Anda di halaman 1dari 19

LIMA TAHUN STUDI TERHADAP INFEKSI

CLOSTRIDIUM DIFFICILE PADA ANAK DI RUMAH


SAKIT TERSIER INGGRIS: PENGAJUAN KRITERIA
DIAGNOSIS DAN PENGELOLAAN
Sumita Pal, Sani Hussaini Aliyu, David Andrew Enoch, Johannis Andreas Karas

Abstrak
Latar belakang: Infeksi Clostridium difficile berhubungan dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan pada dewasa. Telah banyak penelitian yang membuktikan
peran C. Difficile pada populasi pediatrik. Kami bermaksud untuk memastikan presentasi
klinis dan keparahan dari infeksi C. Difficile pada anak-anak di institusi kami dan
mengembangkan kriteria untuk membantu pengelolaan penyakit ini.
Metode: Data klinis diperoleh secara retrospektif dari semua anak-anak (0-16 tahun)
dengan hasil positif untuk toksin C. Difficile dalam kurun waktu 5 tahun. Panduan
nasional dewasa digunakan untuk menilai keparahan dan manajemen infeksi C. Difficile.
Hasil: Tujuh puluh lima pasien masuk dalam sampel penelitian ini dengan rata-rata usia
2,97 tahun. Empat puluh sembilan merupakan infeksi dengan onset di rumah sakit, 22
infeksi dengan onset di komunitas, dan 4 dengan onset di fasilitias kesehatan.
Komorbiditas yang paling banyak ditemukan pada infeksi dengan onset rumah sakit
adalah keganasan. Kelainan gastrointestinal paling banyak ditemukan pada infeksi onset
komunitas. Lima puluh lima kasus (73,3%) telah mendapat antibiotik pada bulan
sebelumnya, 7 (9,3%) memiliki intoleransi susu sapi, dan 9 (12%) memiliki ko-infeksi
dengan patogen usus lainnya. Berdasarkan panduan nasional untuk dewasa 57 asus (76%)
termasuk dalam kategori penyakit berat. Tiga puluh kasus mendapat metrondazole oral,
dua pasien memerlukan perawatan intensif, dan satu pasien menjalani kolektomi subtotal
karena kolitis pseudomembran. Tidak ada mortalitas dalam pengamatan ini.
Pembahasan: Kami mengkonfirmasi adanya hubungan antara infeksi C. Difficile pada
anak-anak dengan komorbiditas seperti keganasan hematologis dan tumor organ padat,
penggunaan antibiotik, dan perawatan di rumah sakit. Kami mengamati adanya hubungan
antara intoleransi protein susu sapi dan C. Difficile. Penggunaan kriteria dewasa
menimbulkan peningkatan kasus berat pada studi kohort ini, padahal sebagian besar kasus
meruaka kasus yang ringan dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa sistem skoring untuk dewasa tidak dapat digunakan sebagai
penuntun dalam manajemen dan kami mengajukan kriteria spesifik untuk anak-anak.
Pendahuluan

Clostridium difficile (C. Difficile) merupakan penyebab utama hospital acquired

diarrhea pada dewasa dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Peran C. Difficile

pada anak-anak belum dapat dipastikan. Studi ini bertujuan untuk mempelajari C.

Difficile pada feses pada anak kurang dari dua tahun untuk melihat adanya kolonisasi.

Anak-anak berusia kurang dari dua tahun tidak termasuk dalam sampel pada kebanyakan

studi di Inggris. Beberapa survei dan studi menunjukkan adanya C. Difficile pada anak-

anak berpotensi secara signifikan untuk menyebabkan penyakit. C. Difficile juga menjadi

faktor ko-morbid pada sebagian besar pasien rawat inap seperti pada pasien onkologi dan

pasien dengan kelainan gastrointestinal. Onset infeksi C. Difficile pada saat seseorang

berada pada lingkungan komunitas tanpa adanya kontak direk atau indirek dengan

lingkungan rumah sakit lebih jarang terjadi dibandingkan dengan onset infeksi saat

penderita berada di rumah sakit. Kasus infeksi C. Difficile telah dilaporkan pada populasi

yang sebelumnya dianggap memiliki risiko rendah, yaitu pada anak-anak dan wanita

hamil.

