mereka juga menyerang dan mengkontaminasi bahan pangan
untuk manusia konsumsi, maka dari itu teknologi pengemasan menuntut
agar manusia bisa mengendalikan dan menghambat dari pada
pertumbuhan mikroba yang menyerang pada bahan pangan yang nantinya
akan menyebkan kerusakan pada bahan pangan.
Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan
kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam,
ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai contoh,
mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk
berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan
karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen
(aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya.

Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat


menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum,
penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah
mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah dan sayur
pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan
(desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme.
Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:

1. Mencegah atau memperlambat kerusakan microbial.

2. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis)


bahan pangan.

3. Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan


termasuk serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan
mikrobial dapat dilakukan dengan cara:

• mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis).

• mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi.

• menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya


dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi
anaerobik atau penggunaan pengawet kimia.

• membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau


radiasi.
1. Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis)

Bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim
pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat
reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti
oksidan.

2. Pengolahan (pengawetan)

Dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk


dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses
pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur
simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu
produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka
pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.

3. Penanganan aseptis

Merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah


masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan
pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama.
Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang
bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami
dan masuknya mikroorganisme. penanganan aseptis, penggunaan suhu
rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas,
mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi
rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya.

Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia,


reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan
kerusakan produk. Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung,
sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan
mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian
kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan
menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial.

4. Pasteurisasi dan Sistem UHT

Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme


patogen (penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme
pembusuk.Pasteurisasasi Dilakukan pada suhu <100°C. Proses panas akan
merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme.

UHT sering disebut sebagai pemanasan ultra-high temperature atau


beberapa literature juga menyebutkan sebagai ultra-heat treatment yang
dua-duanya sering disingkat sebagai UHT. Umumnya, UHT adalah proses
pemanasan pada suhu tinggi (>135°C-150°C) tetapi pada waktu hanya
sekitar 2-15 detik. Pemanasan demikian, mampu membunuh spora bakteri
tahan panas sehingga tercapai kondisi sterilitas produk yang diinginkan
dan sekaligus mampu meminimisasi tingkat kerusakan mutu (tektur,
warna, citarasa dan flavor) dan zat gizi. Produk pangan yang populer
diproduksi dengan teknik UHT antara lain adalah susu, sari buah, teh, sup,
dan produk pangan cair lainnya.

5. Modified Atmosfer Packaging (MAP) dan pengemasan Aktif

Pengemasan atmosfir termodifikasi (MAP) adalah pengemasan produk


dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat menahan keluar
masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan ini
menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan
mikrobia, mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur
simpan.
Pengemasan aktif adalah suatu konsep inovatif yang mengubah kondisi
pengemasan untuk memperlama masa simpan atau meningkatkan
penampakan dan keselamatan produk, dan sekaligus mempertahankan
mutu produk tetap tinggi. Dilihat dari tidak-adanya pengendalian (aktif)
komposisi udara di dalam kemasan, pengemasan aktif (active packaging)
tergolong ke dalam MAP.

6. Penghilangan Udara

Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga


mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh
oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik.

7. Perlakuan pembekuan (freezing)

Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat


laju reaksi kimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas
mikroorganisme. Proses pengawetan biasanya dilakukan dengan
mengkombinasikan beberapa metode pengawetan. Sebagai contoh,
pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan jangka
pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan
(pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah
(refrigerasi).

Menurut Lembaga Refrigerasi International (1971), laju pembekuan suatu


massa pangan adalah ratio antara jarak minimal antara permukaan dengan
titik pusat termal dibanding dengan waktu yang diperlukan oleh produk
pangan mencapai suhu 0 oC pada permukaan bahan sampai mencapai suhu
-5 oC pada pusat termal bahan. Salah satu variasi terhadap definisi
Lembaga Refrigerasi International ialah Thermal Arrest Time (TAR),
menurut definisi ini ,laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang
dibutuhkan titik yang paling lambat membeku pada produk, untuk
menurunkan suhu dari 0⁰ C menjadi –5⁰ C.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kerusakan pangan juga dapat diartikan sebagai penyimpangan


yang melewati batas yang dapat diterima secara normal oleh panca indera
atau parameter lain yang biasa digunakan oleh manusia. Beberapa bahan
pangan dianggap mengalami kerusakan bila telah menunjukan
penyimpangan konsistensi kental menjadi encer.

Kerusakan bahan pangan dapat disebabkan oleh factor-faktor baik factor


dari luar maupun dari dalam bahan pangan itu sendiri, baik itu dalam
jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.berikut ini merupakan
factor utama penyebab kerusakan baahan pangan yaitu : Pertumbuhan dan
Aktifitas Mikroba, Aktifitas enzim-enzim di dalam bahan pangan,
Serangga parasit dan tikus, Suhu (pemanasan dan pendinginan), Kadar air
,udara (oksigen),Cahaya, Waktu.

4.2 Saran

a. Kerusakan bahan pangan tidak hanya disebabkan oleh mikroba dan


factor lain namun, kerusakan bahan pangan juga disebabkan dari jenis
kemasan yang digunakan dalam pengemasan makanan yang mungkin
terjadinya kontaminasi antara bahan pengemas dengan bahan pangan.

b. Setiap bahan pangan memiliki umur simpan baik itu jagka pendek
maupun jangka panjang,maka dari itu perlunya penelitian lebih lajut
tentang kerusakan yang tetjadi baik itu dari mikroba maupun dari jenis
bahan pengemasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Muchtadi., Tien R., (1989), Teknologi Proses Pengolahan Pangan,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengengawetan


Pangan.

Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).

Adnan, M. 1982. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Agritech.

Yogyakarta.

Fadil Sudiarto , Dasar Pengawetan Pangan : penerbit : Fadil Sudirto ,2004

Jurnal : Pengantar pengawetan makanan : Fitri Rahmawati, MP Jurusan


Pendidikan Teknik Boga dan Busana FT UNY.

Purwiyatno Hariyadi DKK 'Sterilisasi UHT dan Pengemasan Aseptik’


Cetakan pertama : Maret 2010 . Penerbit : Yayasan Penerbitan IDI
http://packingnews.blogspot.com/2012/01/pengemasan-aseptik.html

http://sinarharapan.co/sehat/read/1963/cara-mengawetkan-bahan-
makanan.html

http://lordbroken.wordpress.com/2011/01/10/modified-atmosphere-
packaging-map/

Anda mungkin juga menyukai