Oleh:
Rezky Fadli
102316088
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Rezky Fadli 102316088
Mengetahui:
Pembimbing Kerja Praktik Pjs Section Head RCC
Ast. Man. HC BP RU VI
Rosnamora H
i
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan kerja praktik serta menyusun laporan
kerja praktik di PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit VI Balongan yang berlangsung selama
satu bulan.
Kerja praktik penulis dimulai pada tanggal 1 Juli dan berakhir pada tanggal 31 Juli 2019.
Kerja praktik ini diantaranya berisi orientasi-orientasi umum perusahaan serta setiap unitnya,
pengambilan data, serta studi literatur untuk mengolah data yang telah diberikan dalam mengerjakan
tugas khusus dari pembimbing. Kerja praktik merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus
diambil oleh seluruh mahasiswa Strata-1 Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Pertamina sebagai salah satu kelulusan mahasiswa terkait.
Laporan kerja praktik ini dapat tersusun tidak lepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan
dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih pada:
1. Allah SWT atas segala ridho dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat memulai serta
menyelesaikan kerja praktik dan laporan kerja praktik ini.
2. Kedua orang tua, keluarga, serta sahabat yang telah memberikan bantuan, doa, dan semangat
kepada penulis selama kerja praktik.
3. Ibu Ika Dyah Widhayanti, MS selaku pembimbing mata kuliah kerja praktik bagi penulis
dan koordinator kerja praktik di Program Studi Teknik Kimia, Universitas Pertamina.
4. Bapak Eduardus Budi Nursanto, Ph.D selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia Universitas
Pertamina.
5. Kakak Ajeng Utami S.AB selaku Staff Administrasi Program Studi Teknik Kimia
Universitas Pertamina
6. Ibu Rosnamora H selaku Ast.Man. HC BP PT Pertamina RU VI Balongan
7. Bapak Eko Nurcahyono selaku RCC Section Head
8. Bapak Moch. Azisj selaku pembimbing lapangan unit RCC yang telah memberikan bantuan,
bimbingan serta ilmu selama masa kerja praktik
9. Seluruh Staff RCC, Proccess Engineer, DCS, dan pekerja lapangan seluruh unit di Refinery
Unit VI Balongan ang senantiasa berbagi ilmu, mengarahkan, serta mendampingi penulis
selama masa kerja praktik.
10. Bapak Yanto dan bagian Diklat Refinery Unit VI yang banyak memberikan bantuan dan
arahan selama masa kerja praktik
11. Mas Adi Prasetyo selaku process engineer yang membantu penulis mengumpulkan data
selama kerja praktik berlangsung.
12. Partner Kerja Praktik Taufik M Yasykur dan sahabat kerja praktik di unit RCC dari
Universitas Pertamina lainnya (Govinda Tri P dan Avariz Muhammad) serta sahabat lainnya
yang berasal dari berbagai universitas yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama menyelesaikan laporan kerja praktik.
13. Bapak Iah dan Ibu Iah selaku “Orang Tua” penulis yang telah membantu dan memberikan
tempat tinggal selama kerja praktik di balongan, Indramayu
ii
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
14. Teman-teman angkatan 2016 Program Studi Teknik Kmia, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Pertamina.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan penulis.
Penulis
iii
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1
1.2. TUJUAN KERJA PRAKTK ........................................................................................ 2
1.3. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN .............................................................. 3
BAB II PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Pertamina (Persero) .................................................. 4
2.2 Sejarah dan Perkembangan PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ...................... 9
2.3 Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan ...................................................... 11
2.4 Struktur Organisasi PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan .................................. 15
2.5 Bahan Baku PT. Pertamina RU VI Balongan ............................................................. 19
2.6 Produk dan Limbah ..................................................................................................... 25
2.7 Deskripsi Unit Proses .................................................................................................. 32
2.8 Pengendalian Proses .................................................................................................... 42
BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK .................................................................................... 44
BAB IV HASIL KERJA PRAKTIK
4.1 Pembuatan Kurva Kesetimbangan Dua Fasa antara Propana dan Propilen ................ 45
4.2 Perhitungan Efisiensi .................................................................................................. 46
4.3 Perhitungan Stage Umpan Masuk ............................................................................... 47
4.4 Perhitungan Beban Panas Kondensor dan Reboiler .................................................... 48
BAB V TINJAUAN TEORITIS
5.1 Kesetimbangan Uap-Cair ............................................................................................ 50
5.2 Distilasi ....................................................................................................................... 51
5.3 Penentuan Tray Masuk Feed pada Kolom Distilasi .................................................... 51
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 53
6.2 Saran ........................................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 54
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 61
iv
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
DAFTAR TABEL
Tabel 2.8. Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin RON 88 ...................................... 26
Tabel 2.9. Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Solar Indeks Centana 51 .................................. 28
Tabel 2.12. Spesifikasi Bahan Bakar Minyak Jenis Diesel (IDF) .......................................... 30
Tabel A.1. Data Panas Spesifik Pada Tekanan 12,4 kg/cm2 .................................................. 54
Tabel A.2. Data Panas Laten Pada Tekanan 12,4 kg/cm2 ...................................................... 54
Tabel C.1. Data Suhu Bubble Dan Suhu Dew Tiap Fraksi Propilen ...................................... 57
Tabel C.4. Data Perhitungan Beban Panas Kondensor dan Reboiler .................................... 59
v
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Peta Refinery Unit PT. Pertamina (Persero) di Indonesia ....................................... 7
Gambar 2.11. Peralatan Proses pada Unit 20 (Catalytic Condensation Unit) ............................. 41
vi
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Daftar Lampiran
vii
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
BAB I
PENDAHULUAN
1
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Pertamina akan kesulitan memenuhi kebutuhan migas dalam negeri. Dalam mengatasi hal tersebut,
PT. Pertamina melakukan berbagai modernisasi kilang, diantaranya merupakan proyek Export
Oriented (Exor). Proyek Exor diinisiasi oleh Direktur Pengolahan Tabrani Ismail dan dicanangkan
dalam empat proyek, Exor I, II, III, dan IV. Namun pada kenyataannya, hanya Exor I saja yang
berjalan sukses. Proyek ini dibangun diatas lahan seluas 450 Ha di Desa Sukareja dan Majakerta,
kabupaten Indramayu dan saat ini dikenal sebagai Refinery Unit VI Balongan.
RU VI Balongan dibangun untuk mengakomodir pengolahan crude oil berjenis Duri dan
Minas. Crude Duri yang memiliki produksi yang melimpah, tetapi kualitas yang kurang baik dengan
kandungan residu tinggi (78 persen) dan logam berat, karbon, dan nitrogen yang juga tinggi. Kilang
ini memiliki konfigurasi yang berbeda dibanding kilang-kilang pendahulunya. Di desain dengan
menggunakan Crude berresidu tinggi mengindikasikan tingginya produk bawah dari proses distilasi
crude tersebut atau yang dikenal dengan Atmospheric Residue (AR). RU VI kemudian didesain
menggunakan teknologi pengolahan minyak tingkat lanjut (secondary proccessing), yaitu Residue
Catalytic Cracking (RCC). Dengan adanya unit ini memungkingkan RU VI untuk mengolah AR dari
proses distilasi crude yang mencapai 65% dari total feed crude oil. Unit RCC yang menjadi ikon
dari PT.Pertamina RU VI ini menjadi unit RCC dengan kapasitas terbesar di dunia pada tahun 1990.
Tidak heran kemudian banyak perusahaan asing maupun anak perusahaan RU lain milik PT.
Pertamina yang melakukan studi banding atau menjadikan RU VI sebagai panutan dalam mendirikan
unit RCC. Terbaru, PT. Pertamina RU IV Cilacap ikut membangun Second Processing yang
merupakan upgrade version dari RCC bernama Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) pada
2016 lalu, disusul dengan RU lain seperti Balikpapan dan Dumai.
RCC merupakan teknologi pengolahan minyak bumi yang cukup kompleks namun berhasil
mengoptimalkan pemasukan perusahaan dengan mengolah barang bernilai rendah (residu) menjadi
produk bernilai jual tinggi (naptha, Light Cycle Oil, LPG, decant oil, dan mix-butane). Didalam unit
RCC PT. Pertamina RU VI Balongan memiliki beberapa alat utama seperti reaktor, regenerator,
catalyst cooler,cyclone, vessel, heat exchanger, dan CO boiler yang masing masing berkerja secara
sistematis dan simultan untuk menghasilkan produk bernilai tinggi. Peran RCC sangat vital karena
merupakan pemasok utama kebutuhan BBM daerah Jabodetabek sehingga sistem harus berkerja
secara teliti dalam variabel yang tepat. Sistem kerja yang kompleks serta peran penting unit RCC
banyak menarik minat mahasiswa kerja praktik di PT. Pertamina RU VI Balongan untuk mendalami
lebih lanjut mengenai proses unit tersebut. Salah satunya adalah penulis yang tertarik untuk
melakukan evaluasi terhadap salah satu alat yang berada di unit RCC tersebut, yaitu unit Kolom C3
Splitter..
Tujuan dari pelaksanaan kerja praktik di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan
ini adalah sebagai berikut :
2
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
e. Memperoleh pemahaman yang komprehensif akan dunia kerja melalui learning by doing
Kerja Praktik ini dilaksanakan di wilayah PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit VI Balongan
yang terletak di Jalan Raya Balongan, Desa Majakerta, Kecamatan Balongan, Kabupaten Indramayu,
Jawa Barat. Kerja Praktik ini dilaksanakan pada tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Juli 2019.
3
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
Minyak bumi merupakan komoditas hangat di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Minyak
bumi berperan besar sebagai sumber energi dan bahan dasar produk turunan seperti plastik dan
petrokimia lain yang memiliki peran besar di masyarakat. Minyak bumi mentah atau crude oil diolah
menjadi produk turunannya yang bernilai tinggi melalui berbagai proses industri mulai dari
eksplorasi, pengolahan, hingga pemasaran. Berdasarkan produk yang dihasilkan, industri pengolahan
minyak bumi mentah dibagi menjadi beberapa perusahaan, diantaranya minyak, gas, serta
petrokimia. Di Indonesia, pengelolaan sumber energi diatur oleh negara agar di gunakan untuk
kemamakmuran rakyat seperti yang tertulis dalam UUD tahun 1945 pasal 33 ayat 3. Hal ini bertujuan
untuk menghindari adanya industrialisasi liberal terhadap ketersediaan sumber energi bagi
masyarakat. Secara umum industri minyak dan gas bumi terdiri dari upstream dan downstream.
Upstream atau sektor hulu adalah sektor yang bergerak dalam bidang eksplorasi dan produksi minyak
bumi dari sumbernya, sedangkan downstreami atau sektor hilir adalah sektor industri dibagian proses
pengolahan minyak dan gas mentah, pendistribusian produk turunannya, serta pemasaran.
(Mukhtasar, 2012.1).
Usaha ekspolarasi minyak bumi di Indonesia telah dilakukan sejak masa kolonialisme
Pemerintahan Hindia Belanda. Cibodas, Jawa Barat menjadi lokasi pengeboran minyak pertama oleh
Jan Raerink pada tahun 1871 dan mengalami kegagalan. Kegagalan tidak menyurutkan kolonial
untuk mencari sumber minyak bumi, hinffa pada tahun 1885 sumur minyak bumi pertama berdiri di
Indonesia tepatnya di daerah Telaga Said, Sumatera Utara. Penemuan sumur ini kemudian diikuti
dengan penemuan sumur lainnya di daerah Wonokromo Jawa Timur (1887), Cepu Jawa Tengah
(1901), Pamusin Tarakan (1905) serta Talang akar Sumatera Selatan (1921). Industri pengolahan
masa penjajahan diisi oleh berbagai perusahaan asing dibawah Royal Deutsche Company yang
berafiliasi dengan pemerintahan kerajaan Belanda pada masanya.
Pasca kemerdekaan Indonesia, pada tahun 1960 pemerintah mengeluarkan landasan hukum
untuk membentuk tiga perusahaan negara yang bergerak di industri minyak dan gas bumi, ketiga
perusahaan tersebut adalah :
4
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
penyulingan di Cepu dijadikan pusat pendidikan sekaligus dibukanya Akademi Minyak dan
Gas bumi (Aka Migas). Sedangkan fasilitas pemasaran diserahkan pada PN. Pertamin dan
fasilitas Produksi diserahkan pada PN. Permina.