Akhir-akhir ini, sebuah ulasan literatur mengenai kolonisasi dan infeksi C.

Difficile pada anak-anak menunjukkan bahwa isolasi C. Difficile sering didapatkan pada

anak-anak di segala usia dan kolonisasi terjadi segera setelah lahir dan meningkat pada

usia satu tahun. Angka karier yang tinggi berhubungan dengan hospitalisasi. Infeksi C.

Difficile berkaitan erat dengan antibiotic associated diarrhea pada anak-anak dengan

gejala yang lebih berat apabila didapatkan komorbiditas seperti keganasan dan

imunodefisiensi.
Panduan dari departemen kesehatan Inggris untuk diagnosis klinis yang telah ada

berfokus pada dewasa dan pemeriksaan laboratorium untuk C. Difficile dilakukan apabila

terdapat riwayat nyeri perut, feses yang cair, profus, dan berbau busuk, serta demam.

Gejala ini tidak spesifik tetapi harus dipertimbangkan sebagai infeksi C. Difficile apabila

didapatkan riwayat penggunaan antibiotik dan perawatan di rumah sakit. Leukositosis

juga merupakan tanda yang prominen pada infeksi C. Difficile, tetapi leukositosis saja

tidak adekuat untuk menegakkan diagnosis. Pencitraan abdomen juga tidak spesifik untuk

infeksi C. Difficile. Terapi untuk infeksi C. Difficile adalah dengan metronidazole oral

sebagai terapi lini pertama pada kasus ringan hingga sedang. Pada kasus berat terapi

menggunakan metronidazol dan vankomisin. Kolektomi dapat menjadi alternatif untuk

kasus yang mengancam jiwa.

Tujuan dari studi ini adalah untuk memastikan presentasi klinis dan keparahan

penyakit pada anak yang terdeteksi positif untuk toksin C. Difficile dalam kurun waktu 5

tahun pada institusi kami dan untuk mengembangkan kriteria untuk membantu

penegakkan diagnosis dan manajemen penyakit.

Metode

Rumah sakit Addenbrooke’s merupakan rumah sakit tersier yang melayani

populasi pedesaan dan perkotaan. Unit pediatrik terdiri dari Paediatric Intensive Care

Unit (PICU), bangsal umum, bangsal bedah, dan bangsal hematologi/onkologi. Rumah

sakit Addenbrooke mempunyai 81 tempat tidur pediatrik dan pada 2010 telah menangani

3442 pasien pediatrik rawat jalan dan 3844 pasien pediatrik rawat inap.
Kami melakukan studi deskriptif retrospektif pada semua pasien dengan hasil

positif untuk toksin C. Difficile dalam kurun waktu 5 tahun, dari 1 Januari 2005 hingga

31 Desember 2009. Studi ini termasuk sebagai evaluasi pelayanan dan ijin telah

didapatkan dari komite audit. Etika penelitian tidak diperlukan.

Kami mengikuti panduan UK HPA Steering Group on Healthare Associated

Infection (2008) untuk uji laboratorium C. Difficile. Berdasarkan panduan ini, diare

didefinisikan sebagai BAB dengan konsistensi feses yang cair sehingga dapat mengikuti

bentuk kontainer atau sesuai dengan tipe 5-7 dalam Bristol Stool Chart. Semua sampel

dari pasien yang berusia >2 tahun diperiksa secara rutin untuk toksin C. Difficile. Pasien

di bawah dua tahun hanya diperiksa apabila terdapat permintaan dari dokter anak dan

diskusi dari pihak laboratorium. Sampel yang termasuk dalam Bristol Stool Chart tipe 1-

4 diperiksa setelah diskusi dokter anak dan laboratorium secara terpisah. Pemeriksaan C.

