Tujuan penelitian tindakan kelas adalah peningkatan mutu dan pemecahan masalah yang terjadi di kelas dengan metode penelitian yang dilakukan dalam beberapa metode atau siklus. PTK harus berlangsung secara alamiah. Jangan dibedakan antara siswa sebagai target dan bukan. Tidak disarankan menghadirkan peneliti menggantikan peran guru. Prinsip PTK: PTK harus ketemu akar permasalahan yang harus diatasi, yaitu masalah yang benar-benar masalah, benar-benar bermasalah kalau nilainya sangat rendah hingga tidak naik kelas, atau anak yang ingin berprestasi tetapi nilainya rendah. Jika das sein = das solen tidak apa-apa tidak usah diteliti. Selain itu masalah juga harus yang dapat diperbaiki oleh peneliti dan guru. Tindakan harus berdasarkan teori, artinya tindakan harus merupakan hasil deduksi teori, didukung oleh penelitian lain yang relevan. Bukti tindakan bagus bukan adanya kelas kontrol, tetapi apabila semakin siklus bertambah, hasilnya / perubahan perilaku semakin baik Pelaku PTK: 1. PTK individual : oleh guru/dosen sebagai peneliti sekaligus praktisi. Guru/dosen harus meminta bantuan dari orang yang ahli/key person. 2. PTK kolaboratif: sekelompok guru/dosen sebagai peneliti dan guru/dosen sebagai praktisi. Harus ada key person ketika kolaborasi hanya dilakukan oleh sesama guru sebagai peneliti sekaligus praktisi. Jika guru + dosen maka tidak perlu ada key person karena dosen dianggap ahli. 3. PTK kelembagaan: dilakukan secara kelembagaan untuk perbaikan lembaga. Penanggung jawab: kepala lembaga (kepala sekolah/rector). Idealnya dilaksanakan secara periodik Siklus: 1. Menetapkan permasalahan 2. Need assessment untuk mencari akar masalah, yang benar-benar gap antara kenyataan dan harapan. 3. Perumusan gagasan/hipotesis untuk menyelesaikan masalah. 4. Implementasi tindakan 5. Evaluasi tindakan 6. Pengambilan keputusan ---- kurang berhasil siklus ulang 7. Menganalisis kekurangan siklus I 8. Perencanaan baru: membenahi, menyempurnakan tindakan. Contoh penerapan PTK: misalnya pada materi pertumbuhan makhluk hidup, anak-anak tidak dapat ikut diskusi karena kurangnya pengetahuan. Siklus pertama: anak-anak yang lambat belajar diberi bantuan dengan sumber-sumber belajar yang berbeda agar bisa aktif dalam diskusi kelompok. Ternyata anak-anak belum membaca. Siklus kedua: berikan bacaan jauh hari sebelumnya, lalu ditanya apakah sudah membaca atau belum. Siklus ketiga: baca, baca lagi, tulis, tulis lagi