Pada tanggal 20 Agustus 1968 dalam rangka mempertegas struktur dan prosedur kerja demi
memperlancar usaha peningkatan produksi minyak dan gas bumi, dibentuk Perusahaan Negara
Pertambangan minyak dan Gas Bumi Nasional (PN. PERTAMINA) yang melebur PN. PERMINA
dan PN. PERTAMIN. Tujuan peleburan ini adalah agar dapat meningkatkan produktivitas,
efektivitas, dan efisiensi dibidang perminyakan nasional dalam suatu wadah Integrated Oil Company
dengan satu manajemen yang lebih sempurna
Krononologis berdirinya PT. Pertamina (Persero) dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tahun Kronologis
5
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
PT. PERTAMINA (Persero) adalah badan usaha milik Negara (BUMN) yang bergerak
dibidang pengolahan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia. Pertamina berkomitmen mendorong
proses transformasi internal dan pengembangan yang berkelanjutan guna mencapai standar
internasional dalam pelaksanaan operasional dan tata kelola lingkungan yang lebih baik, serta
peningkatan kinerja perusahaan sebagai sasaran bersama. Sebagai salah satu elemen penting dalam
usaha pemenuhan kebutuhan BBM di Indonesia, PT. Pertamina (Persero) menghadapi tantangan
yang semakin berat karena lonjakan kebutuhan BBM harus diiringi dengan peningkatan pengolahan
minyak bumi agar suplai BBM tetap stabil. Dalam pembangunan nasional, PT. Pertamina (Persero)
memiliki tiga peranan penting, yaitu:
Untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak yang ada dalam negeri, PT.
PERTAMINA (Persero) hingga saat ini masih mengoperasikan enam refinery unit (RU) dari tujuh
refinery unit (RU) yang tersebar di Indonesia. RU I yang berada di Pangkalan Brandan sudah ditutup
dan enam refinery unit yang masih beroperasi. 6 Unit Pengolahan yang masih beroperasi dapat dilihat
pada tabel 1.2.
Kapasitas
Refinery Unit (RU) Unit Provinsi
(MBSD)
1047
Adapun peta ke-enam Refinery Unit milik PT. PERTAMINA (Persero) seperti yang
ditampilkan pada gambar 1.1 dibawah ini.
6
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
7
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
berubah menjadi enterpreneur dan costumer oriented, terkait dengan persaingan yang
sedang dan akan dihadapi perusahaan.
Permohonan pendaftaran ciptaan logo baru telah disetujui dan dikeluarkan oleh Direktur
Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang,
Departemen Hukum dan HAM dengan syarat pendaftaran ciptaan No.0.8344 tanggal 10
Oktober 2005. Logo baru Pertamina sebagai identitas perusahaan dikukuhkan dan
diberlakukan terhitung mulai tanggal 10 Desember 2005. Selama masa transisi, lambang
/tanda pengenal Pertamina masih dapat /tetap dipergunakan. Adapun transformasi logo
serta logo terbaru PT. PERTAMINA (Persero) dapat dilihat pada gambar 1.2. dan 1.3
dibawah ini :
8
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
2.2. Sejarah dan Perkembangan PT. PERTAMINA (Persero) Refinery Unit VI Balongan
Di Indonesia, minyak bumi diolah oleh PT PERTAMINA (Persero) yang terangkum dalam Unit
Pengolahan (Refinery Unit). Dalam mengemban tugasnya, Pertamina mengoperasikan beberapa
Refinery Unit, antara lain RU I pangkalan Brandan, RU II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU
V Balikpapan, RU VI Balongan dan yang terbaru, RU VII Kasim. Sasaran utama pengadaan Refinery
Unit dalam menunjang pembangunan nasional adalah tersedianya BBM dalam jumlah yang cukup
dengan kualitas yang memenuhi spesifikasi, suplai yang berkesinambungan, terjamin, dan ekonomis.
Salah satu Unit Pengolahan (Refinery Unit) handal yang dimiliki PT. PERTAMINA (Persero)
adalah Refinery Unit VI Balongan merupakan kilang keenam dari tujuh kilang Direktorat Pengolahan
PT. PERTAMINA (Persero) dengan kegiatan bisnis utamanya adalah mengolah minyak mentah
(Crude oil) menjadi produk-produk BBM (Bahan Bakar Minyak), Non BBM, dan Petrokimia. Kilang
Balongan dibangun dengan system project financing dimana biaya investasi pembangunannya
dibayar dari revenue kilang Balongan sendiri dan dari keuntungan Pertamina lainnya. Dengan
demikian maka tidak ada dana atau equity dari pemerintah yang dimasukkan sebagai penyertaan
modal sebagaimana waktu membangun kilang-kilang lainnya sebelum tahun 1990. Oleh karena itu
kilang Balongan disebut kilang milik PERTAMINA.
Kilang Balongan adalah merupakan kilang yang dirancang untuk mengolah minyak mentah
jenis Duri. Pada tahun 1990-an, crude Duri mempunyai harga jual yang relatif rendah karena
kualitasnya yang kurang baik sebagai bahan baku kilang. Kualitas yang rendah dari crude duri dapat
terlihat diantaranya dari kandungan residu yang sangat tinggi, kandungan logam berat dan karbon
serta nitrogen yang juga tinggi. Teknologi kilang yang dimiliki di dalam negeri sebelum adanya
kilang Balongan tidak mampu mengolah secara efektif dalam jumlah besar, sementara itu produksi
minyak dari lapangan. Duri meningkat cukup besar dengan diterapkannya metode Secondary
Recovery. Saat ini, feed yang digunakan pada kilang Balongan merupakan campuran crude Duri,
Minas, dan Nile Blend dengan perbandingan 41:35:24.
1. Revamp Phase 1
Pada tahun 2005, didirikan Kilang Langit Biru Balongan sejalan dengan kebijakan
pemerintah tentang BBM bebas timbal. Kilang Langit Biru Balongan berfungsi menaikkan
Octane Number Straight Run Naptha menjadi High Octane Mogas Component.
3. Revamp Phase 2
9
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Revamp Phase 2 dimaksudkan untuk flexibilitas operasional dan dilakukan pada tahun
2008. Beberapa hal yang dilakukan diantaranya yaitu penggantian type catalyst cooler RCC
dari type backmix menjadi flow through sehingga RCC dapat mengolah feed dengan
kandungan MCRT lebih tinggi. Selain itu, revamp juga dilakukan di area Propylene
Recovery Unit.
ROPP mulai beroperasi pada tahun 2013 menghasilkan produk propylene yang berasal dari
konversi offgas. Unit ini direncanakan terdiri dari 2 unit produksi, yaitu Olefin Conversion
Unit (OCU) dan Polypropylene Unit (PPU) namun pada akhirnya hingga tahun 2019 hanya
unit OCU yang berhasil terealisasikan hingga tahap pengoprasian.
Dasar pemikiran didirikannya kilang RU VI Balongan untuk memenuhi kebutuhan BBM yaitu:
Daerah Balongan dipilih sebagai lokasi kilang dan proyek kilang yang dinamakan proyek EXOR
I (Export Oriented Refinery I) dan dirikan pada tahun 1991. Pada perkembangan selanjutnya,
pengoperasian kilang tersebut diubah namanya Pertamina Refinery Unit VI Balongan. Start Up
kilang PT. PERTAMINA (Persero) RU VI Balongan dilaksanakan pada bulan Oktober 1994 dan
diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1995. Peresmian ini sempat tertunda dari
perencanaan sebelumnya (30 Januari 1995) karena unit Residue Catalytic Cracking (RCC)
mengalami kerusakan. Unit RCC ini merupakan unit terpenting di kilang RU VI Balongan, yang
mengubah residu (sekitar 62 % dari total feed) menjadi minyak ringan yang lebih berharga. Residu
yang dihasilkan sangat besar sehingga sangat tidak menguntungkan bila residu tersebut tidak
dimanfaatkan. Kapasitas unit ini yang sekitar 83.000 BPSD merupakan yang terbesar di dunia untuk
saat ini. Dengan adanya kilang minyak Balongan, kapasitas produksi kilang minyak domestik
menjadi 1.074.300 BPSD. Produksi kilang minyak Balongan berjumlah kurang lebih 34% dari bahan
bakar miinyak yang dipasarkan di Jakarta dan sekitarnya.
Dalam mendukung kinerja perusahaan dalam menghasilkan BBM serta pemenuhan kebutuhan
masyarakat, PT. PERTAMINA RU VI memiliki landasan berupa visi, misi, dan logo yang sesuai
dengan nilai-nilai yang dipegang oleh perusahaan. Adapun visi, misi serta logo dan selogan
perusahaan seperti yang tercantum di bawah ini.
10
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
11
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Wilayah tempat berdirinya PT. PERTAMINA RU VI dulunya berupa sawah tadah hujan
milik warga. Dalam proses penyiapan kilang, penimbunan wilayah sawah dilakukan dengan
mengambil pasir laut dari Pulau Gosong Tengah yang dikerjakan dalam waktu empat bulan.
Sejak tahun 1970, minyak dan gas bumi dieksploitasi di daerah ini. Sebanyak 224 buah
sumur berhasil digali. Di antara sumur-sumur tersebut, sumur yang berhasil memproduksi adalah
sumur Jatibarang, Cemara, Kandang Haur Barat, Kandang Haur Timur, Tugu Barat, dan lepas pantai.
Sedangkan produksi minyak buminya sebesar 239,65 MMSCFD disalurkan ke PT. Krakatau Steel,
PT. Pupuk Kujang, PT. Indocement, Semen Cibinong, dan Palimanan. Depot UPPDN III sendiri baru
dibangun pada tahun 1980 untuk mensuplai kebutuhan bahan bakar di daerah Cirebon dan sekitarnya.
12
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
13
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Tata letak pabrik disusun sedemikian rupa hingga memudahkan jalannya proses produksi
serta turut mempertimbangkan aspek keamanan dan lingkungan. Untuk mempermudah jalannya
proses produksi, unit-unit dalam kilang disusun sedemikian rupa sehingga unit yang saling
berhubungan jaraknya berdekatan. Dengan demikian pipa yang digunakan dapat sependek mungkin
dan energi yang dibutuhkan untuk mendistribusikan aliran dapat diminimalisir. Untuk keamanan,
area perkantoran terletak cukup jauh dari unit-unit yang memiliki resiko bocor atau meledak, seperti
RCC, ARHDM, dll. Unit-unit yang berisiko diletakkan di tengah-tengah kilang. Unit terdekat dengan
area perkantoran adalah unit utilitas dan tangki-tangki yang berisi air sehingga relatif aman.
a. Bahan Baku
Sumber bahan baku yang diolah di PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan adalah: Minyak
mentah Duri, Riau, Minyak mentah Minas, Dumai. Gas alam dari Jawa Barat bagian timur sebesar
18 Million Metric Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD).
b. Air
Sumber air yang terdekat terletak di Waduk Salam Darma, kurang lebih 65 km dari Balongan
ke arah Subang. Pengangkutan dilakukan secara pipanisasi dengan pipa berukuran 24 inci dan
kecepatan operasi normal 1.100 m3 serta kecepatan maksimum 1.200 m3. Air tersebut berfungsi
untuk steam boiler, heat exchanger (sebagai pendingin) air minum, dan kebutuhan perumahan.
Dalam pemanfaatan air, kilang Balongan ini mengolah kembali air buangan dengan sistem wasted
water treatment, di mana air keluaran di-recycle ke sistem ini. Secara spesifik tugas unit ini adalah
memperbaiki kualitas effluent parameter NH3, fenol, dan COD sesuai dengan persyaratan
lingkungan.
c. Transportasi
Lokasi kilang RU VI Balongan berdekatan dengan jalan raya dan lepas pantai utara yang
menghubungkan kota-kota besar sehingga memperlancar distribusi hasil produksi, terutama untuk
daerah Jakarta dan Jawa Barat. Marine facilities adalah fasilitas yang berada di tengah laut untuk
keperluan bongkar muat crude oil dan produk kilang. Fasilitas ini terdiri dari area putar tangker,
SBM, rambu laut, dan jalur pipa minyak. Fasilitas untuk pembongkaran peralatan dan produk
(propylene) maupun pemuatan propylene dan LPG dilakukan dengan fasilitas yang dinamakan jetty
facilities.
d. Tenaga Kerja
14
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Tenaga kerja yang dipakai di PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan terdiri dari dua
golongan, yaitu golongan pertama, dipekerjakan pada proses pendirian Kilang Balongan yang berupa
tenaga kerja lokal nonskill sehingga meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, sedangkan
golongan kedua, yang dipekerjakan untuk proses pengoperasian, berupa tenaga kerja PT. Pertamina
(Persero) yang telah berpengalaman dari berbagai kilang minyak di Indonesia.