Difficile dilakukan oleh EIA (VIDAS, BioMerieux, Basingstoke, Inggris) diikuti dengan

konfirmasi dengan cell cytotoxin assay (Vero cell line). Sampel yang positif tidak

diperiksa ulang dalam 28 hari. Hasil positif yang didapatkan > 28 hari setelah

pemeriksaan awal dianggap sebagai rekurensi sesuai kriteria DH. Pada saat yang sama,

uji bakteriologi (Campylobacter, Salmonella, Shigella, E.Coli 0157) juga dilakukan

menggunakan metodologi HPA, uji parasitologi (Cryptosporidium) dengan pengecatan

imunofluorosens dan uji virus.

Onset infeksi saat berada di rumah sakit didefinisikan sebagai hasil tes yang

positif setelah dua hari perawatan. Onset infeksi saat berada di lingkungan komunitas

didefinisikan sebagai hasil tes yang positif dalam dua hari pertama perawatan di rumah
sakit. Onset yang berhubungan dengan fasilitas kesehatan ditentukan apabila pasien

datang dari fasilitas pelayanan paliatif atau tempat perawatan lainnya.

Informasi yang diperoleh dari setiap pasien yaitu data demografik, riwayat

kesehatan, faktor risiko, diagnosis laboratoris, severity score, manajemen klinis, dan

keluaran selama 3 bulan. Data klinis diperoleh dari catatan medis, keperawatan, farmasi,

dan mikrobiologi. Data laboraorium diperoleh dari sistem informasi laboratorium. Nilai

P dihitung untuk mengetahui distribusi usia dan komorbiditas (gastrointestinal,

hematologi, imunosupresi, dan keganasan organ padat) menggunakan chi-square melalui

aplikasi GraphPad secara online.

Keparahan penyakit diklasifikasikan menggunakan kriteria dari departemen

kesehatan, yaitu infeksi ringan, sedang, berat, dan mengancam jiwa. Kriteria infeksi C.

Difficile ringan yaitu kurangnya 3 feses tipe 5-7 Bristol Stool Chart per hari dengan angka

leukosit normal. Kriteria untuk infeksi sedang adalah adanya peningkatan angka leukosit

<15x109/L dengan 3-5 feses per hari. Kriteria infeksi berat adalah peningkatan angka

leukosit >15x109/L, atau adanya peningkatan serum kreatinin akut (>50% di atas batas

normal), suhu >38,5o atau apabila terbukti adanya kolitis berat (tanda klinis atau

radiologis). Kriteria untuk infeksi mengancam nyawa yaitu apabila didapatkan hipotensi,

ileus parsial atau komplit atau megakolon toksik, atau adanya hasil CT yang

menunjukkan penyakit berat. Panduan ini juga merekomendasikan pengobatan

berdasarkan keparahan penyakit, pemantauan menggunakan Bristol Stool Chart dan

diskusi klinis multidisiplin.


Hasil

Delapan puluh sembilan pasien positif terhadap toksin C. Difficile dalam 5 tahun. Data

tidak dapat ditemukan pada 14 pasien sehingga termasuk dalam kriteria eksklusi dan

menyisakan 75 pasien untuk dianalisa. Terdapa 27 kasus pada tahun 2005, 15 pada 2006,

20 pada 2007, 9 pada 2008, dan 4 pada 2009. Rata-rata usiaa adalah 2,97 tahun dan

median usia adalah 2 tahun (dengan kisaran 2 hingga 14 tahun). Tiga puluh enam pasien

(48%) berusia di bawah 2 tahun. Tiga puluh tujuh (49,3%) pasien berjenis kelamin

perempuan. Dari 75 kasus, 49 (65,3%) di antaranya adalah kasus dengan onset di rumah

sakit, 22 (29,3%) kasus dengan onset di lingkungan komunitas, dan empat (5,3%) kasus

dengan onset di fasilitas kesehatan. Rata-rata lama perawatan karena adanya C. Difficile

dalam feses adalah 27,2 hari dengan median 10 hari (bervariasi dari 0 hingan 213 hari)

untuk kasus dengan onset di rumah sakit. Didapatkan riwayat perawatan di rumah sakit

selama >1 bulan pada tahun sebelumnya di tiga puluh satu (58,5%) pasien dari kasus

tersebut. Perbandingan leih detail pada kasus onset rumah sakit dan komunitas disajikan

pada tabel 1.

Enam puluh delapan (90,7%) pasien mempunyai komorbiditas yang signifikan

(tabel 1). Tujuh pasien menderita leukemia linfoblastik akut, tiga pasien menderita

leukemia myeloid akut, dan dua pasien menderita limfoma non-Hodgkin. Tujuh pasien

memiliki kemungkinan alergi terhadap protein susu sapi.

Empat pasien menderita infeksi C. Difficile sebelum tahun 2005 dan dua pasien

mengalami rekurensi. Rekurensi juga terjadi pada pasien hematologi dengan waktu

perawatan yang panjang.


Tabel 1. Perbandingan infeksi onset rumah sakit dan onset komunitas

Onset Onset Total P


rumah sakit komunita (%)(N=75
value
(%)(N=53) s )
(%)(N=22

Usia (tahun) <2 tahun 16 (30,2) 20(90) 36(48) 0.000

2-5 tahun 26(49) 1(4,5) 27(36)

>6 tahun 11(20,7) 1(4,5) 12(16)

Laki-laki 25(47,2%) 12(54,4 37(49,9

%) %)

Tahun 2005 14 13 27

2006 11 4 15

2007 15 5 20

2008 9 0 9

2009 4 0 4

Komorbiditas* Kardiovaskular 3(5,7) 0 3(4)

Neuromuskular 3(5,7) 1(4,5) 4(5,3)

Gastrointestinal 3(5,6) 5(22,7) 8(10,7) <0,00

01

Hematologi+imunosu 11(20,7) 1(4,5) 12(16) 0,000

presi 1
Keganasan (organ 20(37,7) 0 20(26,7) 0,000

padat) 1

Ginjal+metabolik 3(5,6) 0 3(4)

Alergi susu sapi 1(1,8) 6(11,3) 7(9,3) <0,00

01

Respiratorik 1(1,8) 1(4,5) 2(2,7)

Lainnya 7(13) 3(13,6) 10(13,3)

Riwayat Penisilin (amoksisilin 5(9,4) 5(22) 13(13,4)

antibiotik dan ko-amoksiklav)

Sefalosporin 27(50,9) 3(13,6) 30(40)

Kuinolon 19(35,8) 0 19(25)

(siprofloksasin)

Lainnya 5(9,4) 2(9) 7(9,3)

Tidak ada riwayat 7(13,2) 13(59) 20(26,7)

antibiotik

Ko-infeksi Bakterial 0 0 0

Viral 6(11,3) 3(13,6) 9(12)

Faktor risiko Perawatan di ruang 12(22,6) 0 12(16)

lain intensif

Operasi** 14(26,4) 4(18) 18(24)

Skor Ringan 7(13,2) 2(9) 9(12)

keparahan***

Sedang 6(11,3) 2(9) 8(10,7)


Berat 39(73,6) 18(81,8 57(76)

Mengancam jiwa 1(1,9) 0 1(1,4)

Pengobatan Tidak diperlukan 27(51) 13(59) 40(53,4)

Metronidazole 22(41,5) 8(36,4) 30(40)

Peningkatan menjadi 3(5,7) 0 3(4)

vankomisin

Probiotik 1(1,9) 1 (4,5) 2(2,7)

Keluaran Hidup pada bulan ke 3 45(81) 19 64(81,4)

(81,8)

Memerlukan ICU 2(2,8) 0 2(2,7)

Kolektomi 1(1,8) 0 1(1,3)

Crude mortality 2(3,8) 2(9) 4(5,4)

Missing notes 2 1 3

Dipindahkan 3 1 4(5,4)

*Beberapa pasien mempunyai lebih dari satu faktor risiko


** Dari 18 operasi, 9 di antaranya merupakan operasi gastrointestinal
***Kriteria skor keparahan sesuai dengan rekomendasi departemen kesehatan.

Dua puluh pasien (26%) tidak terpapar dengan antibiotik pada bulan sebelumnya.

