Anda di halaman 1dari 91

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

TAHUN 2019

RUMAH SAKIT BINA SEHAT MALANG


Jl. Mayjen Sungkono No.9 Tlogowaru
Kedung Kandang – Kota Malang
Telp.: 0341-754075 Website : www.rsbinasehatmalang.co.id
E-mail : rsbinasehatmalang@yahoo.com

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,


kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum. Untuk mewujudkan pemberian kesehatan yang optimal
dengan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat
maka perlunya penyelenggaraan Praktik kliniks yang kompetensi.

Penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai


kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter
yang memiliki etik, keahlian dan kewenangan untuk peingkatan mutu melalui
pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, pembinaan, pengawasan,pemantauan
dan panduan pelayanan klinis agar penyelenggaraan praktek kedokteran sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dan untuk memberikan
perlindungan dan kepastian hukum penerima pelayanan kesehatan dokter maka
perlunya pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik kedokteran.

Dalam Undang – Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


pada salah satu pasalnya menyatakan bahwa dokter dalam menyelenggaran
praktik kedokteran wajib mengikuti standart pelayanan kedokteran. Dan
Permenkes No. 1438 tahun 2010 tentang standart Pelayanan Kedokteran
meliputi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Panduan Praktik
Klinis (PPK) untuk tingkat Rumah Sakit .

Untuk mencapai tujuan penyelenggaraan kesehatan masyarakat dengan


berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu dengan
penyesuain perkembangan Ilmu dan tehnologi kedokteran serta meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan dengan 4 pelayanan dasar, maka Rumah Sakit Bina
Sehat Malang menyusun Pedoman Praktik Kliniks.

2
B. PENGERTIAN

Panduan Praktik Klinis adalah panduan prosedur standar dalam pelayanan


dan perawatan kepada pasien yang harus diketahui dan dijalankan oleh seorang
dokter untuk melaksanakan kegiatan kesehatan secara optimal, profesional, dan
dapat dipertanggung jawabkan

Tujuan Secara Umum Panduan Praktik Klinis yaitu :

1. Meningkatkan dan memperbaiki mutu pelayanan dan perawatan kepada


pasien secara optimal, berkesinambungan, professional.
2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya.
3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan resiko terkecil.
4. Memberikan tata laksana dengan biaya yang memadai bagi pasien

Tujuan secara khusus Panduan Praktik Klinis yaitu :


1. Menyediakan fasilitas kesehatan sesuai dengan kebutuhan standar
pelayanan di RS Bina Sehat Malang.
2. Memiliki pedoman atau panduan baku dengan mengutamakan upaya
maksimal secara kompetensi dan fasilitas yang ada.
3. Memiliki tolak ukur dalam melaksanakan jaminan mutu pelayanan.

3
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Ruang lingkup dari 6 dasar pelayanan di Rumah Sakit Bina Sehat Malang yang
terdiri dari :
1. Pelayanan Penyakit Dalam
2. Pelayanan Penyakit Anak
3. Pelayanan Penyakit Obsgyn
4. Pelayanan Penyakit Bedah
5. Pelayanan Anesthesi
6. Pelayanan dokter gigi

B. Dari ke 6 Dasar pelayanan penyakit disesuaikan dengan pelayanan yang


diberikan di RS Bina Sehat Malang yaitu :
1. Pelayanan Penyakit Dalam meliputi :
a. GEA
b. Demam Typoid
c. Hipertensi DHF
d. Dispepsia
e.

2. Pelayanan Penyakit Anak meliputi :


a. Kejang Demam
b. Diare Akut
c. Demam Tipoid pada Anak
d. Asma Broncial
e. Broncopneomoni

3. Pelayanan Obsgyn meliputi :


a. SC
b. Abortus

4
c. KPD
d. Kehamilan Lewat Waktu
e. Persalinan Kala 2 Lama

4. Pelayanan Bedah Umum meliputi :


a. Appendiktomie
b. Hernia Inquinialis
c. Peritonitis
d. Intussusception
e. Apendisitis Kronis

5. Pelayanan Anesthesi meliputi :


a. Intubasi Endotrakheal
b. Prosedur Anestesi Umum dengan Intubasi Endotrakheal
c. Regional Anesthesi Blok Subarakhnoid (Spinal)
d. Prosedur Sedasi Sedang – Berat

6. Pelayanan dokter gigi meliputi :


a. Pulbitis Reversible (ICD 10: K04.0)
b. Pulpitis Irreversible (ICD 10 :K04.0)
c. Nekrosis Pulpa (ICD 10: K04.1)
d. Abses Periapikal (ICD 10: K04.7)

5
C. Untuk pelayanan tersebut, Panduan Praktik Klinis berisi butir – butir meliputi :
1. Pengertian
2. Anamnesis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Kriteria Diagnosis
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Banding
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Tata Laksana
9. Edukasi (Hospital Health Promotion)
10. Prognosis
11. Kepustakaan.

6
BAB III
KEBIJAKAN

Kebijakan – kebijakan yang digunakan untuk penyusunan Panduan Praktik


Klinis di Rumah Sakit Bina Sehat Malang yaitu :

1. Undang – Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada salah
satu pasalnya menyatakan bahwa dokter dalam menyelenggaran praktik
kedokteran wajib mengikuti standart pelayanan kedokteran.
2. Permenkes No. 1438 tahun 2010 tentang standart Pelayanan Kedokteran
meliputi Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan Panduan
Praktik Klinis (PPK) untuk tingkat Rumah Sakit .
3. Pedoman Kerja PMKP tentang kebijakan Point C.6 tentang : Pimpinan Staf
Medis bersama dengan Kelompok Staf Medis (KSM) dan Tim Medis
menetapkan 5 (lima) PPK, CP (Alur Klinis) setiap tahun berdasarkan 5 besar
penyakit sebagai panduan dari Standarisasi proses Asuhan Klinis yang
dimonitor oleh Tim Medik.

7
BAB IV
TATA LAKSANA

1. PELAYANAN PENYAKIT DALAM


A. GASTROENTERITIS AKUT (GEA)

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU PENYAKIT DALAM)

GASTROENTERITIS AKUT

Perubahan pada frekuensi buang air besar menjadi lebih sering dari normal
atau perubahan konsistensi feses menjadi lebih encer atau kedua duanya
dalam waktu kurang dari 14 hari.
1. Pengertian
Umumnya disertai dengan segala gangguan saluran cerna yang lain seperti
mual, muntah, dan nyeri perut kadang kadang disertai demam, darah pada
feses serta tenesmus (gejala desentri)

1. Onset
2. Frekuensi
3. Kuantitas
4. Muntah
2. Anamnesis
5. Adakah darah dan lender bercampur feses
6. Riwayat traveling
7. Riwayat pengobatan antibiotic sebelumnya
8. Adanya penyakit yang mendasari, misal HIV/ AIDS
Penilaian tingkat kesadaran : compos mentis, apatis
3. Pemeriksaan >>Pemeriksaan fisik :
Fisik 1. Periksa berat badan
2. Frekuensi jantung

8
3. Frekuensi nafas, pola pernafasan

4. Tekanan darah
5. Suhu tubuh
6. Fisik abdomen: peristaltic usus
>> Tanda dehidrasi :
1. Kesadaran
2. Tekanan nadi
3. Hipotensi postural
4. Membrane mukosa kering
5. Mata cowong/ cekung
6. Turgor kulit
7. Capillary refill
8. Produksi urine
Klasifikasi dehidrasi secara klinis:
1. Dehidrasi ringan : kehilangan cairan 2-5% dari berat badan
Klinis: turgor kurang, suara serak, belum presyok
2. Dehidrasi ringan – sedang : kehilangan cairan 5-8% dari berat badan
Klinis: turgor buruk, suara serak, keadaan bisa presyok/ syok, nadi cepat
nafas cepat dan dalam
3. Dehidrasi berat : kehilangan cairan > 8% berat badan
Klinis: tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun, sianosis
Sesuai dengan definisi
Indikasi rawat inap jika:
1. Dehidrasi sedang sampai berat
4. Kriteria 2. Vomitus persisten
Diagnosis 3. Diare yang memberat dalam 48 jam
4. Usia lanjut dan geriatric
5. Pasien dengan immunocompromaise
6. Diare akut dengan komplikasi (misal gagal ginjal

5. Diagnosis Kerja Diare acute

6. Diagnosis 1. Diare akut disertai demam dan feses berdarah


Banding 2. Diare akut tanpa disertai demam dan feses berdarah
7. Pemeriksaan 1. Feses rutin
Penunjang 2. Kasus dengan dehidrasi dilakukan pemeriksaan darah rutin, feses dan

9
urine rutin, kimia darah dan jika perlu analisa gas darah
3. Kultur feses
4. Sigmoidoskopi/ colonoscopy pada kasus diare berdarah bila pemeriksaan
penunjang sebelumnya tidak jelas kausanya
Terapi suportif:
Rehidrasi cairan dan elektrolit sesuai denga derajat dehidrasi, jika pasien
tanpa dehidrasi dapat dilakukan dengan upaya rehidrasi oral dengan oralit.
Pada pasien dengan muntah menetap atau dengan dehidrasi sedang berat
dilakukan terapi cairan intravena dengan cairan kristaloid (ringer lactate)

Jumlah pemberian cairan, berdasarkan dejarat dehidrasi :


1. Dehidrasi ringan 5% x berat badan (kg)
2. Dehidrasi sedang 8% x berat badan (kg)
8. Tata Laksana 3. Dehidrasi berat 10% x berat badan (kg)

Terapi simptomatis :
1. Antimotilitas (loperamide, difenoksilat)
2. Antispasmodic/ spasmolitik ( hyosin-n-butilbromid, ekstrak beladona,
papaverine)
3. Pengeras feses (attapulgite, smectit, kaolin-pectin)
4. Antiemetic
5. Antipiretik

Terapi antibiotic : (jika diperlukan sesuai etiologi)


1. Bakteri : quinolon, cotrimoxazole, cephalosporin gen III
2. Jamur : flukonazole, itrakonazole, amfoterisin B
3. Parasit : E histolitica, giardia: metronidazole
4. Virus: terapi supportive
9. Edukasi (Hospital 1. Higienitas makanan
Health 2. Pembuatan oralit pada pasien rawat jalan
Promotion) 3. Tanda tanda dehidrasi pada pasien rawat jalan

10. Prognosis Baik

1. World Gastroenterology Organisation Practise Gudeline: Acute Diarhea


11. Kepustakaan 2008
2. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Edisi V: Diare Akut . 2011

10
B. DEMAM TIPOID DEWASA

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU PENYAKIT DALAM)

DEMAM TIFOID

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh


1. Pengertian infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi

1. Prolonged fever (38,8-40,50C)


2. Sakit kepala
3. Menggigil
4. Batuk
5. Berkeringat
2. Anamnesis
6. Myalgia
7. Malaise
8. Athralgia
9. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah, diare,
konstipasi.
1. Suhu badan meningkat
2. Bradikardia relative (peningkatan suhu 1 0C tidak diikuti peningkatan
denyut nadi 8x/menit)
3. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah, serta
3. Pemeriksaan
tremor)
Fisik
4. Hepatomegali
5. Splenomegali
6. Meteorismus
7. Gangguan mental: somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis

11
1. Suhu badan meningkat
2. Gejala gastrointestinal
3. Bradikardi relative
4. Lidah berselaput
4. Kriteria
5. Uji widal
Diagnosis
Kriteria rawat inap:

1. Pasien dengan muntah persisten


2. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
3. Distensi abdomen

5. Diagnosis Kerja Demam Tifoid

1. Demam dengue
6. Diagnosis
2. Malaria
Banding
3. Enteritis bacterial
1. Darah perifer lengkap sering: leucopenia, anemia, dan trombositopenia
7. Pemeriksaan
2. Uji widal: bila kenaikan 4 kali titer antibody O dan H pada specimen yang
Penunjang
diambil pada jarak 2 minggu
Trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Diet (pemberian makanan padat dini, menghindari sementara sayuran


yang berserat)
2. Terapi penunjang (simptomatik)
3. Pemberian antimikroba

Pemberian antimikroba pilihan pertama:


8. Tata Laksana 1. Kloramfenikol 4x500 mg (50-70mg/KgBB) 14-21 hari atau sampai dengan
7 hari bebas demam

Alternative lainnya:
1. Tiamfenikol 4x500mg
2. Kotrimoksazol 2x960mg selama 2 minggu
3. Ampisillin dan amoxisillin 50-150mg/KgBB selama 2 minggu
4. Sefalosporin generasi ke III: ceftriaxon 3-4 mg dalam dextrose 100cc
selama ½ jam perinfus sekali sehari, selama 3-5 hari

12
5. Cefotaxim 2-3x1gram
6. Fluorokuinolon (ciprofloksasin 2x500mg selama 5-7 hari, ofloxasin
2x400mg selama 5-7 hari)

9. Edukasi
1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
(Hospital Health
2. vaksinasi
Promotion)
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20%, sedangkan
pada kasus yang diobati angka mortalotas tifoid sekitar 2%. Kebanyakan
kasus kematian berhubungan dengan malnutrisi, balita, dan lansia. Pasien
10. Prognosis usia lanjut atau pasien debil prognosisnya lebih buruk. Bila terjadi komplikasi,
maka prognosis semakin buruk. Relaps terjadi pada 25% kasus.

1. Harrison
11. Kepustakaan
2. Buku ajar penyakit dalam

13
C. DHF

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU PENYAKIT DALAM)

DEMAM BERDARAH DENGUE

Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan

1. Pengertian melalui gigitan nyamuk Aedes Aegpty dan Aedes Albopictus serta
memenuhi criteria WHO untuk demam berdarah dengue

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Sakit kepala
2. Anamnesis 3. Nyeri otot orbital
4. Mialgia
5. Athralgia
1. Febris
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:
 Uji torniket positif (>20 ptekie dalam 2,54 cm 2)

3. Pemeriksaan  Ptekie, ekimosis, atau purpura

Fisik  Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat


lain.
 Hematemesis atau melena

Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi:

4. Kriteria 1. Demam atau riwayat demam akur, 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini:
Diagnosis
 Uji torniket positif (>20 ptekie dalam 2,54 cm 2)
 Ptekie, ekimosis, atau purpura

14
 Perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat
lain.
 Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (< 100.000/mm 3)
4. Terdapat minimal satu tanda tanda plasma leakage:
 Hematokrit meningkat > 20% disbanding hematokrit rata rata pada
usia, jenis kelamin, dan populasi yang sama
 Hematokrit turun hingga > 20% dari hematokrit awal setelah
pemberian cairan
 Terdapat efusi pleura, efusi pericard, ascites, dan hipoproteinemia.
Derajat DBD:

1. Derajat I : demam disertai gejala konstitusi yang tidak khas, manifestasi


perdarahan hanya berupa uji tornikuet positif dan atau mudah memar
2. Derajat II : derajat I disertai perdarahan spontan
3. Derajat III : terdapat kegagalan sirkulasi, nadi cepat dan lemah atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
4. Derajat IV : renjatan, tekanan darah dan nadi tidak teratur. DBD derajat III
dan IV digolongkan dalam sndroma renjatan dengue.

5. Diagnosis Kerja Demam Berdarah Dengue

1. Chikungunya
6. Diagnosis 2. Leptospirosis
Banding 3. Demam thypoid
4. Influenza
1. Darah rutin
7. Pemeriksaan
2. Ig G dan Ig M dengue
Penunjang
3. Thorak foto
DBD tanpa syok (derajat I dan II)
1. Medikamentosa : antipiretik (paracetamol)
2. Suportif : cairan kristaloid intravena

8. Tata Laksana
DBD disertai syok (syok sndroma, derajat III, derajat IV)
1. Cairan RL intravena, 10-20ml/kg bb dalam waktu 30 menit pertama
2. Oksigen 2-4 l/menit bila diperlukan
3. Koreksi asidosis metabolic dan elektrolit

15
4. Indikasi pemberian darah

Jika terdapat perdarahan secara klinis:


Bila syok menetap setelah terapi cairan berikan darah segar 10ml/kgbb

7. Edukasi
(Hospital Health Kebersihan lingkungan
Promotion)

8. Prognosis Baik

1. Buku ajar ilmu penyakit dalam edisi V bab demam berdarah dengue
2011
11. Kepustakaan
2. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia 2009

16
D. DISPEPSIA

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU PENYAKIT DALAM)

DISPEPSIA

Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri atas

1. Pengertian nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang
dan sendawa

nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang
2. Anamnesis dan sendawa

3. Pemeriksaan Fisik Ada nyeri disaat penekanan daerah ulu hati

4. Kriteria Diagnosis Gangguan mual, nyeri ulu hati, kembung, muntah

5. Diagnosis Kerja Dispepsia

1. Penyakit refluks gastroesofageal


2. Irritable bowel syndrome
6. Diagnosis Banding
3. Karsinoma saluran cerna bagian atas
4. Kelainan pancreas dan kelainan hati
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap
7. Pemeriksaan adanya infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati,amylase dan
Penunjang lipase, fosfatase alkali dan gumma GT USG abdomen

1. Suportif nutrisi
8. Tata Laksana
2. Pengobatan empirik selama 4 minggu

17
3. Pengobatan berdasarkan etiologi
9. Edukasi (Hospital Makan teratur
Health Promotion)

10. Prognosis Dubia

Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Nafrialdi, Mansjoer A

11. Kepustakaan (Editors). 2005. Standar Pelayanan Medik, Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia, Edisi Khusus. PB PAPDI. Jakarta

18
E. HIPERTENSI

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU PENYAKIT DALAM)

HIPERTENSI

Tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistolik dan/atau
sama atau melebihi 90 mmHg diastolik pada seseorang yang tidak
sedang makan obat antihipertensi

Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII

Klasifikasi TD sistolik TD diastolic

1. Pengertian (mmHg) (mmHg)

Normal <120 dan <80

Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi stage 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi stage 2 ≥ 160 atau ≥100

1. Riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya, riwayat minum obat


antihipertensi
2. Anamnesis 2. Riwayat keluarga hipertensi dan atau penyakit kardiovaskuler,
riwayat merokok, DM, obesitas, inaktifitas fisik, dislipidemia
3. Kepala terasa nyeri, berat, leher kaku terutama pagi hari bangun

19
tidur
4. Dapat tanpa gejala
1. Hasil rata rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan minimal 2
3. Pemeriksaan Fisik kali tiap kunjungan, pada 2 kali kunjungan dengan posisi duduk
setelah beristirahat 5 menit adalah > 140/90 mmHg

2. Jantung dalam batas normal atau ada pembesaran di ventrikel kiri


3. Pemeriksaan fisik sesuai kerusakan target organ
1. Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah
yang dilakukan minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan
atau lebih dengan menggunakan cuff yang meliputi minimal 80%
lengan atas pada pasien dengan posisi duduk dan telah beristirahat 5
menit
2. Tekanan sistolik= suara fase 1 dan tekanan diastolic = suara fase 5
3. Pengukuran pertama harus pada kedua sisi lengan untuk
menghindarkan kelainan pembuluh darah perifer
4. Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada
pasien dengan resiko hipertensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
5. Faktor resiko kardiovaskular
o Hipertensi
o Merokok
4. Kriteria Diagnosis o Obesitas (IMT>30)
o Inaktivitas fisik
o Dislipidemia
o Diabetes mellitus
o Mikroalbuminuria atau LFG <60 ml/menit
o Usia (laki-laki >55 tahun, perempuan >65tahun)
o Riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular dini (laki-laki <55
tahun atau perempuan <65 tahun)
6. Kerusakan organ sasaran :
o Jantung : hipertrofi ventrikel kiri, angina atau riwayat infark miokard,
riwayat revaskularisasi
koroner, gagal jantung

o Otak : strok atau transient ischemic attack (TIA)

20
o Penyakit ginjal kronik
o Penyakit arteri perifer Retinopati
o

7. Penyebab hipertensi yang telah diidentifikasi : sleep apnea, akibat


obat atau berkaitan dengan obat, penyakit ginjal kronik,
aldosteronisme primer, penyakit renovaskular, terapi steroid kronik
dan sindrom Cushing, feokromositoma, koarktasi aorta, penyakit tiroid
atau paratiroid

Hipertensi stage 1
5. Diagnosis Kerja
Hipertensi stage 2
Hipertensi sekunder: Peningkatan tekanan darah akibat white coat

6. Diagnosis Banding hypertension, rasa nyeri, peningkatan tekanan intraserebral , ensefalitis,


akibat obat, dan lainnya

Pemeriksaan laboratorium:
1. Darah rutin
2. Urin rutin
3. Ureum
4. Kreatinin
5. Elektrolit darah (Na, K, Cl, Ca, Mg)
7. Pemeriksaan 6. Gula darah
Penunjang 7. Profil lipid
>>Pemeriksaan radiologi:
X foto thorak

>>Pemeriksaan lain:
1. EKG
2. Funduskopi
1. Perubahan/ modifikasi gaya hidup ( batasi asupan garam, turunkan
8. Tata Laksana BB jika berlebih, olahraga teratur, tidak merokok, bebas alcohol)
2. Obat antihipertensi (diuretic, beta bloker, ACEinhibitor, ARB, Ca

21
channel bloker, Anti aldosteron, direct vasodilator, alpha receptor
central acting)
3. Hipertensi stage 1 dapat diberikan monoterapi, bila disertai factor
resiko dapat dimulai obat kombinasi
4. Hipertensi stage 2 dapat diberikan obat kombinasi
1. Perubahan gaya hidup (menjaga BB ideal BMI 18,5-24,9 kg/m2,
aktifitas fisik minimal 30 menit perhari seminggu 5 kali, kurangi
9. Edukasi (Hospital konsumsi alcohol (<30 ml etanol), diet rendah garam <3,5 gr, DASH
Health Promotion) diet (sayur, buah, rendah lemak)
2. Minum obat antihipertensi teratur
3. Rajin control tekanan darah
Baik jika tanpa komplikasi kerusakan target organ atau bukan hipertensi
10. Prognosis
emergensi/ urgensi
1. JNC VII 2003
11. Kepustakaan 2. CHEP guide line 2013
3. NICE guide line 2012

22
2. PELAYANAN PENYAKIT ANAK

A. KEJANG DEMAM

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU KESEHATAN ANAK)

KEJANG DEMAM

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenakan suhu
tubuh (diatas 38 C Rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat,
gangguan elektrolit atau metabolik lainnya. Kejang yang terjadi pada bayi
dibawah umur 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

Kejang demam sederhana adalah kejang yang berlangsung singkat


1. Pengertian kurang dari 15 menit bersifat kejang umum dan tidak berulang dalam 24
jam.

Kejang demam kompleks adalah kejang berlangsung lebih 15 menit


bersifat fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahulu kejang
fokal dan berulang dalam 24 jam.

10. Adanya kejang, jenis kejang, lama kejang dan kesadaran, interval kejang
dan keadaan anak pasca kejang
2. Anamnesis 11. Suhu tubuh saat kejang, sebelum kejang
12. Adanya infeksi diluar SSP seperti ISPA, ISK, OMA
13. Riwayat tumbuh kembang, riwayat kejang demam dan epilepsy dalam

23
keluarga
14. Singkirkan sebab kejang yang lain misal diare dan muntah yang
menyebabkan gangguan elektrolit, sesak nafas yang dapat menimbulkan
hipoksemia, asupan makanan dan susu kurang yang dapat menimbulkan
hipoglikemia
8. Suhu tubuh (rectal)
9. Kesadaran (Glasgow Coma Scale)
10. Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk, Brudzinsky I dan II, Kernig
sign, Laseque sign
11. Pemeriksaan nervus cranial
3. Pemeriksaan
12. Tanda peningkatan tekanan intracranial, UUB menonjol, papil edema
Fisik
13. Tanda infeksi diluar SSP : ISPA, SK, OMA
14. Pemeriksaan neurologi lain : tonus, motorik, reflex fisiologis dan
patologis
15. Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit, gula darah sewaktu, urinalisis,
kultur darah , urin dan feses bila dibutuhkan
4. Kriteria Kriteria Klinis Sesuai definisi Kejang Demam
Diagnosis

5. Diagnosis Kerja Kejang demam sederhana atau kejang demam kompleks

4. Meningitis
5. Ensefalitis
6. Diagnosis 6. Gangguan keseimbangan elektrolit
Banding 7. Generalized Epilepsy with Febrile Seizure+
8. Severe Myoclonic Epilepsy in Infancy
9. Febrile status epilepticus
Pemeriksaan Darah lengkap, elektrolit darah, gula darah sewaktu,
7. Pemeriksaan urinalisis, kultur darah , urin dan feses tidak diperlukan pada kejang
Penunjang demam sederhana . Peringkat bukti ilmiah B

Medikamentosa :
1. Antipiretik : Parasetamol 10-15 mg /kgBB oral atau drip diberikan setiap
4 jam maksimal 5 kali sehari. Ibuprofen 5 -10 mg/kgBB diberikan 3-4 kali
8. Tata Laksana sehari
2. Anti kejang : diazepam oral 0.3 mg/kgBB setiap 8 jam atau diazepam
rectal 0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat suhu > 38.5 C
3. Pengobatan rumatan jangka panjang diberikan dengan fenobarbital 3-4

24
mg/kgBB/hari dibagi 1-2 dosis atau asam valproat 15-20 mg/kg BB/hari
dibagi 2-3 dosis diberikan selama satu tahun bebas kejang kemudian
dihentikan bertahap 1-2 bulan Pengobatan rumatan diberikan jika
terdapat keadan sbb :
a. Kejang >15 menit
b. Kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang seperti paresis,
palsi serebral, retardasi mental, hidrosefalus
c. Kejang fokal
d. Kejang berulang lebih dari 2 kali dlm 24 jam
e. Kejang demam pada usia < 12 bulan
f. Kejang demam berulang > 4 kali setahun
9. Edukasi 3. Edukasi kemungkinan berulangnya kejang demam
(Hospital Health 4. Edukasi faktor risiko terjadinya epilepsi
Promotion) 5. Edukasi tanda dini kejang demam
Kejang demam sederhana prognosisnya baik. Pada 482 anak kejang
demam sederhana yang dipantau selama 1 – 5 th tidak ditemukan
kematian, disabilitas intelektual maupun kecacatan. Risiko epilepsi pada
kejang demam sederhana hanya 1-2%. Sebanyak 30 - 35% akan mengalami
kejang demam kembali. Risiko meningkat jika kejang pertama terjadi pada
umur kurang dari 1 tahun, ada riwayat kejang demam pada saudara
10. Prognosis kandung, kejang demam terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi ,
interval waktu antara demam dan kejang pendek dan adanya perkembangan
yang abnormal sebelum kejang.

Kejang demam kompleks : Risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari adalah


5 – 10% terutama jika kejang demam fokal, lama dan ada riwayat epilepsi
dalam keluarga.

3. Pudjiadi, AH dkk : Pedoman Pelayanan Medis. jilid 1, Ikatan Dokter


Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 150-153
4. Widodo, DP : Konsensus Tata Laksana Kejang Demam dalam Gunardi,
H dkk (Eds) Kumpulan Tips Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
11. Kepustakaan
Indonesia, Jakarta 2010 : 193-203
5. Pusponegoro, H : Kejang Demam. Dalam Current Evidences in
Pediatric Emergencies Management. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak. FKUI/RSCM, Jakarta, 12 – 13 April 2015 ; 92-97

25
B. DIARE AKUT

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU KESEHATAN ANAK)

DIARE AKUT
(Pada Anak)
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Menurut Riset
1. Pengertian kesehatan Dasar 2007, diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi
dan 25,2% anak usia 1 – 4 tahun

1. Lama berlangsungnya diare, frekuensi diare sehari, warna feses, adakah


lendir atau lendir darah dalam feses
2. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun,
kapan buang air kecil terakhir, demam, sesak nafas, kejang, perut
kembung
2. Anamnesis
3. Jumlah cairan yang masuk selama diare
4. Jenis makanan dan minuman yang dimakan/minum selama diare
5. Apakah mengkonsumsi makanan minuman yang tidak biasa
6. Apakah terdapat penderita diare disekitarnya
7. Bagaimana dengan sumber air minum
1. Keadaan umum, tanda vital dan kesadaran :
Tanda Utama :
3. Pemeriksaan  gelisah, rewel, lemah/ letargi/ coma, tampak haus, turgor kurang
Fisik atau buruk
Tanda tambahan :
 Mulut bibir lidah kering, mata dan UUB cekung, tak keluar air

26
mata
2. Nafas cepat dan dalam (nafas Kuszmaull) tanda asidosis metabolik
3. Kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit (hipo atau
hipernatremia), kembung (hipokalemia)
4. Berat Badan
5. Penilaian derajat dehidrasi
1. Diare akut tanpa dehidrasi : Tidak ditemukan tanda utama maupun
tambahan, kehilangan cairan tubuh < 5%BB. KU baik sadar, UUB tak
cekung, mukosa mulut dan bibir basah, turgor baik atau cukup, bising
usus normal, akral hangat
2. Diare akut dengan dehidrasi ringan /sedang :
4. Kriteria Kehilangan cairan 5-10% BB, terdapat 2 tanda utama ditambah 2 atau
Diagnosis lebih tanda tambahan. KU gelisah atau cengeng. Turgor kurang, akral
masih hangat
3. Diare akut dengan dehidrasi berat : kehilangan cairan >10% BB,
terdapat 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan. KU letargi
atau koma, UUB sangat cekung, mata sangat cekung, mukosa mulut dan
bibir kering. Turgor sangat kurang akral dingin.

5. Diagnosis Kerja Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi

1. Keracunan makanan
6. Diagnosis
2. Disentri baksiler
Banding
3. Disentri amuba
1. Pemeriksaan feses lengkap
7. Pemeriksaan
2. Analisis elektrolit
Penunjang
3. Analisis gas darah bila perlu pada dehidrasi berat dengan asidosis
- Lintas diare: (1) cairan, (2) seng, (3) nutrisi, (4) antibiotic yang tepat, (5)
edukasi
- Tanpa dehidrasi:
1. Cairan rehidrasi oralit diberikan 5-10 mL/kgBB setiap diare. Dapat
diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan anak, ASI harus terus
8. Tata Laksana diberikan
2. Pasien dapat dirawat dirumah, kecuali apabila terdapat komplikasi lain
seperti tidak mau makan, minum, muntah terus menerus, diare
frekuen/profuse)
- Dehidrasi ringan-sedang
1. Cairan rehidrasi oral diberikan sebanyak 75 mL/kgBB dalam 3 jam

27
untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-
10mL/kgBB setiap diare cair
2. Rehidrasi parenteral diberikan bila anak muntah setiap minum (RL atau
KaeN 3B atau NaCl)
- Dehidrasi berat
1. Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan RL 100mL/kgBB
2. Usia <12 bulan: 30mL/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan
70mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya
3. Umur > 12 bulan: 30mL/kgBB dalam ½ jam pertama dilanjutkan
70mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya
4. Masukkan cairan oral diberikan bila pasien sudah mau makan dan
minum dimulai dari 5mL/kgBB
- Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
- Pemberian seng
- Nutrisi
- Medikamentosa :
1. Tidak boleh diberikan obat antidiare
2. Antibiotic (kotrimoksazole sebagai lini pertama, dan cefixim sebagai lini
berikutnya)
3. Antiparasit (metronidazole)
1. Edukasi hygiene lingkungan : jamban yg bersih, selalu memasak
9. Edukasi makanan dan minuman dan hygiene pribadi : cuci tangan sebelum makan
(Hospital Health atau memberikan makanan
Promotion) 2. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan sapihan, imunisasi rotavirus bila
ada dan masih dalam usia < 6 bulan, imunisasi campak
Baik jika tidak dalam dehidrasi berat dan buruk jika terlambat mendapat
10. Prognosis pengobatan di fasilitas kesehatan

1. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid 1 , Ikatan Dokter


Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 – 62
11. Kepustakaan
2. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan Tips Pediatri. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2010 : 64-69

28
C. DEMAM TIFOID PADA ANAK

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU KESEHATAN ANAK)

DEMAM TIFOID PADA ANAK

Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
1. Pengertian kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi

1. Prolonged fever (38,8-40,50C)


2. Sakit kepala
3. Menggigil
4. Batuk
5. Berkeringat
2. Anamnesis
6. Myalgia
7. Malaise
8. Athralgia
9. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual, muntah, diare,
konstipasi.

Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi,
3. Pemeriksaan Kesadaran menurun, delirium, sebagian anak mempunyai lidah tifoid yaitu
Fisik bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis,meteorismus, hepatomegali,
kadang – kadang dijumpai ronki pada pemeriksaan paru.

29
Demam naik secara bertahap tiap hari mencapai suhu tertinggi akhir minggu
pertama,anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi, anoreksi, nyeri
4. Kriteria
kepala, nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung, pada
Diagnosis
demam tifoid yang berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
ikterus.

5. Diagnosis Demam Tifoid


Kerja
6. Diagnosis Campak, DBD, Meningitis, TB Paru, Malaria
Banding

Uji widal di anggap positif apabila titer antibody O adalah 1 : 200 atau lebih atau
7. Pemeriksaan
bila terdapat peningkatan titer >4x pada pemeriksaan serum sepasang, Darah
Penunjang
lengkap, biakan salmonella

Trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:

1. Diet (pemberian makanan padat dini, menghindari sementara sayuran yang


berserat)
2. Terapi penunjang (simptomatik)
3. Pemberian antimikroba
Pemberian antimikroba pilihan pertama:

1. Kloramfenikol 4x500 mg (50-70mg/KgBB) 14-21 hari atau sampai dengan 7


hari bebas demam
8. Tata Laksana
Alternative lainnya:

1. Tiamfenikol 4x500mg
2. Kotrimoksazol 2x960mg selama 2 minggu
3. Ampisillin dan amoxisillin 50-150mg/KgBB selama 2 minggu
4. Sefalosporin generasi ke III: ceftriaxon 3-4 mg dalam dextrose 100cc
selama ½ jam perinfus sekali sehari, selama 3-5 hari
5. Cefotaxim 2-3x1gram
6. Fluorokuinolon (ciprofloksasin 2x500mg selama 5-7 hari, ofloxasin
2x400mg selama 5-7 hari)
9. Edukasi
(Hospital 1. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
Health 2. vaksinasi
Promotion)

30
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-20%, sedangkan pada
kasus yang diobati angka mortalotas tifoid sekitar 2%. Kebanyakan kasus
10. Prognosis kematian berhubungan dengan malnutrisi, balita, dan lansia. Pasien usia lanjut
atau pasien debil prognosisnya lebih buruk. Bila terjadi komplikasi, maka
prognosis semakin buruk. Relaps terjadi pada 25% kasus.

1. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid 1 , Ikatan Dokter


11. Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 – 62
Kepustakaan 2. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan Tips Pediatri. Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta 2010 : 64-69

31
D. ASMA BRONCIAL

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KESEHATAN ANAK)

ASMA BRONCHIALE
Gejala batuk dan atau mengi berulang, terutama pada malam hari
(nocturnal), reversible (dapat sembuh spontan atau dengan
1. Pengertian
(Definisi) pengobatan) dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau
keluarganya

1. Batuk
2. Gatal tenggorokan
3. Berlangsung lama
2. Anamnesis
4. Mengi
5. Riwayat alergi

1. Kesadaran
2. Suhu tubuh
3. Sesak nafas, suara wheezing
3. Pemeriksaan Fisik
4. Tanda gagal nafas
5. Tanda infeksi penyerta/ komplikasi
6. Derajat asma: ringan/ sedang/ berat/ mengancam jiwa

32
Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
4. Kriteria Diagnosis

Asma bronchiale
5. Diagnosis Kerja
1. Bronkiolitis pada bayi dan anak kecil

2. Bronchitis
6. Diagnosis Banding
3. Pneumonia

4. Tuberculosis

 Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter


 Pemeriksaan darah rutin dan elektrolit
7. Pemeriksaan  Analisa gas darah
Penunjang
 Thorak foto: gambaran hiperaerasi, emfisematous atau komplikasi
pada saat serangan
1. Beri oksigen
2. Nebulasi teratur
8. Tata Laksana : 3. Koreksi asidosis bila ada kelainan,
4. Steroid intravena
5. Aminofilin intravena
1. Istirahat yang cukup

9. Edukasi 2. Minum air putih yang cukup


(Hospital Health 3. Makan makanan bergizi
Promotion)
4. Olahraga teratur

Dubia ad bonam
10. Prognosis

Kondisi pasien membaik


11. Indikator

UKK pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman


12. Kepustakaan nasional asma anak. Bali . 2002

33
E. BRONCOPNEOMONI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KESEHATAN ANAK)

BRONCHOPNEUMONIA
Bronchopneumonia adalah proses peradangan pada paru yang dimulai
dari adanya eksudat mucopurulent pada broncheolus terminalis yang
1. Pengertian
(Definisi) kemudian menyumbat di daerah sekitar lobus, juga disebut lobular
pneumonia.

1. Batuk
2. Demam tinggi terus menerus
3. Sesak
2. Anamnesis 4. Kebiruan disekitar mulut
5. Menggigil (pada anak), kejang (pada bayi)
6. Nyeri dada

1. Suhu tinggi (> 390C)


2. Takipneu

3. Pemeriksaan Fisik 3. Retraksi


4. Nafas cuping hidung
5. Sianosis

34
6. Perkusi normal atau redup
7. Pada auskultasi terdengar suara nafas utama melemah atau
mengeras, suara nafas tambahan/ ronchi basah halus dilapangan
paru yang terkena
Sesuai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang ditemukan,
4. Kriteria Diagnosis ditunjang dengan pemeriksaan penunjang yang cukup

Bronchopneumonia
5. Diagnosis Kerja
 Bronkiolitis pada bayi dan anak kecil

 Payah jantung
6. Diagnosis Banding
 Aspirasi benda asing
 Abses paru
1. Darah tepi: leukositosis
2. Analisa gas darah: hipoksemia. Kadar PaCO 2 dapat rendah, dapat
7. Pemeriksaan terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolic, dan gagal nafas
Penunjang
3. Thorax foto : tampak infiltrate alveolar yang dapat ditemukan di
seluruh lapangan paru
1. Indikasi MRS:
 Ada kesukaran nafas, toksis
 Sianosis
 Umur kurang dari 6 bulan
 Ada penyulit, misal: muntah, dehidrasi, empiema
 Diduga Infeksi stafilokokus
 Imunokompromise
 Perawatan dirumah kurang baik

8. Tata Laksana :  Tidak respon dengan pemberian antibiotic oral


2. Pemberian oksigenasi
Dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse
oxymeter. Bila ada gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik
3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan
parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi
4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap
melalui NGT
5. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin

35
normal
6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi
7. Pemberian antibiotic (misal kotrimoksazole, chepalosphorin)

1. Sanitasi
9. Edukasi
(Hospital Health 2. Imunisasi
Promotion) 3. Makanan bergizi
Dubia
10. Prognosis

Lichenstein R, suggs AH, Campbell J. Pediatric Pneumonia. 2003.


11. Kepustakaan

36
3. PELAYANAN OBSGYN
A. SEKSIO SESARIA

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN)

SEKSIO SESARIA
Seksio sesar (SC) adalah prosedur operasi untuk melahirkan bayi
melalui sayatan pada dinding perut dan uterus.
Jenis seksio sesaria:
 Seksio sesar primer dan ulangan
 Seksio sesar emergency dan elektif
 Seksio sesar segmen bawah dan segmen atas rahim
 Seksio sesar postmortem
 Caesarian hysterectomy
1. Pengertian (Definisi)

>> Indikasi seksio sesaria:


Maternal :
1. CPD
2. Persalinan abnormal
3. Seksio sesar ulangan dengan indikasi yang sama
4. Perdarahan antepartum
5. Obstruksi jaringan lunak

37
6. Kegagalan induksi persalinan
7. Riwayat operasi pada rahim
Bayi :
1. Persistent fetal distress
2. Malpresentasi

3. Postmaturitas dan gawat janin (induksi persalinan)


4. Hamil kembar/ ganda
5. Prolapsus tali pusat (anak hidup)

 Usia ibu
 Jumlah, cara dan luaran persalinan sebelumnya
 Hari pertama haid terakhir
2. Anamnesis
 Riwayat medic atau operasi sebelumnya
 KPD dan perdarahan pervaginam
 Alergi obat

 Keadaan umum: tanda vital (nadi, tekanan darah, temperature,


dan pernafasan)
 Kondisi paru-paru dan jantung
3. Pemeriksaan Fisik
 Abdomen: letak, presentasi, denyut jantung janin
 Status lokalis: dilatasi, selaput ketuban, penurunan bagian
terbawah janin.

Sesuai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik


4. Kriteria Diagnosis

Section sesaria
5. Diagnosis Kerja
-
6. Diagnosis Banding

 Laboratorium: hemoglobin, hematocrit, golongan darah, penapisan

7. Pemeriksaan virus berbahaya, kadar gula darah, analisis urine


Penunjang  Rekam jantung
 USG kandungan
Persiapan umum :

8. Tata Laksana : 1. Kaji indikasi tindakan, periksa kembali presentasi dan pastikan
bahwa persalinan pervaginam memang tidak memungkinkan

2. Minta persetujuan tindakan medic setelah memberikan

38
penjelasan objektif
3. Periksa konsentrasi Hb, jangan tunggu hasilnya bila ibu dan
anak dalam keadaan gawat atau kritis. Periksa golongan darah
dan siapkan transfuse
4. Pasang infuse dan mulai beri cairan
5. Beri natrium sitrat 30 ml 0,3 molar, ranitidine 150 mg (oral) atau
50 mg (iv).
6. Pasang kateter menetap
7. Bila kasusnya partus macet dan kepala bayi sudah turun jauh
kedalam jalan lahir maka persiapkan vagina apabila nanti perlu
bantuan asisten untuk mendorong bayi dari bawah
8. Pasien dimiringkan 15 derajat ke kiri dan pertahankan posisi ini
dengan ganjal bantal untuk mencegah supine hypotension
syndrome
9. Periksa kembali denyut jantung janin sebelum melakukan
operasi.
Prosedur seksio sesaria:

1. Posisikan pasien sedikit miring ke kiri dan ganjal pinggul kanan


dengan bantal
2. Lakukan tindakan aseptic/ antiseptic pada dinding abdomen
hingga lipat paha
3. Lakukan tindakan diatas dengan gerakan melingkar atau atas
bawah dan hindarkan persentuhan siku dan gaun operasi
dengan area operasi
4. Batasi daerah operasi dan kemudian tutup bagian lain dengan
kain
5. Buka dinding perut dengan 2 cara pilihan, yaitu:
 Vertical
 Transversal
Insisi vertical:
1. Buat 2-3 cm insisi vertical pada fascia
2. Gunakan forcep atau koher untuk memegang tepi sayatan
fascia, angkat dan dengan menggunakan gunting perluas
sayatan ke atas dan kebawah
3. Pisahkan musculus rectus abdominalis secara tumpul
4. Gunakan jari untuk menembus peritoneum dekat umbilicus

39
5. Perluas sayatan peritoneum dengan gunting ke bagian atas dan
bawah sehingga uterus ditampakkan dengan jelas
6. Sayat plika vesiko uterine dan segmen bawah rahim hingga
menembus rongga uterus.
Insisi transversal :
1. Buat insisi transversal pada kulit perut, sekitar 3 cm dibawah
garis diantara kedua spina iliaka anterior superior. Panjang
insisi sekitar 16-18 cm
2. Perdalam insisi dibagian tengah (3-4 cm) menembus lemak
bawah kulit hingga kelapisan fascia musculus rectus
3. Buat sayatan transversal pada fascia musculus rectus kemudian
melebar ke lateral kiri dan kanan
4. Masukkan jari diantara musculus rectus dan pisahkan otot
tersebut untuk menampakkan peritoneum
5. Buka peritoneum parietalis dengan ujung jari kemudian perlebar
ke lateral

Membuka dinding uterus :

1. Gunakan scalpel untuk menyayat segmen bawah dinding rahim


(3 cm) secara transversal, pada sekitar 1 cm dari bawah insisi
plika vesikouterina
2. Perlebar sayatan ke kiri dan ke kanan dengan menggunakan
dua jari telunjuk.
3. Setelah sayatan SBR dirasakan cukup lebar, luksir kepala bayi
untuk dilahirkan tanpa menambah panjang robekan dindin SBR
Melahirkan bayi dan placenta:

1. Luksir kepala bayi dengan memasukkan satu tangan melalui


luka insisi ke dalam kavum uteri sehingga berada di sebelah
bawah kepala bayi
2. Sambil mengait kepala dari bawah, keluarkan kepala bayi dari
dalam kavum uteri
3. Keluarkan kepala bayi tanpa merobek insisi pada SBR
4. Dengan tangan yang lain, tekan fundus untuk membantu
lahirnya kepala
5. Minta asisten mendorong kepala bayi dari bawah apabila kepala
bayi telah masuk jauh ke jalan lahir

40
6. Lahirkan kepala
7. Lahirkan tubuh bayi
8. Beri 20 unit oksitosin dalam larutan infuse dan jalankan dengan
60 tetes permenit untuk 2 jam
9. Jepit dan potong tali pusat
10. Serahkan bayi ke asisten untuk mendapat asuhan bayi baru
lahir
11. Beri antibiotic profilaksis setelah tali pusat dijepit

12. Bila cairan ketuban berbau beri antibiotic terapeutik


13. Lepaskan p-lacenta dari tempat implantasinya
14. Lahirkan placenta
Menutup luka insisi SBR :
1. Jepit tepi insisi SBR atas dan bawah
2. Perhatikan agar kandung kemih aman dari manipulasi tindakan
operatif
3. Periksa kedua ujung luka insisi
4. Tautkan kembali luka insisi secara jelujur dengan chromic atau
poliglicolic
5. Jahit dengan jahitan angka delapan apabila terlihat perdarahan
dari dinding uterus atau luka insisi
Menutup dinding abdomen :
1. Perlihatkan sekali lagi dinding uterus dan hasil penjahitan luka
insisi. Pastikan tidak ada perdarahan dan kontraksi uterus baik
2. Tautkan fascia dengan chromic atau poliglicolic. Peritoneum
tidak perlu dijahit
3. Perhatikan tanda tanda infeksi karena diperlukan tindakan
khusus pada fascia, subcutis, dan kulit agar tidak terjadi
dehisensi
4. Bila tidak ada tanda tanda infeksi maka lakukan penjahitan kulit
dengan jahitan vertical matras atau dengan sutra kemudian
tutup jahitan dengan kasa
5. Secara perlahan tapi efektif, tekan uterus melalui dinding
abdomen untuk mengeluarkan sisa bejuan dari uterus dan
vagina
Pemberian obat pasca operasi :
1. Antibiotic : (amoxcicilin, cefadroxil)

41
2. Analgetik : (asam mefenamat, paracetamol, natrium diklofenak,
ibuprofen)
3. Methilergometrin

6. Edukasi
(Hospital Health Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana perawatan.
Promotion)

Dubia ad bonam
7. Prognosis

Kondisi pasien membaik


8. Indikator

Wiknjosastro,Gulardi. 2008. Panduan pelayanan Obtetri dan Neonatal


9. Kepustakaan Komprehensif. USAID. Jakarta.

42
B. ABORTUS

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN)

ABORTUS
Abortus ialah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan, dan sebagai batasan digunakan
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat anak kurang dan 500
gram

Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari


kavum uteri path kehamilan kurang 20 minggu.

Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana


serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi
1. Pengertian
(Definisi) hasil konsepsi masih dalam kavum uteri

Abortus imminens ialah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi


perdarahan pervaginam ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi
masih baik dalam kandungan

"Missed abortion " adalah abortus dimana embrio atau fetus telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan
tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan
selama 6 minggu atau lebih.

43
Abortus habitualis adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali
berturut-turut atau lebih.

1) Hamil
2) Terdapat perdarahan, kadang keluar gumpalan
2. Anamnesis
3) Usia kehamilan < 20 minggu
4) Nyeri perut
1. Usia kehamilan < 20 minggu
2. Test kehamilan positif
3. Pemeriksaan Fisik
3. Terdapat perdarahan
4. Pucat

Sesuai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik


4. Kriteria Diagnosis

Abortus
5. Diagnosis Kerja
1. Abortus komplit
2. Abortus inkomplit
3. Abortus Insipiens
6. Diagnosis Banding 4. Abortus Imminens
5. Missed Abortion
6. Kehamilan ektopik terganggu

Diperlukan pada abortus imminens, abortushabitualis, dan missed


abortion
1. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
7. Pemeriksaan
Penunjang masih hidup menentukan prognosis.
2. Pemeriksaan kadar fibrinogen pada missed abortion
3. Tes kehamilan (PPT)
Penanganan abortus imminens terdiri atas

1. Istirahat-baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam


pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
8. Tata Laksana : darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanis

2. Fenobarbital 3 x 30 mg sehari dapat diberikan untuk menenangkan


penderita

Abortus insipiens dengan kehamilan kurang dari 12 minggu, yang

44
biasanya disertai dengan perdarahan, penanganan terdiri atas
pengosongan uterus dengan segera pengeluaran basil konsepsi dapat
dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam abortus,
disusul dengan kerokan. Apabila abortus inkompletus disertai syok
karena perdarahan, segera harus diberikan infus intravena cairan
NaCl lisiologik atau cairan Ringer yang selekas mungkin disusul
dengan darah. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan

Pasca tindakan ergometrin intramuskulus untuk mempertahankan


kontraksi otot uterus. Penderita dengan abortus kompletus tidak
memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia
perlu diberikan sulfas ferrosus dan dianjurkan supaya makanannya
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral. Pada Missed
abortion bila kadar fibrinogen rendah, perbaiki dulu dengan cara
memberikan fibrinogen kering atau darah segar. Setelah ada
perbaikan, lakukan kuretase. Tindakan kuretase pada missed abortion
tidak jarang menghadapi kesulitan karena plasenta melekat erat
dengan dinding uterus.

9. Edukasi
(Hospital Health Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana perawatan
Promotion)

Dubia ad bonam
10. Prognosis

Kondisi pasien membaik


11. Indikator

12. Kepustakaan

45
C. KETUBAN PECAH DINI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN)

KETUBAN PECAH DINI


Keluarnya cairan ketuban pada masa kehamilan sebelum ada
1. Pengertian
(Definisi) tanda tanda melahirkan

1. Umur kehamilan lebih 20 minggu


2. Anamnesis 2. Keluar cairan jernih dan vagina

1. Pada pemeriksaan fisik : suhu normal bila tidak ada infeksi


2. Peda pemeriksaan obstetri bunyi jantung janin biasanya normal
3. Pemeriksaan 3. Pemeriksaan Inspekulo
Fisik
4. Terlihat cairan keluar dari ostium uteri ekstemum
5. Kertas nitrazin merah akan jadi biru

4. Kriteria Sesuai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik


Diagnosis

Ketuban pecah dini


5. Diagnosis Kerja
1. Fistula vesiko vaginal dengan kehamilan
6. Diagnosis
Banding 2. Stres inkontinensia

1. Pemeriksaan lekosit darah, bila > 15000/mm 3. mungkin ada


infeksi
3. Pemeriksaan
Penunjang 2. USG : membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak
janin, berat janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah

46
air ketuban.
3. Nilai bunyi jantung janin dengan stetoskop Laenec atau dengan
fetal phone atau dengan CTG. Bila ada infeksi infra uterin atau
peningkatan suhu, bunyi jantung janin akan meningkat.

1. Konservatif :
A. Rawat di Rumah Sakit
B. Antibiotika kalau ketuban pecah > 6 jam (ampisillin atau
eritromism bila tak tahan ampisilin).
C. Umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
D. Bila sudah 32-34 minggu masih keluar, maka pada usia
kehamilan 35 minggu dipertimbangkan untuk
terminasi kehamilan (sangat tergantung pada kemampuan
perawatan bayi prematur).
E. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi
infra uterin).

4. Tata Laksana : F. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid selama 7
hari, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu.
2. Aktif
A. Kehamilan > 36 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea
B. Pada keadaan CPD, letak lintang, seksio sesarea
C. Bila ada tanda - tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi,
dan persalinan diakhiri.
a. Bila pelvik skor < 5, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
b. Bila pelvik skor > 5, induksi persalinan partus pervaginam
c. Bila infeksi berat, seksio sesarea
5. Edukasi
(Hospital Health Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana perawatan.
Promotion)

47
Dubia ad bonam
6. Prognosis

Kondisi pasien membaik


7. Indikator

8. Kepustakaan

D. KEHAMILAN LEWAT WAKTU

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN)

KEHAMILAN LEWAT WAKTU


1. Pengertian Kehamilan telah melebihi usia kehamilan 42 minggu
(Definisi)
1. Hamil melebihi waktu melahirkan
2. Anamnesis 2. Belum ada tanda tanda melahirkan

3. Pemeriksaan Kadang ditemukan normal


Fisik
4. Kriteria Sesuai dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik
Diagnosis
Kehamilan lewat waktu
5. Diagnosis Kerja
6. Diagnosis Kehamilan aterm
Banding
1. Pemeriksaan sitologi vagina dengan melihat kelompok sel, derajat
deskuamasi, sel - sel navikuler ataupun peningkatan indeks
karlopiknotik dapat membantu menyatakan gambaran sitologi
7. Pemeriksaan
Penunjang aterm.
2. Rontgenologik menilai pusat penulangan pada os kuboid yang
terjadi pads saat aterm. Penulangan pada bagian atas dari tibia

48
juga terjadi pada saat yang sama, tapi kurang dapat dipercaya.
3. Penilaianultrasonografi, ukuran diameter biparietal janin tak
dapat dipakai pada kehamilan telah aterm, apalagi jika kepala
sudah masuk kedalam rongga panggul. Penilaian jumlah air
ketuban dan derajat maturitas plasenta dapat dipakai untuk
menilai kehamilan lewat waktu.

4. Penilaian kardiotokografi dapat dipakai untukmenilai


kesejahteraan janin yang lebih berhubungan dengan melacak
adanya hipoksia janin. Penilaian warna air ketuban dengan
amnioskopi atau amniotomi dan gambaran kardiotokografi akan
sangat membantu menilai adanya hipoksia intrauterin (NST,
OCT).

1. Induksi persalinan didahului dengan pemecahan ketuban dengan


oksitosin drip jika tidak ada kontraindikasi obstetrik dan belum
8. Tata Laksana : didapatkan tanda - tanda hipoksia intrauterin.
2. Seksio sesarea merupakan indikasi pengakhiran kehamilan jika
telah didapatkan tanda -tanda hipoksia intrauterin.

9. Edukasi
(Hospital Health Perlu penjelasan mengenai kondisi kasus dan rencana perawatan.
Promotion)

Dubia ad bonam
10. Prognosis

Kondisi pasien membaik


11. Indikator

12. Kepustakaan

49
E. PERSALINAN LAMA

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


(ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN)

PERSALINAN LAMA

Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18-24


1. Pengertian
(Definisi) jam sejak dimulai dari tanda-tanda persalinan.

Pasien datang dalam kondisi fase persalinan Kala 1 atau Kala 2


2. Anamnesis dengan status: kelainan pembukaan serviks atau partus macet.

Pemeriksaan Fisik Patognomonis


1. Pada ibu:
a. Gelisah
b. Letih
c. Suhu badan meningkat
d. Berkeringat
3. Pemeriksaan Fisik
e. Nadi cepat
f. Pernafasan cepat
g. Meteorismus
h. Bandle ring, edema vulva, oedema serviks, cairan ketuban
berbau terdapat mekoneum
2. Pada janin:

50
a. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif
b. Air ketuban terdapat mekoneum kental kehijau-hijauan, cairan
berbau
c. Caput succedenium yang besar

d. Moulage kepala yang hebat

e. Kematian janin dalam kandungan


f. Kematian janin intrapartal
Sesuai dengan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
4. Kriteria Diagnosis penunjang.

Persalinan lama
5. Diagnosis Kerja

Infeksi intrapartum, Ruptura uteri, Pembentukan fistula, Cedera otot-

6. Diagnosis Banding otot dasar panggul, Kaput suksedaneum, Molase kepala janin,
Kematian ibu dan anak.

1. Partograf
2. Doppler
7. Pemeriksaan
Penunjang 3. Urin
4. Darah lengkap

Penatalaksanaan
Motivasi pasien dalam proses persalinan dan informasikan rencana
persalinan sesuai dengan perkembangan pasien.
Penatalaksanaa umum
Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio
sesarea
Penatalaksanaan khusus
8. Tata Laksana :
1. Tentukan sebab terjadinya persalinan lama
a. Power: his tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit
dan durasi tiap kontraksinya < 40 detik).
b. Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
c. Passage : panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor
jalan lahir
2. Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi. Prinsip
umum:

51
a. Lakukan augmentasi persalinan denga oksitosin dan atau
amniotomi bila terdapat gangguan power. Pastikan tidak ada
gangguan passenger atau passage.
b. Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio
sesarea) untuk gangguan passenger dan atau passage, serta
untuk gangguan power yang tidak dapat diatasi dengan
augmentasi persalinan.
c. Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksana adalah seksio
cesarea.
3. Berikan antibiotik (kombinasi ampicilin 2 g IV tiap 6 jam dan
gentamisin 5mg/kgBB tiap 24 jam) jika ditemukan:
a. Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau)
b. Atau ketuban pecah lebih dari 18 jam
c. Usia kehamilan 37 minggu

4. Pantau tanda gawat janin


5. Catat hasil analisis dan seluruh tindakan dalam rekam medis lalu
jelaskan pada ibu dan keluarga hasil analisis serta rencana
tindakan.

9. Edukasi Dibutuhkan dukungan dari suami pasien. Pendekatan yang dilakukan


(Hospital Health kepada keluarga sehubungan dengan proses penyembuhan penyakit
Promotion)
pasien maupun pencegahan penularan atau relaps penyakit ini.

dubia ad bonam, namun ad fungsionam dan sanationam adalah dubia


10. Prognosis ad malam.

Kondisi pasien membaik


11. Indikator

1. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan


Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
KementerianKesehatan RI. 2013(Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2013)
12. Kepustakaan
2. WHO. Managing prolonged and obstructed labour. Education for
safe motherhood. 2ndEd.Department of making pregnancysafer.
Geneva: WHO. 2006.(World Health Organization, 2006)
3. Pedoman penyelenggaraan pelayanan obstetri neonatal emergensi

52
komprehensif (PONEK). 2008.(Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2008)

4. PELAYANAN BEDAH UMUM


A. APENDISITIS AKUT

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU BEDAH)

APENDISITIS AKUT

1. Pengertian Penyumbatan dan peradangan akut pada usus buntu dengan

(Definisi) jangka waktu kurang dari 2 minggu

1. Nyeri perut kanan bawah


2. Mual
2. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Pemeriksaan 3. Psoas sign (+)
Fisik 4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11

53
4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis (No 1)
Diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik No 1

5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut

1. Urolitiasis dekstra
6. Diagnosis 2. UTI dekstra
Banding 3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
1. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan
2. Ureum kreatinin
7. Pemeriksaan 3. GDS
Penunjang 4. HbsAg
5. Tes kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen
8. Tata Laksana :
a. Tindakan
Operatif
Laparoskopik
1. Apendektomi perlaparoskopik
b. Tindakan
2. Open appendektomi
operatif open
3. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak
app
4. 3 hari
c. Terapi
Konservatif
d. Lama
perawatan
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
penunjang
9. Edukasi
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
(Hospital Health
komplikasi
Promotion)
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam

10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam

Ad Fungsionam : dubia adbonam

54
11. Tingkat Evidens I untuk Tindakan no 1 & no 2

12. Tingkat B
Rekomendasi

1. SMF Bedah Umum


13. Penelaah Kritis
2. SMF Bedah Digestif

1. Keluhan berkurang
2. Lama hari rawat : 3 hari
14. Indikator
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA

1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat


15. Kepustakaan 2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Konsensus Nasional Ikabi

55
B. HERNIA INGUINALIS

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU BEDAH)

HERNIA INGUINALIS

Penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui anulus inguinalis
internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior,
1. Pengertian
menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus.
1. Adanya penonjolan diselangkangan atau kemaluan sering dikatakan
turun bero/burut/kelingsir
2. Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan dapat
2. Anamnesis
timbul kembali jika menangis, mengejan, mengangkat beban berat
atau bila posisi berdiri
3. Bila terjadi komplikasi tidak ditemukan nyeri.
1. Pemeriksaan fisik abdomen dan inguinalis, terlihat adanya benjolan
di area inguinalis/kemaluan/skrotum.
3. Pemeriksaan
2. Jika tidak ditemukan pada keadaan berdiri pasien diminta mengejan
Fisik
maka akan tampak benjolan dan bila sudah tampak diperiksa apakah
benjolan dapat dimasukan kembali Pada auskultasi benjolan dapat

56
didengarkan bunyi usus
3. Pada palpasi kadang muncul nyeri tekan

4. Kriteria Adanya benjolan di area inguinal atau kemaluan


Diagnosis

5. Diagnosis Kerja Hernia inguinalis

1. Hidrokel
2. Limfadenopati Inguinal
6. Diagnosis
3. Testis Ektopik
Banding
4. Lipoma
5. Orkitis
7. Pemeriksaan USG Skrotal dan Inguinal
Penunjang
1. Pembedahan Herniotomi dan Herniorafi
2. Pembiusan dengan Regional anastesi
8. Tata Laksana
3. Lama perawatan 2 hari
4. Antibiotik Profilaksis, Analgetik

9. Edukasi (Hospital
1. Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis
Health
2. Edukasi Tindakan Herniotomi danHerniorafi
Promotion)
3. Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
Advitam: Bonam

10. Prognosis Ad sanationam : Bonam


Adfungsionam : Bonam

1. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif M, Suporaita,


Wahyu IW, Wiwiek S . 2000; 313-7
11. Kepustakaan
2. Nyhus LM, Bombeck CT, Klein MS. Hernia IN: Sabiston DC. Texbook
Of Surgery 14th ed. Philadelphia: WB Sauders Company; 1991:958-

57
C. PERITONITIS

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU BEDAH)

PERITONITIS

Inflamasi dari peritoneum (lapisan serosa yang menutupi rongga


1. Pengertian
abdomen dan organ organ abdomen didalamnya)
1. Nyeri hebat pada abdomen yang dirasakan terus menerus selama
beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun tersebar di seluruh
abdomen. Intensitas nyeri semakin kuat saat penderita berjalan,
bernafas, batuk, atau mengejan.
2. Anamnesis
2. Suhu badan naik
3. Berdebar, hipotensi bahkan syok
4. Mual dan muntah
5. Kesulitan bernafas
1. Pasien tampak letargik dan kesakitan
2. Demam
3. Pemeriksaan 3. Distensi abdomen disertai nyeri tekan dan nyeri lepas abdomen
Fisik 4. Defans muscular
5. Hipertimpani pada perkusi abdomen
6. Pekak hati dapat menghilang akibat udara bebas di bawah difragma

58
7. Bising usus menurun bahkan menghilang
8. Rigiditas abdomen (perut papan)
9. Pada rectal toucher akan terasa nyeri di semua arah
Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didukung dengan
4. Kriteria
Diagnosis pemeriksaan penunjang

Peritonitis
5. Diagnosis Kerja

1. Infeksi hepar
6. Diagnosis
2. Appendicitis
Banding
3. Kholesistitis
1. Pemeriksaan darah, urine, dan feses
2. Foto abdomen 3 posisi (supine, upright, lateral decubitus) untuk
7. Pemeriksaan
memastikan adanya tanda infeksi dan cairan bebas abdomen, obstruksi
Penunjang
atau paralisis usus
3. USG abdomen
1. Laparotomi
8. Tata Laksana 2. Antibiotic
3. Simtomatik

9. Edukasi (Hospital 1. Edukasi Komplikasi peritonitis


Health 2. Edukasi Tindakan laparotomy
Promotion) 3. Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
Advitam: Bonam

10. Prognosis Ad sanationam : Bonam


Adfungsionam : Bonam

1. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif M, Suporaita,


11. Kepustakaan Wahyu IW, Wiwiek S . 2000; 313-7
2. Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidayat

59
D. INTUSSUSCEPTION

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU BEDAH)

INTUSSUSCEPTION

Intususepsi (intussusception) adalah suatu keadaan segmen usus


1. Pengertian
proximal mengalami invaginasi (masuk) ke dalam usus segmen
(Definisi)
distal.

1. Nyeri perut
Sifatnya mendadak pada bayi usia sekitar 3-9 bulan. Bayi menjadi
rewel, gelisah, menangis keras dan teriak-teriak. Nyeri perut ini
bersifat kolik.

2. Muntah :

2. Anamnesis Muntah dapat terjadi sejak awal, pada awalnya tumpahan jernih
makin lama bersifat fekal.

3. Berak darah dan lendir :

Gejala ini sangat klasik akibat laserasi mukosa.

4. Adanya masa (sausage-shaped mass) yang biasanya berlokasi di


upper midabdomen, sesuai dengan lokasi intususepsinya.

1. Inspeksi :
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kadang-kadang dapat dilihat gambaran usus/peristalsis usus

60
pada dinding perut.
b. Didapatkan distensi bila sudah terjadi ileus.
2. Palpasi :
a. Perut kanan bawah teraba kosong (Dance's sign)
b. Dapat teraba masa yang lokasinya sesuai dengan lokasi
intususepsi
3. Auskultasi :
a. Bising usus meningkat hingga dapat terdengar metalic sound
Pemeriksaan colok dubur :
a. Didapatkan darah dan lendir pada sarung tangan.
b. Dapat ditemukan masa yang berbentuk seperti mulut rahim,
apabila intususeptum mencapai rektum.

1. Memenuhi kriteria anamnesis


4. Kriteria Diagnosis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik

5. Diagnosis Kerja Intussusception

1. Amobiasis kolon.
6. Diagnosis Banding
2. Enterokolitis.

1. Foto polos abdomen : didapatkan gambaran ileus obstruksi.


2. Foto barium enema: dilakukan selama kondisi masih baik,
dengan tujuan :
7. Pemeriksaan
- Diagnosis
Penunjang
- Diagnosis dan terapi
didapatkan gambaran coiled spring atau cupping apabila
intususepsinya pada segmen ileokolika.

1. Dekompresi dengan pipa lambung.


2. Koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Reposisi usus yang mengalami invaginasi dengan cara :
a. Bila intususepsi masih belum disertai tanda-tanda strangulasi
8. Tata Laksana :
maupun perforasi, maka reposisi usus dapat dikerjakan dengan -15-
cara memberi tekanan hidrostatik dengan barium enema.
Barium enema terapeutik ini diharapkan intususeptum
dapat terdorong ke proksimal sehingga tereposisi. Bila reposisi
dengan barium enema gagal maka harus dilakukan operasi
dengan cara milking, selanjutnya dilakukan apendektomi untuk

61
menceph terjadinya apendisitis akuta pasca invaginasi.

b. Bila intususepsi sudah disertai tanda - tanda strangulasi, maka


reposisi intususeptum hanya dikerjakan dengan
laparotomi. Barium enema dapat dikerjakan hanya sebagai
diagnostik, bukan sebagai terapeutik.
c. Bila disertai tanda perionitis, maka harus dilakukan
pembedahan.
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan penunjang
9. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
( Hospital Health komplikasi
Promotion ) 3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat

10. Prognosis Dubia adbonam

11. Tingkat Evidens I

12. Tingkat C
Rekomendasi

13. Penelaah Kritis Dr. Sakinah, Sp.B

1. Keluhan berkurang
14. Indikator 2. Lama hari rawat : 3 hari
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
1. Filston, H. c. : Suraical Problems in Children. The CV Mosby Co.
1982. p. 209
15. Kepustakaan
2. Reffensperger, J.G : Swenson Pediatric Surgery, 51th.Ed. Applenton
and Lange. 1990. p. 221.

62
E. APENDISITIS KRONIS

PANDUAN PRAKTEK KLINIK (PPK)

(ILMU BEDAH)

APENDISITIS KRONIS

9. Pengertian Penyumbatan dan peradangan akut pada usus buntu dengan jangka
Definisi) waktu lebih dari 2 minggu

1. Nyeri perut kanan bawah


2. Mual
10. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Psoas sign (+)
11. Pemeriksaan Fisik
4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11

1. Memenuhi kriteria anamnesis


12. Kriteria Diagnosis
2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik

13. Diagnosis Kerja Apendisitis akut

63
1. Urolitiasis dekstra
2. UTI dekstra
14. Diagnosis Banding
3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
1. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan
2. Ureum kreatinin
3. GDS
15. Pemeriksaan
4. HbsAg
Penunjang
5. Tes kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen
7. Appendicography
16. Tata Laksana :
a.Tindakan
Operatif 1. Aendektomi per laparoskopik
Laparoskopik 2. Open appendektomi
b. Tindakan 3. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak
operatif open 4. 3 hari
app
c.Terapi
Konservatif
d. Lama perawatan
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan penunjang
17. Edukasi 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
( Hospital Health komplikasi
Promotion ) 3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat

Advitam : dubia adbonam

18. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam

Ad Fungsionam : dubia adbonam

19. Tingkat Evidens I untuk Tindakan no 1 & no 2

1. SMF Bedah Umum


20. Penelaah Kritis
2. SMF Bedah Digestif

64
1. Keluhan berkurang
2. Lama hari rawat : 3 hari
21. Indikator
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA

1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat


22. Kepustakaan 2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Konsensus Nasional Ikabi

5. PELAYANAN ANESTHESI
A. INTUBASI ENDOTRAKHEAL

PANDUAN PRAKTEK KLINIS


(PPK)
PROSEDUR TINDAKAN

INTUBASI ENDOTRAKHEAL
1. Pengertian Intubasi adalah proses pengelolaan jalan nafas dengan cara
(Definisi) memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea pasien
dengan bantuan alat laringoskop dengan tujuan
mengamankan jalan nafas atas sehingga ventilasi terjaga.

2. Indikasi 1. Ada obstruksi jalan nafas bagian atas.


2. Gagal nafas akut dan kronis.
3. Pasien yang memerlukan bantuan nafas dengan
respirator.
4. Pemberian anastesi.
5. Terdapat banyak sputum.
6. Pasien tidak sadar dengan potensi jalan nafas terganggu.
7. Pasien henti nafas.
8. Trauma Thorak
3. Kontra Indikasi 1. kondisi pasien yang berat, makin memburuk, berlangsung

65
lama yang memiliki harapan hidup jangka panjang yang
sangat kecil (prioritas 3)
2. penolakan keluarga untuk tindakan dan perawatan lanjutan
3. pasien sudah mati batang otak
4. ketidakmampuan dan ketidakadaan fasilitas untuk
melakukan tindakan dan perawatan sebelum, saat, dan
setelah intubasi
4. Persiapan 1. Inform consent
2. stetoskop
3. laringoskop dengan blade sesuai ukuran pasien
4. pipa endotrakeal 3 ukuran (ukuran pasien, satu nomor
diatas, dan satu nomor dibawah)
5. oropharyngeal airway 3 ukuran (ukuran pasien, satu nomor
diatas, dan satu nomor dibawah)
6. nasopharyngeal airway 3 ukuran (ukuran pasien, satu
nomor diatas, dan satu nomor dibawah)
7. laryngeal mask airway 3 ukuran (ukuran pasien, satu nomor
diatas, dan satu nomor dibawah) yang memungkinkan
pemasangan pipa nasogastrik dan penghisapan cairan
8. plester
9. introducer atau penuntun
10. masker 3 ukuran (ukuran pasien, satu nomor diatas, dan
satu nomor dibawah)
11. bag valve mask
12. mappleson D
13. alat suction dan kateter suction
14. monitor (SpO2, Elektrokardiogram, tekanan darah, nadi)
15. sarung tangan
16. McGill tang
17. spuit cuff
18. gel untuk intubasi
19. laringoskop dengan blade khusus
20. Obat sedasi, analgetik, pelumpuh otot yang sesuai dengan
kondisi klinis
21. Obat Kegawatan: epineprin, sulfas atropin, lidocain, efedrin
5. Prosedur 1. preoksigenasi

66
Tindakan 2. ventilasi
3. induksi
4. intubasi
5. konfirmasi letak pipa endotrakeal
6. fiksasi pipa endotrakeal
7. ventilasi dilanjutkan
6. Pasca Prosedur 1. pasien yang akan menjalani operasi akan dilanjutkan dalam
Tindakan persiapan operasi
2. pasien yang akan menjalani trakeostomi akan dilanjutkan
dalam persiapan trakeostomi (pipa endotrakeal akan
dilepas setelah tindakan trakeostomi) dan dilakukan
perawatan trakeostomi termasuk penanganan
komplikasinya
3. pasien yang tetap menggunakan pipa endotrakeal akan
dilakukan perawatan pipa endotrakeal termasuk
penanganan komplikasinya dan dilakukan ventilasi mekanik
di Ruang Rawat Intensif (ICU)
7. Tingkat Evidens I/II/III/IV

8. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis Dr. Sony Nur Wahyudi, Sp.An
10. Indikator Pemantauan:
Prosedur 1. Tekanan Darah
Tindakan 2. EKG
3. Nadi
4. Oksimetri
5. Analisa gas darah
11. Kepustakaan 1. Benumof’s Airway Management 2nd edition, Carin A
Hagberg, 2007
2. Emergency Airway Management, Jonathan Benger, 2009
3. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional
Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan Terapi Intensif.
2015.

67
B. PROSEDUR ANESTHESI UMUM DENGAN INTUBASI
ENDOTRAKHEAL

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN

PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI


ENDOTRAKHEAL

1. Pengertian Tindakan anestesi dengan menggunakan anestesi inhalasi


(Definisi) yang dihantarkan pada pasien dengan menggunakan pipa
endotrakheal tube yang dimasukkan ke dalam trakhea.

2. Indikasi 1. Pembedahan daerah kepala dan leher.


2. Pembedahan yang membutuhkan relaksasi.
3. Pembedahan dengan kontra indikasi anestesi regional.
3. Kontra Indikasi 1. Penolakan dari pasien maupun keluarga pasien
2. Terdapat massa pada lokasi sekitar insersi pipa
endotrakeal yang menghambat proses intubasi
secara absolut.
3. Ketidakmampuan dan ketidakadaan fasilitas untuk
melakukan tindakan dan perawatan sebelum,

68
saat, dan setelah intubasi (pasca operasi).
4. Persiapan 1. Pasien :
A. Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan
anestesi umum dengan intubasi endotrakheal.
B. Ijin persetujuan tindakan anestesi umum dengan
intubasi endotrakheal.
C. Puasa.
D. Medikasi sesuai resiko anestesi.
E. Premedikasi pra anestesi.
F. Kelengkapan pemeriksaan penunjang.
2. Obat dan Alat:
A. Sulfast Atropin 0,25 mg
B. Lidokain 2 %
C. Ephedrin 50 mg
D. Midazolam 5 mg
E. Fentanyl 100µg/Pethidin 100mg/Morfin 10 mg
F. Propofol 200 mg/Ketamin 500 mg
G. Atracurium 25/50 mg/Rokuronium 50 mg
H. Laringoskop 1 buah
I. Sungkup muka
J. Set Suction 1 buah
K. oropharyngeal airway 3 ukuran (ukuran pasien, satu
nomor diatas, dan satu nomor dibawah)
L. Pipa endotrakeal 3 ukuran (ukuran pasien, satu
nomor diatas, dan satu nomor dibawah)
M. Plester 1 buah
N. Oksigen, Mixed air, N2O
O. Mesin anestesi
P. Isofluran/Sevofluran/Halotan
3. Dokter :
A. Visite perioperatif.
B. penentuan klasifikasi ASA PS.
C. Check list kesiapan anestesi.
5. Prosedur 1. Preoksigenasi dengan oksigen 4-6 lt/mnt selama 3-5
Tindakan menit.
2. Premedikasi menggunakan midazolam(0,01-0,05

69
mg/kg)/ fentanyl (1µg/kg)/Pethidin 1 mg/kg iv.
3. Analgesia menggunakan fentanyl (2-3 mcg/kg)/Pethidin
(1-1,5 mg/kg)/Morfin (0,02-0,1 mg/kg)/Ketamin (0,25-0,5
mg/kg) sesuai klinis pasien.
4. Induksi menggunakan propofol (1,5-2 mg/kg)/Ketamin
(1-2 mg/kg)/Sevofluran Insuflasi/Midazolam (0,1-0,2
mg/kg) sesuai klinis pasien.
5. Memberikan pelumpuh otot atracurium (0,5
mg/kg)/rokuronium (0,6-1,2 mg/kg).
6. Laringoskopi dan insersi pipa endotrakheal.
7. Menguji ketepatan insersi pipa endotrakheal, kesamaan
bunyi nafas kemudian fiksasi pipa endotrakheal.
8. Rumatan anestesi menggunakan kombinasi oksigen,
mixed air, gas anestesi inhalasi isofluran/sevofluran/
halotan/N2O sebanyak 0,5-1,5 vol% MAC, analgetik
dan pelumpuh otot intermitten sesuai klinis pasien dan
lama operasi.
9. Ekstubasi jika nafas spontan adekuat dan kriteria
ekstubasi terpenuhi.
6. Pasca Prosedur 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan.
Tindakan 2. Terapi oksigen 6-10 lt/mnt dengan menggunakan
masker NRM.
3. Atasi komplikasi yang terjadi.
7. Tingkat Evidens IV

8. Tingkat C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis Dr. Sony Nur Wahyudi, Sp.An
10. Indikator 90 % dari pasien yang menjalani pembedahan dapat di
Prosedur anestesi dengan anestesi umum intubasi endotrakheal.
Tindakan
11. Kepustakaan 1. Stoelting RK, Hillier SC. Hormones as drugs. In:
Pharmacology and physiology in anesthesic
practice. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott
William and Wilkins; 2006. p.461-69.
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Airway

70
Management. In: Clinical anesthesiology. 4th
Edition. New York: Lange Medical Books; 2006.
p.412-49.
3. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
nomor HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi Dan Terapi Intensif. 2015.

C. REGIONAL ANESTHESI BLOK SUBARAKHNOID (SPINAL)

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN

REGIONAL ANESTESI BLOK SUBARAKHNOID


(SPINAL)
1. Pengertian Adalah tindakan pembiusan dengan cara melakukan
(Definisi) penyuntikan ke rongga sub-arakhnoid dan
memberikan obat anestesi lokal kedalam rongga
tersebut untuk memblok rangsangan nyeri.

2. Indikasi 1. Pembedahan daerah lower abdomen.


2. Pembedahan daerah ekstremitas bawah
3. Pembedahan daerah urogenitalia.
3. Kontra Indikasi 1. Absolut:
A. Peningkatan tekanan intracranial
B. koagulopati, dalam terapi antikoagulan
C. infeksi kulit tempat tusukan
D. penolakan pasien
E. hypovolemia

71
F. kelainan katup jantung berat atau obstruksi aliran dari
ventrikel
2. Relatif:
A. Sepsis
B. pasien tidak kooperatif
C. kelainan neurologis sebelumnya
D. kelainan tulang belakang yang berat
3. Kontroversi:
A. operasi tulang belakang sebelumnya
B. pasien tidak dapat berkomunikasi
C. operasi yang memanjang
D. operasi dengan kehilangan darah dalam jumlah
besar
E. maneuver yang mempengaruhi respirasi
4. Persiapan Inform consent
Persiapan alat :
1. Set untuk general anestesi (Stetoskop, laringoskop,
plester, Tube Endotracheal, peralatan Airway, sungkup
muka, sirkuit pernafasan, suction) dan obat-obatan
untuk general anestesi
2. Monitor: EKG, Pulse oksimetri, tekanan darah
3. Sarung tangan steril dan masker wajah
4. Peralatan desinfeksi: povidone iodine dan alkohol
5. Jarum spinal (25-27G)
6. Drapping steril (duk steril), kasa steril
7. Spuit 3 cc dan 5 cc
8. Lidokain 2% anestesi lokal untuk infiltrasi pada kulit
dan subkutis
9. Bupivakain 0,5% heavy atau Lidokain 5% heavy
anestesi untuk injeksi subarakhnoid
10. Morfin 1 mg/cc dalam spuit 1 cc steril, atau fentanyl 50
µg/cc, atau pethidin 50 mg/cc untuk adjuvant injeksi
subarachnoid
5. Prosedur 1. Beri tahu pasien tentang tindakan yang akan
Tindakan dilakukan.
2. Menentukan lokasi penyuntikan jarum spinal

72
3. Mencuci tangan (scrubbing).
4. Mengenakan sarung tangan steril
5. Melakukan desinfeksi pada lokasi penyuntikan yang
telah ditentukan
6. Melakukan infiltrasi obat lokal anestesi pada lokasi
penyuntikan dan menunggu obat lokal anestesi
bekerja
7. Melakukan penyuntikan jarum spinal pada lokasi yang
telah ditentukan tadi hingga menembus arakhnoid
yang ditandai dengan keluarnya cairan serebrospinal.
8. Barbotase cairan serebrospinal
9. Menyuntikkan obat anestesi dan adjuvant yang
digunakan kedalam rongga subarahnoid melalui jarum
spinal :
A. Obat Injeksi subarakhnoid : Bupivakain 0,5%
heavy atau Lidokain 5% heavy dengan dosis
sesuai ketinggian blok dan lama operasi
B. Obat Adjuvant subarakhnoid : Morfin 0,1-0,2
mg dan/atau Fentanyl 25 µg dan/atau
Meperidine 25 mg sesuai kebutuhan blok

6. Pasca Prosedur 1. Evaluasi ketinggian blok baik sensoris maupun


Tindakan motoris
2. Evaluasi nadi, tekanan darah, saturasi oksigen, dan
fungsi respirasi
3. Atasi komplikasi yang terjadi

7. Tingkat Evidens I/II/III/IV

8. Tingkat A/B/C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis Dr. Sony Nur Wahyudi, Sp.An
10. Indikator 90 % spinal anestesi berhasil tanpa komplikasi.
Prosedur
Tindakan

73
11. Kepustakaan 1. Miller’s Anesthesia 7th edition, Ronald D Miller, 2009
2. Morgan Clinical Anesthesiology 4th edition, G Edward
Morgan, 2014
3. Standard dan Pedoman Pelayanan Anestesiologi
Indonesia. IDSAI. 2008
4. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Anestesiologi Dan
Terapi Intensif. 2015.

D. PROSEDUR SEDASI SEDANG - BERAT

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN

PROSEDUR SEDASI SEDANG - BERAT

1. Pengertian - Sedasi sedang adalah suatu keadaan dimana


(Definisi) setelah pemberian obat sedasi menyebabkan
penurunan kesadaran, namun pasien masih
memiliki respon terhadap rangsang suara, baik
disertai maupun tidak dengan rangsang sentuhan.
Ventilasi spontan masih adekuat dan belum
diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan
nafas. Fungsi kardiovaskular masih tidak berubah.
- Sedasi berat adalah suatu keadaan dimana setelah
pemberian obat terjadi penurunan kesadaran,
pasien hanya bereaksi dengan pemberian
rangsang nyeri. Fungsi pernafasan dapat
terganggu. Pasien membutuhkan bantuan untuk
menjaga patensi jalan nafas dan pernafasan

74
spontan dapat menjadi tidak adekuat. Fungsi
kardiovaskular biasanya tidak terganggu.
- Desaturasi adalah penurunan konsentrasi oksigen
di dalam darah yang ditandai dengan angka SpO2
 92% pada monitor oksimetri.
2. Indikasi Untuk tindakan diagnostik yang kurang dari 30 menit
dan terapeutik yang kurang dari 15 menit, yang
membutuhkan sedasi.

3. Kontra Indikasi 1. Hemodinamik tidak stabil


2. Pada tindakan di luar kamar operasi kesulitan
melakukan bantuan ventilasi (CT-SCAN, MRI, Biopsi)

4. Persiapan 1. Pasien :
A. Penjelasan rencana dan resiko komplikasi tindakan
sedasi sedang-berat.
B. Ijin persetujuan tindakan sedasi sedang-berat
C. Puasa.
D. Medikasi sesuai resiko anestesi.
E. Premedikasi pra anestesi.
F. Kelengkapan pemeriksaan penunjang.
2. Alat:
A. Sulfas Atropin 0,25 mg
B. Lidokain 2 %
C. Efedrin 50 mg
D. Midazolam 5 mg
E. Fentanyl 100µg atau Pethidin 100mg
F. Ketamin 100 mg
G. Propofol 200 mg
H. Laringoskop 1 buah
I. Sungkup muka
J. Set Suction 1 buah
K. Pipa endotrakheal 1 buah
L. Plester 1 buah
M. Oksigen
N. Ambu bag 1 buah

75
3. Dokter :
A. Visite perioperatif.
B. penentuan klasifikasi ASA PS.
C. Check list kesiapan anestesi.
5. Prosedur 1. Prasedasi
Tindakan A. Meninjau ulang rekam medis pasien
B. Anamnesis pasien berupa:
 Identitas pasien
 Identifikasi prosedur yang akan dilakukan
 Verifikasi status masuk pasien (rawat jalan,
rawat inap, one-day care, dan lain-lain)
 Riwayat penyakit pasien yang relevan
 abnormalitas sistem organ utama
 riwayat anestesi / sedasi sebelumnya, dan
efek samping yang pernah terjadi / dialami
 obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergi
obat, dan interaksi obat yang mungkin terjadi
 asupan makan terakhir
 riwayat merokok, alkohol, atau
penyalahgunaan obat-obatan
C. Lakukan Pemeriksaan fisik terfokus
 Tanda vital
 Evaluasi jalan napas
 Auskultasi jantung dan paru
D. Lakukan evaluasi hasil Pemeriksaan
laboratorium, radiologi, dan EKG (berdasarkan
pada kondisi yang mendasari dan efek yang
mungkin terjadi dalam penanganan pasien),
mencatat di rekam medis pasien.
E. Mengkonfirmasi temuan klinis segera sebelum
melakukan anestesi / sedasi. Konsultasi medis,
jika memungkinkan.
F. Menyusun rencana tindakan sedasi dan diskusi

76
dengan pasien / keluarganya mengenai risiko –
keuntungan dari tindakan sedasi
G. Tandatangani surat persetujuan tindakan
(informed consent)
H. Memberikan pre-medikasi dan antibiotik
2. Intrasedasi
A. Pemasangan iv line
B. Pemasangan alat monitor minimal 4 parameter
(tekanan darah, EKG, saturasi, respirasi)
C. Pemberian obat-obatan sedasi sesuai kondisi
klinis pasien pada saat prosedur tindakan
D. Apabila nyeri dapat diberikan obat analgesic
3. Pemantauan pasien, berupa:
A. Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons
pasien terhadap stimulus)
1) respons menjawab (verbal): menunjukkan
bahwa pasien bernapas
2) hanya memberikan respons berupa refleks
menarik diri (withdrawal): dalam sedasi
berat / dalam.3
B. Oksigenasi: memastikan konsentrasi oksigen
yang adekuat selama proses sedasi gunakan
oksimetri denyut (pulse oximetry)5
C. Ventilasi paru (observasi, auskultasi) : Semua
pasien yang menjalani prosedur sedasi harus
memiliki ventilasi yang adekuat dan dipantau
secara terus-menerus
D. Melihat tanda klinis: pergerakan dinding dada,
pergerakan pernapasan, auskultasi dada
6. Pasca Prosedur 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan.
Tindakan 2. Terapi oksigen 6 lt/mnt dengan menggunakan masker
NRM.
3. Atasi komplikasi yang terjadi.

77
7. Tingkat Evidens IV

8. Tingkat C
Rekomendasi
9. Penelaah Kritis Dr. Sony Nur Wahyudi, Sp.An
10. Indikator 90 % dari pasien yang dilakukan sedasi sedang-berat
Prosedur tidak mengalami komplikasi.
Tindakan
11. Kepustakaan 1. Stoelting RK, Hillier SC. Hormones as drugs. In:
Pharmacology and physiology in anesthesic
practice. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott
William and Wilkins; 2006. p.461-69.
2. Hillier SC, Mazurek MS. Monitored Anesthesia
Care. In: Clinical anesthesia. 6th Edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009.
p.815-32.
3. Keputusan menteri kesehatan republik indonesia
nomor HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi Dan Terapi Intensif. 2015.

78
6. PELAYANAN DOKTER GIGI
A. PULBITIS REVERSIBLE (ICD 10 : K04.0)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN GIGI

Pulpitis Reversible (ICD 10: K04.0)


1. Pengertian Suatu kondisi keradangan pulpa ringan dan jika penyebabnya sudah
(Definisi) dihilangkan, keradangan akan pulih dan pulpa akan kembali normal.
2. Anamnesis 1. Asimptomatik
2. Nyeri karena adanya rangsangan (tidak spontan)
3. Nyeri tidak terus menerus
4. Nyeri hilang apabila rangsangan dihilangkan, contohnya taktil,
dingin/panas, asam/manis
5. Rangsangan dingin lebih nyeri daripada panas
3. Pemeriksaan 1. Karies gigi hingga dentin atau mendekati pulpa
klinis 2. Perkusi negatif

79
3. Druk negatif
4. Sondase positif sakit namun hilang apabila rangsangan dihilangkan
5. Vitalitas positif sakit, tidak menetap lama apabila rangsangan
dihilangkan
4. Kriteria 1. Sesuai kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Sesuai pemeriksaan klinis
5. Diagnosis Pulpitis reversible (ICD 10:K04.0)
Kerja
6. Diagnosis Pulpitis akut
Banding Pulpitis irreversible kronis
7. Pemeriksaan Foto radiologi periapikal
penunjang
8. Therapi 1. Prosedur pada kasus indirect pulpcapping :
A. Akan dilakukan dalam 1-2 kali kunjungan
B. Akan dilakukan tindakan dalam 1-2 kali kunjungan
C. Bersihkan kavitas dengan bur sampai bersih dari jaringan infeksius.
D. Bersihkan dasar kavitas dengan hati-hati menggunakan excavator
yang tajam
E. Irigasi kavitas dengan air
F. Keringkan dengan three way syringe atau cotton palate
G. Lakukan aplikasi bahan pulpcapping indirek
H. Tumpat dengan tumpatan tetap, bisa menggunakan resin komposit
atau tumpatan tuang.

2. Prosedur pada kasus direct pulp capping :


Akan dilakukan tindakan dalam 2-3 kali kunjungan
A. Bersihkan kavitas dengan bur sampai bersih dari jaringan
infeksius.
B. Bersihkan dasar kavitas dengan hati-hati menggunakan excavator
yang tajam
C. Irigasi kavitas dengan air
D. Keringkan dengan three way syringe atau cotton palate
E. Lakukan aplikasi bahan pulpcapping Ca(OH)
F. Aplikasikan ZnOPO4 sebagai basis
G. Tumpat sementara
H. Kontrol 1-2 minggu

80
I. Lakukan tes vitalitas
J. Apabila masih terdapat rasa sakit cek apakah ada kebocoran tepi,
apabila ditemukan lakukan pengulangan prosedur pulpcapping
K. Apabila tidak terdapat keluhan, tumpat dengan resin komposit
atau tumpatan tuang.
9. Edukasi 1. Menjaga kebersihan gigi dan mulut
2. Mengontrol tambalan
3. Mengganti tambalan yang sudah rusak
10. Prognosis dubia ad sanam
11. Tingkat IV
evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Drg. Nuralita Primadani
Kritis
14. Indicator Gigi sehat, tidak ada keluhan spontan dan tidak sensitif terhadap suhu
Medis
15. Kepustakaan HEasman, Petter. 2008. Master dentistry volume 2 2nd ed. Philadelpia :
Elsevier. Pp 57-60.
Walmsley,dkk. 2008. Restorative Dentistry 2 nd edition. Philadelpia :
Elsivier. Pp. 90

81
B. PULBITIS IRREVERSIBLE (ICD 10 : K04.0)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN GIGI

Pulpitis Irreversible (ICD 10: K04.0)


1. Pengertian Suatu kondisi keradangan pada pulpa yang lebih parah sebagai akibat
(Definisi) dari terpaparnya bagian gigi lebih dalam, biasanya simptomatis dan pada
kondisi keradangan ini pulpa tidak dapat menanggulangi keradangan
yang terjadi sehingga pulpa tidak dapat kembali normal.
2. Anamnesis 1. Nyeri tajam, belangsung cepat atau menetap dan timbul lagi tanpa
rangsangan
2. Nyeri tajam yang berlangsung terus menerus menjalar kebelakang
telinga
3. Nyeri juga dapat timbul akibat perubahan temperatur/rasa dengan ciri
khas menetap lama
4. Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit dengan tepat
3. Pemeriksaan 1. Karies profunda hingga mencapai pulpa atau karies dibawah tumpatan
klinis yang lama

82
2. Sondase positif sakit menetap
3. Perkusi negatif
4. Druk negatif
5. Vitalitas positif sakit yang menetap lama apabila rangsangan
dihilangkan
4. Kriteria 1. Sesuai kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Sesuai pemeriksaan klinis
5. Diagnosis Pulpitis Irreversible (ICD 10:K04.0)
Kerja
6. Diagnosis Pulpitis reversible
Banding
7. Pemeriksaan Foto radiologi periapikal
penunjang
8. Therapi Perawatan pada kasus ini antara lain :
1. Perawatan Saluran Akar
Akan dilakukan tindakan dalam 3 kali kunjungan
A. Kunjungan pertama :
Simtomatis :
Diberikan obat penghilang rasa sakit (Asam Mefenamat), anti
inflamasi (Natrium Diclofenac), diberikan antibiotik (Amoxcillin/
clindamycin)
Root canal x-ray
Tindakan root canal therapy
1. Pembersihan kavitas dengan round bur/endo access bur
sampai kamar pulpa
2. ekstirpasi saluran akar dengan jarum ekstirpasi, irigasi dengan
H2O2, keringkan, sterilisasi dgn CHKM/Cresodent.
3. Tambalan sementara
B. Kunjungan kedua :
1. Pembersihan tumpatan sementara dengan round bur
2. Preparasi biomekanis sesuai panjang kerja, Irigasi H2O2,
keringkan, sterilisasi CHKM/Cresodent
3. Tambalan sementara
C. Kunjungan ketiga :
1. Pembersihan tumpatan sementara dengan round bur
2. Pengisian saluran akar dengan gutta perca + Ca(OH)2 sampai

83
panjang kerja, semen base di kamar pulpa
3. Tumpat tetap glass ionomer/ komposit/logam
Catatan : interval antar kunjungan 3-5 hari

2. Ekstraksi Gigi
A. Siapkan instrumen dan bahan untuk tindakan ekstraksi gigi
B. Lakukan injeksi cairan anastesi pada persyarafan yang
mempersyarafi gigi yang bersangkutan
C. Cek anastesi berjalan atau tidak
D. Lakukan tindakan ekstraksi gigi
E. Dap dengan kasa steril luka bekas pencabutan
F. Instruksi post ekstraksi gigi
G. Resepkan pereda nyeri dan antibiotik
9. Edukasi 1. Menjaga kebersihan gigi dan mulut
2. Instruksi post ekstraksi
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat IV
evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Drg. Nuralita Primadani
Kritis
14. Indicator Pulpitis irreversible selesai tanpa komplikasi dengan 1-3 kali kunjungan
Medis rawat jalan tergantung dari pilihan perawatan yang diberikan.
15. Kepustakaan Heasman, Petter. 2008. Master dentistry volume 2 2nd ed. Philadelpia :
Elsevier. Pp 57-60.
Walmsley,dkk. 2008. Restorative Dentistry 2nd edition. Philadelpia :
Elsivier. Pp. 90
Datarkar, Abhay N. 2007. Exondotia practice. New Delhi : Jaypee
Fragiskos, Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Greece: springer.

84
C. NEKROSIS PULPA (ICD 10: K04.1)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN GIGI

Nekrosis Pulpa (ICD 10: K04.1)


1. Pengertian Kematian jaringan pulpa gigi bisa sebagian atau menyeluruh bisa karena
(Definisi) kelanjutan karies/ trauma.
2. Anamnesis 1. Sakit
2. Gigi pernah ditambal
3. Gigi pernah trauma patah / fraktur
4. Kadang sakit bila dipakai mengunyah
5. Warna gigi berubah
6. Bila makan panas kadang terasa sakit
7. Bau mulut
3. Pemeriksaan 1. Gigi berlubang besar, dalam, dengan pulpa gigi terbuka
fisik 2. Gigi dengan tambalan besar, ada kerusakan
3. Gigi berubah warna
4. Vitalitas gigi : Sondasi -, perkusi -, palpasi -, test khlor etil -
4. Kriteria 1. Sesuai kriteria anamnesis

85
Diagnosis 2. Sesuai pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Nekrosis Pulpa (ICD 10:K04.1)
Kerja
6. Diagnosis Karies Sementum (ICD 10: K02.2)
Banding Pulpitis ( ICD 10: K04.0)
7. Pemeriksaan Periapical radiologi
penunjang
8. Therapi Perawatan pada kasus ini antara lain :
1. Perawatan Saluran Akar
Akan dilakukan tindakan dalam 3 kali kunjungan
A. Kunjungan pertama
1. Pembersihan kavitas dengan round bur/endo access bur sampai
kamar pulpa
2. ekstirpasi saluran akar dengan jarum ekstirpasi, irigasi dengan
H2O2, keringkan, sterilisasi dgn CHKM/Cresodent.
3. Tambalan sementara
B. Kunjungan kedua
1. Pembersihan tumpatan sementara dengan round bur
2. Preparasi biomekanis sesuai panjang kerja, Irigasi H2O2,
keringkan, sterilisasi CHKM/Cresodent
3. Tambalan sementara
C. Kunjungan ketiga
1. Pembersihan tumpatan sementara dengan round bur
2. Pengisian saluran akar dengan gutta perca + Ca(OH)2 sampai
panjang kerja, semen base di kamar pulpa
3. Tumpat tetap glass ionomer/ komposit/logam
Catatan : interval antar kunjungan 3-5 hari

2. Ekstraksi Gigi
A. Siapkan instrumen dan bahan untuk tindakan ekstraksi gigi
B. Lakukan injeksi cairan anastesi pada persyarafan yang
mempersyarafi gigi yang bersangkutan (anastesi lokal/mandibular)
C. Cek anastesi berjalan atau tidak
D. Lakukan tindakan ekstraksi gigi
E. Kompresi soket dengan kasa steril pada soket bekas pencabutan
F. Instruksi post ekstraksi gigi

86
G. Resepkan pereda nyeri dan antibiotik (bila perlu)
9. Edukasi 1. Menjaga kebersihan gigi dan mulut,
2. Mengontrol tambalan,
3. Mengganti tambalan yang sudah rusak
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat IV
evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Drg. Nuralita Primadani
Kritis
14. Indicator Nekrosis Pulpa selesai tanpa komplikasi dengan 1-3 kali kunjungan
Medis rawat jalan tergantung dari pilihan perawatan yang diberikan
15. Kepustakaan Heasman, Petter. 2008. Master dentistry volume 2 2nd ed. Philadelpia :
Elsevier. Pp 57-60.
Walmsley,dkk. 2008. Restorative Dentistry 2nd edition. Philadelpia :
Elsivier. Pp. 90
Datarkar, Abhay N. 2007. Exondotia practice. New Delhi : Jaypee
Fragiskos, Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Greece: springer.

87
D. ABSES PERIAPIKAL (ICD 10: K04.7)

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


PROSEDUR TINDAKAN GIGI

Abses Periapikal (ICD 10: K04.7)


1. Pengertian Lesi likuefaksi bersifat akut/kronis yang menyebar atau terlokalisir di
(Definisi) dalam tulang alveolar
2. Anamnesis 1. Nyeri atau sakit pada saat mengunyah
2. Gigi pernah ditambal
3. Gigi pernah trauma patah / fraktur
4. Warna gigi berubah
5. Kadang diikuti pembengkakan di gusi
6. Bau mulut
3. Pemeriksaan 1. Gigi berlubang besar, dalam, dengan pulpa gigi terbuka
fisik 2. Gigi dengan tambalan besar, ada kerusakan
3. Gigi berubah warna
4. Vitalitas gigi : Sondasi -, perkusi -, palpasi -, test khlor etil -
4. Kriteria 1. Sesuai kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Sesuai pemeriksaan fisik

88
5. Diagnosis Kerja Abses Periapikal (ICD 10:K04.1)
6. Diagnosis Kista
Banding granuloma
7. Pemeriksaan Periapical radiologi
penunjang
8. Therapi Simtomatis :
Diberikan obat penghilang rasa sakit (Asam Mefenamat), anti inflamasi
(Natrium Diclofenac), diberikan antibiotic (Amoxcillin/clindamycin)
Perawatan pada kasus ini antara lain :
1. Perawatan Saluran Akar
Akan dilakukan tindakan dalam 3 kali kunjungan
A. Kunjungan pertama :
1. Pembersihan kavitas dengan round bur/endo access bur
sampai kamar pulpa
2. ekstirpasi saluran akar dengan jarum ekstirpasi, irigasi dengan
H2O2, keringkan, sterilisasi dgn CHKM/Cresodent.
3. Tambalan sementara
B. Kunjungan kedua :
A. Pembersihan tumpatan sementara dengan round bur
B. Preparasi biomekanis sesuai panjang kerja, Irigasi H2O2,
keringkan, sterilisasi CHKM/Cresodent
C. Tambalan sementara
C. Kunjungan ketiga :
1. Pembersihan tumpatan sementara dengan round bur
2. Pengisian saluran akar dengan gutta perca + Ca(OH)2 sampai
panjang kerja, semen base di kamar pulpa
3. Tumpat tetap glass ionomer/ komposit/logam
Catatan : interval antar kunjungan 3-5 hari

2. Ekstraksi Gigi
A. Siapkan instrumen dan bahan untuk tindakan ekstraksi gigi
B. Lakukan injeksi cairan anastesi pada persyarafan yang
mempersyarafi gigi yang bersangkutan
C. Cek anastesi berjalan atau tidak
D. Lakukan tindakan ekstraksi gigi
E. Dap dengan kasa steril luka bekas pencabutan

89
F. Instruksi post ekstraksi gigi
G. Resepkan pereda nyeri dan antibiotik
9. Edukasi 1. Menjaga kebersihan gigi dan mulut,
2. Mengontrol tambalan,
3. Mengganti tambalan yang sudah rusak
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Tingkat IV
evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah Drg. Nuralita Primadani
Kritis
14. Indicator Nekrosis Pulpa selesai tanpa komplikasi dengan 1-3 kali kunjungan
Medis rawat jalan tergantung dari pilihan perawatan yang diberikan
Target :
90 % Nekrosis Pulpa selesai tanpa komplikasi dengan 1-3 kali
kunjungan rawat jalan.
15. Kepustakaan Heasman, Petter. 2008. Master dentistry volume 2 2nd ed. Philadelpia :
Elsevier. Pp 57-60.
Walmsley,dkk. 2008. Restorative Dentistry 2nd edition. Philadelpia :
Elsivier. Pp. 90
Datarkar, Abhay N. 2007. Exondotia practice. New Delhi : Jaypee
Fragiskos, Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Greece: springer.

90
91

Anda mungkin juga menyukai