Pendahuluan
Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung
dan perfusi sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga
menyebabkan hipoksia jaringan. Istilah syok kardiogenik ini pertama sekali
disampaikan oleh Stead (1942) dimana saat itu dilaporkan 2 orang pasien yang
disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan oleh jantung (shock of cardiac
origin)”. Belakangan istilah ini kemudian berubah menjadi syok kardiogenik.
Ada suatu keadaan yang merupakan kelanjutan dari kegagalan ventrikel kiri
yakni “syok kardiogenik non hipotensif”. Secara definisi pasien ini memiliki
tanda-tanda klinis dari hipoperfusi periferal seperti yang telah dijelaskan diatas
namun dengan tekanan darah sistolik > 90mmHg tanpa dukungan vasopresor.
Hal ini sering terjadi pada kejadian infark miokard di dinding anterior yang
ekstensif. Mortalitas selama rawatan pada pasien seperti ini cukup tinggi
meskipun tidak setinggi yang terjadi pada syok kardiogenik bentuk klasik.
Oleh karena itu, diagnosis syok kardiogenik dapat ditegakkan pada pasien
dengan tekanan darah >90mmHg dengan ketentuan sebagai berikut (1) jika
parameter hemodinamik merupakan hasil dukungan dari medikasi dan/atau alat-
alat pendukung. (2) adanya tanda-tanda hipoperfusi sistemik dengan curah jantung
yang rendah namun dengan tekanan darah yang masih dapat dipertahankan dengan
vasokonstriksi, serta (3) jika tekanan sistemik rata-rata (MAP) < 30mmHg dari
tekanan darah baseline pada kasus pasien dengan hipertensi.
Pada keadaan syok, hipoperfusi yang terjadi pada miokardium dan jaringan
perifer akan mendorong terjadinya metabolisme anaerobik sehingga dapat
menyebabkan asidosis laktat. Keadaan hiperlaktatemia ini dapat
dipertimbangkan sebagai petanda adanya hipoperfusi dan dapat menjadi
informasi tambahan terhadap hasil pemeriksaan klinis serta pemeriksaan
tekanan darah yang mungkin kurang meyakinkan bergantung dari status syok.
Akumulasi asam laktat dapat menyebabkan edema mitokondrial, degenerasi
serta deplesi glikogen. Hal ini dapat mengganggu fungsi miokardium dan
menghambat glikolisis. Akhir dari proses ini adalah kerusakan yang ireversibel
pada miokard akibat iskemik. Nilai laktat serum sangat penting sebagai suatu
faktor prognostik pada syok kardiogenik. Pada suatu analisa multivariat, nilai
laktat >6,5 mmol/L pada pasien-pasien syok kardiogenik merupakan suatu
prediktor independen yang sangat kuat terhadap mortalitas selama masa rawatan di
rumah sakit [odds rasio (OR) 295, P< 0,01] meski setelah di sesuaikan dengan usia,
jenis kelamin, riwayat hipertensi, dan riwayat diabetes