Anda di halaman 1dari 67

PEDOMAN KOMUNIKASI EFEKTIF

RUMAH SAKIT Dr. SISMADI


JL Raya Narogong Km. 20 Limusnunggal
Cileungsi – Bogor
Telp. (021)82484065

1
2
3
4
DAFTAR ISI

Kata pengantar
Daftar isi
Bab I Pendahuluan ……………………………………………….................... 1
1.1. Latarbelakang ……………………………………………… 1
1.2 Pengertian........……………………………………………
1.2.1 Klasifikasi komunikasi ………………………………… 2
1.2.2 Jenis komunikasi…………………………………………….. 4
1.2.3 Unsur komunikasi 6
1.2.4 Model komunikasi 6
1.3 Hambatan dalam komunikasi 8
1.3.1 Upaya mengatasi hambatan 11
1.4 Komunikasi efektif 12
Bab II Ruang lingkup…………………………………………………………… 14
Bab III Tata laksana…………………………………………………………….. 14
3.1 Komunikasi dengan komunitas 14
Masyarakat...................................................................
3.2 Komunikasi dengan pasien dan keluarga.................. 14
3.2.1 Komunikasi efektif dokter dan pasien....................... 15
3.2.2. Komunikasi efektif perawat dan pasien 23
3.3 Komunikasi antar tenaga pemberiasuhan di 29
Dalam dan luar Rs …………........................................
3.3.1 Kode Biru 27
3.3.2 Kode Merah 29
3.3.3 Kode Hitam 30
3.3.4 Komunikasi efektif antar petugas pemberi 31
pelayanan dengan menggunakan teknik SBAR
3.4 Komunikasi Informasi Asuhan dan Edukasi 36
Pasien
3.4.1 Komunikasi Informasi Asuhan 36
3.5 Pelaporan Nilai kritis Pemeriksaan 37
3.6 Serah Terima( hand over )
50
3.7 Edukasi Pasien dan Keluarga 50
3.7.1 Edukasi Pasien dan Keluarga secara umum 50
3.7.2 Edukasi pada PasienTahap Terminal 55
3.7.3 Edukasi pasien Geriatri 57
4 Komunikasi antara managemen dengan staf 61
dibawahnya…………………………………........
Bab IV Dokumentasi ……………………………………………………………. 68

5
Lampiran Peraturan Direktur Rumah Sakit Dr. Sismadi
Nomor : SK/DIR/RSDS/I/2019
Tanggal : 10 Januari 2019
Tentang : Pedoman Komunikasi Efektif Rumah Sakit Dr. Sismadi
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Komunikasi merupakan unsur terpenting dalam berbagai konteks di kehidupan
masyarakat. Komunikasi sering dikaitkan dengan proses interaksi manusia. Selain itu,
komunikasi juga menjadi pembentuk karakter seseorang. Komunikasi merupakan proses
pengiriman pesan dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan untuk memberikan
pemahaman yang sama. Sedangkan Komunikasi di Rumah Sakit merupakan hal mendasar
yang menjadi salah satu faktor keselamatan pasien dan kepuasan pelanggan.Berbeda dengan
komunikasi lainnya seperti komunikasi di bidang pendidikan, bisnis dan lain sebagainya,
komunikasi efektif dalam bidang pelayanan rumah sakit memiliki tingkat kompleksitas yang
cukup tinggi.Hal ini disebabkan komunikasi yang terlibat sangat banyak, informasi yang
dibutuhkan sangat banyak, serta menyangkut dengan emosi pasien/keluarga pasien, dan
petugas kesehatan yang cukup tinggi.
Berdasarkan populasi tahun 2017 jenis kelamin laki-laki 69% sedangkan
perempuan 31%, umur yang tertinggi pada usia 22-30 Th 20% sedangkan yang paling
rendah 1- 5 th sebesar 11.4 % , Agama yang dianut pasien agama islam sebesar 99% ,
agama kristen 1 % , suku jawa sebesar 345.231 ( 70,14% ) , Madura 28 % , dan bahasa
yang di pakai sehari-hari Bahasa Indonesia 53% , bahasa jawa 30% , bahasa Madura 11%

1.2 PENGERTIAN
Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” yang artinya bersama. Secara
terminologis, komunikasi diartika sebagai suatu proses penyampaian pikiran atau informasi
(pesan ) dari satu pihak ke pihak lain dengan menggunakan suatu media.
Secara umum, definisi komunikasi adalah “Sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran
atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang
lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
6
informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich,
1988).
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi.proses komunikasi efektif artinya proses
dimana komunikator dan komunikan saling bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan
dan sikap antara dua orang atau kelompok yang hasilnya sesuai dengan harapan.
Sederhananya, komunikasi efektif adalah proses komunikasi dimana komunikan mengerti
apa yang disampaikan dan melakukan apa yang komunikator inginkan.
Gambar
Oh saya
Dia Mengerti? Umpan balik mengerti !

Komunikator Pesan Saluran Komunikan

Gangguan

1.2.1 Klasifikasi Komunikasi


Berdasarkan kepada penerima pesan atau komunikan, komunikasi diklasifikasikan
menjadi:
1 Komunikasi Intrapersonal
Penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri
antara individu dengan Tuhannnya.
Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan internal secara aktif dari individu
dalam pemrosesan simbolik dari pesan-pesan. Seorang individu menjadi pengirim
sekaligus penerima pesan, memberika umpan balik bagi dirinya sendiri dalam proses
internal yang berkelanjutan.

7
2 Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal berlangsung dengan dua arah, antara komunikator dan
komunikan; antara seorng tenaga medis dengan teman sejawat atau seorang tenaga
medis dengan pasien.
3 Komunikasi kelompok
Salah satu bentuk komunikasi yang terjadi didalam sebuah kelompok.Komunikasi
tidak hanya terjadi antara seseorang dengan seseorang yang lainnya, komunikasi
juga dilakukan dengan sekelompok orang yang disebut dengan komunikasi
kelompok.
Menurut Michael burgoon, komunikasi kelompok adalah interaksi secara tatap muka
antara tiga orng atau lebih dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi
informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, dimana anggota-anggotanya dapat
mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat, misalnya
organisasi profesi, kelompok remaja dan kelompok-kelompok sejenisnya.
Komunikasi dapat dalam bentuk diskusi, rapat dan sebagainya.
4 Komunikasi publik
Komunikasi yang dilakukan secara aktif maupun pasif yang dilakukan didepan
umum.Dalam komunikasi publik, pesan yang disampaikan dapat berupa suatu
informasi, ajakan, gagasan.Komunikasi ini memerlukan ketrampilan komunikasi
lisan dan tulisan agar pesan daoat disampaikan secara efektif dan efisien.
5 Komunikasi organisasi
Merupakan komunikasi yang dilakukan dalam suatu organisasi atau antar organisasi
baik secara formal Maupun informal.Komunikasi organisasi pada umumnya
membahas tentang struktur dan fungsi organisasi serta hungungan antarmanusia.
6 Komunikasi massa
Komunikasi ini melibatkan sejumlah besar komunikasi heterogen yang tersebar di
suatu wilayah goegrafis yang luas dan berkepentingan pada pesan komunikan yang
sama

1.2.2 Jenis Komunikasi


Komunikasi dapat dibedakan dalam 5 (lima) jenis, yaitu komunikasi tertulis,
komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu arah dan komunikasi dua arah

8
1 Komunikasi Tertulis
merupakan komunikasi yang penyampaian pesan secara tertulis baik manual
maupun melalui media seperti email,surat,media cetak, lainnya.
Keuntungan komunikasi tertulis:
• Adanya dokumen tertulis
• Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
• Dapat menyampaikan ide yang rumit
• Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
• Menyebarkan informasi kepada khlayak ramai
• Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan komunikasi lisan
• Membentuk dasar kontrak atau perjanjian

2. Komunikasi Verbal
Merupakan komunikasi yang disampaikan secara lisan.Komunikasi dapat
dilakukan secara langsung atau sarana komunikasi seperti telepon.Kelebihan dari
komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni dilakukan secara tatap
muka sehingga umpan balik dapat diperoleh secara langsung dalam bentuk respon
dari pihak komunikan. Dalam menyebutkan kata yang sulit maka pemberi pesan
harus mengaja hurufnya dengan menggunakan kode alfabeth internasional, yaitu:
Karakter Kode Alphabet Karakter Alfabet
A Alfa N November
B Brafo O Oscar
C Charlie P Papa
D Delta Q Qnebec
E Echo R Romeo
F Foxtrot S Sierra
G Golf T Tango
H Hotel U Uniform
I India V Victor
J Juliet W Whiskey
K Kilo X Xray

9
L Lima Y Yankee
M Mike z Zulu

3. Komunikasi Non Verbal


Merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan
kata-kata. Komunikasi ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk memainkan
pesan kepada orang lain. Tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal
yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan
keperawatan karena pesan non verbal dapat memperkuat pesan yang disampaikan
secara verbal, misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wjah,
kualits suara, gaya emosi dan gaya berbicara.

1.2.3 Model Komunikasi


Model komunikasi adalah ilustrasi alur komunikasi yang menunjukkan unsur-unsur
penting di dalamnya.Menurut pakar komunikasi model adalah penyederhanaan teori
yang disajikan dalam bentuk gambar.

Model komunikasi SMCR/BERLO


Merupakan salah satu model komunikasi.Model ini memasyarakatkan adanya
empat unsure komunikasi (sumber informasi, pesan, saluran dan penerima pesan)
untuk dapat terjadinya komunikasi.

1.2.4 Unsur Komunikasi


1. Sumber informasi (source)
Sumber (pengirim pesan) adalah orang yang menyampaikan pemikiran atau informasi
yang dimilikinya kepada orang lain (penerima pesan). Pengirim pesan betanggung
jawab dalam menerjemahkan pemikiran atau informasinya menjadi sesuatu yang
berarti, dapat berupa pesan verbal, non verbal dan tulisan atau kombinasi dari
ketiganya. Pengirim pesan (komunikator) yang baik adalah komunikator yang
menguasai materi, pengetahuannya luas tentang informasi yang disampaikan, cara
berbicaranya jelas dan menjadi pendengar yang baik saat dikonfirmasi oleh si
penerima pesan (komunikan).

10
2. Pesan atau informasi (massage)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pesan komunikasi adalah :
• Tingkat kepentingan informasi
• Sifat pesan
• Kemungkinan pelaksanaan
• Tidak kepastian dan kebenaran pesan
• Kondisi pada saat pesan diterima
• Penerima pesan
• Cara penyampaian pesan
3. Saluran (chanel)
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan.Jarang sekali komunikasi
berlangsung melalui hanya satu saluran, biasanya menggunakan dua, tiga atau empat
saluran yang berbeda secara simultan.
Contoh: dalam interaksi tatap muka, kita berbicara dan mendengarkan (saluran
suara), tetapi kita juga memberika isyarat tubuh dan menerima isyarat ini secara visual
(saluran visual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran alfaktori)
dan seringkali kita saling menyentuh (saluran taktil). Media fisik yang seringkali
digunakan di rumah sakit adalah telepon, brosur, surat edaran, memo,internet,royal
news,dll.
4. Penerima pesan (Receiver)
Penerima pesan adalah orang yang menerima pesan dari sumber informasi
(komunikator). Penerima pesan akan menerjemahkan pesan (decoding) berdasarkan
pada batasan pengertian yang dimilikinya. Dengan demikian dapat saja terjadi
kesenjangan antara yang dimaksud oleh pengirim pesan dengan yang dimengerti oleh
penerima pesan yang disebabkan oleh adanya kemungkinan hadirinya
gangguan/hambatan. Hambatan ini bias karena perbedaan sudut pandang,
pengetahuan dan pengalaman, perbedaan budaya, masalah bahasa dan lainnya. Pada
saat menyampaikan pesan, pengirim pesan(komunikator) harus memastikan apakah
pesan telah diterima dengan baik atau tidak. Sementara penerima pesan perlu
berkonsentrasi agar pesan diterima dengan baik dan memberikan umpan balik
(feedback) kepada pengirim pesan.
5. Umpan Balik
Umpan balik merupakankomunikasi terhadap pesan yang diberikan oleh komunikator.
Umpan balik dapat berupa tanggapan verbal atau non verbal dan sangat penting sekali

11
sebagai proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dalam
menginterpretasikan pesan.

