Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN SINDROM NEFROTIK”,
tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing
dalam pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah memberikan
dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-
rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan
sifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih
tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak
kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.

Samarinda 22 september 2019

penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
Latar Belakang..........................................................................3
Batasan masalah .....................................................................3
Rumusan masalah ...................................................................4
Tujuan ......................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
Konsep penyakit .....................................................................5
Anatomi fisiologi .......................................................................5
Definisi .....................................................................................8
Etiologi ....................................................................................9
Komplikasi ................................................................................9
Pemeriksaan diagnostik ...........................................................10
Penatalaksanaan......................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


Pengkajian ...............................................................................16
Diagnosa keperawatan.............................................................19
Perencanaan ............................................................................20
Implementasi ............................................................................30
Evaluasi ....................................................................................30

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari
glomerulonestritis (GN) ditandai dengan gejala edema, proteinuria

2
pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl,lipiduria dan
hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal, sindrom nefrotik paling banyak terjadi pada
anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita dan pria 1:2
(Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi kllinis
glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, proteinuria
masif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5 g/dl, hiperkolestrolemia, dan
lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan
diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria
masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN berat yang disertai
kadar albumin serum rendah eksresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai
komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia, hiperlipidermia
dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas,
gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering
dijumpai pada SN. Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali
sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap
akhir(PGTA). Pada beberapa episode SN yang baik terhadap terapi
steroid, tetapi sebagian lain dapat berkembang menjadi kronik.
(Prodjosudjadi, 2010, hal. 999)
B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada
pasien dengan Nefrotik Syndrom

C. Rumusan Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan Nefrotik Syndrom
D. Tujuan
1. Tujuan Umum

3
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatan
dengan nefrotik syndrom serta faktor-faktor yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
2. Tujuan Khusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiwa mampu :
a. Mengetahui konsep dasar penyakit pada pasien nefrotik
sindrom
b. Mengetahui asuhan keperawatan yang dibutuhkan pada
pasien nefrotik sindrom

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Anatomi Fisiologi
a. Ginjal

4
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di
belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra lumbalis III melekat
langsung pada dinding abdomen.Manusia memiliki sepasang ginjal
yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di
kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut
kelenjar suprarenal).Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah
ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian
atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam goncangan.
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk
mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi
menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya
bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran
yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi.
Setiap ginjal terbungkus selaput tipis (kapsula renalis) berupa
jaringan fibrus berwarna ungu tua.lapisan ginjal terbagi atas :
1) lapisan luar (yaitu lapisan korteks / substantia kortekalis)
2) lapisan dalam (yaitu medulla (substantia medullaris)
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam
lagi disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada
bagian medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida
yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh
lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat
berjumlah lebih dari satu juta buah dalam satu ginjal normal
manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat
terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang.

5
Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang
disebut korpuskula (atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh
saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula mengandung gulungan
kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri
aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk
filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding
epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman
karena adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah.
Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah
yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen.
Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman.
Bagian yang mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman
disebut tubulus konvulasi proksimal. Bagian selanjutnya adalah
lengkung Henle yang bermuara pada tubulus konvulasi distal.
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu
Friedrich Gustav Jakob Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung
Henle menjaga gradien osmotik dalam pertukaran lawan arus yang
digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki banyak
mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya
transpor aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan
berbagai ion mineral. Sebagian besar air (97.7%) dalam filtrat
masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus melalui
osmosis.Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam
sistem pengumpul yang terdiri dari:Tempat lengkung Henle
bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus
juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel
juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular adalah tempat terjadinya
sintesis dan sekresi renin.

6
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat
penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal
yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
1) Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat
yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler
yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan
tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas
permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR
normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh).
GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan
tubuh anak.
2) Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan
sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di
glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2,
sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang
diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari
1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai
dengan umur :
ü 1-2 hari : 30-60 ml
ü 3-10 hari : 100-300 ml
ü 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
ü 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
ü 1-3 tahun : 500-600 ml
ü 3-5 tahun : 600-700 ml
ü 5-8 tahun : 650-800 ml
ü 8-14 tahun : 800-1400 ml
3) Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling
banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang
terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein,
asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula

7
dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion
(citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang
diekskresi asam dan basa organik.
4) Loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb
dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan
intratubuler lebih hipotonik.
5) Tubulus distalis
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan
elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K,
Amonium dan ion hidrogen.
6) Duktus koligentis
Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium
dilakukan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh
aldosteron.
2. Definisi
Sindrom nefrotik adalah merupakan manifestasi klinik dari
glomerulonestritis (GN) ditandai dengan gejala edema, proteinuria
pasif > 3,5g/hari, hipoalbuminemia <3,5g/dl, lipiduria dan
hiperkolestromia. Kadang-kadang terdapat hematuria,hipertensi
dan penurunan fungsi ginjal, sindrom nefrotik paling banyak terjadi
pada anak umur 3-4 tahun dengan perbandingan pasien wanita
dan pria 1:2 (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak
dengan karakteristik; proteinuria, hypoproteinuria,
hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suriadi, 2010, hal.
199)
3. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung,
obat atau toksin, dan akibat peyakit sistematik (Prodjosudjadi,
2010, hal. 999)
Menurut patrick davey penyakit nefrotik syndrome seperti
diabetes ( yang telah berlangsung lama ), glomerulunefritis ( lesi

8
minimal, membranosa, fokal sekmental ) amilioit ginjal ( primer,
mieloma ) penyakit auto imun, misalnya SLE, obat-obatan misalnya
preparat emas, penisilamin (Nurarif & Kusuma, 2016, hal. 130)
3. Tanda dan gejala
a. Edema
b. Oliguria
c. Tekanan darah normal
d. Proteinuria sedang sampai berat
e. Hipoproteinnemia dengan rasio albumin : globulin terbalik
f. Hipercolesterolemia
g. Oreum/kreatinin darah normal / meninggi
h. Beta 1 C globulin ( C3 ) normal (Nurarif & Kusuma, 2016, hal.
130)
4. Komplikasi
a. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang
berfungsi untuk mencegah terjadinya trombosis. Trombosis vena
ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang dilakukan
utnuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
b. Infeksi (seperti heamophilus influenzae and streptococcus
pneumonia), akibat kehilangan immunoglobulin.
c. Gagal ginjal akut, akibat hipovolemia. Disamping terjadinya
penumpukan cairan didalam jaringan, terjadi juga kehilangan
cairan didalam intravaskuler.
d. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang
masuk kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan
dispnea. (Suharyanto & Madjid, 2013, hal. 142)
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria).
Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya
darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari
1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis,

9
pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk
meningkatkan, menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat. pH lebih besar dari 7 ditemukan pada infeksi saluran
kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal kronis (GGK).
Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit
menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium
meningkat. Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin
menurun, kreatinin meningkat atau normal, trigliserida meningkat
dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum
dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan
sintesis karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol
serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau sama
dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria,
proteinemia, hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi
dengan memasukkan jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan
histology jaringan ginjal untuk menegakkan diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3,
cryoglobulins, serum electrophoresis).
6. Penatalaksanaan
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
dan menurunkan risiko komplikasi.
a. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik,
untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan

10
memperbaiki keadaan hipoalbuminemia, mencegah dan
mengatasi komplikasinya, yaitu:
Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan
natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan
menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan
yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam,
dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari.
Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila
edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25-50
mg/hari) selama pengobatan diuretik perlu dipantau
kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.
Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan
adanya TBC
1) Diuretikum
Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,
klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan
antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau
kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.
2) Kortikosteroid
International Cooperative Study of Kidney Disease in Children
(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis
60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan
maksimum 80 mg/hari.
b) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama
28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam
satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila
terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara
intermitten selama 4 minggu.

11
c) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap
minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya
dihentikan. Lain-lain
Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.
Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)
1) Diet
Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan
edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu
fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi
protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk
mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori
harus diberikan cukup banyak.
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900
sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2
gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang,
pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein
yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul
akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram
protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia
akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang
adekuat.
Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4
gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat.
Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah
natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien
diberikan diet rendah natrium.
2) Kemoterapi:
ü Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid
yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap

12
10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua
kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan
obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau
diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus,
konvulsi dan hipertensi.
ü Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika
untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan
spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-
obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan
penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan
siklofosfamid.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
selama beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan
diuresis guna mengurangi edema. Baringkan pasien setengah
duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan
menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada kedua
kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang,
karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah
dan akan menyebabkan edema hebat).
1) Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake
dan output diukur secara cermat da dicatat. Cairan
diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat
badan harian.
2) Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam
perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian
kantong urin yang sering, plester atau verban harus
dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan
dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga

13
tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong
dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.
3) Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat
edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang
melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
4) Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh
nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan.
Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena.
Monitor nadi dan tekanan darah.
5) Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik
cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus
kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
6) Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan
yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah
dan pencegahan dekubitus.
7) Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak
sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian
akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara
periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua
sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan
penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada
mereka karena mengalami relaps yang memaksa
perawatan di rumahn sakit.
8) Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah
skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena
tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah
dan menjadi penyebab kematian pasien)

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien:
Umur: lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-
sekolah (3-6 th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem
imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak lahir.
Jenis kelamin: anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan
anak perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase
umur anak 3-6 tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana
anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan
merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya.
Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama
daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering
bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.
 Agama
 Suku/bangsa
 Status
 Pendidikan
 Pekerjaan
2. Identitas penanggung jawab

15
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
3. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama: kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites).
a. Riwayat kesehatan sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
1) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
2) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah
disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
3) Kaji adanya anoreksia pada klien
4) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
b. Riwayat kesehatan dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes
melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
c. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM
yang memicu timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: susah tidur
5) Pola mekanisme koping : cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : putus asa, rendah diri
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
1) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
2) Kesadaran: biasanya compos mentis
3) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
b. Pemeriksaan sistem tubuh
1) B1 (Breathing)

16
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan
jalan nafas walau secara frekuensi mengalami peningkatan
terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering didapatkan
adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan
respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
2) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder
dari peningkatan beban volume .
3) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik.
Status neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat
parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
4) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna
kola
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
Didapatkan asites pada abdomen.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek
sekunder dari edema tungkai dari keletihan fisik secara
umum.
5. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum,
terutama albumin. Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya
permeabilitas membran glomerulus.

17
B. Diagnosa keperawatan teori
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kuruang dari kebutuhan berhubungan
dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan
penurunan napsu makan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang
menurun.
4. Ansietas berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing
(dampak hospitalisasi).
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.
6. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan
penampilan
7. kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, penurunan
pertahanan tubuh.
8. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan gangguan
fungsi pernafasan

C. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional

18
Kelebihan Tujuan : pasien a. Kaji masukan a. perlu untuk
volume cairan tidak yang relatif menentukan fungsi
berhubungan menunjukkan terhadap ginjal, kebutuhan
dengan bukti-bukti keluaran penggantian cairan
kehilangan akumulasi cairan secara dan penurunan
protein (pasien akurat. resiko kelebihan
b. Timbang
sekunder mendapatkan cairan.
berat badan
terhadap volume cairan b. Mengkaji retensi
setiap hari
peningkatan yang tepat) cairan
(ataui lebih
permiabilitas c. Untuk mengkaji
sering jika
glomerulus. ascites dan karena
Kriteria hasil: diindikasikan
merupakan sisi
 Penurunan ).
umum edema.
c. Kaji
edema,
d. Agar tidak
perubahan
ascites
mendapatkan lebih
 Kadar protein edema : ukur
dari jumlah yang
darah lingkar
dibutuhkan
meningkat abdomen
 Output urine e. Untuk
pada
adekuat 600 mempertahankan
umbilicus
– 700 ml/hari masukan yang
serta pantau
· Tekanan diresepkan
edema
darah dan f. Untuk menurunkan
sekitar mata.
nadi dalam d. Atur ekskresi proteinuria
batas normal. masukan g. Untuk memberikan
cairan penghilangan
dengan sementara dari
cermat. edema.
e. Pantau infus
intra vena
f. Kolaborasi :
Berikan
kortikosteroid