1. General Manager
Tugas pokok General Manager adalah mengarahkan, memonitor, dan mengevaluasi seluruh
kegiatan di Refinery Unit VI sesuai dengan visi misi unit bisnis yang meliputi kegiatan
pengembangan pengolahan, pengelolaan operasi kilang, kehandalan kilang, pengembangan
kilang, supply chain operation, procurement, serta kegiatan pendukung lainnya guna
mencapai target perusahaan di Refinery Unit VI.
Tugas pokok Senior Man. Op & Manufacturing adalah mengarahkan, memonitor, dan
mengevaluasi penyusunan rencana operasi kilang, kegiatan operasi kilang, assesment
15
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
kondisi peralatan, pemeliharaan turn around / overhoul, pemeliharaan rutin dan non-rutin,
pengadaan barang dan jasa, pengadaan bahan baku, intermedia, dan gas, penerimaan,
penyaluran, storage management, pengelolaan sistem akutansi arus minyak, dan operasional
HSE serta menunjukkan komitmen HSE dalam setiap aktivitas / proses bisnis agar kegiatan
operasi berjalan dengan lancar dan aman di Refinery Unit VI.
3. Production-I Manager
4. Production-II Manager
16
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
peralatan yang paling optimal, menjadi role model, dan menunjukkan komitmen HSE dalam
setiap aktivitas dan memenuhi HSE excellence di Refinery Unit.
Tugas pokok Maintenance Planning & Support Manager adalah mengarahkan, memonitor,
dan mengevaluasi kegiatan pemeliharaan serta menunjukkan komitmen HSE dalam setiap
aktivitas / process business peralatan kilang yang meliputi rencana strategi perusahaan,
pengelolaan mutu, strategi dan rencana dan kehandalan, assesment kondisi kilang, kegiatan
pemeliharaan, vendor management, anggaran, dan pemeliharaan data seluruh peralatan
kilang untuk memberikan jaminan kelayakan operasi peralatan sesuai peraturan pemerintah
dan / atau standar &code serta aspek HSE yang belaku agar peralatan dapat dioperasikan
sesuai jadwal untuk memenuhi target produksi yang direncanakan di RefineryUnit VI.
8. Reliability Manager
17
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Tugas pokok HSE Manager adalah mengarahkan, memonitor, dan mengevaluasi penerapan
aspek HSE di Refinery Unit VI yang meliputi penyusunan, sosialisasi & rekomendasi
kebijakan & STK HSE, identifikasi risiko HSE, mitigasi risiko HSE, peningkatan budaya
HSE, implementasi operasional program HSE, investigasi HSE, penyediaan peralatan dan
fasilitas HSE, HSE regulation&standard code compliance serta HSE audit agar kegiatan
pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat, pelestarian lingkungan, keselamatan dan
kesehatan kerja dapat tercapai sesuai dengan rencana dalam upaya mencapai HSE
excellence.
Tugas pokok Manager Finance adalah mengarahkan, memonitor, dan mengevaluasi proses
pengelolaan kinerja keuangan, pengelolaan Sistem Tata Kerja (SOP), Pengelolaan
penyusunan kebutuhan anggaran, pendanaan jangka pendek, kas dan bank untuk kebutuhan
kegiatan operasi.
Tugas pokok Manager Human Resource adalah mengarahkan, memonitor dan melakukan
verifikasi kebutuhan tenaga kerja, proses transfer pekerja, identifikasi LNA dan evaluasi
usulan pelatihan pekerja, pengelolaan hubungan industri (discipline & grievance) dan
penanganan kasus kasus yang terjadi, administrasi kompensasi, benefit, data pekerja,
merespon kebutuhan informasi dan pembinaan hubungan dengan RU-VI guna mendukung
operasionalisasi pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia yang optimal dalam
rangka pencapaian target perusahaan.
18
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Tugas pokok Manager Marine adalah memonitor dan mengevaluasi persiapan operasi kapal,
ship maintenance, sistem tata kerja port management, new port project, port management
activity dan marine services.
17. Manager IT
Tugas pokok Manager Legal adalah mengarahkan, memonitor dan mengevaluasi layanan
legal terkait kegiatan operasional Refinery Unit VI, melakasanakan penugasan khusus yang
diberikan oleh General Manager Refinery RU VI, Vice President Legal Counsel dan/ atau
Chief Legal Counsel & Compliance.
Tugas pokok Manager Medical adalah melayani kesehatan bagi pekerja, keluarga dan
pensiunan di Pertamina Hospital Balongan sesuai kebijakan perusahaan dan mutu pelayanan
kesehatan yang dapat dipertanggungjawabkan dan menjamin tertib administrasi Medis
Tugas pokok Manager Internal Audit adalah mengarahkan, memonitor dan mengevaluasi
rencana audit makro meliputi pemutakhiran makro risk assesment sehingga menghasilkan
Annual Plan, pengelolaan proses audit, konsultasi serta monitoring dan evaluasi tindak
lanjutnya sehingga mencapai tujuan pengawasan internal yang efektif dan efisien.
Terdapat tiga kategori bahan baku yang digunakan, yaitu: bahan baku utama yang berupa
minyak mentah (Crude Oil), bahan baku penunjang & aditif berupa bahan kimia, katalis, gas alam
dan resin, serta bahan baku sistem utilitas berupa air dan udara.
19
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Dalam prosesnya minyak mentah yang berasal dari Duri menghasilkan residu yang lebih
banyak dari pada minyak yang berasal dari Minas. Hal ini diakibatkan komponen yang
terkandung dalam Minyak Duri sebagian besar adalah senyawa hidrokarbon yang memiliki
rantai panjang. Spesifikasi minyak mentah Duri dan Minas dapat dilihat pada tabel berikut:
Spesifikasi
Analisis Satuan Nile
Duri Minas Jatibarang Arjuna Arzeri Mudi
Blend
SG pada 60/60
oF 0,9352 0,8568 0,8312 0,8441 0,8432 0,8621 0,82
API gravity 19,8 33,6 38,7 36,1 36,3 32,6 39,6
Viskositas
Kinematik
cSt
pada 50 oC 241,4 17,14 3,079 2,734 5 26,82 2,06
kadar air % vol 0,2 0,25 0,3 0,05 0,03 0,2 0,15
%
kadar sulfur 0,241 0,112 0,197 0,112 0,16 0,053 0,31
berat
air dan sedimen 0,2 0,3 0,3 0,05 0,2
basic nitrogen
total nitrogen 149
pour point 0C 33 30 18 -6.7 33 21,1
kandungan
Ptb 18 2 21 18 2 3,6 2
NaCl
%
kandungan abu 3 0,014 0,004 0,004 0,03 0,01
berat
RVP pada 100
Psi 0,008 2 5,2 5,1 3,4
0F
kandungan %
0,8 0,185 0,112 0,261 0,01 0,16
asphaltenes berat
%
kandungan wax 0,223 15,73 12,57 9,56 29,3
berat
CCR
(Conracson % 10,01 3,112 1,368 1,179 1,46 0,71
Carbon berat
Residue)
20
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
MCR (Micro
%
Carbon 7,185 4,4
berat
Residue)
TAN (Total %
1,458 0,123 0,059 0,269 0,4 0,1
Acid Number) berat
Cairan
Overhead 11-C-105 Menetralisasi HCl
Amonia
21
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Pemisahan
Kalgen Mengatasi
15-B-101, 15-E-104 A/B
kesadahan
Injeksi pada air dari cooling
Water untuk 16-E-103 A/B, Sebagai pencegah
Kurilex
E-104 Korosi
A/B, E-105 A/B, E-111 A/B
15/16/17/18 Katalis Oksidasi Sodium
18-A-202, 206
Mercaptide
11-V-101, 102, 103, 106,
Kaustik dan Mengikat H2S
18-V-102, 18-V-104
Anti Aliran Produk 18-V-102, Sebagai anti
Oksidan 18-V-104 oksidant
Preparasi larutan dilakukan
MDEA Mengikat H2S
pada 23-V-102
Injeksi pada kolom RCC
(24-C-201), kolom NH3
Mencegah
23/24 Anti Foam stripper
foaming
(24-C-102) dan aliran
masuk 23-C-101
24-V-302, 24-V-303, dan Menetralisasi
Soda
24-Z-301 kaustik
1. Monoethanol Amine (C2H4OH)NH2 : berfungsi untuk menyerap senyawa COS dan CS2
serta senyawa sulfur lainnya yang terdapat dalam fraksi C3.
2. Soda kaustik (NaOH), berfungsi untuk menetralisasi dan menaikkan pH raw water,
regenerasi resin di proses condensate degasser dan menyerap senyawa sulfur seperti H2S,
merkaptan COS, dan CS2.
3. Anti oksidan (C14H24N2), berfungsi untuk mencegah pembentukan gum (endapan yang
menggumpal) dalam produk naphta dan polygasoline. Pembentukan gum dapat
mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada filter atau karburator pada mesin bahan bakar
kendaraan atau mesin pengguna premium atau polygasoline.
4. Corrosion inhibitor, adalah asam karboksilat yang merupakan produk reaksi dalam
hidrokarbon alifatik dan aromatik atau garam amina dari asam fosfat dengan penambahan
solvent. Bahan kimia ini berfungsi mencegah terjadinya korosi pada overhead line 11-C-101,
mencegah korosi sepanjang cooling water, dan mengurangi laju korosi di over head
systemflash rectifier dengan pembentukan filming.
22
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
8. Sodium nitrat (NaCO3), berfungsi untuk menetralisir senyawa klorida yang dapat
menyebabkan korosi austentic stainles steel di permukaan tube heater.
9. Soda ash (Na2CO3), berfungsi untuk menetralisir senyawa klorida yang dapat
menyebabkan korosi austentic stainles steel di permukaan tube heater.
10. Trisodium phosphate (Na3PO4), berfungsi untuk menghindari fouling dan mengatur pH.
11. Clorine (Cl2), berfungsi sebagai desinfektan pada raw water dan mencegah terbentuknya
lumut atau kerak.
13. LPG odorant, untuk memberi bau sebagai detektor kebocoran LPG.
15-R-
Memecah rantai
15 Katalis UOP
hidrokarbon Panjang
101/102/103/104
23
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
E-315 Katalis
19 Menghilangkan
19-V-111
Propylene Metal
kandungan
Treater
Menjenuhkan senyawa
Katalis SHP H-
19-R-101 A/B diolefin menjadi
14171
monoolefin
Hidrogenasi untuk
Hydrogenator 22-R-101 melepas kandungan
sulfur
Sulphur Absorber 22-R-102 A/B Absorbsi H2S
High Temperature
Mengubah CO menjadi
Shift Converter type 22-R-103
CO2
C12-4
22
Hydrogen Reformer Mengubah gas alam
22-F-101
Catalyst menjadi H2
Anion Resin ASB-
Mereaksikan kation dan
1p & Kation Resin 22-V-105 A/B
anion
C-249
Lynde Adsorbent
Menyerap pengotor H2
Type LA22LAC- 22-V-109 A-M
(CO, CO2, N2, HC)
612, C-200F
Menyerap komponen
23 Karbon aktif 23-S-102 yang mengakibatkan
foaming
24
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Bahan baku Utilitas adalah bahan baku yang dibutuhkan di unit utilitas sebagai sarana
penunjang proses. Dalam proses Utilitas bahan baku yang dibutuhkan adalah air dan udara.
Air berasal dari Bendungan Salam Darma di Kabupaten Subang. Air ini sebelum digunakan
diolah terlebih dahulu sehingga bebas dari pengotor dan mineral. Air ini digunakan sebagai
pendingin, pemasok listrik umpan, pembangkit kukus, pemadam kebakaran, serta keperluan
kantor dan perumahan karyawan. Penggunaan air di RU VI Balongan disertai dengan proses
treatment air sisa proses. Hal ini bertujuan untuk mengolah air sisa proses seperti sour water
menjadi air proses kembali. Udara digunakan sebagai udara tekan serta untuk pembakaran
dan penyedia nitrogen. Udara tekan juga dapat digunakan untuk sistem kontrol pabrik dan
sebagai bahan pada unit penyedia nitogen.
a. Kerosen/Avtur
b. LPG
i. Propilen
j. Decant Oil
Produk-produk tersebut tidak hanya berasal dari satu unit produksi saja, melainkan
merupakan gabungan dari berbagai unit yang ada di RU I Balongan. Berikut adalah
spesifikasi dari produk-produk utama.
Batasan
Karakteristik Satuan
Min Max
25
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Titik asap Mm 15 -
Batasan
Karakteristik Satuan
Min Max
Komposisi:
C2 %vol - 0.8
C5 %vol - 2,0
Batasan
Karakteristik Satuan
Min Max
26
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Distilasi:
o
10% volume penguapan C - 74
o
50% volume penguapan C 75 125
o
90% volume penguapan C - 180
o
Titik didih akhir C - 215
27
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Batasan
Karakteristik Satuan
Min Max
Bilangan cetana:
Angka cetana 51
Indeks cetana 48
Distilasi:
o
90%vol max C - 340
o
95%vol max C - 360
o
Titik didih akhir C - 370
o
Titik nyala C 55 -
o
Titik tuang C - 18
Stabilitas oksidasi - 25
28
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
C4 wt ppm 5 max
H2 wt ppm 20 max
O2 wt ppm 1 max
29
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Batasan
Angka cetana 35 - - -
30
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Warna Kelas 6 - 6 -
2.6.2. Limbah
Industri minyak dan gas bumi umumnya menghasilkan limbah yang mengandung senyawa-
senyawa yang berbahaya seperti logam berat, sulfur, amin, serta senyawa hidrokarbon yang
mudah terbakar. Hal ini menuntu adanya proses pengolahan limbah lanjutan untuk
memastikan limbah yang dibuang ke lingkungan memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang
ditetapkan oleh pemerintah. PT Pertamina (Persero) RU VI Balongan sendiri menghasilkan
berbagai jenis limbah yang dapat di klasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu limbah cair, limbah
gas, dan limbah padatan. Dari ketiga jenis limbah tersebut, limbah cair adalah limbah yang
paling berpotensi untuk menyebabkan pencemaran lingkungan.
Tujuan utama pengolahan limbah cair adalah mengurangi kandungan BOD, partikel
tercampur, serta membunuh mikroorganisme patogen. Selain itu, pengolahan liimbah juga
berfungsi untuk menghilangkan bahan nutrisi, komponen beracun serta bahan tak
terdegradasi agar konsentrasinya lebih rendah. Untuk mendukung tujuan-tujuan tersebut,
maka dibangunlah sewage dan Effluent Water Treatment (EFT) atau yang biasa disebut
Waste Water Treatment (WWT) yang digunakan untuk pengolahan lanjutan limbah hasil
pengolahan pada unit Sour Water Stripper (SWS). Unit ini dirancang untuk memproses
buangan dari seluruh kegiatan proses pengolahan sesuai batas-batas yang ditetapkan pada air
bersih. Unit ini memiliki kapasitas 600 m3/jam dengan kecepatan keluaran didesain sesuai
kapasitas curah hujan yang terjadi di area proses dan utilitas yaitu sebesar 180 mm/hari.
Desain awal dari unit WWT adalah untuk mengolah air buangan proses yang terdiri dari dua
sistem pengolahan, yaitu:
31
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
DAF digunakan untuk memisahkan kandungan padatan dan area tangki. Pada proses ini
bahan yang diolah umumnya mempunyai kandungan minyak dan solid yang tinggi
namun memiliki kandungan COD dan BOD yang rendah. Air yang keluar DAF memiliki
spesifikasi kandungan minyak maksimum 25 ppm dan padatan maksimum 20 ppm.
ASU berfungsi untuk mengolah air buangan secara fisika, kimia, dan biologi dari unit
proses khususnya treated water keluaran unit SWS, air keluaran desalter CDU, GO-
HTU, RCC, dan sistem sanitasi pabrik. Air yang diolah umumnya mempunyai
kandungan ammoonia, COD, BOD, dan fenol. Sedangkan kandungan minyak dan solid
berasal dari air keluaran desalter.
Residue Catalytic Cracking Complex merupakan salah satu unit proses yang ada serta menjadi ciri
khas dari PT. Pertamina RU VI Balongan. Unit ini merupakan secondary proccess dalam industri
pengolahan minyak bumi. Unit ini mengolah residu atmosfir dari unit Crude Distillation Unit (CDU
unit 11) dan treated atmospheric residue dari unit Atmospheric Residue Hydridemetallization Unit
(AHU unit 12 dan unit 13). Produk dari unit ini sendiri berupa naptha, polygasoline, LPG, serta
mixbutane dan offgas yang menjadi feed untuk unit RCC Offgas to Polyprophylene Product (ROPP).
Dalam menjalankan proses nya secara optimal, unit RCC dibagi lagi menjadi 2 unit proses yaitu
Residue Catalytic Unit (RCU) dan Light End Unit (LEU).
Unit 15 ini berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (secondary processing) untuk
mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu yang merupakan campuran dari DMAR produk
ARHDM/AHU dan AR produk CDU dengan cara perengkahan memakai katalis. Residu crude
sebagai umpan RCC adalah campuran dari parafin, olefin, naphthene, dan aromatik yang sangat
kompleks, terdiri dari rangkaian fraksi mulai dari gasoline dalam jumlah kecil sampai fraksi berat
dengan jumlah atom C panjang.
Di dalam RCC terdapat reaktor, regenerator, catalyst condenser, main air blower, cyclone,
catalyst system, dan CO boiler. Unit ini berkaitan erat dengan Unsaturated Gas Plant Unit yang akan
mengelola produk puncak main column RCC Unit menjadi stabilized gasoline, LPG dan non
condensable lean gas.
32
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Produk bawah DCO dijual ke Jepang, dimanfaatkan untuk Independent Power Plant untuk
pembangkit listrik, dan digunakan untuk carbon black. Produk lainnya dikirim ke LEU untuk diolah
lebih lanjut.RCC dirancang untuk mengolah Treated Atmospheric Residue yang berasal dari unit
AHU dengan desain 29500 BPSD (35,5 % vol) dan Untreated Atmospheric Residu yang berasal dari
unit CDU dengan desain 53.000 BPSD (64,5 % vol). Kedua jenis residu ini kemudian
dicampur.Kapasitas terpasang adalah 83.000 BPSD.
Reaksi yang terjadi di unit ini adalah reaksi cracking (secara katalis dan thermal).Thermal
cracking terjadi melalui pembentukan radikal bebas, sedangkan catalytic cracking melalui
pembentukan ion carbonium tersier.Reaksi cracking merupakan reaksi eksotermis.Katalis yang
digunakan terdiri atas zeolit, silica, dan lain-lain.Salah satu fungsi bagian asam dari katalis adalah
untuk memecah molekul yang besar.
Langkah Proses:
1. Reactor-Regenerator System
Umpan untuk RCC unit ini disebut raw oi latau biasanya disebut reduced crude. Raw oil berasal
dari campuran Treated Atmospheric Residue (DMAR) dan Untreated Atmospheric Residu (AR)
yang berasal dari unit AHU, CDU, dan storage. Campuran tersebut dicampur di surge drum (15-
V-105) dengan syarat tertentu dan dipompakan ke riser sambil melewati beberapa heat exchanger
untuk dipanaskan oleh produk bottom main column dan produk bottom stripper. Kandungan
logam Ni, V, dan MCRT pada umpan harus dijaga dalam ambang batas karena logam-logam
tersebut akan menjadi racun dan perusak katalis RCC.
Sebelum mencapai riser, raw oil panas di-atomize (dikabutkan) oleh steam berdasarkan
perbedaan tekanan dan masuk ke dalam reaktor dengan metode tip and plug. Pada reaksi ini
diperlukan katalis. Katalis yang digunakan terdiri atas zeolit, silika, dan zat lain. Kontakan katalis
dengan feed dilakukan dengan cara mengangkat regenerated catalyst dari regenerator ke riser
33
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
menggunakan lift steam dan lift gas dari off-gas hasil Gas Concentration Unit. Lift gas juga
berfungsi sebagai nickel vasivator. Katalis kemudian kontak dengan minyak dan mempercepat
reaksi cracking, selain itu katalis juga memberikan panas pada hidrokarbon (raw oil) sehingga
lebih membantu mempercepat reaksi cracking yang terjadi. Katalis dan hidrokarbon naik ke
bagian atas riser karena kecepatan lift steam dan lift gas yang sangat tinggi. Aliran katalis ke riser
ini diatur untuk menjaga suhu reaktor.
Setelah reaksi terjadi di bagian atas riser (reaktor) maka katalis harus dipisahkan dari hidrokarbon
untuk mengurangi terjadinya secondary cracking sehingga rantai hidrokarbonnya menjadi lebih
kecil dan akhirnya membentuk coke. Pada bagian atas, sebagian besar katalis akan terpisah dari
atomized hidrocarbon dan jatuh ke seksi stripping, selain itu katalis juga dipisahkan pada cyclone
dekat reaktor dengan memanfaatkan gaya sentrifugal sehingga katalis terpisah dari atomized
hidrocarbon berdasarkan perbedaan densitasnya dan jatuh ke seksi stripping. Steam diinjeksikan
ke stripping untuk mengambil hidrokarbon yang masih menempel pada permukaan spent catalyst.
Atomized hidrocarbon yang terkumpul di plenum chamber keluar dari top riser mengalir ke main
column (15-C-101) pada seksi fraksinasi. Regenerator dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
atas dan bagian bawah. Dari stripping,spent catalyst turun ke regenerator (15-R-101) pada bagian
upper regenerator. Spent catalyst diregenerasi dengan membakar coke yang menempel pada
permukaan katalis dengan mengalirkan udara pada katalis.Coke terjadi akibat reaksi cracking dan
tidak bisa diambil oleh steam padastripping sehingga mengurangi aktivitas katalis. Pada bagian
upper regenerator terjadi partial combustion, dimana cokeakan dibakar menjadi CO. Coke yang
dibakar hanya 80%. Sedangkan pada bagian lower regenerator terjadi total combustion, dimana
semua sisa coke dibakar menjadi CO2.
Gas CO dari upper regenerator ini tidak langsung dibuang karena dapat mencemari lingkungan,
tetapi dibakar terlebih dahulu pada CO boiler menjadi CO2.Hal ini dilakukan dengan melewatkan
fuel gas yang mengandung CO tersebut ke dalam cyclone terlebih dahulu untuk mengambil
partikel katalis yang terikut.Tekanan fuel gas yang keluar dikurangi dengan memanfaatkan panas
hasil pembakaran CO menjadi CO2 dalam.CO boiler untuk memproduksi steam tekanan tinggi.
Biasanya electostatic presipitator digunakan untuk mengambil debu katalis yang masih ada
sebelum keluar dari stack, namun saat iniRCC belum dilengkapi alat tersebut.
Setelah dibakar di upper regenerator, katalis dialirkan ke lower regenerator. Aliran katalis ini
diatur untuk mengontrol level lower regenerator, temperatur lower regenerator slide valve, dan
catalyst cooler slide valve. Kelebihan udara dalam lower regenerator digunakan untuk membakar
cokeyang tersisa pada katalis dan diarahkan pembakarannya menjadi CO2. Katalis panas dari
lower generator dialirkan ke riser melalui regenerated slide valve untuk kembali beroperasi,
tetapi sebelumnya didinginkan dengan catalyst cooler terlebih dahulu. Catalyst cooler (15-V-
501) mengambil kelebihan panas dari regenerator oleh boiler feed water (BFW) dan diubah
menjadi steam.
Atomized hidrokarbon hasil reaksi cracking dialirkan dari reaktor ke column fractionator untuk
dipisahkan menjadi Decant Oil / Slurry Oil (DCO), Heavy Cycle Oil (HCO), Light Cycle Oil
(LCO), naphta, unstabilized gasoline, dan wet gas.Atomized hidrocarbon masuk ke bottom kolom
dan didinginkan sebelum pemisahan terjadi.
34
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Pendinginan ini dilakukan dengan sirkulasi sebagian DCO dari bottom kolom yang melalui steam
generator (15-E-104) dan beberapa heat exchanger.Sirkulasi DCO dingin dikembalikan ke kolom
sebagai refluks. Sebagian DCO masuk ke stripper untuk dipisahkan dari fasa gasnya, kemudian
melalui beberapaexchanger untuk memanaskan feed dan masuk ke tangki produk.
Dari seksi DCO terjadi penguapan / fraksinasi pertama, yaitu seksi HCO.HCO tidak diambil dan
hanya digunakan sebagai refluks pendingin, pengatur penguapan dan pemanas untuk raw oil
preheater dan debutanizer reboiler di dalam gas concentration section. HCO digunakan untuk
menjaga temperatur kolom bagian bawah tempat masuknya feed yang panas agar tetap dibawah
350oC sehingga mencegah terbentuknyacoke. Net HCO kadang-kadang diambil untuk bahan
bakar pada torch oil.
Dari seksi HCO, penguapan terus terjadi dan masuk ke seksi LCO. Sebagian produk LCOdikirim
ke sponge absorber dalam Gas Concentration Unit (Unit 16).LCO akan mengabsorp C3, C4, dan
beberapa C5 dan C6 yang terikut dari material sponge gas dan dikembalikan ke main column.
Kandungan CO diambil melalui LCO stripper column (15-C-103) untuk mengatur flash
point.Sebelum LCO masuk ke storage, panasnya digunakan untuk raw charge preheater, Gas
Concentration Unit, dan stripper reboiler debutanizer.
Produk atas main column lainnya adalah heavy naphta.Heavy naphta tidak diambil menjadi
produk sama halnya dengan HCO. Sirkulasi naphta digunakan dalam preheater umpan atau
peralatan penukar panas lain sebelum kembali ke kolom sebagai refluks. Sebelum kembali ke
kolom, heavy naphta ditambahkan wild naphta/heavy naphta dari GO HTU dan LCO HTU untuk
menambah naphta yang akan dihasilkan RCC pada seksi teratas kolom.
Light gas dan gasoline/naphta teruapkan melalui top column (seksi teratas) dan melewati
overhead condenser untuk dikondensasikan dan dipisahkan dalam (15-V-106) menjadi fraksi air,
fraksi minyak, dan fraksi gas. Sebagian dari unstabilized gasoline (fraksi minyak) dikirim kembali
ke main column sebagai refluks. Sebagian fraksi minyak dan fraksi gas dikirim ke gas
concerntration unit untuk di proses lebih lanjut, dan fraksi air dikirim ke unit Sour Water Sripper
(SWS Unit 24).
Unit LEU (Light End Unit) dibagi menjadi beberapa unit yaitu Unsaturated Gas Plant (Unit 16),
LPG Treatment (Unit 17), Gasoline Treatment Unit (Unit 18), Propylene Recovery Unit (Unit 19)
dan Catalytic Condensation Unit (Unit 20). Berkut ini adalah penjelasan untuk masing-masing
unit proses:
Unit 16 ini berfungsi untuk memisahkan produk atas kolom utama RCCU menjadi Stabilized
gasoline, LPG dan Non Condensable Lean Gas yang sebagian akan dipakai sebagai lift gas
sebelum mengalami treating di unit amine sebagai off gas. Unit ini menghasilkan sweetened fuel
gas yang dikirim ke Refinery Fuel Gas System untuk diproses lebih lanjut. Unit ini juga
menghasilkan untreated LPG yang akan diproses lebih lanjut di LPG Treatment Unit (Unit 17)
dan gasoline yang akan diproses lebih lanjut di Gasoline Treatment Unit (Unit 18).
35
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Overhead product dari RCU yaitu off gas (campuran metana, etana, dan H2S), LPG (campuran
+
propilen dan propana) serta naphta (campuran butana, butilena, dan C5 ) masuk ke dalam vessel
(15 V-106).Off gas akan dialirkan ke flare, fraksi ringan akan masuk ke vessel (16 V-101),
sementara fraksi minyak berat (lebih berat dari naphta) akan dipompa masuk ke dalam kolom
(16 C-101). Fraksi ringan dari (15-V-106) yang telah berada di (16-V-101) akan masuk ke dalam
WGC(Wet Gas Compressor) dua tingkat kemudian ke cooler sampai akhirnya masuk ke dalam
vessel (16-V-104).
Vessel (16-V-104) disebut juga High Pressure Receiver (HPR)yang berfungsi sebagai surge
drum, meredam perubahan yang diakibatkan proses, dan memisahkan lagi fraksi ringan hasil
pemisahan di (15-V-106) menjadi fraksi ringan dan fraksi berat. Fraksi ringannya (off gas dan
sebagian LPG) akan masuk ke bagian bawah primary absorber (16-C-101) sementara fraksi
beratnya (LPG dan naphta) akan dipompa masuk ke dalam stripper (16-C-103) setelah melalui
pemanasan oleh heat exchanger (16-E-108).
Di dalam HPR sudah terjadi pemisahan fraksi ringan dan fraksi beratnya, namun sejumlah off
gas dan LPG dalam fasa uap masih ada yang terdapat dalam fasa cair karena kurang sempurnanya
pemisahan dan tekanan tinggi, oleh karena itu perlu pemisahan lebih lanjut melalui stripper dan
debutanizer.
3. Seksi Stripper
Fungsi dari stripper adalah untuk menghilangkan C2 dan fraksi yang lebih ringan seperti H2 dan
H2S yang terkandung dalam fraksi minyak dari HPR. Dalam stripper tersebut, fraksi ringan yang
masih terikut dalam fraksi berat yang masuk akan dikembalikan ke dalam vessel (16-V-104),
sementara fraksi berat yang telah di stripped (LPG dan naphta) akan masuk ke dalam debutanizer
(16-C-104).
4. Seksi Debutanizer
36
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Fungsi debutanizer ini adalah untuk memisahkan untreated LPG dengan untreated
naphta/gasoline dengan cara melucuti butan (komponen berat LPG). Produk untreated gasoline
dari debutanizer dipakai sebagai pemanas kolom bawah debutanizer untuk mengangkat LPG dan
pemanas umpan stripper yang kemudian didinginkan untuk dialirkan ke Gasoline Treatment
(unit 18) dan sebagian dikembalikan ke primary absorber sebagai stabilized gasoline (gasoline
bebas LPG). LPG ditambahkan pada debutanizer receiver kemudian dipompakan ke debutanizer
sebagai refluks untuk mengurangi fraksi berat yang terikut pada LPG dan ke LPG Treatment
Unit (unit 17). Syarat keluaran LPG dari debutanizer adalah wet test > 95, sedangkan syarat
keluaran untreated gasoline adalah RVP < 9 Wet test menggambarkan jumlah pentan dan fraksi
yang lebih berat yang terikut di LPG, yang akan berwujud cair pada suhu kamar sehingga
merugikan konsumen. RVP menyatakan tekanan uap yang diakibatkan oleh fraksi ringan yang
terikut dalam untreated gasoline.
Fungsi dari primary absorber adalah untuk menyerap unsaturated C3 dan C4 (LPG) dalam aliran
gas HPR. Fraksi berat dari vessel (15-V-106) akan bergabung dengan fraksi ringan dari vessel
(16-V-104) dalam absorber (16-C-101) untuk diambil fraksi beratnya (LPG). Absorbent yang
digunakan adalah stabillized gasoline/naphta dari debutanizer. Karena mekanisme absorbsi
bersifat eksotermik dan akan terjadi lebih baik pada temperatur rendah, maka absorber dilengkapi
dengan intercooling dimana naphta sebagai absorbent didiginkan terlebih dahulu oleh chilled
water untuk meningkatkan perolehan LPG. Fraksi ringan dari absorber dialirkan ke dalam
spongeabsorber (16-C-102) agar lebih banyak fraksi berat yang terambil.Fraksi berat (LPG dan
naphta) dari primary absorber dikembalikan ke HPR untuk diproses lebih lanjut.
Fraksi ringan dari primary absorber dialirkan ke bawah secondary absorber atau sponge
absorber. Pada sponge absorber, fraksi berat lainnya seperti yang > C5 diambil dengan
menggunakan kontak langsung dengan larutan pengabsorb. Absorbent yang digunakan adalah
LCO (Light Cycle Oil) yang diperoleh dari main column RCC. Di dalam absorber ini terdapat
foul ring yang berfungsi untuk meningkatkan luas permukaan kontak antara fraksi yang akan di
serap dengan absorbent.
Fraksi ringan keluarannya akan masuk ke knock out drum dimana akan dipisahkan kembali fraksi
gas dan fraksi beratnya, fraksi ringannya dibawa ke unit amine, lift gas untuk RCC, dan offgas.
Sedangkan fraksi beratnya (LCO dan hidrokarbon > C5) dicampur fraksi berat (LCO dan
hidrokarbon > C5) dari sponge absorber dan dibawa ke main column RCC untuk di-recycle.
7. Seksi Amine
Fraksi ringan dari knock out drum (16-V-105) masuk ke amine absorber untuk dihilangkan
kandungan H2Snya. Treated off-gas dialirkan ke unsaturated treated gas knock out drum dan
kemudian dialirkan ke fuel gas system. Amine yang terbawa dikeluarkan dan masuk ke aliran
rich amine.
Unit 18 berfungsi untuk mengolah produk napthta dari Unsaturated Gas Plant menjadi produksi
yang memenuhi standar kualitas komponen blending premium. Produk yang dihasilkan berupa
37
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Unit Gasoline Treatment ini dirancang untuk memproses sebanyak 47500 BPSD Untreated
RCC Gasoline yang dihasilkan oleh unit RCC.Unit ini dirancang dapat beroperasi pada
penurunan kapasitas hingga 50 %.
Untreated RCC Gasoline (RCCG) mengalir ke dalam sistem caustic treating sebanyak 47500
BPSD yang terbagi dua secara paralel. Udara untuk oksidasi diinjeksikan di bagian upstream
fiber film contractor (FFC) melewati air sparger. RCCG selanjutnya mengalir melewati tahapan
ekstraksi merkaptan di bagian puncak FFC, dimana akan terjadi kontak dengan bahan-bahan
film yang telah dibasahi dengan caustic yang berasal dari pompa recycle caustic. Banyaknya
aliran sirkulasi caustic kira-kira 20% volume dari aliran untreated RCCG. Pemisahan antara
fase RCCG dengan caustic terjadi di separator. Hidrokarbon dan larutan caustic mengalir ke
bawah terjadi ekstraksi H2S dan oksidasi merkaptan.
Unit 19 berfungsi untuk menghasilkan High Purity Propylene selain propana dan campuran
butana, dengan saturated LPG dari treater sebagai umpan. Fungsi utama dari unit ini adalah
memisahkan mixed butane dan memproses LPG C3 dan C4 dari gas concentration unit untuk
mendapatkan produk propilene dengan kemurnian yang tinggi (99,6%). Produk lain yang
dihasilkan dari unit ini adalah propan dan campuran butane/butilen yang kemudian akan
dialirkan ke Catalitic Condensation Unit (Unit 20).
38
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Proses yang digunakan dalam unit ini untuk menjenuhkan senyawa diolefin menjadi monolefin
adalah Selective Hydrogenation Processes (SHP) Reaksi kimia SHP ini berlangsung dalam
kondisi fase cair dalam fixed bed catalyst dengan jumlah H2 yang digunakan hanya secukupnya.
Jenis kontaminan yang harus dihilangkan dari aliran produk adalah Carbonyl sulfide (COS) yang
terbentuk dari sisa-sisa sulfur yang masih terkandung dalam natural gas dalam RCC unit.
Untuk Menghilangkan COS dari LPG, digunakan Mono Ethanol Amine (MEA) dan NaOH
dengan reaksi sebagai berikut:
Unit ini mampu menghasilkan propylene sebesar 7.150 BPSD atau 82776 kg/hr atau 146,9 m3/hr.
Feed Propylene Recovery Unit ini adalah Treated LPG (Liquid Petroleum Gas) yang berasal
dari LPG treatment Unit (unit 17). Feed dipompakan ke C3/C4 splitter (19-C-101) pada suhu
38oC dan tekanan 12,3 kg/cm2g. Sebelum masuk ke C3/C4 Splitter, feed dipanaskan sampai suhu
69,7oC oleh Splitter Feed/Bottom Exchanger (19-E-101).
Pada C3/C4Splitter (19-C-101) akan dipisahkan antara mixed C3 pada bagian atas dan mixed C4
pada bagian bawah. Mixed C4 yang terbentuk di bottom C3/C4Splitter (19-C-101) sebagian
dipanaskan di C3/C4 Splitter Reboiler dan sebagian lagi dikirim ke Catalytic Condensation Unit
39
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
(Unit 20). Namun sebelumnya mixed C4 ini akan mengalami penurunan suhu secara bertahap di
Splitter Feed/Bottom Exchanger (19-E-101) dari 107,3 oC ke 64 oC kemudian di C3/C4 Splitter
Net Bottom Cooler (19-E-104) sampai suhu 36,7 oC. Jika mixed C4 masih tersisa, maka dikirim
ke tangki penampungan. Sebagai pemanas di C3/C4Splitter Reboiler selain dari mixed C4 juga
naptha yang merupakan produk dari RCC (Residue Catalytic Cracker) Unit (unit 15) yang
dialirkan melalui pompa (15-P-109 AB).
Uap yang terbentuk di bagian overhead masuk ke C3/C4 Splitter Condenser (19-E-102) pada suhu
48,9 oC, sedangkankondensat yang terbentuk masuk ke C3/C4 Splitter Receiver (19-V-101).
Sebagian mixed C3 direfluks ke C3/C4 Splitter (19-C-101) melalui pompa (19-P-102 A/B). Mixed
C3 bersih dialirkan ke Solvent Settler (19-V-103) oleh pompa (19-P-102 A/B).
Pada Solvent Settler (19-V-103), mixed C3 dihilangkan kandungan sulfurnya yang biasa disebut
COS (Carbonyl Sulphide). Solvent yang digunakan adalah campuran dari 20oBe caustic dan MEA
(Mono Ethanol Amin). Spent caustic ini berasal dari Catalytic Condensation Unit (unit 20) dan
ditampung di Caustic Degassing Drum (19-V-105). Kemudian solvent mengalir dari bawah
solvent settler (19-V-103) untuk disirkulasikan kembali dengan mixed C3. Kecepatan alir dari
solvent diatur mendekati 15 % dari kecepatan alir LPG (Liquid Petroleum Gas). Secara periodik
kebutuhan solvent diganti. Kemudian spent caustic / MEA (Mono Ethanol Amine) dipompa keluar
ke Water Degassing Drum (19-V-106) melalui pompa 19-P-113 yang selanjutnya dikirim ke Sour
Water Stripper Unit (unit 24).
Dari Solvent Settler (19-V-103), mixed C3 dikirim ke Wash Water Column (19-C-103) untuk
dikontakkan dengan larutan phospat dari arah berlawanan (counter current). Produk atas kolom
ini dipisahkan airnya pada sand filter (19-S-101), sedangkan produk bottom sebagian di-recycle
dan sebagian lagi ditampung di water degassingdrum (19-V-106) untuk kemudian dikirim ke unit
24 (Sour Water Stripper Unit). Mixed C3 dari sand filter dikeringkan airnya di C3 Feed Driers
(19-V-104 A/B). Keluaran C3 Feed Driers (19-V-104 A/B) tersebut diperiksa kadar moisture-nya
untuk keperluan regenerasi drier.
Dari C3 Feed Drier (19-V-104 A/B), mixed C3 yang tidak mengandung air dikirim ke C3 Splitter
(19-C-102). Mixed C3 masuk ke C3 Splitter (19-C-102) pada satu dari tiga Feed Nozzle dengan
dikontrol tekanannya untuk mendapatkan kondisi yang diinginkan. Pada C3 Splitter (19-C-102)
dipisahkan antara propane dan propylene. Uap propylene terbentuk di bagian atas overhead dan
propane di bottom. Propane yang dihasilkan dikirim ke tangki penampungan menggunakan
pompa (19-P-103 A/B), sedangkan propylene masuk ke C3 Splitter Flash Drum (19-V- 102).
Sebagian propylene direfluks dan sebagian lagi dikompresikan oleh C3 Splitter Heat Pump
Compressor (19-K-111) untuk memanaskan propana di C3 Splitter Reboiler. Propylene kemudian
dialirkan ke COS Removal melalui pompa 19-P-105 A/B untuk dipisahkan kandungan COS-nya
(Carbonyl Sulphide). Selanjutnya propylene dialirkan ke Propylene Metals Treater (19-V-111)
untuk memisahkan logam (arsin, phospin dan logam lainnya) agar memenuhi spesifikasi produk
yang diinginkan.
Dari metal treater, propylene dimasukkan ke reaktor SHP (Selective Hydrogenation Process)
Reactor (19-R-101 A/B) untuk mengubah kandungan diane dan acetylene yang ada menjadi mono
olefin guna memenuhi persyaratan produksi. Propylene keluaran reaktor didinginkan dan dikirim
ke tangki penampungan dengan dilengkapi analisa kandungan propane. Namun sampai saat ini
reaktor SHP (Selective Hydrogenation Process) Reactor (19-R-101 A/B) tidak digunakan karena
40
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
tidak terdapat diene dan acetylene pada produk propylene sehingga produk propylene yang telah
dihilangkan metalnya di Metals Treater (19-V-111) langsung ditampung di tangki penampungan.
Catalytic condensation (Unit 20) merupakan suatu reaksi alkilasi dan polimerisasi dari
senyawa olefin menjadi produk dengan fraksi tinggi dengan katalis Solid Phosporus Acid. Unit ini
berfungsi untuk mengolah campuran butane/butilenedari Propylene Recovery Unit (Unit 19)
menjadi gasoline dengan angka oktan yang tinggi.Unit ini berkapasitas 13.000 BPSD dengan tiga
reaktor paralel.
Selain butan, produk yang dihasilkan dari unit ini adalah gasoline dengan berat molekul
tinggi yang disebut polygasoline. Produk polygasoline ini dibentuk dari campuran senyawa-senyawa
C4 tak jenuh (butilen) dan butan dari RCC Complex dengan proses UOP.
Reaksinya:
CH3 CH3
41
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
a. Seksi Reaktor
UOP catalytic merupakan salah satu unit yang dirancang UOP untuk memproses
Unsaturated Mixed Butan dari unit-unit RCC complex. Feed campuran butane/butilene dari
Propylene Recovery Unit masuk ke wash water column untuk dicuci dengan larutan fosfat
secara counter current untuk memudahkan reaksi (katalis) dan menghilangkan kotoran.
Wash water sebagian disirkulasi dan sisanya dibuang. Campuran butana bersama aliran
rectifier dipompakan ke tiga reaktor yang dipasang secara paralel. Pada reaktor terjadi
reaksi isomerisasi (membentuk isobutan dan isobutilen) dan alkilas.
b. Seksi Rectification
Hasil reaktor disaring oleh filter untuk mencegah katalis padat terikut dalam produk.
Effluent-nya masuk ke flash rectifier. Di dalam rectifier ini, effluent dipisahkan dengan cara
penguapan menghasilkan saturated LPG, polygasoline, dan unreactedfeed sebagai hasil
bawah. Sedangkan hasil atasnya berupa uap butilen dan butan yang dialirkan ke rectifier
receiver untuk dijadikan kondensat seluruhnya. Kondensat yang terbentuk sebagian
dikembalikan ke flash rectifier sebagai refluks dan sebagian sebagai produk recycle untuk
kembali direaksikan pada reaktor. Hasil bawah flash rectifier masuk ke stabilizer.
c. Seksi stabilizer
Umpan masuk ke tray 16 dari 30 tray, dimana pada seksi ini terjadi pemisahan secara
distilasi. Hasil atas berupa LPG butana kemudian masuk ke stabilizer receiver dan
dihilangkan airnya dengan water boot. Kondensat yang ada sebagian dikembalikan ke
stabilizer dan sebagian dialirkan ke caustic wash (untuk menyerap senyawa sulfur)
kemudian dialirkan ke sand filter (untuk menyaring padatan natrium) dan selanjutnya
dimasukkan ke storage. Produk bawahnya berupa polygasoline didinginkan sebelum masuk
ke tangki penyimpanan.
Dalam operasi suatu pabrik kimia, pengendalian proses merupakan salah satu komponen penting
didalamnya. Pengendalian proses ada untuk menekan pengaruh dari gangguan, menjamin kestabilan
proses kimia, dan mengoptimalkan kerja proses. Sistem pengendalian proses senddiri dapat dibagi
menjadi feedback, feedforward dan gabungan dari keduanya. Dari ketiga jenis pengendalian proses
tersebut, feedback merupakan jenis pengendalian proses yang relatif paling ramah danmudah
digunakan dalam unit dinamika proses. Dinamika proses yang diatur sendiri bermacam-macam
tergantung dari variabel yang ingin dikontrol seperti laju alir, tinggi level cairan, tekanan, pH,
densitas, temperatur, konsenterasi zat, dan lain-lain. Pengendali sistem yang terdiri dari Proporsional
(P), Proposional-Integral (PI), dan Proporsional-Integral-Derivatif (PID) masing-masing
memerlukan parameter pengendalian yang disesuaikan dengan karakteristik dinamika proses yang
diperlukan.
Di RU VI Balongan, pengendalian dilakukan dengan cara mengubah data proses di plant ke dalam
sinyal analog berupa besaran elektrik menggunakan transducer. Sinyal tersebut kemudian dikirim ke
ruang kendali atau biasa disebut Distributed Control System dengan transmitter. DCS dengan
penerapan dari micro computerdalam sistem instrumentasi industri dan digunakan untuk
memantau variabel proses pada plant. Alat ini digunakan untuk mengontrol proses dalam
skala menengah sampai besar. Proses yang dikontrol berupa proses yang berjalan secara
42
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
kontinyu dan secara tertutup/batch. DCS dirancang dengan prosesor berkemampuan tinggi
dan handal agar komputer dapat mendukung sistem secara penuh serta tampa miss dan lag.
Untuk memudahkan penggunaan, DCS menyertakan tampilan/grafik kepada pegguna
melalui perangkat lunak untuk konfigurasi kontrol. Hal ini akan memudahkan pengguna
dalam merancang dan mengembangkan aplikasi. DCS juga dapat bekerja untuk stu atau lebih
komputer serta dapat di konfigurasikan secara offline.
Salah satu conttoh pengendalian proses adalah pada unit C3 splitter 19-C-102. Kntrol operasi
19-C-102 dilakukan dengan dua cara, dengan panas yang masuk ke reboiler dan temperatur dari tray
bagian atas. Tujuan dari sistem kontrol ini yaitu untuk mencegah propana berlebih yang
diperbolehkan di produk propilen. Untuk mendapatkan kondisi operasi yang baik, tekanan campuran
C3 yang masuk ke 19-C-102 ditahn tetap pada 11 kg/cm2 menggunakan pressure control 19-PRC-
012 yang dilengkapi alarm low. Pada overhead 19-C-102 juga dilengkapi pengaman 19-PSV-010
A/B dengan tetapan pressure pada angka 16,8 kg/cm2g.
43
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
BAB III
PT. Pertamina (Persero) RU VI Balongan didesain khusus untuk mengolah minyak mentah jenis
super heavy crude oil. Pengolahan minyak bumi jenis ini memerlukan proses pengolahan
lanjutan atau second proccessing. Atmospheric residue yang dihasilkan dari pengolahan distilasi
atmosfir dengan bahan baku super heavy crude oil umumnya sangan besar, bahkan mencapai
diatas 50% dari massa feed masuk. Untuk itu, Pertamina RU VI Balongan memiliki unit second
proccessing yang bernama Residue Catalytic Cracker Complex (RCCC). Unit ini sendiri dibagi
menjadi dua unit proses utama, yaitu Residuual Catalytic Unit (RCU) dam Light End Unit
(LEU). Selanjutnya, LEU sendiri dibagi menjadi empat unit, diantaranya adalah Propylene
Recover Unit (PRU). Unit ini berfungsi untuk mendapatkan propilen dengan kemurnian tinggi
(minimum 99,6%).
Propilen didapatkan dari proses distilasi yang berlangsung pada kolom unit PRU. Terdapat tiga
kolom distilasi pada unit ini, yaitu C3/C4 Splitter (19-C-101), C3 Splitter (19-C-102), dan Wash
Column (19-C-103). Unit yang berfungsi untuk memisahkan propilen adalah 19-C-102. Desain
kolom yang tepat diperlukan untuk memperoleh produk yang memiliki kemurnian propilen
sangat tinggi (minimum 99,6%). Namun, komposisi umpan yang dapat berubah bergantung
keadaan juga menuntut kolom harus mampu berkerja secara fleksibel. Kolom distilasi yang di
desain fleksibel terhadap umpan tertentu akan menyebabkan perubahan efisiensi dari desain
awal. Pengaruh perubahan kondisi operasi menjadi hal yang menarik untuk dipelajari.
Kolom distilasi atau fraksinator merupakan salah satu komponen terpenting di LEU. Kolom
distilasi umumnya didesain untuk kondisi operasi yang spesifik. Namun, keadaan yang tidak
selalu konstan dan ideal memaksa RU VI Balongan untuk mengubah komposisi umpan.
Perubahan kondisi operasi akan memengaruhi kinerja tray pada kolom distilasi. Sehingga
evaluasi kolom distilasi diperlukan untuk menentukan performa dari kolom distilasi yang telah
ada.
Kolom C3 Splitter 19-C-102 didesain sedemikian rupa sehingga dapat bersifat fleksibel. Sifat
fleksibelitas ini didapatkan dari adanya tiga cabang aliran umpan ke kolom. Kolom 19-C-102
terdiri dari 182 tray dengan aliran umpan pada tray 122, 136, dan 145. Jadi, jika ada perubahan
komposisi umpan maka dapat dilakukan analisis pada kolom dan ditentukan aliran umpan
melalui masukan tray mana yang tepat.
Evaluasi pada kolom C3 Splitter 19-C-102 unit LEU RU VI Balongan memiliki tujuan untuk
menentukan aliran umpan yang cara menentukan efisiensi kolom aktual dari kondisi operasi
aktual serta menentukan beban panas kondensor dan reboiler. Evaluasi kolom ini dibatasi pada
efisiensi dan tahapan masuk umpan. Selain itu, senyawa-senyawa selain propana dan propilen
diabaikan.
44
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
BAB IV
Pengerjaan laporan kerja praktik ini secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama. Tahap
pertama adalah pembuatan kurva kesetimbangan dua fasa antara propana dan propilen. Tahap
kedua adalah pengumpulan data. Tahap ketiga adalah perhitungan dan pengolahan data. Secara
garis besar, pembuatan laporan kerja praktik ditampilkan pada 4.1 dibawah ini.
Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam mengevaluasi kolom distilasi 19-C-102 didapat dari Proccess Flow
Diagram (PFD). Diantara beberapa data yang diperlukan adalah data feed masuk, produk atas, serta
jumlah tray kolom. Selain itu, senyawa-senyawa yang terkandung selain dari propana dan propilen
diabaikan agar kurva kesetimbangan dua fasa antara propana dan propilen. Tujuan dari pengabaian
senyawa lain bermaksud untuk memudahkan perhitungan efisiensi kolom. Selain itu, propana (-
42oC) merupakan senyawa dengan titik didih paling mendekati propilen (-47,6oC). Sehingga
senyawa-senyawa lain dengan titik didih dibawah titik didih propana akan terikut menjadi produk
bawah. Sedangkan propilen dijadikan sebagai light key dan propana sebagai heavy key dari produk
kolom.
4.1. Pembuatan Kurva Kesetimbangan Dua Fasa antara Propana dan Propilen
Pembuatan kurva kesetimbangan dua fasa memerlukan bantuan perangkat lunak seperti Honeywell
UNISIM R460.1 dan Microsoft Excell. Data yang diperlukan untuk membua kurva kesetimbangan
adalah bubble point dan dew point juga diperoleh dengan bantuan software Honeywell UNISIM
R460.1. Tekanan yang telah diperoleh sebesar 11,8 kg/cm2 gauge kemudian digunakan untuk
memvariasikan komposisi propana dan propilen untuk mendapat bubble point dan dew point. Bubble
point dan dew point ini kemudian diplot terhadap komposisi propilen sehingga didapat diagram
kesetimbangan dua fasa T-x,y.
Diagram kesetimbangan dua fasa T-x,y diplot kembali supaya menjadi diagram kesetimbangan dua
fasa x,y. Grafik bubble point dan dew point yang telah didapatkan pada diagram kesetimbangan dua
fasa T-x,y dicari persamaanya. Setelah didapat persamaan garis bubble point dan dew point maka
dapat dicari hubungan y terhadap x pada temperatur yang sama. Temperatur yang sama dimasukkan
45
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
pada persamaan garis bubble point dan dew point sehingga didapat nilai x dan y. Tiap nilai y dan x
pada temperatur yang sama kemudian di plot sehingga didapat diagram kesetimbangan dua fasa x-y.
Untuk menghitung efisiensi tray, maka dibutuhkan data komposisi umpan, produk atas, dan produk
bawah. Dengan diketahui data komposisi umpan dan produk atas maka komposisi produk bawah
dapat dicari dengan persammaan neraca komponen sederhana sebagai berikut.
Langkah selanjutna setelah didapatkan komposisi umpan, produk atas, dan produk bawah adalah
mencari tahapan atau tray ayng dibutuhkan pada efisiensi tray 100%. Cara menentukan jumlah tahap
pada efisiensi tray 100% adalah dengan menggunakan kondisi full reflux. Dengan diagram
kesetimbangan dua fasa x-y yang telah didapatkan, garis digambar dari titik garis operasi pada
komposisi xD ke garis kesetimbangan secara horizontal. Garis horizontal ini berarti satu tahap
kesetimbangan. Setelah itu, garis ditarik lagi dari perpotongan yang didapatkan pada garis
kesetimbangan ke garis operasi secara vertikal. Kemudian garis ditarik lagi secara horizontal ke garis
kesetimbangan. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga mencapai titik xB. Jumlah tray kemudian
dapat dihitung dengan menghitung garis horizontal yang ada (garis kesetimbangan).
Jumlah tray yang didapatkan adalah jumlah tray teoritis atau jumlah tray saat kondisi full reflux.
Jumlah tray teoritis ini kemudian dibandingkan dengan jumlah tray aktual sehingga didapatkan
efisiensi tray. Efisiensi tray dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 aktual
η= × 100%
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 dengan keadaan full reflux
efisiensi yang didapatkan kemudian digunakan pada garis vertikal pada penentuan jumlah tray. garis
vertikal yang seharusnya hingga mencapai garis operasi diganti sehingga garis vertikal hanya sebesar
efisiensi yang didapakan. Dengan cara yang sama dengan penentuan tahap kesetmbangan maka akan
didapatkan jumlah tray aktual.
Efisiensi tray didapatkan dengan membandingkan jumlah tray teoritis dengan tray aktual. Tray
teorities didapatkan dari diagram kesetimbangan dua fasa x-y pada keaadaan full reflux. Jumlah tray
teoritis yag didapat adalah 84 dapat dilihat pada gambar 4.2.
46
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Jumlah tray teoritis dibandingkan dengan jumlah tray aktual sehingga dapat dicari efisiensi tray
sebagai berikut:
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 aktual 84
η= × 100% = × 100% = 46,15
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 dengan keadaan full reflux 182
Pada keaadaan aktual, kesetimbangan sangat susah dicapai. Hal-hal yang memengaruhi efisiensi tray
menurut metode AIChE antara lain adalah karakteristik perpindahan panas dari fasa cair ke fasa uap,
parameter desain dari tray, laju alir dari uap dan cairan, dan derajat ketercampuran tray. Namun,
metode AIChE hanya dibatasi untuk bubble-cap plate.
Efisiensi tray sendiri biasa digunakan untuk menentukan jumlah tray aktual yang seharusnya
digunakan. Faktor-faktor desain seperti jarak antar tray, tipe tray yang digunakanm dan dimensi
kolom akan sangat memengaruhi efisiensi. Namun, tugas yang diberikan dalam kerja praktik ini
adalah mencari efisiensi dari data yang sudah ada sehingnga hanya perlu membandingkan antara
kondisi teoritis dan kondisi aktual.
Stage kesetimbangan yang didapatkan pada garis kesetimbangan kemudian digunakan untuk
menentukan dimana letak stage tempat feed masuk. Data yang digunakan untuk menentukan stage
tersebut adalah stage kesetimbangan aktual pada diagram x-y dan data umpan masuk.
Selain komposisi feed masuk, data suhu feed juga diperlukan dalam penentuan pada stage keberapa
feed masuk. Suhu feed digunakan untuk menentukan panas laten yang dibutuhkan untuk menguapkan
satu mol feed yang kemudian digunakan untuk menentukan gradien atau slope garis q. Sedangkan,
komposisi umpan (zf) digunakan untuk menentukan titik mulai garis q pada garis operasi. Tahap
umpan masuk ditentukan dari tahap di bawah perpotongan garis q dan kurva kesetimbangan.
47
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Pemilihan lokasi feed yang tepat sangat peting dalam mengoptimasi performa kolom. Pemilihan
lokasi umpan pada kolom distilasi yang kurang tepat akan mengurangi performa kolom. Hal ini akan
mengakibatkan menurunnya kualitas produk atau produk yang dikehendaki tidak sesuai spesifikasi.
Lokasi feed yang ideal diumpankan kebagian kolom distilasi dimana komposisi cairan pada kolom
distilasi hampir sama dengan komposisi aliran feed. Pada operasi kolom distilasi, komposisi feed
sering berubah dari kondisi desain awal. Hal ini dapat menyebabkan peredaan yang
signifikan yang mengakibatkan lokasi umpan yang tidak optimal. Jadi evaluasi lokasi feed
merupakan tahap penting dalam optimasi kolom distilasi.
Dengan didapatkannya efisiensi tray dari gambar 4.2, maka tahap umpan masuk dapat diprediksi
menggunakan garis q dan kurva keseeetimbangan dua fasa dengan efisiensi stage 53%. Kolom 19-
C-102 sendiri dirancang agar dapat menyesuaikan kondisi komposisi feed yang masuk ke kolom.
Kolom 19-C-102 sendiri memiliki tiga tempat feed masuk yang optional. Dari ketiga tempat tersebut
kemudian dipilih satu tempat yang paling mendekati hasil perhitungan. Hasil pengolahan data untuk
menentukan lokasi feed dapat dilihat pada gambar 4.3.
Lokasi feed yang optimal didapatkan pada tray 140 berdasarkan gambar 4.3. pilihan lokasi aktual
kolom 19-C-102 ada tiga, yaitu tray 122, 136, dan 145. Oleh karena mengambil lokasi tray terdekat,
maka lokasi umpan aktual yang dipilih berdasarkan feed yang digunakan pada saat pengambilan data
adalah pada tray 136.
Kondensor dan reboiler yang digunakan pada kolom 19-C-102 merupakan jenis full
condensor dan full reboiler. Suhu keluaran atas kolom dan bawah kolom didapatkan dari
48
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
stage kesetimbangan pada diagram dua fasa T-x,y sehingga beban panas kondensor dan
reboiler dapat dihitung. Dengan bantuan perangkat lunak Honeywell Unisim R.460.1,
entalpi aliran dapat diperoleh sehingga dapat dihitung beban kondensor menggunakan
neraca energi..
Beban panas kondensor
= H masukan kondensor − H keluaran kondensor
mol
Beban panas 𝑟𝑒𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟
= H masukan 𝑟𝑒𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟 − H keluaran 𝑟𝑒𝑏𝑜𝑖𝑙𝑒𝑟
mol
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan ini adalah efisiensi kondensor dan reboiler
sebesar 100% sehingga persamaan neraca energi di atas dapat digunakan. Selain itu, keluaran
kondensor diasumsikan berupa saturated liquid dan keluaran reboiler diasumsikan berupa
saturated vapor.
Hasil perhitungan beban panas kondensor dan reboiler ditampilkan pada tabel 4.1.
Beban panas kondensor dan reboiler pada tabel 4.1 ditentukan dari hasil pengolahan data
pada diagram kesetimbangan dua fasa T-x,y. Namun, beban panas hasil perhitungan
merupakan asumsi dari efisiensi kondensor dan reboiler sebesar 100%. Seharusnya,
efisiensi ditentukan dari data medium penukar panas yang digunakan.
49
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
BAB V
TINJAUAN TEORITIS
5.1. Kesetimbangan Uap-Cair
Kesetimbangan adalah kondisi dimana suatu sistem tidak mengalami perubahan sifat makroskopis
dengan berubahnya waktu. Sebuah sistem terisolasi yang terdiri dari fasa uap dan fasa cair
didalamnya dan mengalami kesetimbangan dinamakan kesetimbangan uap-cair. Meskipun tidak
teramati secara kasat mata, molekul pada saaat kesetimbangan saling bertukar di antara kedua fasa
dalam jumlah yang sama sehingga tidak terjadi perubahan komposisi.
Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan uap-cair adalah tekanan, temperatur, serta fraksi cair
dan fraksi uap komponen penyususnnya. Komponen yang mengalami kesetimbangan uap-cair dapat
tersusun lebih dari dua komponen. Korelasi antar komponen tersebut didapatkan melalui percobaan
yang dibuat menjadi suatu model yang berlaku pada suatu kondisi tertentu seperti Hukum Raoult dan
Hukum Dalton.
Hukum Raoult adalah hukum yang dicetuskan oleh Francois M. van Raoult untuk mempelajari sifat
tekanan uap larutan yang mengandung zat pelarut yang bersifat nonvolatile. Bunyi dari hukum sifat
Raoult adalah “tekanan uap larutan ideal dipengaruhi oleh tekanan uap pelarut dan fraksi mol zat
terlarut yang terkadung dalam larutan tersebut”. Secara sistematis, hukum Raoult untuk satu
komponen dalam larutan ideal ditulis sebagai berikut:
Pi = Pi* × xi
Keterangan :
Pi = tekanan uap parsial komponen i pada campuran gas
Pi* = tekanan uap komponen murni i
xi = fraksi mol komponen i dalam campuran
Hukum Dalton adalah hukum yang dicetuskan oleh tokoh fisikia bernama John Dalton. Hukum ini
menyatakan bahwa apabila dua unsur bereaksi membentuk dua atau lebih senyawa maka
perbandingan berat salah satu unsur yang bereaksi dengan berat tertentu dari unsur yang lain pada
kedua senyawa selalu merupakan perbandingan bilangan bulat sederhana. Misalnya karbon bereaksi
dengan oksigen membentuk karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO). Jika jumlah karbon
yng bereaksi pada masing-masing adalah satu gram, maka diamati bahwa pada karbonmonoksida
yang terbentuk terdapat 1,33 gram oksigen pada CO dan 2,67 gram pada CO2. Perbandingan massa
oksigen mendekati 2:1 yang merupakan perbandingan bilangan bulat sederhana.
Ketika komponen dalam campuran telah mencapai kesetimbangan, total tekanan uap pada campuran
dapat ditentukan dengan mengabungkan Hukum Raoult dengan hukum Dalton menjadi
p = pA*·xA + pB*·xB + ....
Hukum Raoult sangat penting untuk mempelajari sifat karakteristik fisik dari larutan seperti
menghitung jumlah molekul dan memprediksi massa molar suatu zat.
Oleh karena muncullnya kebutuhan akan komponen-komponen yang berada pada sistem
kesetimbangan uap-cair, maka dibuatlah berbagai macam teknik atau pemisahan. Pemisahan
bertujuan untuk memisahkan suatu campuran menjadi dua atau lebih campuran yang berbeda
sifatnya atau bahkan menjadi komponen-komponen penyusunnya melalui fenomena transfer massa.
Proses ii brlangsung berdasarkan perbedaan sifat kimia dan sifat fisik dari komponen-komponen
penyusunnya. Salah satu proses pemisahan yang sering digunakan proses industri adalah distilasi.
50
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
5.2. Distilasi
Distilasi merupakan salah satu proses pemisahan yang menggunakan panas sebagai separating
agent. Komponen dari campuran akan terpisah berdasarkan titik didihnya sehingga variabel yang
diubah pada distilasi adalah suhu. Feed distilasi sendiri dapat berupa senyawa berfase cair dan gas.
Variabel yang dibuat tetap pada distilasi adalah tekanan.
Distilasi dibagi menjadi dua kategori utama yaitu batch dan distilasi kontinyu. Distilasi batch
adalah proses distilasi yang dilakukan secara tertutup dan biasanya dilakukan untuk kapasitas kecil.
Sedangkan distilasi kontinyu adalah proses distilasi dengan umpan yang setiap saat dialirkan
kedalam proses dan umumnya berkerja untuk kapasistas besar. Kolom C3 Spltter 19-C-102
merupakan salah satu contoh proses distilasi kontinyu.
Metode distilasi sendiri merupakan metode praktis termurah untuk memisahkan komponen dari
suatu aliran. Kolom distilasi sendiri dapat dirancang untuk memisahkan komponen-komponen
dengan perbedaan titik didih sedekat 2oC. seperti pada kolom C3 Splitter pada unit LEU yang
berfungsi memisahkan propilen dari campuran propilen dan propana. Pada tekanan 1 atm, propana
memiliki titik didih sebesar -42oC sedangkan propilen memiliki titik didih sebesar -47,6oC. propana
dan propilen memiliki perbedaan titik didih sebesar 5,6oC sehingga dapat dipisahkan dengan
metode distilasi.
5.3. Penentuan Tray Masuk Feed pada Kolom Distilasi
Data yang diperlukan untuk mengestimasi jumlah tray adalah perhitungan dew point dan bubble
point. Dew point adalah keadaan dimana peningkatan suhu akan mnyebabkan gelembung uap
terbentuk. Sedangkan bubble point adalah keadaan dimana penurunun suhu akan menyebabkan
setetes cairan terbentuk. Dengan menggunakan dew point dan bubble point maka dapat diperoleh
diagram kesetimbangan uap-cair.
Diagram kesetimbangan uap-cair digunakan untuk menentukan tray yang dibutuhkan dalam
keadaan full reflux. Full reflux akan memnunjukan jumlah tray mnimal yang dapat digunakan
untuk memisahkan dua cairan. Dengan mengetahui jumlah tray aktual maka efisiensi tray dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 aktual
η= × 100%
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 dengan keadaan full reflux
dengan menggunakan diagram kesetimbangan dua fasa dan efisisensi tray maka dapat ditentukan
stages tray pada kesetimbangan dua fasa seperti pada gambar 5.1.
Gambar 5.1. Penggunaan efisiensi tray pada diagram kesetimbangan dua fasa (Sinnot, 2005)
Stage tempat dimana feed ditentukan menggunakan garis q pada diagram kesetimbangan dua fasa
dengan stages berupa tray. Nilai q ditentukan dari persamaan berikut:
51
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
52
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Setelah menjalankan kerja praktik selama sebulan di PT. Pertamina (Persero) Refinery Unit
VI Balongan unit Residue Catalytic Cracking (RCC) Bagian Light End Unit (LEU) dengan
mengevaluasi kinerja dari kolom C3 Splitter 19-C-102, maka penulis mendapat kesimpulan sebagai
berikut :
PT. Pertamina RU VI Balongan merupakan salah satu dari enam unit pengolahan minyak
milik PT. Pertamina (Persero) yang berada di Indonesia dan memiliki spesialisasi untuk
mengolah crude jenis super heavy menjadi produk turunannya yang bernilai jual tinggi.
PT. Pertamina RU VI Balongan memiliki empat unit proses yaitu HSC, DHC, RCC serta
ROPP yang berkerja secara simultan dan saling mendukung untuk mengasilkan produk
berupa avtur, BBM beroktan 88, 92 dan 98, polypropilene, decant oil, LCO, HGO, dan LPG.
PT. Pertamina RU VI Balongan memiliki dua unit utilitas pendukung, new plant utilitas
dibanguns setelah adanya projek “langiit biru balongan” atau pembangunan unit NPU.
Selain oil and gas, PT. Pertamna RU VI Balongan memiliki unit penghasil bahan baku
industri petrokimia (polypropilene) yang dihasilkan oleh unit Olefin Conversion Unit
(OCU).
Efisiensi tray dengan komposisi umpan propana dan propilen pada tekanan 12,458 kg/cm2
gauge pada kolom 19-C-102 adalah 46,16%
Lokasi umpan optimal dengan komposisi umpan propana dan propilen berturut-turut
83,105% dan 16,895% untuk mendapatkan 99,8% propilen pada tekanan operasi 12,458
kg/cm2 gauge adalah tray 140. Sedangkan, lokasi aktual pada kolom 19-C-102 adalah tray
136
Beban panas kondensor dengan asumsi efisiensi 100% adalah 8378455 kJ/kmol
Beban panas reboiler dengan asumsi efisiensi 100% adalah 2231564 kJ/kmol
6.2. Saran
1. Memeriksa dan meningkatkan teknologi peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan
minyak mengingat kita telah memasuki Revolusi Industri 4.0 agar produk yang dihasilkan lebih
optimal dan efisien.
2. Melakukan analisa bahan baku untuk mengetahui kondisi operasi yang sesuai untuk menghasilkan
produk yang optimum dengan spesifikasi yang diinginkan.
3. Melakukan pengecekan pada setiap alat dikilang secara teratur agar dapat dilakukan perawatan
dan perbaikan
53
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
54
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
LAMPIRAN A
DATA LITERATUR
Propana 131,3
Propilen 116,4
Propana 14262,9
Propilen 14298,2
55
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
LAMPIRAN B
CONTOH PERHITUNGAN
582,8974 = 575,6527+xi.B
701,3957 = (575,6527/0,99818) + B
B = 124,6917 ....(ii)
xi = 0,05810
B. Peritungan Garis q
Nilai q dihitung menggunakan persamaan berikut:
𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝𝑘𝑎𝑛 1 𝑚𝑜 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
𝑞=
𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑡𝑒𝑛 𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟 𝑢𝑚𝑝𝑎𝑛
Feed pada suhu 30oC dengan tekanan 11,8 kg/cm2 gauge berada dalam fasa
superheated vapor sehingga panas untuk menguapkan 1 mol umpan bernilai negatif.
Data panas laten dan panas spesifik diperoleh dari bantuan perangkat lunak Aspen
HYSYS.
−362,97
𝑞=
14292,236
q = -0,025396
Setelah diperoleh nilai q, gradien garis q dapat diperoleh dengan persamaan berikut:
𝑞
𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑞 =
𝑞−1
−0,025396
𝑔𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑖𝑠 𝑞 =
−0,025396 − 1
56
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
57
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
LAMPIRAN C
DATA ANTARA
58
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
X X
0 0
0,1 0,11643
0,2 0,22733
0,3 0,33344
0,4 0,43549
0,5 0,53417
0,6 0,63014
0,7 0,72405
0,8 0,81655
0,9 0,9083
1 1
59
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Entalpi (kJ/kmol)
Laju alir Beban Panas
Alat Aliran Aliran (kmol/jam) (kj/jam)
masuk Keluar
60
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
LAMPIRAN D
DATA MENTAH
Variabel Nilai
61
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
DAFTAR PUSTAKA
Geankoplis, C.J. 2003. Transport Process & Separation Processes Principles 4th ed. New Jersey
: Pearson. Hal. 640-670
McCabe, W.L., Smith, J.C., dan Harriott, P. 2005, Unit Operations of Chemical Engineering 7th
ed. Singapore : McGraw-Hill, hal. 521-568.
Sinnot, R.K. 2005. Chemical Engineering Design 6th ed. Oxford: Elsevier Batterworth-
Heinemann
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 11 CDU”, Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 12/13 ARHDM”,
Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 15 RCC UNIT”,
Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 16 Unsaturated Gas
Plant”, Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 17 LPG Treatment
Unit”, Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 18 Naptha Treatment
Unit”, Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 21 LCO HTU ”,
Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 22 Hydrogen Plant ”,
Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 23 amine Treatment”,
Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 24 SWS ”, Balongan.
Anonim, 1992, “PERTAMINA EXOR-1: Pedoman Operasi Kilang Unit 25 Sulphur Plant ”,
Balongan, 1992.
62
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
63
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Pertamina
Jumlah tray yang didapatkan adalah jumlah tray teoritis atau jumlah tray saat kondisi full reflux.
Jumlah tray teoritis ini kemudian dibandingkan dengan jumlah tray aktual sehingga didapatkan
efisiensi tray. Efisiensi tray dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 dengan keadaan 𝑓𝑢𝑙𝑙 𝑟𝑒𝑓𝑙𝑢𝑥
η= × 100%
jumlah 𝑡𝑟𝑎𝑦 aktual
nilai jumlah tray dengan keadaan full reflux adalah nilai minimum number of stages pada tab
performance dengan nilai 74 stages/trays. Sedangkan jumlah tray aktual adalah jumlah tray kolom
19-C-102 yang diperoleh dari data desain, yaitu sebanyak 182 trays/stages. Sehingga efisiensi kolom
dapat dihitung:
74
η= × 100
182
η = 40,659%