Enam pasien telah mengkonsumsi >2 antibiotik pada bulan sebelumnya. Antibiotik yang

paling sering digunakan adalah sefalosporin generasi 3, florokuinolon, flukloksaksilin,

piperasilin-tazobaktam, meropenem,vankomisin dan gentamisin (tabel 1). Lima (7%)

pasien mendapat PPI sebelum onset gejala dan 19 (25%) telah mendapat antagonis

reseptor H2. Faktor risiko lain terdapat pada tabel 2.


Tabel 2. Parameter darah dan gejala infeksi untuk pasien simtomatik (n=68)

Jumlah pasien (%)


Parameter

Parameter darah Leukosit (>15x109) 28(41,2)

Peningkatan kreatinin 2(2,9)

Penurunan albumin 10(14,7)

(<25g/L)

CRP (>25mg/L) 40(58,8)

Hb (<10g/L) 28(41,2)

Demam >38,5o 34(50)

Nyeri perut, distensi 17(25)

Diare>5 kali per hari 50(73,5)

Kolitis 2 probabel, 1 definit

pseudomembranosa

Membutuhkan 1

pembedahan

*pada dua kasus hasil endoskopi tidak dapat membedakan typhtilis atau kolitis

pseudomembranosa

Tes virologi dilakukan pada 51 kasus, terdapat koinfeksi dengan adenovirus pada

3 kasus, 3 kasus dengan norovirus, dua kasus dengan rotavirus, dan satu kasus dengan

enterovirus. Tidak ada koinfeksi bakteri yang ditemukan pada kasus-kasus tersebut.
Sembilan pasien menderita infeksi ringan, 8 menderita infeksi sedang, 57

menderita infeksi berat, dan 1 pasien menderita infeksi yang mengancam nyawa

berdasarkan parameter dari DH/HPA. Temuan hasil parameter darah dan gejala infeksi

diringkas dalam tabel 3.

Terdapat tujuh pasien (9,3%) dengan sampel feses sesuai dengan tipe 1-4 pada

Bristol stool chart. Terapi tidak diperlukan untuk 33 pasien (44%) berdasarkan

pemeriksaan oleh klinisi yang terkait. Tiga puluh pasien (40%) kasus diterapi dengan

metronidazole saja dan dua kasus hanya mendapat terapi probiotik. Tidak ada pasien yang

mendapat kolestiramin. Penggunaan metronidazole dapat menghentikan gejala rata-rata

dalam dua hari. Terdapat tiga kasus yang memerlukan pengobatan dengan vankomisin

oral bersamaan dengan metrondazole.

Pada sembilan pasien, penggunaan antibiotik sprektrum luas tetap dilanjutkan

karena diare yang terus berkepanjangan. Penggunaan laksatif tidak dihentikan pada 6

pasien.

Data keluaran ditunjukkan pada tabel 1. Satu kasus pada akhirnya berkembang

menjadi kolitis pseudomembran (terdiagnosis dengan endoskopi) dan memerlukan

kolektomi sub total. Tiga puluh lima (46,7%) kasus memerlukan waktu perawatan yang

lebih lama disebabkan oleh infeksi C. Difficile. Empat pasien (5,3%) meninggal. Satu

diantaranya diduga mengalami bakteremia yang terjadi bersamaan dengan diare dan tiga

lainnya meninggal karena penyakit yang mendasarinya.

Dari enam puluh delapan kasus simtomatik pada studi ini, 54 di antaranya

memenuhi kriteria diagnosis infeksi C. Difficile sesuai dengan kriteria pada tabel 3. Dari

54 kasus, 26 (48%) di antaranya telah dikategorikan menderita penyakit ringan


(dibandingkan dengan 9 kasus apabila menggunakan kriteria dewasa), 23 (42,6%)

menderita penyakit sedang (dibandingkan dengan 8 kasus apabila menggunakan kriteria

dewasa), 5 (9%) kasus dengan penyakit berat (dibandingkan dengan 57 kasus apabila

menggunakan kriteria dewasa) dan tidak ada kasus yang mengancam jiwa (dibandingkan

dengan 1 kasus apabila menggunakan kriteria dewasa). Angka keparahan lebih rendah

dan sesuai dengan observasi pada studi ini.

Pembahasan

Kami mendeskripsikan presentasi dan keparahan dari Clostridium difficile pada

anak-anak. Kami menemukan adanya angka yang signifikan terhadap pasien yang tidak

memerlukan terapi dan morbiditas dan mortalitas lebih rendah pada mereka yang

dikategorikan “berat” oleh standar dewasa departemen kesehatan Inggris. Sebagian besar

kasus (49,3%) merupakan infeksi dengan onset saat berada di rumah sakit, kebanyakan

telah mendapat antibiotik dan sebagian besar (59,6%) juga sedang atau telah menjalani

kemoterapi untuk keganasan organ padat atau keganasan hematologi. Dari semua kasus

infeksi dengan onset komunitas, kebanyakan memiliki riwayat kelainan gastrointestinal,

seperti alergi protein susu sapi, gastro-oesophageal reflux disease, atau pembedahan pada

traktus gastrointestinal. Kami menemukan adanya pengurangan kasus dari tahun 2005

hingga 2009. Hal ini serupa dengan pola pada pasien dewasa dengan infeksi C.difficile

pada rumah sakit kami dan dapat mencerminkan peningkatan pengendalian infeksi yang

meliputi isolasi dini pasien, peningkatan kebersihan lingkungan, dan pengawasan

penggunaan antibiotik. Tidak ada perubahan pada metode tes laboratorium selama

periode ini.
Selama kurun waktu 5 tahun hingga 2006, studi yang dilakukan oleh Kim, et al.

di Amerika menunjukkan adanya peningkatan secara terus menerus dari insiden tahunan

infeksi C.difficile pada pasien rawat inap pediatrik, dari 2,6 menjadi 4 kasus per 1000

admisi. Rata-rata usia anak dengan infeksi C.difficile adalah 4 tahun. Mereka juga

menemukan adanya peningkatan infeksi C.difficile pada kelompok usia 5-17 tahun pada

kurun waktu ini. Hal ini tidak sesuai dengan studi yang kami lakukan, di mana rata-rata

usia infeksi C.difficile adalah 2 tahun (mean 2,97 tahun) dan tidak ada peningkatan kasus

pada usia 5-17 tahun.

Tujuh dari kasus yang kami dapatkan asimtomatik, tetapi diuji karena adanya

permintaan khusus sehingga tiak memenuhi kriteria departemen kesehatan untuk

diagnosis infeksi C.difficile. Kolonisasi sangat mungkin terjadi pada pasien-pasien ini.

Infeksi C.difficile berhubungan kuat dengan adanya komorbiditas seperti

keganasan hematologi, imunosupresi, dan kelainan usus. Pada studi ini, dari 68 pasien

dengan komorbiditas yang signifikan, 12 (17,6 %) menderita keganasan hematologi dan

20 (29%) menderita tumor organ padat. Kedua kelompok pasien ini sedang menerima

atau telah menerima kemoterapi. Kelompok ini juga mempunyai angka tertinggi untuk

infeksi C.difficile onset rumah sakit (59,5%, p value 0,0001). Studi lain juga menemukan

hal yang sama untuk kelompok pasien ini. Pasien hematologi/onkologi juga dikenal

sebagai sumber penularan C.difficile untuk pasien anak di rumah sakit. Hal ini dapat

disebabkan karena adanya berbagai faktor sepert seringnya anak tersebut menjalani

perawatan di rumah sakit, lamanya penggunaan antibiotik (pasien-pasien ini paling

banyak mendapatkan antibiotik), dan imunosupresi (62,5% neutropenia). Neutrofil

memainkan peran yang sangat penting dalam patofisiologi infeksi C.difficile.


Komorbiditas gastrointestinal lebih umum ditemukan pada kasus dengan onset

komunitas (45%, p value <0,0001). Tujuh dari sepuluh anak mengalami alergi protein

susu sapi dan berbagai macam alergi makanan. Hanya satu dari tujuh kasus tersebut yang

terpapar antibiotik (amoksisilin) dan mempunyai feses dengan konsistensi cair sebelum

terapi antibiotik dimuli. Telah ditemukan hubungan antara kolonisasi C.difficilepada usus

dengan alergi pada anak-anak.

Penggunaan antibiotik telah dikenal sebagai faktor risiko mayor untuk

perkembangan infeksi C.difficile. Pada studi ini, 55 pasien (74%, p value 0,0001) telah

mendapat antibiotik pada bulan sebelumnya, dengan 50 pasien (91%) simtomatik dengan

diare profus (lebih dari 5 kali per hari). Sefalosporin merupakan antibiotik yang sering

digunakan tetapi dapat pula mencerminkan banyaknya penggunaan antibiotik ini pada

anak-anak secara umum. Siprofloksasin merupakan antibiotik kedua yang sering

digunakan, terutama pada pasien hematologi dan onkologi.

Paparan terhadap agen yang dapat menurunkan jumlah asam, seperti antagonis

reseptor H2 dan PPI, masih menjadi kontroversi sebagai faktor risiko, dan telah

dihubungkan dengan kejadian infeksi C.difficile pada beberapa studi. Hanya lima (7%)

pasien pada studi ini yang mendapat PPI sebelum munculnya gejala dan 19 (25%) yang

telah mendapat antagonis reseptor H2.

Hingga saat ini, signifikansi adanya ko-infeksi dengan patogen usus lainnya masih

tidak diketahui dengan jelas. Pada studi kami, sembilan pasien terbukti memiliki ko-

infeksi; tiga di antaranya menderita diare onset komunitas (dua rotavirus dan satu

norovirus) dan enam lainnya onset rumah sakit (tiga adenovirus, satu enterovirus, dan dua

norovirus). Dua dari tiga kasus ko-infeksi norovirus bersifat simtomatik dan sembuh
dengan sendirinya setelah 4 hari tanpa pengobatan. Lukkarinen, et al. memperkirakan

bahwa norovirus dapat mempengaruhi homeostasis epitelial usus dan menimbulkan efek

toksin yang diproduksi oleh ribotipe 027 C.difficile.

Semua pasien dipantau setiap hari oleh tim klinisi. Pada sebagian besar kasus, tim

klinisi tidak mengklasifikasikan pasien berdasarkan keparahan penyakit. Pada sepuluh

kasus (13,3%), tim klinisi menilai adanya infeksi berat; 7 di antaranya membaik dengan

metronidazole saja sementara 3 lainnya mendapat tambahan vankomisin karena gejala

yang terus menerus muncul. Dari ketiga kasus yang mendapat antibiotik ganda, dua di

antaranya memerlukan perawatan di PICU untuk pmantauan fungsi ginjal dan satu kasus

menderita penyakit yang cukup berat sehingga memerlukan kolektomi sub total.

Sebaliknya, apabila menggunakan kriteria dewasa dari DH/HPA, ada tambahan sebesar

47 kasus yang akan jatuh pada kategori berat. Dari 47 kasus ini, 18 sembuh dengan

spontan tanpa terapi aktif dan dua lainnya hanya mendapat terapi probiotik. Dua puluh

tujuh kasus lainnya mendapat metronidazole dengan tiga kasus memerlukan vankomisin

sebagai tambahan terapi dan perawatan di PICU pada dua kasus. Gejala dan tanda yang

paling umum ditemukan pada penelitian kohort ini adalah diare, peningkatan CRP,

leukosit >15x109/L dan pireksia >38,5o. Gejala dan tanda ini terdapat dalam kategori

infeksi C.difficile berat berdasarkan departemen kesehatan. Panduan DH/HPA untk

dewasa merekomendasikan penanganan penyakit berat dengan vankomisin oral dan

penambahan metronidazole i.v apabila tidak ada perbaikan. Hal in berbeda dengan terapi

yang diterima oleh pasien kami.

Sebagian besar dari pasien pada studi ini memiliki keluaran yang baik. Keluaran

utama adalah angka mortalitas selama 3 bulan dengan sebab apapun. Tidak ada kematian
yang berkaitan dengan infeksi C.difficile pada studi kohort ini dan didapatkan morbiditas

yang rendah. Hal ini sesuai dengan studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa

mortalitas dan morbiditas infeksi C.difficile pada anak-anak memang rendah.

Penemuan di atas menekankan tiga observasi yang penting dilakukan pada anak

dengan infeksi C.difficile. Pertama, anak-anak biasanya menderita penyakit yang ringan

meskipun memiliki respon akut fisiologis terhadap infeksi. Hal ini dapat menjelaskan

perbedaan antara perjalanan penyakit yang diamati pada studi ini dengan prediksi sistem

skoring dewasa DH/HPA ( yang menggunakan respon akut sebagai prediktor prognosis).

Keuda, kebanyakan dari kasus ada penelitian ini mempunyai keluaran yang baik, dengan

atau tanpa terapi metronidazole oral. Terakhir, intuisi triase klinis oleh tim kami

tampaknya lebih relevan pada pasien-pasien pediatrik dalam menilai keparahan pasien.

Berdasarkan hasil dari studi yang telah kami lakukan, kami mengajukan panduan

berikut untuk infeksi C.difficile pada anak-ana untuk membantu membedakan kolonisasi

dan infeksi C.difficile. Kami juga mengajukan sistem skoring untuk menilai keparahan

penyakit dan panduan untuk terapi yang tepat.

Kriteria diagnostik yang dianjurkan:


1. Sangat mungkin terdiagnosis infeksi C.difficile apabila – diare (tipe 5-7 Bristol stool

chart) dan satu atau lebih:

 Komorbid signifikan – hematologi/onkologi, penyakit gastrointestinal

 Perawatan di rumah sakit >2 hari

 Penggunaan antibiotik 1 bulan terakhir (terutama siprofloksasin dan sefalosporin)


Kriteria keparahan infeksi ada pada tabel 3.

Tabel 3. Kriteria yang diajukan untuk menilai keparahan infeksi Clostridium difficile pada anak-anak

Kriteria Poin

Diare >5 kali per hari 1

Nyeri perut 1

Peningkatan leukosit 1

Peningkatan CRP 1

Pireksia >38oC 1

Terbukti menderita kolitis 2

pseudomembranosa

Membutuhkan unit perawatan intensif 2

Skor:

1-2= penyakit ringan

3-4= penyakit sedang

>5= penyakit berat


Manajemen yang dianjurkan:

Penyakit ringan. Tidak memerlukan pengobatan apabila sembuh dalam 24 jam.

Pertimbangkan metronidazole oral selama 10-14 hari apabila gejala menetap lebih dari

24 jam.

Penyakit sedang. Metronidazole oral selama 10-14 hari dan pertimbangkan penggantian

dengan vankomisin oral apabila gejala tidak berhenti atau terdapat penurunan derajat

keparahan.

Penyakit berat. Vankomisin oral dan metronidazole i.v. Kolektomi harus

dipertimbangkan apabila terbukti adanya dilatasi caecum.

Kami bermaksud untuk melakukan studi prospektif menggunakan kriteria yang

sudah kami ajukan untuk melihat apakah kriteria ini dapat menjadi alat yang konsisten

dan bermanfaat terhadap pengelolaan infeksi C.difficile pada anak-anak.

Kesimpulannya, dari studi ini kami menemukan bahwa penerapan kriteria

keparahan dengan sistem skoring dari DH/HPA meningkatkan jumlah kasus berat dan

tidak dapat menjadi panduan yang terpercaya untuk pengelolaan pada anak-anak.

Kebanyakan anak-ana pada studi ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa mendapat

pengobatan tertentu. Kami juga menemukan adanya hubungan antara infeksi C.difficile

dengan komorbiditas seperti keganasan hematologi/onkologi, penggunaan antibiotik, dan

perawatan di rumah sakit. Kami juga mengamati adanya kemungkinan hubungan antara

kelainan gastrointestinal seperti intoleransi protein susu sapi dengan infeksi C.difficile,

tetapi hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Kami mengajukan sistem skoring untuk

tingkat keparahan dan diagnosis sebagai panduan untuk pengelolaan yang adekuat.
Kontribusi penulis

Desain penelitian: JAK DE. Melakukan penelitian: SP SA JAK DE. Analisa data: SSP

SA JAK DE. Kontribusi terhadap reagen/bahan/alat: SP SA JAK DE. Penulisan artikel:

SP SA JAK DE.

Anda mungkin juga menyukai