19
sesuai
ketentuan.
g. Berikan
diuretik bila
diinstruksika
n.
Ketidakseimban Tujuan : Dalam a. Catat intake a. Monitoring asupan
gan nutrisi waktu 2x24 jam dan output nutrisi bagi tubuh
kuruang dari kebutuhan nutrisi makanan b. Gangguan nuirisi
kebutuhan akan terpenuhi secara akurat dapat terjadi secara
b. Kaji adanya
berhubungan perlahan. Diare seba
anoreksia,
dengan Kriteria Hasil : gai reaksi edema
hipoproteinemi
malnutrisi · Napsu intestinalMencegah
a, diare.
sekunder makan baik status nutrisi
c. Pastikan anak
terhadap · Tidak menjadi lebih buruk.
mendapat
kehilangan terjadi c. membantu
makanan
protein dan hipoprtoeinem pemenuhan nutrisi
dengan diet
penurunan ia anak dan
yang cukup.
napsu makan. · Porsi d. Beri diet yang meningkatkan daya
makan yang bergizi tahan tubuh anak
e. Batasi natrium
dihidangkan d. asupan natrium
selama edema
dihabiskan dapat memperberat
dan trerapi
· Edema edema usus yang
kortikosteroid
dan ascites menyebabkan
f. Beri
tidak ada. hilangnya nafsu
lingkungan
makan anak
yang
e. agar anak lebih
menyenangka
mungkin untuk
n, bersih, dan
makan
rileks pada
f. untuk merangsang
saat makan
g. Beri makanan nafsu makan anak
dalam porsi g. untuk mendorong

20
sedikit pada agar anak mau
awalnya dan makan
Beri makanan h. untuk menrangsang
dengan cara nafsu makan anak
yang menarik
h. Beri makanan
spesial dan
disukai anak
Resiko tinggi Tujuan : a. Lindungi a. Meminimalkan
infeksi Tidak terjadi anak dari masuknya
berhubungan infeksi orang-orang organisme.
dengan Kriteria hasil : yang terkena Mencegah
imunitas tubuh · Tanda- infeksi terjadinya infeksi
yang menurun. tanda infeksi melalui nosokomial.
tidak ada pembatasan b. Mencegah
· Tanda pengunjung. terjadinya infeksi
vital dalam b. Tempatkan nosokomial.
batas normal anak di c. Membatasi
· Ada ruangan non masuknya bakteri
perubahan infeksi. ke dalam tubuh.
perilaku c. Cuci Deteksi dini adanya
keluarga tangan infeksi dapat
dalam sebelum dan mencegah sepsis.
melakukan sesudah d. Untuk
perawatan. tindakan. meminimalkan
d. Lakukan pajanan pada
tindakan organisme infektif
invasif secarae. Untuk memutus
aseptik mata rantai
e. Gunakan penyebaran infeksi
teknik f. Karena kerentanan
mencuci terhadap infeksi

21
tangan yang pernafasan
baik g. Indikasi awal
f. Jaga agar adanya tanda
anak tetap infeksi
hangat dan h. Memberi
kering pengetahuan dasar
g. Pantau tentang tanda dan
suhu. gejala infeksi
h. Ajari orang
tua tentang
tanda dan
gejala infeksi
Ansietas Tujuan : Kecem a. Validasi a. Perasaan adalah
berhubungan asan menurun perasaan nyata dan
dengan atau hilang takut atau membantu pasien
lingkungan Kriteria hasil : cemas. untuk tebuka
perawatan yang · Kooperatif b. Pertahank sehingga dapat
asing (dampak pada an kontak menghadapinya.
hospitalisasi). tindakan dengan klien. b. Memantapkan
keperawatan c. Upayakan hubungan,
· Komunika ada keluarga meningkatan
tif pada yang ekspresi perasaan.
perawat menunggu c. Dukungan yang
· Secara d. Anjurkan terus menerus
verbal orang tua mengurangi
mengatakan untuk ketakutan atau
tidak takur membawaka kecemasan yang
n mainan dihadapi.
atau foto d. Meminimalkan
keluarga dampak
hospitalisasi

22
terpisah dari
anggota keluarga.
Intoleransi Tujuan : mampua. Kaji a. sebagai
aktifitas melakukan kemampuan pengkajian awal
berhubungan aktivitas sesuai klien aktivitas klien.
dengan kemampuan melakukan b. meningkatkan
kelelahan. Kriteria hasil : aktivitas istirahat dan
Terjadi b. Tingkatkan ketenangan klien,
peningkatan tirah baring / posisi telentang
mobilitas. duduk. meningkatkan
c. Ubah posisi filtrasi ginjal dan
dengan menurunkan
sering. produksi ADH
d. Berikan sehingga
dorongan meningkatkan
untuk diuresis.
beraktivitas c. pembentukan
bertahap. edema, nutrisi
e. Ajarkan teknik melambat,
penghematan gangguan
energi contoh pemasukan nutrisi
duduk, tidak dan imobilisasi
berdiri. lama merupakan
f. Berikan stressor yang
perawatan diri mempengaruhi
sesuai intregitas kulit.
kebutuhan d. melatih kekuatan
klien. otot sedikit demi
sedikit.
e. menurunkan
kelelahan.