6. Gangguan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambat atau mengurangi kemampuan kita
untuk mengirim dan menerima pesan.
Gangguan komunikasi ini meliputi :
• Pengacau indra, misalnya suara terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara
panas dan lain-lain.
• Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan lain-lain.

1.3 HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI


Secara garis besar, terdapat 4 (empat) jenis hambatan komunikasi yaitu hambatan personal,
hambatan fisik, hambatan kultural atau budaya, serta hambatan lingkungan

1) Hambatan personal
Hambatan personal merupakan hambatan yang terjadi pada peserta komunikasi, baik
komunikator maupun komunikan/komunikate.Hambatan personal dalam komunikasi
meliputi sikap, emosi, stereotyping, prasangka, bias, dan lain-lain.
2) Hambatan kultural atau budaya
Komunikasi yang kita lakukan dengan orang yang memiliki kebudayaan dan latar
belakang yang berbeda mengandung arti bahwa kita harus memahami perbedaan dalam
hal nilai-nilai, kepercayaan, dan sikap yang dipegang oleh orang lain.
Hambatan kultural atau budaya mencakup bahasa, kepercayan dan keyakinan. Hambatan
bahasa terjadi ketika orang yang berkomunikasi tidak menggunakan bahasa yang sama,
atau tidak memiliki tingkat kemampuan berbahasa yang sama.

Hambatan juga dapat terjadi ketika kita menggunakan tingkat berbahasa yang tidak
sesuai atau ketika kita menggunakan jargon atau bahasa “slang” atau “prokem” atau
“alay” yang tidak dipahami oleh satu atau lebih orang yang diajak berkomunikasi.

Hal lain yang turut memberikan kontribusi terjadinya hambatan bahasa adalah situasi
dimana percakapan terjadi dan bidang pengalaman ataupun kerangka referensi yang
dimiliki oleh peserta komunikasi mengenai hal yang menjadi topik pembicaraan.

12
3) Hambatan fisik
Beberapa gangguan fisik dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi. Hambatan fisik
komunikasi mencakup yaitu tuna rungu , tuna netra panggilan telepon, jarak antar
individu, dan radio. Hambatan fisik ini pada umumnya dapat diatasi.
4) Hambatan lingkungan
Tidak semua hambatan komunikasi disebabkan oleh manusia sebagai peserta komunikasi.
Terdapat beberapa faktor lingkungan yang turut mempengaruhi proses komunikasi yang
efektif. Pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat mengalami rintangan yang
dipicu oleh faktor lingkungan yaitu latar belakang fisik atau situasi dimana komunikasi
terjadi.Hambatan lingkungan ini mencakup tingkat aktifitas, tingkat kenyamanan,
gangguan, serta waktu.
Komunikasi internal antar tenaga medis dapat mencakup instruksi dokter terkait terapi,
rencana pelayanan medik dan penunjang medik, serta transfer antar ruangan.Lemahnya
komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran
yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan
keluarganya.
a. Masalah komunikasi antar tenaga kesehatan yang mudah terjadi kesalahan antara lain
pada :
1. Saat transfer pasien dari ruang satu keruang lain. Pada saat transfer pasien
/pindah ruang, perawat harus melakukan operan dengan lengkap kepada perawat
lain,misalnya tentang kelanjutan terapi, rencana tindakan, kelengkapan informed
consent, hasil-hasil pemeriksaan penunjang dan banyak hal lain yang sering
terlewat pada saat transfer informasi.
2. Saat berlangsungnya operan antara petugas kesehatan, yang paling sering terjadi
adalah lupa dicatat sehingga tidak di operkan kepada petugas shift berikutnya.
Secara umum setiap petugas kesehatan dituntut untuk mempraktikan cara-cara
komunikasi interpersonal yang baik termasuk komunikasi verbal non-verbal.Tidak
berbeda berbeda dengan bila menghadapi pasien, setiap petugas kesehatan
seyogyanya menerapkan keterampilan komunikasi interpersonalnya bila berhadapan
dengan sesama petugas kesehatan. Komunikasi tertulis hendaknya ditunjang dengan

13
penulisan yang jelas, dan bila perlu didukung oleh komunikasi verbal dan non verbal
yang sesuai. Dari komunikasi yang efektif akan menimbulkan lingkungan kerja yang
aman dan pasien akan terjaga keselamatannya selama dalam perawatan di rumah
sakit.

3. Pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis juga merupakan salah satu isu
keselamatan pasien yang rawan timbul masalah. Pemeriksaan diagnostik kritis yang
harus segera dikomunikasikan antara lain :
a. pemeriksaan laboratorium
b. pemeriksaan radiologi
c. prosedur ultrasonografi
d. diagnostik jantung
e. pemeriksaan tanda – tanda vital pasien .

b. Masalah komunikasi antara atasan dan bawahan


Arus komunikasi dari atasan kepada bawahan tidaklah selalu berjalan lancar, tetapi
dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain yaitu sebagai berikut (Thoha,2005) :
1. Keterbukaan
Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan dan karyawan akan menyebabkan
pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan dalam
pesan.umumnya para pimpinan tidak begitu memperhatikan arus komunikasi ke
bawah.pimpinan mau memberikan informasi kebawah bila mereka merasa pesan itu
penting bagi penyelesaian tugas. Tetapi apabila suatu pesan tidak relevan dengan
tugas pesan tersebut tetap dipegangnya. Misalnya seorang pimpinan akan
mengirimkan pesan untuk memotivasi karyawan guna menyempurnakan produksi,
tetapi tidak mau mendiskusikan kebijaksanaan baru dalam mengatasi masalah-
masalah organisasi.
2. Kepercayaan pada pesan tulisan
Kebanyakan para pimpinan lebih percaya pada pesan tulisan dan metode difusi yang
menggunakan alat-alat elektronik dari pada pesan yang disampaikan secara lisan tatap
muka.Hal ini menjadikan pimpinan lebih banyak menyampaikan pesan secara tertulis
berupa buletin, booklet, dan film sebagai pengganti kontak personal seara tatap muka
antara atasan dan bawahan.
3. Pesan yang berlebihan

14
Bnyaknya pesan-pesan yang dikirimkan secara tertulis maka karyawan dibebani
dengan memo, buletin,surat pengumuman, majalah dan pernyataan kebijaksanaan
sehingga banyak sekali pesan-pesan yang harus dibaca oleh karyawan. Reaksi
karyawan terhadap pesan tersebut biasanya cenderung tidak membacanya. Banyak
karyawan hanya membaca pesan-pesan tertentu yang dianggap penting bagi dirinya
dan yang lain dibiarkan saja tidak dibaca.
4. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu pengiriman pesan mempengaruhi komunikasi kebawah.Pimpinan
hendaklah mempertimbangkan saat yang tepat bagi pengiriman pesan dan dampak
yang potensial kepada tingkah laku karyawan.Pesan seharusnya dikirim ke bawah
pada saat saling menguntungkan kepada kedua belah pihak yaitu pimpinan dan
karyawan. Tetapi bila pesan yang dikirimkan tersebut tidak pada saat dibutuhkan oleh
karyawan maka mungkin akan mempengaruhi kepada efektifitasnya.
5. Penyaringan
Pesan –pesan yang dikirimkan kepada bawahan tidaklah semua diterima mereka,
tetapi mereka saring mana yang mereka perlukan.Penyaringan pesan ini dapat
disebabkan oleh bermacam-macam faktor diantaranya perbedaan persepsi di antara
karyawan, jumlah mata rantai dalam jaringan komunikasi dan perasaan kurang
percaya kepada seorang supervisor mungkin memblok supervisor.

1.3.1 Upaya Mengatasi Hambatan Komunikasi :


1. Gunakan umpan balik (feedback),
Setiap orang yang berbicara memperhatikan umpan balik yang diberikan lawan bicaranya
baik bahasa verbal maupun non verbal, kemudian memberikan penafsiran terhadap umpan
balik itu secara benar.
2. Pahami perbedaan individu atau kompleksitas individu dengan baik.
Setiap individu merupakan pribadi yang khas yang berbeda baik dari latar belakang
psikologis, sosial, ekonomi, budaya dan pendidikan.Dengan memahami, seseorang dapat
menggunakan taktik yang tepat dalam berkomunikasi.
3. Gunakan komunikasi langsung (face to face),
Komunikasi langsung dapat mengatasi hambatan komunikasi karena sifatnya lebih persuasif.
Komunikator dapat memadukan bahasa verbal dan bahasa non verbal.Disamping kata-kata
yang selektif dapat pula digunakan kontak mata, mimik wajah, bahasa tubuh lainnya dan juga
meta-language (isyarat diluar bahasa) yang membuat komunikasi lebih berdaya guna.

15
4. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah.
Kosa kata yang digunakan hendaknya dapat dimengerti dan dipahami jangan menggunakan
istilah-istilah yang sukar dimengerti pendengar. Gunakan pola kalimat sederhana (kanonik)
karena kalimat yang mengandung banyak anak kalimat membuat pesan sulit dimengerti.
1.4 Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi dikatakan efektif jika memenuhi beberapa persyaratan, antara lain:
1. Pesan yang disampaikan sesuai kebutuhan.
2. Pesan dipahami.
3. Waktu sesuai.
4. Menggunakan media komunikasi.
5. Menggunakan metode dan teknik yang tepat.
6. Sesuai dengan tujuan.
7. Ada proses timbal balik.
8. Tidak membosankan.
9. Dilakukan oleh mereka yang paham.
10. Berdampak pada perubahan perilaku (PHBS).
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima
pesan, dan tidak ada hambatan untuk hal itu.Komunikasi efektif sebagai dasar untuk
memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga agar mereka memahami kondisi
kesehatannya sehingga pasien berpartisipasi lebih baik dalam asuhan yang diberikan dan
mendapat informasi dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.

16
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup komunikasi Efektif di RS Dr. Sismadi adalah :


1. Komunikasi dengan Komunitas Masyarakat
2. Komunikasi dengan Pasien atau keluarga
3. Komunikasi antar tenaga kesehatan pemberi asuhan di dalam dan luar RS
4. Komunikasi hasil Asuhan dan Edukasi pasien dan keluarga
5. Komunikasi Antara Management dan Staf Bawahannya.

17
BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Komunikasi dengan Komunitas Masyarakat


1. Tahap Pengkajian
Meliputi populasi Demografi meliputi jenis kelamin , usia , agama , suku , bahasa ,
pendidikan termasuk buta huruf , pekerjaan tempat tinggal
2. Tahap Perencanaan
a. Melakukan perencanaan berdasarkan analisis demografi ,
b. Menyusun media
c. Koordinasi dengan bagian terkait
3. Tahap Pelaksanaan
a. Penyampaian informasi secara lisan atau tertulis tentang
 Visi dan misi, kegiatan RS , Layanan yang ada / unggulan /produk
baru, kualitas pelayanan dan informasi lain yang dibutuhkan
 Umpanbalik dan keluhan dari masyarakat
 Penyampaian tindak lanjut terhadap keluhan yang disampaikan
oleh masyarakat
b. Penyampaian informasi kepada masyarakat secara lisasn dilakukan dengan
cara tatap muka dan pertemuan contoh Desa binaan ,
c. Menerima informasi dari masyarakat dilakukan cara sms, telepon hot-linie ,
whaatsapp , email
d. Penyampaian informasi terhadap tindak lanjut keluhan dilakukan dengan cara
yang diatur pedoman keluhan pelanggan
e. Penyampaian informasi tentang rencana pembangunan

3.2 Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga


Pasien dan keluarga membutuhkan informasi lengkap mengenai asuhan dan
pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit, serta bagaimana untuk mengakses pelayanan
tersebut.Memberikan informasi ini penting untuk membangun komunikasi yang terbuka dan
terpercaya antara pasien, keluarga dan rumah sakit.Informasi tersebut membantu
mencocokkan harapan pasien dengan kemampuan rumah sakit.Informasi ini bisa dimasukkan

18
dalam website rumah sakit atau dalam bentuk brosur/ leaflet/ banner yang ditempatkan di
area yang mudah diperoleh atau dilihat pasien dan keluarga.
Informasi sumber alternative asuhan dan pelayanan di tempat lain juga diberikan
kepada pasien dan keluarga jika rumah sakit tidak dapat menyediakan asuhan serta pelayanan
yang dibutuhkan pasien di luar misi dan kemampuan rumah sakit. Sebaiknya rumah sakit
mengadakan perjanjian kerjasama dengan tempat asuhan dan pelayanan alternative tersebut.
Pasien hanya dapat membuat keputusan yang dikemukakan dan berpartisipasi dalam
proses asuhan apabila mereka memahami informasi yang diberikan kepada mereka. Oleh
karena itu, perhatian khusus perlu diberikan terhadap format dan bahasa yang digunakan
dalam berkomunikasi serta pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga. Respon pasien
akan berbeda terhadap format edukasi berupa instruksi lisan, materi tertulis, video,
demonstrasi/ peragaan, dan lain-lain. Demikian juga, penting untuk mengerti bahasa yang
dipilih.Ada kalanya, anggota keluarga atau penerjemah mungkin dibutuhkan untuk
membantu dalam edukasi atau menerjemahkan materi.

3.2.1 Komunikasi Efektif Dokter dan Pasien.


Dalam hubungan dokter dan pasien, keduanya dapat berperan sebagai sumber atau
pengirim pesan dan penerima pesan secara bergantian. Pasien sebagai penerima pesan
menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai dengan
pengetahuannya. Sementara dokter sebagai pengirim pesan, berperan pada saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek samping obat yang
mungkin terjadi, serta dampak dari dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam
penyampaian ini, tenaga medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa
yang disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan setiap
pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, sesekali dokter perlu
membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat kesenjangan informasi dan
pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter perlu mengambil peran aktif.Ketika
pasien dalam posisi sebagai penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah
pasien benar-benar memahami pesan yang telah disampaikannya.Misalnya dalam
menginterpretasikan kata “panas”.Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun
memesankan kepada ibu pasien, “kalau dia panas, berikan obatnya”.Pengertian panas oleh
ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu
mencari cara untuk memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan

19
menggunakan ukuran yang tepat, yaitu thermometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan
thermometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan obat yang telah
diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak mencapai angka tertentu yang
dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda-beda, rasa yang
berbeda, bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang,
intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnose maupun jenis obat
yang harus diminum. Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak
terjadi salah interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti sampai
pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya.Komunikasi baru dapat dikatakan lengkap
ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari penerima yang meyakinkan bahwa tujuan
komunikasinya tercapai (penerima pesan memahami sesuai yang diharapkannya).Disease
Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam
usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda
dan gejala.Illness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik,
termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi kepentingannya, apa kekhawatirannya,
harapannya, apa yang dipikirkannya akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut pandang
pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter-pasien (doctor-patiebt
partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja sama untuk
menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah dikembangkan oleh Van
Dalen (2005) menjadi model yang sangat sederhana dan aplikatif.

1 3

2 3

 Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang


dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open ended question by the
doctor).

20
 Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup/ terstruktur
yang telah disusunnya sendiri (Doctor takes the lead through closed question by the
doctor).
 Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan negosiasi
kedua belah pihak (Negotiating agenda by both).

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan melahirkan
kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya menciptakan satu kata
tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter
akanlistening skills dan training skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carna L. Bylund & Gregory Makoul dalam tulisan tentang Emphatic Communication
in Physician-Patient Encounter 2002, menyatakan betapa pentingnya empati ini
dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan definisi berikut:
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien.
b. Kemampuan afektivitas/ sensitivitas seorang dokter terhadap perasaan pasien.
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan/ menyampaikan empatinya
kepada pasien.

Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul
2002:
Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu system. Ada 6 level pada
pengkodean ini, yaitu:
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien.
Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu.
Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implisit.
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien.
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien.
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien.

Keterangan:
Level 3-5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang penyakitnya
secara eksplisit.
Contoh-contoh kalimat :
Level 5 : Berbagi pengalaman maupun perasaan.

21
“Ya saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua.Beberapa
pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian setelah kehamilan
berikutnya mereka sangat khawatir.”
Level 4 : Konfirmasi.
“Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda
untuk menyempatkan berolahraga.”
Level 3 : Penghargaan.
“Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stress?”
Level 2 : Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien (terhadap penyakitnya)
secara implisit.
Pasien: “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.”
Dokter: “Ya…Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?”
Level 1 : Pengenalan secara sambil lalu.
“A-ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan badan,
menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.
- Mengacuhkan pendapat pasien.
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien, seperti:
“Kalau stress, ya..mengapa datang ke sini?”

Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut kepada
pasien, melainkan:
 Mendengarkan aktif.
 Responsif pada kebutuhan pasien.
 Responsif pada kepentingan pasien.
 Usaha memberikan pertolongan kepada pasien.

Sikap Profesional Dokter:


Sikap professional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan tugasnya,
yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan peran dan fungsinya,
mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas profesi dengan tugas-
tugas pribadi yang lain, dan mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu
bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain. Di dalam proses komunikasi dokter-pasien,

22
sikap professional ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman,
aman, dan dapat percaya kepada dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya
komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien :
 Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
 Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
 Memanggil/ menyapa pasien dengan namanya.
 Menyilakan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup
waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
 Mengucapkan salam (“Selamat pagi/siang/sore/malam”).
 Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis, dokter
keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-lain).
 Menilai suasana hati lawan bicara.
 Memperhatikan sikap non verbal (raut wajah/ mimik, gerak/ bahasa tubuh dari pasien).
 Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna menunjukkan
perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak perlu.
 Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap menunjukkan
raut wajah dan sikap yang tenang.
 Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan keputusan.
 Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
 Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak.
 Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
Di dalam komunikasi dokter pasien, ada dua tahap yang penting, yaitu:
1. Tahap pengumpulan informasi.
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari:
a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.
Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar yang
aktif, sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan, kecemasannya
secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam menggali riwayat
kesehatannya yang merupkan data-data penting untuk menegakkan diagnosis.
b. Penggalian riwayat penyakit.

23
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dengan pertanyaan tertutup yang
membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”. Van Dalen (2005) menyebutkan bahwa
dokter adalah seorang ahli yang akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai
kepentingan medis.
Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan:
 Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?
 Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum obat
tertentu atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi:
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu.
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga.
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan pedoman
Macleaod’s clinical examination seperti yang disebutkan dalam Kurtz (1998),
sebagai berikut:
o Dimana dirasakan?
o Sampai di bagian tubuh mana hal tersebut dirasakan?
o Bagaimana karakteristik dari nyerinya, berdenyut-denyut? Hilang timbul?
Nyeri terus menerus?
o Nyeri? Amat nyeri? Sampai tidak dapat melakukan kegiatan mengajar?
o Berapa lama nyeri berlangsung? Sebentar? Berjam-jam? Berhari-hari?
o Setiap waktu tertentu nyeri tersebut dirasakan? Berulang-ulang? Tidak
tentu?
o Adakah keluhan lain yang menyertainya?
2. Tahap penyampaian informasi.
Setelah pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter masuk ke tahap
penyampaian informasi.Tanpa informasi yang akurat di tahap pengumpulan informasi,
dokter dapat terjebak ke dalam kecurigaan yang tidak beralasan. Secara ringkas ada 6
(enam) hal penting yang harus diperhatikan agar efektif dalam berkomunikasi dengan
pasien, yaitu:
a. Materi informasi apa yang disampaikan.
- Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak nyaman/ sakit
saat pemeriksaan).
- Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.

24
- Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis
(manfaat, resiko, efek samping/ komplikasi).
- Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk menegakkan
diagnosis.
- Diagnosis, jenis atau tipe.
- Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan masing-
masing cara).
- Prognosis dukungan (support) yang tersedia.
b. Siapa yang diberi informasi.
- Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
- Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
- Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali / pengampu dan bertanggung jawab
atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri
secara langsung.
c. Berapa banyak atau sejauh mana.
- Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu dengan
memperhatikan kesiapan mental pasien.
- Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/ keluarga kehendaki dan sebanyak yang
dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
d. Kapan menyampaikan informasi.
- Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
e. Dimana menyampaikannya.
- Di ruang praktek dokter.
- Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
- Di ruang diskusi.
- Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/ keluarga dan dokter.
f. Bagaimana menyampaikannya.
- Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui
telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos,
facsimile, SMS, atau internet.
- Persiapan, meliputi:
o Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis, prognosis
sudah disepakati oleh tim).

25
o Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu
lalang, suara gaduh dari TV/ radio, telepon.
o Waktu yang cukup.
o Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemui oleh keluarga/
orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya lebih dari
satu orang).
- Jajaki sejauh mana pengertian pasien/ keluarga tentang hal yang akan dibicarakan.
- Tanyakan kepada pasien/ keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan
amati kesiapan pasien/ keluarga menerima informasi yang akan diberikan.
Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a. Perhatikan sikap non verbal pasien.
 Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk berbincang,
duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses konsultasi.
 Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter dapat
meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang (cross check),
apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.
 Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu yang
membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan cara bernegosiasi dengan
pasien. Bila perlu pasien dapat datang lagi di kesempatan berikutnya.
 Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter hendaknya
memberi kesempatan pasien untuk berbicara.
b. Mulai dengan pertanyaan terbuka.
Contoh: “ Bagaimana keadaan Bapak hari ini?
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”
c. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu keluhan
medis.
Contoh: “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan….”
“ Harga sembako semakin mahal saja ya…”

d. Fasilitasi keluhan dengan :


 Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi.
 Menanggapi dengan ucapan, “Baik…” atau …”Oke…” atau “Aha…”, atau
menganggukkan kepala.

26
 Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan pertanyaan
atau jawaban pada waktu yang tepat.
e. Tanyakan bila ada keraguan.
f. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan pendapat atau
putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing dan kelelahan, apakah ada lagi
yang ingin disampaikan?”….Kalau tidak, bisakah kita mulai sesi hari ini dengan
…..kemudian dilanjutkan dengan…..?”

3.2.2 Komunikasi Efektif Perawat dan Pasien.


Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di
rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses
keperawatan, perawat selalu menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus
memahami hal-hal yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Tahap Pengkajian.
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh
petugas registrasi/ admisi dan perawat untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut
diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan pada tahap selanjutnya. Data
pasien diperoleh dari :
a. Wawancara, terdiri dari:
- Wawancara admisi.
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
- Wawancara riwayat hidup.
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi mengenai
keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan tujuan untuk
mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi acuan rencana
tindakan keperawatan.
- Wawancara terapeutik.
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka pengembangan
hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi
masalahnya.Wawancara ini memberikan peluang kepada pasien untuk

27
mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahui masa lalunya.Wawancara
terapeutik banyak digunakan oleh profesional kesehatan seperti perawat, dokter,
psikolog, dan psikiater, biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami
gangguan psikologis.

b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan diagnostik (laboratorium, radiologi, dan sebagainya).
d. Informasi / catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien.

Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data pasien.Oleh


karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu mendapatkan perhatian. Dalam
berkomunikasi perawat perlu memperhatikan budaya yang berpengaruh pada waktu dan
tempat terjadinya komunikasi, penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala pasien dalam menyampaikan , menerima,
dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi kendala, antara
lain:
- Kemampuan bahasa.
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap penafsiran
pasien dalam menerima informasi yang diberikan.
- Ketajaman panca indera.
Ketajaman panca indera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan menerima pesan komunikasi
dengan baik apabila panca inderanya berfungsi baik. Bagi pasien yang mengalami
gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pengkajian, yaitu informasi medik yang mengidentifikasikan adanya kelemahan
pendengaran, memperhatikan perlu/ tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar
yang masih berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah dan
gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak isyarat sebagai
bentuk komunikasi non verbal.
- Kelemahan fungsi kognitif.
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami

28
bahasa.Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon, baik secara
verbal maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
- Gangguan struktural.
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan suara, seperti
mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.
2. Tahap Perumusan Diagnosa.
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian. Perumusan
diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan melibatkan pasien dan
keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien.
Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap
kooperatif pasien.
3. Tahap Perencanaan.
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan interaksi dan
komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternatif rencana keperawatan yang
akan diterapkan. Misalnya, sebelumnya memberikan makanan kepada pasien, perawat
harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang sesuai bagi pasien.Rencana tindakan
yang dibuat oleh perawat merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang
berkesinambungan sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap Pelaksanaan.
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.Aktivitas ini memerlukan keterampilan dalam berkomunikasi dengan
pasien.Terdapat dua kategori umum aktivitas perawat dalam berkomunikasi, yaitu saat
mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami masalah
psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu:
- Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana saling
percaya saat berkomunikasi.
- Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
- Fokus pada pasien.
- Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti tindakan
keperawatan yang dilakukan.
- Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan informasi dari
pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Hal ini akan
menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.

29
- Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
- Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
- Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
5. Tahap Evaluasi.
Evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan
pedoman/ rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan
tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Terdapat tiga kemungkinan hasil evaluasi, yaitu:
 Tujuan tercapai : apabila pasien telah menunjukkan perbaikan/ kemajuan sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
 Tujuan tercapai sebagian : apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal, sehingga
perlu dicari penyebab dan cara mengatasinya.
 Tujuan tidak tercapai : apabila pasien tidak menunjukkan perubahan/ kemajuan sama
sekali, bahkan timbul masalah baru. Dalam hal ini perawat perlu mengkaji secara lebih
mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain
yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.

3.3 Komunikasi Antar Tenaga Pemberi Asuhan di dalam dan di luar RS


Dalam memberikan pelayanan di RS Siti Khodijah Sepanjang , antar pemberi asuhan
melakukan komunikasi efektif untuk menyampaikan informasi yang akurat dan tepat waktu
termasuk yang urgent .
Ada kalanya di rumah sakit memerlukan penyampaian informasi yang akurat dan
tepat waktu, khususnya keadaan yang urgent, seperti Kode biru , Kode merah , dan Kode
abu2 dan Kode perak.
3.3.1 Kode Biru
Kode Biru adalah kodesalah satu kode prosedur emergensi yang harus segera diaktifkan jika
ditemukan seseorang dalam kondisi cardiaerespiratory arrest di dalam area rumah sakit. Tim
Kode biru adalah suatu tim yang dibentuk oleh rumah sakit yang bertugas merespon kondisi
code biru di dalam area rumah sakit. Tim code biru terdiri dari dokter dan perawat yang
sudah terlatih dalam penanganan kondisi cardiac respiratory arrest.
1. Jika didapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka
perawat ruangan (I) atau first responder berperan dalam tahap pertolongan, yaitu:

30
2. Pastikan aman penolong, aman lingkungan dan penderita aman untuk dilakukan
pertolongan
3. Segera lakukan penilaian dini kesadaran korban.
4. Lakukan cek respon penderita dengan memanggil nama atau menepuk bahu.
5. Minta bantuan pertolongan perawat lain atau petugas yang ditemui di lokasi untuk
mengaktifkan kode Biru
6. Lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) sampai dengan tim Kode Biru
7. Perawat yang lain (II) atau penolong kedua, segera menghubungi Aipon “111”
/operatoruntuk mengaktifkan kode Biru dengan prosedur sebagai berikut:
8. Perkenalkan diri.
9. Sampaikan informasi untuk mengaktifkan kode Biru
10. Sebutkan nama lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas,
yaitu: area ….. (area satu/dua), nama lokasi atau ruangan, Jumlah Korban
11. Jika lokasi kejadian di ruangan rawat inap maka informasikan : “ nama ruangan …..
Kamar…. Jumlah Korban“.
12. Waktu respon operator menerima aipon “111” adalah harus secepatnya diterima,
kurang dari 3 kali deringan telepon.
13. Operator menggunakan pengeras suara mengatakan Kode Birudengan prosedur
sebagai berikut:
14. “Kode Biru ,Kode Biru , di area …..(satu/dua), nama lokasi atau ruangan….jumlah
korban….”.
15. Setelah tim Kode Birumenerima informasi tentang aktivasi code blue, mereka segera
menghentikan tugasnya masing-masing, mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi
terjadinya cardiac respiratory arrest. Waktu respon dari aktivasi KodeBirusampai
dengan kedatangan timKode Biru di lokasi terjadinya cardiac respiratory
arrest adalah 5 menit.
16. Sekitar 5 menit kemudian, operator menghubungi tim Kode Biruuntuk memastikan
bahwa tim Kode Birusudah menuju lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest.
Lakukan pencatatan jam berapa menerima berita, sampai di tempat kejadian, berapa
lama dilakukan pertolongan
17. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang padat
manusia (public area) maka petugas keamanan (security) segera menuju lokasi
terjadinya untuk mengamankan lokasi tersebut sehingga tim Kode Birudapat
melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.

31
18. Tim Kode Biru melakukan tugasnya sampai dengan diputuskannya bahwa resusitasi
dihentikan oleh ketua tim Kode Biru
19. Untuk pelaksanaan Kode Birudi area satu dan Dua, Tim Kode Birumemberikan
bantuan hidup dasar kepada pasien kemudian segera ditransfer ke Instalasi Gawat
Darurat.
20. Ketua tim Kode Biru memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi, yaitu:
21. Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka dipindahkan secepatnya ke Instalasi
Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika keluarga pasien
setuju.
22. Jika keluarga pasien tidak setuju atau jika Instalasi Perawatan Intensif penuh maka
pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas
23. Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta dirawat di ruang perawatan biasa,
maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
24. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal, maka lakukan koordinasi dengan
bagian bina rohani, kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah.
25. Ketua tim Kode Biru melakukan koordinasi dengan DPJP.
26. Ketua tim Kode Biru memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
27. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan
melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitasi.
3.3.2 Kode Merah
Kode Merah adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di
lingkungan rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga bencana
rumah sakit untuk kasus kebakaran. Tim ini terdiri dari seluruh personil rumah sakit ,
yang masing-masing memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai panduan
tanggap darurat bencana rumah sakit.
Penata laksanaan code merah adalah sebagai berikut:
1. Selamatkan setiap orang yang berada dalam area kebakaran, sambil meneriakkan
code merah ----code merah . Tekan tombol merah untuk gedung lama , gedung baru
alarm akan bunyi secara otomatis bila terjadi kebakaran , Central alarm gedung lama
berda di pos skurity depan dan gedung baru berada pendaftaran .
2. Ambil Apar terdekat serta gunakan APD (Helem Merah)
3. Bila api membesar hubungi Pemadam Kebakaran.
4. Lakukan Prosedur evakuasi.

32
3.3.3 Kode Hitam
adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman bom
Penata laksanaan kode Hitam adalah sebagai berikut:
Bila terjadi ancaman bom melalui telepon/alat komunikasi atau ditemukan langsung
benda yang mencurigakan, maka saksi harus melakukan tindakan sebagai berikut :

1. Jangan panik dan bersikaplah tenang


2. Aktifkan Pengeras Suara dan nyalakan Perekam Suara.
3. Tahan pembicaraan penelpon selama mungkin untuk berbicara. Minta dia untuk
mengulang pesan. Catat kata-kata yang diucapkan oleh penelpon selengkap
mungkin.
4. Dengarkan baik-baik si penelepon jangan menyela dan jangan berbuat sesuatu yang
membuat dia marah.
5. Jika penelpon tidak memberitahukan lokasi bom atau kemungkinan waktu meledak,
tanyakan pada penelepon mengenai hal tersebut.
6. Beritahu penelpon bahwa bangunan yang sedang diancam ledakan bom dapat
mengakibatkan kematian atau cedera serius bagi orang-orang yang tidak bersalah.
7. Beri perhatian khusus pada suara-suara aneh di sekeliling penelepon, seperti suara
kendaraan yang melintas, musik dan suara apapun yang dapat memberi petunjuk
mengenai lokasi penelepon.
8. Dengarkan dengan seksama, untuk menentukan :
 Suara pria atau wanita
 Kualitas suara (tenang, gembira, gugup, ragu, dsb)
 Logat dan kesulitan dalam pengucapan.
9. Segera setelah penelpon menutup telepon, laporkan kejadian tersebut kepada atasan
untuk selanjutnya diteruskan ke tim tanggap darurat kemudian dilaporkan ke
pimpinan manajemen.
10. Selanjutnya pimpinan manajemen atau pejabat yang ditunjuk segera melakukan
tindakan Menghubungi pihak kepolisian (untuk meminta bantuan pasukan penjinak
bom).
 Regu tanggap darurat memutuskan untuk melakukan proses evakuasi di daerah
yang mendapatkan ancaman bom menuju titik kumpul (assembly point) yang
aman.

33
 Menghubungi semua personil untuk menginformasikan terjadinya ancaman
bom
11. Jika perlu pihak kepolisian akan mendatangkan penjinak bom untuk melakukan
penyelidikan dan penyisiran area yang dicurigai.
12. Bila tidak ditemukan bom, berdasarkan rekomendasi dari pihak kepolisian, maka
pimpinan manajemen atau pejabat yang ditunjuk memutuskan untuk memulihkan
situasi kembali menjadi normal.
13. Bila ditemukan bom, Pasukan Penjinak Bom melakukan pengamanan area dan
segera menjinakkan bom.
14. Bila Pasukan Penjinak Bom berhasil menjinakkan Bom dan tidak terjadi ledakan
ataupun kebakaran dan selanjutnya melakukan penyisiran dari kemungkinan adanya
bom yang lain.
15. Bila Bom tidak berhasil dijinakkan dan terjadi ledakan yang kemungkinan diikuti
dengan kebakaran, diambil tindakan mengacu kepada SOP Penanggulangan
Kebakaran
Pada poin No. 13,14 dan 15 menjadi kewenangan kepolis

3.3.4 Komunikasi Efektif Antar petugas pemberi pelayanan dengan menggunakan


teknik SBAR
SBAR merupakan suatu teknik komunikasi yang dipergunakan dalam
melakukan identifikasi terhadap pasien sehingga mampu meningkatkan kemampuan
komunikasi antara pemberi layanan .Dengan komunikasi SBAR ini maka antar pemberi
layanan dapat memberikan laporan mengenai kondisi pasien lebih informatiof dan terstruktur.
Teknik SBAR terdiri atas unsure situation
background,assessment,recommendation. Pada prinsipnya,SBAR merupakan standar yang
ingin menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh perawat dari
dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil tindakan. Komunikasi dan
pertukaran informasi di antara dan antar staf klinis selama bekerja dalam shift atau antar shift
penting untuk berjalan mulusnya proses asuhan. Informasi penting dapat dikomunikasikan
dengan cara lisan, tertulis, atau elektronik. Setiap rumah sakit menentukan informasi yang
akan dikomunikasikan dari satu staf klinis kepada staf klinis lainnya, meliputi:
 Status kesehatan pasien, termasuk catatan perkembangan pasien terintegrasi (CPPT).
 Perkembangan tiap pasien dievaluasi berkala dan dibuat notasi pada CPPT oleh DPJP
sesuai dengan kebutuhan dan diverifikasi harian atau dalam 24 jam oleh DPJP.

34
 Informasi pelaporan nilai kritis dari penunjang medik (laborat dan radiologi), tanda –
tanda vital kritis, echocardiography, diagnosis jantung, endoscopy, terintegrasi di catatan
perkembangan pasien terintegrasi (CPPT) dalam bentuk SBAR.
 Krteria waktu pelaporan nilai kritis ke DPJP sebagai berikut :
a. Pelaporan nilai kritis laboratorium 30 menit
b. Pelaporan nilai kritis radiologi 60 menit
c. Pelaporan nilai kritis tanda-tanda vital pasien harus segera dilaporkan ke DPJP
d. Pelaporan nilai kritis diagnosis jantung harus segera dilaporkan ke DPJP
 Ringkasan asuhan yang diberikan (ringkasan pulang pasien rawat inap dan profil ringkas
medis pasien rawat untuk pasien rawat jalan dengan diagnosis kompleks).
 Informasi klinis pasien, termasuk ringkasan asuhan dan pelayanan yang telah diberikan
pada proses transfer dan rujukan.
 Dokumentasi pada proses serah terima (hand over).
Empat [4] Unsur SBAR
1. Situation
Menjelaskan kondisi terkini dan keluhan yang terjadi pada pasienMisalnya :
penurunan tekanan darah,gangguan irama jantung,sesak nafas,dll
2. Background
Menggali informasi mengenai latar belakang klinis yang menyebabkan timbulnya
keluhan klinis.Misalnya : alergi obat-obatan,hasil pemeriksaan laboratorium yang
sudah diberikan,hasil pemeriksaan penunjang,dll.
3. Assessment
Penilaian/pemeriksaan terhadap kombisi pasien terkini sehingga perlu diantisipasi
agar kondisi pasien memburuk.

Situation (S)  Sebutkan nama Anda dan unit Anda


 Sebutkan identitas pasien dan nomor kamar pasien.
 Sebutkan masalah pasien tersebut (misalnya sesak
nafas, nyeri dada, dan sebagainya).
Background (B)  Sebutkan diagnosis dan data klinis pasien sesuai
kebutuhan:
 Status kardiovaskular (nyeri dada, tekanan darah,
EKG, dan sebagainya.

35
 Status respirasi (frekuensi pernafasan, Sp.O2,
analisis gas darah, dan sebagainya).
 Status gastro-intestinal (nyeri perut, muntah,
perdarahan, dan sebagainya).
 Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dan sebagainya).
 Hasil laboratorium/ pemeriksaan penunjang lainnya.
Assesment (A) Sebutkan problem pasien tersebut :
 Problem kardiologi (syok kardiogenik, aritmia
maligna, dan sebagainya).
 Problem gastro-intestinal (perdarahan masif dan
syok).
Recommendation (R) Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan):
 Saya meminta dokter untuk:
- Memindahkan pasien ke ICU.
- Segera datang melihat pasien.
- Mewakilkan dokter lain untuk datang.
- Konsultasi ke dokter lain.
 Pemeriksaan atau terapi apa yang diperlukan:
- Foto rontgen.
- Pemeriksaan analisis gas darah.
- Pemeriksaan EKG.
- Pemeriksaan oksigenasi.
- Beta 2-agonis nebulizer.
4. Recommendation
Merupakan usulan sebagai tindak lanjut,apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini. Misalnya : menghubungi dokter,mengarah pasien untuk
melakukan pemeriksaan penunjan

Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus melakukan proses
verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan cepat, baca kembali dan konfirmasi
ulang (TULBAKON ), yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau dapat melalui sarana komunikasi
seperti telepon.Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang digunakan,
intonasi, kekuatan suara (tidak besar tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
Untuk melakukan komunikasi secara verbal secara verbal atau melalui telepon dengan
aman dilakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Pemesanan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya dihindari,

36
b. Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau komunikasi
elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus ditetapkan anduan meliputi
permintaan pemeriksaan, penerimaan hasil pemeriksaan dalam keadaan darurat,
identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaan diagnostik, serta kepada
siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaan kritis dilaporkan.
c. Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telepon meliputi penulisan secra
lengkap permintaan atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi, penerima
membaca kembali permintaan atau hasil pemeriksaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat.
2. Penerima pesan menulis isin pesan tersebut (TULIS)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus mencatat
pesan yang diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan tersebut
kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapat diterima dengan
baik.
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada penerima pesan.
(KONFIRMASI) dengan cara READBACK
Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan
memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang kurang atau salah

Sistem TULBAKOMdapat di ilustrasikan dengan skema sebagai berikut:


Gambar :

Yah..benar. Jadi isi pesannya ini


ya.... pak…

Dikonfirmasikan

Komunikator
1. Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

37
3.4 Komunikasi Informasi Asuhan dan edukasi pasien
Komunikasi ini memiliki dua tujuan, yaitu : komunikasi yang bertujuan untuk
memberikan informasi asuhan dan komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga pasien.
4.4.1 Komunikasi informasi Asuhan
Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa dilakukan oleh
petugas customer service/ Care , admission / Pendaftaran , perawat yang meliputi:
a. Pelayanan yang tersedia dan fasilitas
b. Cara mendapatkan pelayanan.
c. Rumah sakit rujukan
d. Perkiraan biaya
e. Dokter yang merawat
f. Waktu visite dokter
g. General consent
h. Hak dan kewajiban pasien
i. Tata tertib
j. Kartu penunggu
k. Evakuasi
Agar informasi kepada pasien dapat disampaikan dengan baik sehingga pasien memahami
informasi yang diberikan kepada mereka , dengan harapan mereka dapat berpartisipasi
dalam proses asuhan medis, maka format dan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi
dan pendidikan kepada pasien perlu diperhatikan
a. Bahasa
Bahasa yang digunakan di RS Siti Khodijah sepanjang dalam memberikan informasi
dan pendidikan kepada pasien adalah menggunakan bahasa indonesia dan bahasa
jawa. Namun apabila pasien tidak bisa berbahasa Indonesia dan bahasa Jawa, maka
digunakan bahasa yang dapat dipahami pasien. Oleh karena itu pemberi informasi
dan edukasi harus memahami assesment pasien. Untuk pasien –pasien dengan
bahasa khusus diperlukan penerjemah untuk membantu proses komunikasi agar dapat
berjalan lancar.
Pengelompokan pasien dengan kebutuhan penerjemah adalah sebagai berikut :
 Pasien Penyandang Disabilitas / Penyandang cacat bekerjasama dengan
keluarga , ayah , ibu , suami , anak membantu proses komunikasi dalam
asuhan medis .

38
 Pasien dengan bahasa Arab
Untuk membantu proses komunikasi pada kelompok ini dijembatani oleh
petugas Bimbingan Rohani
 Pasien dengan bahasa Inggris
Untuk pasien kelompok ini komunikasi dilakukan sendiri oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) ,
 Pasien Anak-Anak
Untuk Proses komunikasi pada anak-anak , dimana terdapat keterbatasan
berkomunikasi dan memahani informasi, maka yang berperan sebagai
penerjemah agar proses berkomunikasi berjalan lancar adalah orang tua pasien
tersebut.

b. Media Informasi
Media atau sarana informasi perlu dipilih dengan cermat dan memperhatikan sasaran
atau penerima informasi. Media yang dipilih oleh RS Siti Khodijah Sepanjang
adalah menggunakan :
 Leaflet / Materi Edukasi
 Brosur Informasi asuhan Pelayanan
 Media IT & Elektronika : Website, SMS Center, WA customer care , Video
edukasi
 Majalah Sekar Melati RS Siti Khodijah Sepanjang
Sedangkan materi pendidikan pasien yang disampaikan secara berkelompok dalam
suatu ruangan , menggunakan sarana dan prasarana :
 LCD
 Wawancara langsung
 Lembar Balik
 Demontrasi

4.5 Pelaporan Nilai Kritis Pemeriksaan


Proses pelaporan nilai kritis adalah proses penyampaian nilai / hasil pemeriksaan yang
memerlukan penanganan segera dan harus dilaporkan oleh petugas unit bersangkutan
ke unit perawatan untuk diteruskan dilaporkan ke DPJP.
Pelaporan nilai kritis yang ada di Rumah sakit Siti Khodijah antara lain :

39
1. Pelaporan nilai kritis unit Laboratorium
Nilai kritis Laboratorim adalah nilai kritis dari hasil pemeriksaan laboratorium
yang mencerminkan keadaan patologis, harus dilaporkan ke dokter Patologi Klinik
terlebih dahulu kemudian segera disampaikan kepada dokter yang merawat pasien
(DPJP).Pelaporan nilai kritis laboratorium diatur mulai dari petugas laboratorium
konfirm hasil kritis ke dokter Sp.PK dan dilanjutkan ke perawat ruangan dan
sampai ke DPJP atau dokter jaga jika DPJP tidak bisa dihubungi adalah 30 menit.

Tatalaksana pelaporan nilai kritis unit laboratorium sebagai berikut :


Rawat Inap
a. Petugas laboratorium menginformasikan hasil nilai kritis yang sudah
dilaporkan ke dokter Patologi Klinik segera ke perawat ruangan pasien untuk
dilaporkan kepada DPJP dalam waktu 10 menit.
b. Petugas laboratorium mencatat informasi yang disampaikan kedalam buku
pelaporan hasil nilai kritis laboratorium.
c. Petugas laboratorium memberikan stempel nilai kritis pada hasil laboratorium
d. Petugas laboratorium mencatat jam pelaporan hasil kritis yang dilaporkan
perawat ruangan ke DPJP dan memberikan paraf pada form RM 08 pada
kotak readback dalam waktu 1x24 jam.
e. Perawat ruangan yang menerima informasi nilai hasil kritis laboratorium pada
form RM 08 dalam bentuk SBAR dan melakukan TULBAKON yaitu Tulis,
Baca ulang, Konfirmasi sesuai apa yang disampaikan petugas laboratorium.
f. Perawat ruangan melaporkan hasil nilai kritis yang disampaikan oleh petugas
laboratorium ke DPJP dalam waktu 20 menit, dokumentasikan dalam form
RM 08 dalam bentuk SBAR.
g. Perawat memberikan paraf pada kotak readback dan DPJP juga harus
melakukan verifikasi dengan memberikan paraf pada kotak readback dalam
waktu 1x24 jam.
Rawat jalan :
a. Hasil nilai kritis Laboratorium yang sudah dilaporkan ke dokter Sp.PK segera
diinformasikan ke perawat jaga untuk segera dilaporkan kepada DPJP dalam
waktu 10 menit
b. Catat informasi yang disampaikan dalam buku pelaporan hasil Nilai Kritis
laboratorium

40
h. Laporkan hasil nilai kritis ke dokter yang meminta,jika dokter yang meminta
tidak bisa dihubungi,pasien diarahkan ke UGD dan laporkan nilai kritis ke
dokter UGD

41
DAFTAR NILAI KRITIS PEMERIKSAAN LABORATORIUM
(wajib menginformasikan kepada Sp.PK dan selanjutnya menginformasikan kepada
pengirim sesuai SOP Nilai Kritis Laboratorium)

HEMATOLOGI
No Pemeriksaan Rendah Tinggi
1 Hematokrit HCT ≤ 20 % HCT ≥ 60 %
2 Hematokrit neonatus HC T < 33% HCT >71%
3 Hemoglobin 0-7 minggu Hb ≤6 g/dL Hb ≥24 g/dL
4 Hemoglobin (lebih dari 7 minggu) Hb ≤6 g/dL Hb ≥20 g/dL
5 Platelet (dewasa) Kurang dari 40.000/µL Lebih dari
1.000.000/ µL
6 Platelet (anak-anak) Kurang dari 20.000/ µL Lebih dari
1.000.000/ µL
7 Activated Partial Thromboplastin None Lebih dari 75 detik
Time (APTT)
8 Prothrombin Time (PT/PPT) None Lebih dari30 detik
atau lebih dari 3 kali
nilai kontrol
9 International Normalizing Ratio None ≥5
(INR)
8 Fibrinogen Kurang dari 60 mg/dL None
10 WBC Kurang dari 2.000/ µL Lebih dari 30.000µL

KIMIA KLINIK
No Pemeriksaan Rendah Tinggi

1 Bilirubin total ( <1 tahun ) None Lebih dari sama


dengan 15 mg/dL
2 Glukosa Kurang dari 45 Lebih dari 500 mg/dL
mg/dL
3 Glukosa (bayi baru lahir) Kurang dari 30 Lebih dari 325mg/dL
mg/dL
4 Creatinin > 16 tahun None Lebih dari 7,4 mg/dL
5 BUN None Lebih dari 100 mg/dl
6 CKMB None Lebih dari 24 IU/L
7 Creatine kinase (CK) None Lebih dari 10 U/L
8 Natrium (Sodium) Kurang dari 120 Lebih dari 160 mEq/L
mEq/L
9 Kalium (Potassium) Kurang dari 2,5 Lebih dari 6 mEq/L
mEq/L
10 ChIoride Kurang dari 80 Lebih dari 120mEq/L
mEq/L
11 Cardiac troponin I None Lebih dari 0,1 µg/L

42
12 Calcium Total Kurang dari 6,5 Lebih dari 13,0 mg/dL
mg/dL
13 Magnesium Kurang dari 1,0 Lebih dari 4,79mg/dL
mg/dL
14 Phosphor Kurang dari 1,1 None
mg/dL
15 CRP None Lebih dari 5 mg/dL

BLOOD GAS ANALYSIS (BGA) / ANALISA GAS DARAH

No Pemeriksaan Rendah Tinggi


1 Arterial pCO2 Kurang dari 20 mm Hg Lebih dari 70 mm Hg
2 Arterial pO2 (dewasa) Kurang dari 40 mm Hg None
3 Arterial pO2 (bayi baru lahir) Kurang dari 50 mm Hg -
4 Arterial pH Kurang dari 7,10 units Lebih dari 7,59 units

MICROBIOLOGI

No Pemeriksaan Hasil
1 Methicillin- Resistance Positip pada hasil kultur
Stapylococcus Aureus (MRSA )
2 Vancomycin Resistant Positip pada hasil kultur
Enterococci(VRE)
3 Extended Spectrum Beta Positip pada hasil kultur
Lactamases (ESBL)

PATOLOGI ANATOMI

No Pemeriksaan Hasil
1 Ditemukan hasil keganasan Positip pada hasil PA

2. Pelaporan nilai kritis unit Radiologi


Nilai kritis Radiologi adalah nilai kritis dari hasil pemeriksaan radiologi yang
mencerminkan keadaan patologis, harus dilaporkan dan dibaca oleh dokter
spesialis Radiologi terlebih dahulu kemudian segera disampaikan kepada dokter
yang merawat pasien (DPJP).Pelaporan nilai kritis radiologi diatur mulai dari
petugas radiologi konfirm hasil kritis ke dokter Sp.Rad dan dilanjutkan ke perawat
ruangan dan sampai ke DPJP adalah 60 menit.
Tatalaksana pelaporan nilai kritis unit radiologi sebagai berikut :

43
a. Petugas radiologi menginformasikan hasil nilai kritis yang sudah dilaporkan
ke dokter spesialis radiologi segera ke perawat ruangan pasien untuk
dilaporkan kepada DPJP dalam waktu 30 menit.
b. Petugas radiologi mencatat informasi yang disampaikan kedalam buku
pelaporan hasil nilai kritis radiologi.
c. Petugas radiologi memberikan stempel nilai kritis pada hasil laboratorium
d. Petugas radiologi mencatat jam pelaporan hasil kritis yang dilaporkan perawat
ruangan ke DPJP dan memberikan paraf pada form RM 08 pada kotak
readback dalam waktu 1x24 jam.
e. Perawat ruangan yang menerima informasi nilai hasil kritis radiologi pada
form RM 08 dalam bentuk SBAR dan melakukan TULBAKON yaitu Tulis,
Baca ulang, Konfirmasi sesuai apa yang disampaikan petugas radiologi.
f. Perawat ruangan melaporkan hasil nilai kritis yang disampaikan oleh petugas
radiologi ke DPJP dalam waktu 30 menit, dokumentasikan dalam form RM 08
dalam bentuk SBAR.
g. Perawat memberikan paraf pada kotak readback dan DPJP juga harus
melakukan verifikasi dengan memberikan paraf pada kotak readback dalam
waktu 1x24 jam.

44
DAFTAR NILAI KRITIS PEMERIKSAAN RADIOLOGI
LOKASI KATEGORI MERAH
SISTEM SARAF PUSAT Perdarahan otak (SDH, EDH, SAH, ICH, IVH)
Herniasi otak dengan penyebab apapun
Stroke Iskemik akut
Fraktur Kalvaria komplek
Fraktur vertebra yang tidak stabil
Kompresi sumsum tulang belakang

Leher Sumbatan jalan nafas


Diseksi arteri karotis
Stenosis berat arteri karotis

Thorax Pneumothorax/Fluidopneumuthorax (kasus baru)


Diseksi aorta
Emboli Paru
Hyalin membran disease
Ruptur aneurisma
Pneumomediastinum

perforasi (Udara bebas cavum abdomen tanpa riwayat operasi


Abdomen sebelumnya
Iscemia Usus (termasuk kasus NEC)
Volvulus
Internal Bleeding

Urogenital Kehamilan ektopik Terganggu


Solusio Placenta
Torsio testis / Ovarium

Jantung Anak
(Echocardiogram) PPHN
Cyanotic CHD (TOF,TGA)

Jantung Dewasa
(Echocardiogram) Aortic Stenosis > 64mmHg
Mitral Stenosis > 15mmHg
Pulmonic Stenosis > 64mmHg
MV Pressure half time MS ≥ 220MSEC

45
3. Pelaporan nilai kritis Kardiologi / Diagnosis jantung
Nilai kritis Kardiologi / diagnosis jantung adalah nilai kritis dari hasil pemeriksaan
Elektrokardiografi (EKG) dan Ekokardiogram (Echo) pada pasien dewasa yang
mencerminkan keadaan patologis, harus dilaporkan langsung dengan segera ke
DPJP untuk mendapatkan terapi yang sesuai kondisi pasien.
Tatalaksana pelaporan nilai kritis kardiologi / diagnosis jantung sebagai berikut :
a. Perawat ruangan yang melakukan pemeriksaan EKG setelah hasil rekaman
EKG keluar, jika bisa membaca hasil dan termasuk kategori kritis maka segera
langsung melaporkan ke DPJP
b. Perawat ruangan yang melakukan pemeriksaan EKG setelah hasil rekaman
EKG keluar, jika tidak bisa membaca hasil maka segera membacakan hasil
rekaman EKG ke dokter jaga ruangan atau IGD. Jia hasil rekaman
menunjukkan nilai kritis EKG maka segera laporkan ke DPJP dengan segera.
c. Perawat ruangan melaporkan hasil nilai kritis yang disampaikan ke DPJP dan
mendokumentasikan dalam form RM 08 dalam bentuk SBAR dan melakukan
TULBAKON yaitu Tulis, Baca ulang, Konfirmasi sesuai apa yang
disampaikan DPJP.
d. Perawat memberikan paraf pada kotak readback dan DPJP juga harus
melakukan verifikasi dengan memberikan paraf pada kotak readback dalam
waktu 1x24 jam.

46
DAFTAR NILAI KRITIS PEMERIKSAAN KARDIOLOGI / DIAGNOSIS JANTUNG
AREA PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN KATEGORI KONDISI KRITIS
Elevasi segmen ST akut setinggi 1 mm atau
Kardiologi EKG lebih
pada2 sadapan yang bersebelahan atau lebih,
hanya
pada kondisi awal saja.
Depresi ST akut setinggi 2 mm atau lebih pada
2
sadapan yang bersebelahan atau lebih , hanya
pada
kondisi awal saja.
Blok AV derajat tinggi ( tanpa pacu jantung) ,
hanya pada kondisi awal saja.
VT persisten
Torsades des point
ECHO dewasa Tamponade
VSD akut pasca MI
Diseksi aorta
Katup jantung prostetik obstruktif ( tersumbat)
Pseudoaneurisma
Ruptir otot papiler pasca MI
Tes toleransi Hasil tes yang sangat positif yang tidak diduga
latihan fisik positif pada stadium / fase pertarna protochol
bruce.sangat positif didefinisikan sebagai
dewasa elevasi
atau depresi ST yang jelas
Terbentuknya ektopikventrikel yang signifikan
selama fase apapun selama latihan tes fisik
Hipotensi signifikan selama tes latihan fisik
Bradikardi signifikan baik sinus atau berkaitan
dengan blok AV selama atau segera setelah
latihan
fisik
Hipotensi simtomatik dengan atau tanpa aritmia
selama atau pada saat akhir latihan fisik
Abnormalitas lainnya yang berdasarkan opini
dokter spesialis jantung merupakan Hasil uji
kritis
sebuah hasil kritis yang mengindikasikan
adanya
kondisi yang mengancam-jiwa dan dan
memerlukan intervensi medis segera.

47
4. Pelaporan nilai kritis pemeriksaan Endoskopi
Nilai kritis pemeiksaan endoskopi adalah nilai kritis dari hasil pemeriksaan
Endoskopi pada pasien dewasa yang mencerminkan keadaan patologis, harus
dilaporkan langsung dengan segera ke DPJP untuk mendapatkan terapi yang
sesuai kondisi pasien.
Tatalaksana pelaporan nilai kritis pemeriksaan endoskopi sebagai berikut :
a. Perawat ruangan yang menerima hasil bacaan endoskopi termasuk nilai kritis
maka harus segera langsung melaporkan ke DPJP.
b. Perawat ruangan melaporkan hasil nilai kritis pemeriksaan endoskopi ke DPJP
dan mendokumentasikan dalam form RM 08 dalam bentuk SBAR dan
melakukan TULBAKON yaitu Tulis, Baca ulang, Konfirmasi sesuai apa yang
disampaikan DPJP.
c. Perawat memberikan paraf pada kotak readback dan DPJP juga harus
melakukan verifikasi dengan memberikan paraf pada kotak readback dalam
waktu 1x24 jam.

DAFTAR NILAI KRITIS PEMERIKSAAN ENDOSCOPY


HASIL BACAAN
PERFORASI SALURAN CERNA
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS DAN BAWAH
KERACUNAN KOROSIF AKUT
ULKUS SALURAN CERNA ATAS YANG RAWAN
PERDARAHAN DAN PERFORASI

48
5. Pelaporan nilai kritis tanda – tanda vital (Early warning System/EWS)
Nilai kritis tanda – tanda vital (EWS) adalah nilai kritis dari hasil pemeriksaan
tanda – tanda vital pada pasien dengan menggunakan perangkat atau instrumet
EWS (Early warning System) menunjukkan hasil kritis harus dilaporkan langsung
dengan segera ke DPJP untuk mendapatkan terapi yang sesuai kondisi pasien.
Pembagian kategori nilai kritis pemeriksaan EWS adalah sebagai berikut :
1. EWSS dengan skoring 7
2. IMEWS dengan skoring 7
3. PEWS dengan skoring 5
Tatalaksana pelaporan nilai kritis tanda – tanda vital (EWS) sebagai berikut :
a. Perawat ruangan yang melakukan pemeriksaan EWS setelah skoring
menunjukkan kondisi kritis pasien maka segera langsung melaporkan ke DPJP
b. Perawat ruangan melaporkan hasil nilai kritis tanda vital yang disampaikan ke
DPJP dan mendokumentasikan dalam form RM 08 dalam bentuk SBAR dan
melakukan TULBAKON yaitu Tulis, Baca ulang, Konfirmasi sesuai apa yang
disampaikan DPJP.
c. Perawat memberikan paraf pada kotak readback dan DPJP juga harus
melakukan verifikasi dengan memberikan paraf pada kotak readback dalam
waktu 1x24 jam.

49
RUMAH SAKIT LABEL IDENTITAS
Dr. SISMADI
THE IRISH MATERNITY EARLY WARNING SYSTEM
TANGGAL
JAM
≥ 25 ≥ 25
20 – 24 20 – 24
11 -19 11 -19
<10 <10

SPO2 96-100% 96-100%


≤95% ≤95%

≥38,0 ≥38,0
37,5-37,9 37,5-37,9
Suhu 36-37,4 36-37,4
35,1-35,9 35,1-35,9
≤35,0 ≤35,0

120 120
110 110
100 100
90 90
Nadi 80 80
70 70
60 60
50 50

170 170
160 160
150 150
140 140
130 130
Systole 120 120
110 110
100 100
90 90
80 80
70 70

110 110
100 100
90 90
80 80
Diastole 70 70
60 60
50 50
40 40

Alert Alert
Voice Voice
Kesadaran
Pain Pain
Unrespone Unrespone

Protein Protein
Urine Glukose Glukose
Lain-lain Lain-lain

Skor nyeri 0-10 Skor nyeri

Total Yellow Zone


Total Pink Zone
PERAWAT

50
RUMAH SAKIT
LABEL IDENTITAS
Dr. SISMADI
PEDIATRIC EARLY WARNING SYSTEM
TANGGAL Score
JAM

Sadar Penuh 0
 Cenderung Tidur
1
PERILA  Rewel
KU Gelisah 2
 Lethagic
3
 Resopon Nyeri Menurun

 Merah
0
 CRT 1-2 Detik
 Pucat
1
 CRT >3 detik
KARDIO  Sianosis
VASKUL  CRT > 4 detik
ER 2
 Takikardi > 20 diatas
normal
 Sianosis
 CRT >5 detik
3
 Takikardi > 30 diatas
normal

Normal parameter, tidak ada


retraksi 0
 RR > 10 diatas normal
 Menggunakan otot bantu
 Memakai O2 dengan 1
FIO2>30% atau O2> 3
lpm
Respirasi  RR >20 diatas normal
 Menggunakan otot bantu
2
 Memakai O2 dengan
FIO2>40% atau O2>6 lpm
 RR < parameter normal
dengan retraksi
3
 Memakai O2 dengan
FIO2>50% atau O2>8 lpm
Total score
Frekeunsi monitoring

Initial Perawat

Tabel Parameter Normalberdasarkanusia


Usia Nadi Pernafasan
0-1 bulan 100-180 40-60
1-12 bulan 100-180 35-40
13 bulan-3 tahun 70-110 25-30
4-6 tahun 70-110 21-23
7-12 tahun 70-110 19-21
13-19 tahun 55-90 16-18

51
RUMAH SAKIT
LABEL IDENTITAS
Dr. SISMADI
EARLY WARNING SYSTEM SCOR
0 1 2 3
KODE WARNA :
TANGGAL
JAM

≥ 25 3 ≥ 25
RESPIRATION

21 – 24 2 21 – 24
18 - 20 18 - 20
15 – 17 15 – 17
12 – 14 12 – 14
9 – 11 1 9 – 11
≤8 3 ≤8

SPO2 ≥ 96 ≥ 96
94 – 95 1 94 – 95
92 - 93 2 92 - 93
≤ 91 ≤ 91

SPO2 ≥ 97 ON ≥ 97 ON O2
Pada pasien O2
dengan 95-96 ON 2 95-96 ON
kelainan O2 O2
paru 93-94 ON 1 93-94 ON
( PPOK ) O2 O2
≥ 93 ON ≥ 93 ON O2
O2
88-92 88-92
86-87 1 86-87
84-85 2 84-85
≤ 83 3 ≤ 83

Air A = Air A = Air


Or O2 L /mn 2 O2 L /mn
Oksigen Device Device

≥ 220 3 ≥ 220
201-219 201-219
181-200 181-200
161-180 161-180
141-160 141-160
SYSTOLIC

121-140 121-140
Tensi

111-120 111-120
101-110 1 101-110
91-100 2 91-100
81-90 3 81-90
71-80 71-80
61-70 61-70
51-60 51-60
≤ 50 ≤ 50

≥ 131 3 ≥ 131
121-130 2 121-130
111-120 111-120
101-110 1 101-110
NADI

91-100 91-100
81-90 81-90
71-80 71-80
61-70 61-70
51-60 51-60

52
41-50 2 41-50
31-40 3 31-40
≤ 30 3 ≤ 30

Alert Alert
Kesadaran

Confusion Confusion
Tingkat

3
V V
P P
U U

≥ 39.1 2 ≥ 39.1
38.1-39.0 1 38.1-39.0
SUHU

37.1-38.0 37.1-38.0
36.1-37.0 36.1-37.0
35.1-36.0 1 35.1-36.0
≤ 35 3 ≤ 35
Total Skor
Frekuensi monitoring
Initials perawat

53
3.6 SERAH TERIMA / HAND OVER
1. Serah terima ( hand over) di rumah sakit bisa terjadi pada saat :
 Antar-PPA seperti antara staf medis dan staf medis, antara staf medis dan staf
keperawatan atau dengan staf klinis lainnya, atau antara PPA dan PPA lainnya
pada saat Pertukaran shif.
 Antar berbagai tingkat layanan di dalam rumah sakit yang sama seperti jika pasien
dipindah dari Instalasi intensif ke Instalasi perawatan atau dari Instalasi darurat ke
kamar operasi
 Dari Instalasi rawat inap ke Instalasi layanan diagnostik atau Instalasi tindakan
seperti radiologi atau Instalasi terapi fisik (rehab medik).
2. Hal - hal yang kritikal di komunikasikan dan didokumentasikan diantara profesional
pemberi asuhan pada waktu dilalihkan serah terima pasien (hand over).
3. Evaluasi mengenai catatan komunikasi yang terjadi waktu serah terima pasien (hand
over) akan dilakukan untuk memperbaiki proses.

3.7 Edukasi pasien dan Keluarga


3.7.1 Edukasi Pasien dan Keluarga secara umum
Rumah sakit melaksanakan edukasi terhadap pasien dan keluarganya sehingga mereka
mendapat pengetahuan serta keterampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan
pengambilan keputusan asuhan pasien. Rumah sakit memasukkan edukasi ke dalam proses
asuhan sesuai dengan misi, jenis pelayanan yang diberikan, dan populasi pasien. Edukasi
direncanakan untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan edukasi sesuai dengan
kebutuhannya.
Edukasi harus berfokus pada pengetahuan dan keterampilan spesifik yang dibutuhkan
pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan, serta berpartisipasi dalam asuhan dan
asuhan berkelanjutan di rumah. Terdapat tiga tahap dalam pemberian edukasi, yaitu:

A. Asessment pemberian informasi & edukasi pasien/ keluarga


Kegiatan awal yang dilakukan dalam Pemberian informasi & edukasi pasien/ keluarga
adalah melakukan pengkajian Asesment Kebutuhan Pemberian informasi & edukasi

54
pasien/ keluarga. Kegiatan ini dilakukan oleh Ketua Tim / Pj Shift waktu di IGD / IPT o
sebagai data awal dalam perencanaan edukasi ada 2 pengkajiaan :
1)Pengkajian Umum :
Edukasi kesehatan pasien dan keluarga yang meliputi Meliputi :
a) Agama
b) Pendidikan terakhir
c) Kemampuan baca tulis / belajar
d) Bahasa sehari-hari
e) Hambatan emosional
f) Keterbatasan fisik /kognitif
g) Budaya yang mendukung / tidak mendukung
h) Kesediaan pasien menerima informasi / kemauaan belajar
2)Rencana Kebutuhan edukasi Rencana
kebutuhan Edukasi Meliputi
a) Hak dan kewajiban pasien
b) Proses Penyakit, diagnose, Tindakan medis, komplikasi ,hasil yang tidak diharapkan
c) Penggonaan obat – obatan,interaksi obat / makanan , efek samping ,
d) manajemen nyeri,
e) pengendalian infeksi,
f) nutrisi,
g) rehabilitasi medic,
h) pelayanan Bimbingan Rohani,
i) dan penggunaan alat kesehatan
j) Persetujuan tindakan kedokteran
k) Lain – lain ( sesuai dengan kebutuhan )
Jika dalam pengkajian awal / umum di IGD terdapat data yang mengindikasi adanya
kebutuhan Edukasi pasien segera misalnya ; nyeri, maka perawat/ petugas IGD harus
mencentang (√) pada pengkajian kebutuhan Edukasi “Manajemen nyeri” jika memang
sudah dilaksanakan Edukasi.
3) Pada saat di Ruang Keperawatan Ketua Tim memverifikasi semua data pada format
pengkajian assessment , apabila di perlukan melakukan assesmen ulang

55
4) Jika dalam pengkajian didapatkan kendala dalam berkomunikasi maka Ketua Tim /
PPJP bisa mengkoordinasikan dengan keluarga untuk mendatangkan ahli/ tenaga
profesional agar membantu dalam kelancaran dalam berkomunikasi, misalnya : Ahli
wicara, pemuka agama non islam dan ahli teraphis lain yang dapat membantu proses
Pemberian informasi & edukasi pasien/ keluarga.
Persyaratan dan kompetensi Petugas yang melaksanakan Edukasi sebagai berikut:
a. Petugas Informasi dan Edukasi memberikan Edukasi pasien sesuai dengan Bidang
kerja/ profesi.
b. Memiliki sertifikat pelatihan komunikasi.
c. Petugas harus Kooperatif dalam setiap kegiatan kolaboratif Pemberian informasi
& edukasi pasien/ keluarga
Penerima informasi dan edukasi adalah semua pasien / keluarga baik rawat inap maupun
rawat jalan
Adapun Bahan edukasi pasien adalah :
1) Hak dan kewajiban pasien di sampaikan oleh admisi
2) Proses Penyakit: Oleh Dokter DPJP atau Dokter Jaga / Perawat yang mendapat
delegasi dari DPJP yang berkompeten
3) Penggunaan Obat :oleh Petugas Farmasi klinis atau petugas kompeten
4) Diit dan Nutrisi : Oleh Ahli Gizi
5) Manajemen Nyeri :Oleh Dokter, Perawat yang berkompeten
6) Rehabilitasi Medik :Oleh Petugas fisioterapi yang berkompeten
7) Cuci tangan : Oleh Dokter/ Perawat/ IPCLN
8) Bimbingan Rohani :Oleh Petugas Bimbingan Rohani yang ditunjuk oleh Rumah
Sakit.
9) Penggunaan alat kesehatan: Oleh DPJP/PPJP
10) berdasarkan kasus pasien misalnya tentang ASI Eklusif , KB dl

B. Pelaksanaan pemberian informasi & edukasi pasien/ keluarga


Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif tergantung pada hasil assesmen pasien,
yaitu:

56
a. Jika pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang maka proses
komunikasi edukasinya bisa langsung dijelaskan kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan edukasinya.
b. Jika pasien memiliki hambatan fisik (tuna rungu dan tuna wicara) maka proses
komunikasi edukasinya dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak seperti
brosur yang diberikan kepada pasien dan keluarga (suami, istri, anak, orang tua, atau
saudara sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
c. Jika pasien memiliki hambatan emosinal (pasien marah atau depresi) maka proses
komunikasi edukasinya juga dapat disampaikan dengan menggunakan media cetak
seperti brosur dan menyarankan pasien untuk membacanya.atau menunda pemberian
informasi sampai keadaan membaik
Edukasi yang diberikan sebagai bagian dari proses memperoleh informed consent untuk
pengobatan (misalnya pembedahan dan anestesi) harus didokumentasikan dalam rekam medis
pasien. Bila pasien atau keluarganya secara langsung berpartisipasi dalam pemberian
pelayanan (contoh: mengganti balutan, menyuapi pasien, memberikan obat, dan tindakan
pengobatan) maka mereka perlu diberikan edukasi.
Pelaksanaan Pemberian informasi & edukasi pasien/ keluarga dilaksanakan kepada
seluruh pasien. Dengan hasil yang didapat dari pengkajian, Kepala Ruang melakukan
koordinasi dan kolaborasi dengan petugas lain untuk pemberian Edukasi
Metode yang dilakukan dalam pemberian Edukasi dan Keluarga bisa dengan cara pemberian
informasi secara diskusi / secara individu ataupun secara berkelompok. Media yang
digunakan bisa bervariasi, rumah sakit menyediakan media sebagai pembelajaran pasien dan
keluarga seperti leaflet, LCD, notebook, alat peraga Edukasi, sound system dll.
Tempat pelaksanaan bisa dilaksanakan di ruangan perawatan pasien masing – masing ataupun
beberapa pasien dengan diagnose dan kebutuhan edukasi yang sama di kumpulkan di suatu
tempat tertentu untuk bersama – sama mendapatkan informasi dan edukasi.

C. Verifikasi pengetahuan pasien dan keluarga

Pada tahap ini, petugas memastikan kepada pasien dan keluarga mengenai kejelasan dan
pemahaman materi edukasi yang diberikan. Kesempatan untuk interaksi antara staf, pasien, dan
keluarga pasien dapat memberikan umpan balik untuk memastikan bahwa informasi dimengerti

57
,berfaedah, dan dapat digunakan. Profesional pemberi asuhan (PPA) memahami kontribusinya
masing-masing dalam pemberian pendidikan, dengan demikian mereka dapat berkolaborasi lebih
efektif.Kolaborasi pada gilirannya dapat membantu menjamin bahwa informasi yang diterima
pasien dan keluarga adalah komprehensif, konsisten, dan efektif.

 Apabila pada saat pemberian edukasi, pasien dalam kondisi baik dan senang maka
verifikasi dapat dilakukan dengan cara menanyakan kembali edukasi yang telah
diberikan.
 Untuk pasien yang mengalami hambatan fisik maka verifikasi dapat dilakukan dengan
cara menanyakan kepada keluarganya dengan pertanyaan yang sama, yaitu “ Apakah
Bapak/ Ibu bisa memahami materi edukasi yang kami berikan?”
 Untuk pasien yang mengalami hambatan emosional (marah atau depresi) maka verifikasi
dapat dilakukan dengan cara menanyakan kepada pasien mengenai sejauh mana pasien
telah mengerti tentang materi edukasi yang diberikan melalui brosur. Proses pertanyaan
ini bisa melalui telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Apabila pasien mengikuti semua
arahan dari rumah sakit , diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
Dengan indicator keberhasilan :

1. Pasien / keluarga menyampaikan pemahaman dan manfaat tentang Pendidikan Kesehatan


yang diberikan .

2. Mengungkapkan kembali pendidikan kesehatan yang didapatkan setiap akan dilakukan


tindakan

3. Pasien kooperatif terhadap semua tindakan

3.7.2 Edukasi pada Pasien Tahap Terminal


Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah
kematian, contohnya penyakit jantung dan kanker. Penyakit terminal ini dapat dikatakan harapan
untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, dan tim medis sudah menyerah. Penyakit pada
stadium lanjut, penyakit utama tidak dapat diobati, pengobatan hanya bersifat paliatif
(mengurangi gejala dan keluhan, serta memperbaiki kualitas hidup).

58
Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal menurut Stuart & Sundeen
(2009) adalah sebagai berikut: kanker, penyakit infeksi (meningitis), Chronic Renal Failure
(CRF), stroke multiple sklerosis, cedera kepala, dan AIDS. Tujuan perawatan penyakit terminal
adalah sebagai berikut:
 Menghilangkan atau mengurangi rasa kesendirian, takut dan depresi.
 Mempertahankan rasa aman, harkat dan rasa berguna.
 Membantu pasien menerima rasa kehilangan.
 Membantu kenyamanan fisik.
 Mempertahankan harapan.
Komunikasi dengan pasien penyakit terminal merupakan komunikasi yang tidak mudah.
Petugas harus memiliki pengetahuan tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan
tentang proses berduka dan kehilangan. Membangun hubungan saling percaya dan caring dengan
pasien dan keluarga melalui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif. Teknik-teknik komunikasi pada pasien dengan penyakit terminal menurut
Stuart &Sundeen (2009) adalah sebagai berikut:
a. Fase menolak (denial):
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi sebagai berikut:
o Listening:
- Dengarkan apa yang diungkapkan pasien, pertahankan kontak mata, dan observasi
komunikasi non verbal.
- Beri keamanan emosional , yaitu dengan memberikan sentuhan dan ciptakan
suasana tenang.
o Silent:
- Duduk bersama pasien dan mengkomunikasikan minat perawat pada pasien secara
non verbal.
- Menganjurkan pasien untuk tetap dalam pertahanan dengan tidak menghindar dari
situasi sesungguhnya.
o Broad opening:
- Mengkomunikasikan topik / pikiran yang sedang dipikirkan pasien.

59
- Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara
menanyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Fase marah (anger):
Pada tahap ini kita dapat mempergunakan teknik komunikasi listening: perawat berusaha
dengan sabar mendengarkan apapun yang dikatakan pasien lalu diklarifikasikan.
- Membiarkan pasien untuk mengekspresikan keinginan, menggambarkan apa yang
akan dan sedang terjadi pada mereka.
- Beri perhatian dan lingkungan yang nyaman dan cegah injuri.
- Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang
marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa marah merupakan hal yang
normal dalam merespon perasaan kehilangan menjelang kematian.

c. Fase menawar (bargaining):


o Focusing :
- Bantu pasien mengembangkan topik atau hal yang penting.
- Ajarkan pasien agar dapat membuat keputusan dalam hidupnya yang bermakna.
o Sharing perception:
- Menyampaikan pengertian perawat dan mempunyai kemampuan untuk
meluruskan kerancuan.
- Dengarkan pasien pada saat bercerita tentang hidupnya.

d. Fase kemurungan (depresi):


- Perlakukan pasien dengan sabar, penuh perhatian dan tetap realitas.
- Kaji pikiran dan perasaan serta persepsi pasien, jika ada salah pengertian harusnya
diklarifikasi.
- Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan
oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal, yaitu duduk
dengan tenang di sampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien
sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Fase menerima atau pasrah (acceptance):

60
o Informing:
Membantu dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang aspek yang sesuai
dengan kesejahteraan atau kemandirian pasien.
o Broad opening:
Komunikasikan kepada pasien tentang apa yang dipikirkannya dan harapan-
harapannya.
o Focusing:
Membantu pasien mendiskusikan hal yang menjadi topik utama dan menjaga agar
tujuan komunikasi tercapai.
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang dan damai.Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaannya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu menolong dirinya
sendiri sebatas kemampuannya.

3.7.3 Edukasi pasien Geriatri


Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia (usia 60 tahun ke atas) dengan multi penyakit
dan/ atau gangguan akibat penurunan fungsi organ, psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan
yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara terpadu dengan pendekatan multidisiplin yang
bekerja secara interdisiplin. Rumah sakit melakukan promosi dan edukasi sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan lanjut usia di masyarakat berbasis rumah sakit (Hospital Based Community
Geriatric Service).
Pemberian edukasi pada pasien geriatri bisa lewat penyuluhan kelompok secara
langsung, atau melalui media penyuluhan seperti leaflet atau brosur. Penyakit atau masalah yang
sering ditemukan pada pasien geriatri adalah:
1. Stroke.
Stroke adalah kumpulan gejala berupa defisit neurologis (kelemahan anggota gerak satu sisi,
rasa baal/ tebel di anggota gerak satu sisi, pelo, bahkan sampai penurunan kesadaran), yang
timbul secara tiba-tiba , dan menetap >24 jam akibat gangguan pembuluh darah otak
(perdarahan atau penyumbatan).
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (melatih gerakan dasar).

61
- Terapi wicara.
- Terapi okupasi (melatih aktivitas sehari-hari : makan, minum, berpakaian, ke kamar
mandi).
- Psikolog (menguatkan mental).
- Alat bantu jalan.
2. Demensia.
Demensia adalah kumpulan gejala berupa penurunan fungsi intelektual , gangguan ingatan,
gangguan lainnya (bahasa, motorik, persepsi, perilaku, dan lain-lain) sehingga terganggu
fungsi sosial dan aktivitas kesehariannya.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi.
- Terapi okupasi (melatih aktivitas sehari-hari : makan, minum, berpakaian, ke kamar
mandi).
- Psikolog (menenangkan hati pasien).
- Alat bantu jalan jika perlu.
3. Diabetes Melitus.
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala berupa sering makan, sering haus, sering kencing,
dan lambat laun diikuti berat badan menurun dan komplikasi lainnya (kesemutan , mata
kabur, nyeri sendi, dan lain-lain).
Rehabilitasi:
- Fisioterapi (terapi panas, latih gerakan).
- Edukasi mengontrol gula darah.
4. Penyakit Tulang- Sendi.
o Osteoporosis.
Osteoporosis adalah kekeroposan tulang, tulang menjadi tipis, rapuh, dan mudah patah
yang disebabkan kekurangan kalsium dari tulang setiap harinya.
Rehabilitasi :
- Senam osteoporosis.
- Alat bantu jalan jika diperlukan.
- Edukasi makan makanan yang mengandung kalsium dan vitamin D.
o Osteoartritis.

62
Osteoartritis adalah sendi-sendi besar (umumnya lutut) terasa nyeri akibat kurangnya
pelumas sendi sehingga terjadi peradangan akibat antar tulang saling bergesekan.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (terapi panas, penguatan otot).
- Terapi okupasi (latihan aktivitas sehari-hari).
- Obat penghilang nyeri.
o Rhematoid arthritis.
Rhematoid arthritis adalah peradangan pada sendi (umumnya jari pergelangan tangan,
bahu, lutut, dan kaki simetris) akibat diserang sistem kekebalan tubuhnya sendiri.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (latihan gerak, kekuatan, dan ketahanan).
- Terapi okupasi (latihan aktivitas sehari-hari).
- Obat penghilang nyeri.
5. Parkinson.
Parkinson adalah penyakit yang ditandai tremor (gemetar) pada tangan, sulit memulai
pergerakan dan kekakuan otot.
Rehabilitasi:
- Fisioterapi (latihan gerak dasar).
- Terapi okupasi (latihan aktivitas sehari-hari).
- Psikologi (support mental).
6. Inkontinensia Urin.
Inkontinensia urin adalah ketidakmampuan menahan air kencing disebabkan perubahan otot
dan fasia di dasar panggul.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (latihan otot dasar panggul).
- Terapi okupasi (latihan berkemih).
7. Jatuh.
Jatuh adalah suatu kejadian dimana seseorang mendadak terbaring/ terduduk di lantai/
tempat yang lebih rendah bisa dengan atau tanpa penurunan kesadaran dan

63
luka.Penyebabnya : gangguan gaya berjalan, kelemahan otot gerak bawah, kaku sendi,
pingsan, pusing, dan sebagainya.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (latihan gerak, kekuatan, ketahanan).
- Terapi okupasi (latihan aktivitas sehari-hari).
- Alat bantu jalan.
8. Ulkus dekubitus.
Ulkus dekubitus adalah kerusakan atau kematian jaringan dari bawah kulit akibat penekanan
suatu area tubuh dalam waktu yang lama sehingga gangguan peredaran darah di area
tersebut.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (terapi panas, gerakan, kekuatan).
- Terapi okupasi (latihan aktivitas sehari-hari).
- Psikologi (support mental).
- Alat bantu jalan.
9. Low back pain (LBP).
LBP adalah nyeri punggung bawah yang dapat disebabkan oleh kelainan pada tulang
belakang, seperti : HNP (syaraf terjepit), tumor, infeksi, fraktur (patah tulang), osteoporosis,
spondilosis lumbalis (osteoartritis tulang belakang), dan sebagainya.
Rehabilitasi :
- Fisioterapi (terapi panas, latih gerakan, korset, traksi, dan sebagainya).
- Terapi okupasi (latihan dengan stres minimal pada punggung, seperti jalan kaki, naik
sepeda, dan berenang).
- Edukasi cara mengangkat beban berat yang benar.

4 Komunikasi Antara Managemen Dengan Staf bawahannya


Komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi
di dalam kelompok formal maupun informal adalah komunikasi yang disetujui oleh
organisasi itu sendiri dan sifatnya berorientasi kepentingan organisasi.
Tujuan komunikasi ke bawah adalah untuk menyampaikan tujuan, untuk merubah
sikap, membentuk pendapat, mengurangi ketakutan dan kecurigaan yang timbul karena

64
salah informasi, mencegah kesalah pahaman karena kurang informasi dan
mempersiapkan anggota organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
(Muhammad, 2004)
Jenis informasi yang dikomunikasikan ke bawah menurut katz dan kahn dalam purwanto
(2003), komunikasi dari atas ke bawah mempunyai lima tujuan pokok yaitu:
a. Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu. Tipe informasi ini
memusatkan pada apa yang harus karyawan lakukan dan bagaimana
melakukannya. Instruksi kerja yang berbentuk perintah, pengarahan,penjelasan
dan deskripsi pekerjaan merupakan cara untuk menyampaikan informasi jenis ini.
b. Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan. Tipe
informasi ini bertujuan agar karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka
berhubungan dengan tugas-tugas dan posisi lainnya dalam organisasi dan
mengapa mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, tipe informasi ini
membantu karyawan mengetahui bagaimana pekerjaan mereka membantu.
c. Organisasi dalam mencapai tujuannya.
d. Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional. Karyawan
diberikan informasi mengenai jumlah jam kerja, gaji, program pensiun, asuransi
kesehatan,liburan dan ijin cuti,program insentif, penalty dan hukuman.
e. Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan. Informasi
mengenai hasil kerja karyawan sangat penting dalam mempertahankan
operasional perusahaan. Karyawan sering mengeluh,seperti mereka tidak tahu
bagaimana atasan melihat performans mereka.
f. Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi
menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai.
Bentuk- bentuk komunikasi yang digunakan di RS Dr. Sismadi, diantaranya adalah:
1. Bentuk lisan
Koordinasi antara bagian dibentuk melalui kegiatan-kegiatan:
a. Rapat koordinasi keperawatan
Rapat koordinasi keperawatan adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar bagian
keperawatan dengan kepala ruangan ( Karu), didalamnya terkandung unsur evaluasi hasil

65
pemberian pelayanan keperawatan, transfer of knowledge, dan fungsi koordinasi sesame perawat
untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
b. Apel Pagi
Apel Pagi adalah sebuah bentuk komunikasi dan koordinasi antar Direksi & Management
dengan Staf dibawahnya yang dilaksanakan setiap 1 minggu sekali pada hari Senin Pagi Jam
07.00 – 08.00 , Dalam apel pagi disampaikan berbagai hal diantaranya evaluasi hasil pemberian
pelayanan Rumah Sakit, Informasi –informasi terbaru tentang pelayanan pasien .
c. Rapat Management
Rapat Managemen dilaksanakan Minimal 1 bulan sekali yang dihadiri oleh Direksi, Kepala
bagian /Bidang dan Satuan Pengawas Internal. Rapat ini bisa diselenggarakan setiap saat jika
dibutuhkan segera ada keputusan managemen terhadap suatu masalah.
d. Rapat Bagian/ Sub Bagian /Unit
Rapat ini diadakan oleh masing-masing Bagian /Bidang/Unit/Ruangan yang dihadiri oleh
Pimpinan dan staf masing-masing, membahas perkembangan dan berbagai masalah yang
dihadapi dalam melayani pasien khusunya pada Unit/Bagian Tersebut.
2. Bentuk Tulisan
Sedangkan bentuk tulisan yang digunakan adalah dengan : surat, memo intern, uraian tugas,
panduan, laporan kegiatan, dan pedoman kebijakan.

66
67

Anda mungkin juga menyukai