23
f. memenuhi
kebutuhan
perawatan diri klien
selama intoleransi
aktivitas.
Gangguan body Tujuan: tidak a. Kaji a. memberikan
image terjadi gangguan pengetahuan informasi untuk
berhubungan boby image pasien memformulasikan
dengan Kriteria Hasil: terhadap perencanaan.
perubahan · menytakan adanya b. ketidakmampuan
penampilan penerimaan potensi untuk melihat
situasi diri, kecacatan bagian tubuhnya
· memasukkan yangberhubu yang terkena
perubahan ngan dengan mungkin
konsep diri pembedahan mengindikasikan
tanpa harga dan kesulitan dalam
diri negatif perubahan. koping.
· Anak mau b. Pantau c. memberikan
mengungkapk kemampuan jalan untuk
an pasien untuk mengekpresikan
perasaannya melihat dirinya.
· Anak tertarik perubahan d. meningkatkan
dan mampu bentuk control diri sendiri
bermain dirinya. atas kehilangan.
c. Dorong
pasien untuk
mendiskusika
n perasaan
mengenai
perubahan
penampilan

24
d. Diskusikan
pilihan untuk
rekontruksika
n dan cara-
cara untuk
membuat
penampilan
yang kurang
menjadi
menarik.
kerusakan Tujuan : Kulit a. Berikan a. memberikan
integritas kulit anak tidak perawatan kenyamanan pada
berhubungan menunjukkan kulit anak dan mencegah
dengan edema, adanya b. Hindari kerusakan kulit
penurunan kerusakan pakaian b. dapat
pertahanan integritas : ketat mengakibatkan area
tubuh. kemerahan atau c. Bersihkan yang menonjol
iritasiKerusakan dan bedaki tertekan
integritas kulit permukaan c. untuk mencegah
tidak terjadi kulit terjadinya iritasi
Kriteria hasil: beberapa pada kulit karena
· Menunjukkan kali sehari gesekan dengan alat
perilaku d. Topang tenun
untuk organ d. untuk
mencegah edema, menghilangkan aea
kerusakan seperti tekanan
kulit. skrotum e. karena anak dengan
· Turgor kulit e. Ubah posisi edema massif selalu
bagus dengan letargis, mudah lelah
· Edema tidak sering ; dan diam saja untuk
ada. pertahankan mencegah terjadinya

25
kesejajaran ulkus
tubuh
dengan baik
f. Gunakan
penghilang
tekanan
atau matras
atau tempat
tidur
penurun
tekanan
sesuai
kebutuhan
Ketidakefektifan TUJUAN : 1. Posisikan 2. Posisi
pola pernafasan pasien untuk membantumemaksi
berhubungan menunjukkan efisiensi malkan ekspansi
dengan fungsi ventilasi paru dan
gangguan pernafasan yang menurunkan upaya
fungsi normal maksimum pernafasan.
pernafasan KRITERIA 2. Atur 3. Menurunkan
HASIL : aktifitas konsumsi/
· anak untuk kebutuhan selama
beristirahat memungkink periode penurunan
dan tidur an pernafasan dapat
dengan penggunaan menurunkan
tenang energy yang beratnya gejala.
· Pernafasan minimal, 4. Pakaian yang
tidak sulit istirahat, dan terlalu ketat dapat
· anak tidur. menyebabkan
pernafasan 3. Hindari kurang efisiennya
tetap dalam pakaian ventilasi

26
batas normal yang ketat. 5. untuk memperbaiki
4. Berikan hipoksemia yang
oksigen dapat terjadi
tambahan sekunder terhadap
yang sesuai penurunan ventilasi

D. IMPLEMENTASI
Sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Sesuai dengan kriteria hasil

27
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3
Edisi 15. Jakarta: EGC
Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem perkemihan. Salemba medika. Jakarta.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa
Keperawatan Nanda NIC NOC, Edisi 9. EGC. Jakarta
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid
1, Media Aesculapius: Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC
Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease
Process (Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit) . Jakarta:
EGC.
Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai