Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Simpang Jalan


Simpang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari jaringan jalan.
Simpang jalan adalah empat pertemuan antara dua buah jalan atau lebih, dimana
pertemuan tersebut akan menimbulkan titik konflik akibat arus lalu lintas pada
persimpangan. (MKJI 1997). Karena ruas jalan pada persimpangan digunakan
bersama-sama, maka kapasitas ruas jalan dibatasi oleh kapasitas persimpangan
pada masing-masing ujungnya. Di daerah perkotaan biasanya banyak memiliki
simpang, dimana pengemudi harus memutuskan untuk berjalan lurus atau
berbelok dan pindah jalan untuk mencapai satu tujuan. Secara umum terdapat
3 (tiga) jenis persimpangan, yaitu : (1) simpang sebidang, (2) pemisah jalur jalan
tanpa ramp, dan (3) interchange (simpang susun).
Pertemuan sebidang dapat menampung arus lalulintas baik yang menerus
maupun yang membelok sampai batas tertentu. Jika kemampuan menampung arus
lalulintas tersebut telah dilampaui akan tampak dengan munculnya tanda-tanda
kemacetan lalulintas. Pertemuan ini terdiri dari beberapa cabang yang
dikelompokkan menurut cabangnya yaitu : pertemuan sebidang bercabang tiga,
pertemuan sebidang bercabang empat, pertemuan sebidang bercabang banyak.

2.2. Simpang Tak Bersinyal


Jenis simpang jalan yang paling banyak dijumpai di perkotaan adalah
simpang jalan tak bersinyal. Jenis ini cocok diterapkan apabila arus lalulintas di
jalan minor dan pergerakan membelok sedikit. Namun apabila arus lalulintas
di jalan utama sangat tinggi sehingga resiko kecelakaan bagi pengendara di jalan
minor meningkat (akibat terlalu berani mengambil gap yang kecil), maka
dipertimbangkan adanya sinyal lalulintas.
Simpang tak bersinyal secara formil dikendalikan oleh aturan dasar
lalulintas Indonesia yaitu memberikan jalan kepada kendaraan dari kiri. Ukuran-

6
7

ukuran yang menjadi dasar kinerja simpang tak bersinyal adalah kapasitas, derajat
kejenuhan, tundaan dan peluang antrian.

2.3. Simpang Bersinyal


Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal lalulintas.
Sinyal lalulintas adalah semua peralatan pengatur lalulintas yang menggunakan
tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau memperingatkan
pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan kaki.

2.4. Definisi dan Istilah di Simpang Tak Bersinyal


Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang tak bersinyal ada
beberapa istilah yang digunakan. Notasi, istilah dan defenisi dibagi menjadi 3,
yaitu : Kondisi Geometric, Kondisi Lingkungan dan Kondisi Lalu Lintas.

Tabel 2.1. Notasi, Istilah dan Definisi pada simpang tak bersinyal
Notasi Istilah Definisi

Kondisi Geometrik
Lengan Bagian simpang jalan dengan pendekat
masuk atau keluar
Jalan Utama Adalah jalan yang paling penting pada
simpang jalan, misalnya dalam hal klasifikasi
jalan. Pada suatu simpang 3 jalan yang
menerus selalu ditentukan sebagai jalan
utama
A, B, C, D Pendekat Tempat masuknya kendaraan dalam suatu
lengan simpang jalan. Pendekat jalan utama
notasi B dan D dan jalan simpang A dan C.
Dalam penulisan notasi sesuai dengan
perputaran arah jarum jam.
Wx Lebar Masuk Pendekat Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras,
X (m) diukur dibagian tersempit, yang digunakan
oleh lalu lintas yang bergerak. X adalah nama
pendekat.
Wi Lebar Pendekat Lebar efektif rata-rata dari seluruh pendekat
Simpang Rata-Rata pada simpang
WAC Lebar Pendekat Jalan Lebar rata-rata pendekat ke simpang dari
WBC Rata-Rata (m) jalan
Jumlah Lajur Jumlah lajur ditentukan dari lebar masuk
jalan dari jalan tersebut
8

Kondisi Lingkungan
Jumlah penduduk dalam suatu daerah
CS Ukuran Kota
perkotaan
SF Hambatan Samping Dampak terhadap kinerja lalu lintas akibat
kegiatan sisi jalan .
Kondisi Lalu Lintas
PLT Rasio Belok Kiri Rasio kendaraan belok kiri PLT = QLT/Q
Arus kendaraan bermotor total di simpang
QTOT Arus Total dengan menggunakan satuan veh, pcu dan
AADT
PUM Rasio Kendaraan Tak Rasio antara kendaraan tak bermotor dan
Bermotor kendaraan bermotor di simpang
QMI Arus Total Jalan Jumlah arus total yang masuk dari jalan
Simpang/minor simpang/minor (veh/h atau pcu/h)
QMA Arus Total Jalan Jumlah arus total yang masuk dari jalan
Utama/major utama/major (veh/h atau pcu/h)
Sumber : MKJI 1997

2.5. Lebar Pendekat jalan rata-rata, Jumlah Lajur dan Tipe Simpang
Lebar pendekat rata-rata untuk jalan simpang dan jalan utama dapat
dihitung menggunakan rumusan sebagai berikut :
WAC = (WA + WC) / 2 dan …………………………….......….....……….(1)
WBD = (WB + WD) /2 ………………………....……………...…………..(2)
Lebar pendekat rata-rata untuk seluruh simpang adalah :
W1 = (WA + WC + WB + WD ) / Jumlah lengan simpang ………….....…(3)
Jika a = 0, maka W1 = WC + WB + WD ) / Jumlah lengan simpang
Jumlah lajur yang digunakan untuk keperluan perhitungan ditentukan
dari lebar rata-rata pendekat jalan untuk jalan simpang dan jalan utama sebagai
berikut :
Tabel 2.2. Lebar Pendekat dan Jumlah Lajur
Lebar pendekat jalan rata-
Jumlah lajur (total) untuk kedua arah
rata, WAC, WBD (m)
WBD = (b + d/2)/2 < 5,5 2
≥ 5,5 4
WAC = (a/2 + c/2) / 2 < 5,5 2
≥ 5,5 4
Sumber : MKJI 1997
9

Gambar 2.1. Jumlah lajur dan lebar pendekat jalan rata-rata

Tipe simpang/Intersection Type (IT) ditentukan banyaknya lengan


simpang dan banyaknya lajur pada jalan major dan jalan minor di simpang tersebut
dengan kode tiga angka seperti terlihat di tabel 2.3 di bawah ini. Jumlah lengan
adalah banyaknya lengan dengan lalu lintas masuk atau keluar atau keduanya.

Tabel 2.3. Kode Tipe Simpang (IT)


Kode IT Jumlah Jumlah Lajur Jumlah Lajur
Lengan Jalan Jalan
322 Simpang
3 Minor
2 Major
2
324 3 2 4
342 3 4 2
422 4 2 2
424 4 2 4
Sumber : MKJI 1997

2.6. Peralatan Pengendali Lalu Lintas


Peralatan pengendali lalu lintas meliputi ; rambu, marka, penghalang yang
dapat dipindahkan, dan lampu lalu lintas. Seluruh peralatan pengendali lalu
lintas pada simpang dapat digunakan secara terpisah atau digabungkan bila
perlu. Kesemuaanya merupakan sarana utama pengaturan, peringatan, atau
pemandu lalu lintas. Fungsi peralatan pengendali lalu lintas adalah untuk menjamin
keamanan dan efisien simpang dengan cara memisahkan aliran lalu lintas
10

kendaraan yang saling bersinggungan. Dengan kata lain, hak prioritas untuk
memasuki dan melalui suatu simpang selama periode waktu tertentu diberikan
satu atau beberapa aliran lalu lintas.
Untuk pengandalian lalu lintas di simpang, terdapat beberapa cara utama yaitu :
1. Rambu STOP (berhenti) atau Rambu YIELD (beri jalan/Give Way),
2. Rambu Pengendalian Kecepatan,
3. Kanalisasi di simpan (Channelization),
4. Bundaran (Roundabout),
5. Lampu Pengatur Lalu Lintas.

2.6.1. Pengaturan Simpang Dengan Lampu Lalu Lintas


Lampu lalu lintas adalah suatu alat yang dapat di operasikan secara manual,
mekanis, atau elektris untuk mengatur jalan dan berhentinya kendaraan. Perangkat
lampu lalu lintas terdiri dari sebuah tiang, kepala lampu dengan tiga lentera yang
warnanya berbeda yakni : merah, kuning dan hijau. Tiap warna mempunyai aspek
dan dilengkapi dengan lampu hijau dengan bentuk anak panah, dan rambu atau
marka sebagai standar atau yang dibutuhkan. Suatu lampu pengatur persimpangan
mengatur lalu lintas dengan suatu proses dan cara yang terkendali secra ketat
dengan pemisahan pergerakan yang konflik dalam periode waktu tertentu.
Pada saat ini, hampir semua persimpangan yang mempunyai volume yang
cukup berarti dalam daerah perkotaan menggunakan lampu lalulintas sebagai
pengendali arus lalu lintas Kendaraan, kecuali ada alasan spesifik untuk tidak
memasangnya. Lampu lalu lintas tidak cocok untuk jalan – jalan dimana lampu
lalulintasnya berkecepatan tinggi, seperti jalan – jalan bebas hambatan.
Kelebihan penerapan lampu lalu lintas adalah :
1. Tanda lalu lintas dapat mengatur pergerakan lalu lintas yang baik.
2. Luas lahan yang dibutuhkan minimal karena tidak perlu jarak pandang yang
besar dan tata letaknya tidak memerlukan lahan yang luas.
3. Koordinasi dengan pertemuan jalan yang lain mudah dan dapat di ubah-ubah.
4. Biasanya relatif murah dibanding biaya bila polisi mengatur lalu lintas.
5. Tanda lalu lintas akan mengurangi kecelakaan.
11

6. Dengan menggunakan ini supir akan cepat mengerti baik siang, malam,
hujan, atau kabut dibanding dengan bila diatur oleh polisi.

Kelemahan penerapan lampu lalu lintas adalah :

1. Pada tingkat arus yang rendah, ketertundaan menjadi lebih besar dan resiko
kecelakaan menjadi lebih besar (karena banyak yang melanggar) dan biaya
(investasi dan perawatan) tidak sebanding dengat manfaatnya.
2. Sering menghalangi ambulan atau mobil Kendaraan untuk lewat.
3. Kalau peralatan lampu lalu lintas ini rusak maka akan terjadi kekacauan arus
lalu lintas.

2.6.2. Pengaturan Simpang Tanpa Lampu Lalu Lintas


Bentuk disain persimpangan tanpa lampu lalu lintas merupakan pilihan
pertama pada jalan yang volume kendaraannya rendah, tingkat terjadi kecelakaan
sangat rendah atau kecepatan jalan tersebut rendah. Secara rinci, pengaturan
simpang sebidang dapat dibedakan atas aturan prioritas, rambu dan marka, dan
bundaran.
Kelebihan dari penerapan persimpangan tanpa lampu lalu lintas adalah :
1. Arus kendaraan selalu kontinue karena tanpa hambatan yang diakibatkan oleh
lampu lalu lintas.
2. Tidak menghalangi Ambulance atau mobil kendaraan penting lainnya untuk
lewat.
3. Resiko Kecelakaan menjadi lebih kecil karena aturan dalam persimpangan
tanpa lampu lalu lintas lebih sedikit.
4. Biaya perawatan lebih sedikit.

Kekurangan Dari penerapan Persimpangan tanpa lampu Lalu Lintas adalah :


1. Biaya Investasi besar karena membutuhkan pembuatan pulau jalan atau
bundaran.
12

2. Luas lahan yang dibutuhkan maksimal karena memerlukan jarak pandang


besar.
3. Pengaturan pergerakan lalu lintas yang tergantung pada kesadaran pengemudi
kendaraan.

2.7. Konflik Lalu Lintas Simpang


Didalam daerah simpang, lintasan kendaraan akan berpotongan pada satu
titik- titik konflik. Konflik ini akan menghambat pergerakan dan juga merupakan
lokasi potensial untuk terjadinya bersentuhan/tabrakan (kecelakaan). Arus lalu
lintas yang terkena konflik pada suatu simpang mempuyai tingkah laku yang
komplek, setiap gerakan berbelok (ke kiri atau ke kanan) ataupun lurus masing-
masing menghadapi konflik yang berbeda dan berhubungan langsung dengan
tingkah laku gerakan tersebut.

2.7.1. Jenis Pertemuan Gerakan


Pada dasarnya ada empat jenis pertemuan gerakan lalu lintas adalah
1. Gerakan memotong (Crossing)
2. Gerakan memisah (Diverging)
3. Gerakan Menyatu (Merging / Converging)
4. Gerakan Jalinan/Anyaman (Weaving)

1. Crossing (Memotong)

Direct Opposed Obligate Multiple

Berpotongan (crossing) adalah kendaraan yang ingin melakukan gerakan


penyilangan (pemotongan) pada suatu arus lalu lintas. Gerakan penyilangan tanpa
kontrol (yaitu bila tidak terdapat arus utama) sangat berbahaya sebab kedua
pengemudi harus membuat keputusan yang memberikan hak untuk lewat terdahulu.
13

2. Diverging (Memisah/Menyebar)

Kanan Kiri Mutual Multiple

Memisah (Diverging) adalah peristiwa berpencarnya pergerakan kendaraan


yang tersebut sampai pada titik persimpangan, perencanaan yang memungkinkan
gerakan memisah arus tanpa pengurangan tidak akan menimbulkan titik konflik dan
daerah potensial kecelakaan. Dengan menggunakan aturan jalur kiri, gerakan
pemisah ara kiri dihubungkan tabrakan bagian belakang, akan tetapi hal ini
biasanya lebih aman daripada gerakan pemisahan kearah kanan yang akan
menimbulkan tabrakan dari samping maupun bagian belakang kendaraan yang
mengikutinya atau sisi dan depan yang diakibatkan kendaraan di depan.

3. Merging / Converging (Menyatu/Bergabung)

Kanan Kiri Mutual Multiple

Menggabung (merging) adalah bergabungnya kendaraan yang bergerak dari


beberapa ruas jalan ketika sampai pada titik persimpangan. Persyaratan kritis adalah
bahwa interval waktu dan jarak , diantara kedatangan kendaraan pada titik gabung,
disesuaikan dengan kecepatan sendiri dan kendaraan yang datang berikutnya pada
arus utama. Keputusan dan kondisi yang diperlukan untuk menggabungkan dari tepi
jalan akan lebih mudah dibandingkan dengan yang dilakukan dari posisi tengah
jalan.
14

3. Weaving (Jalinan / Anyaman)

Menyilang (weaving) adalah pengemudi atau kendaraan yang ingin melakukan


gerakan menyalip atau berpindah jalur. Gerakan menyalip pada pertemuan jalan
bersudut kecil (kurang dari 30 derajat).

Single Multiple

Gambar 2.2. Jenis pertemuan gerakan arus lalu lintas (Hobbs.F.D, 1974)

2.8. Titik Konflik Pada Simpang


Didalam daerah simpang lintasan kendaraan akan berpotongan pada
satu titik- titik konflik, konflik ini akan menghambat pergerakan dan juga
merupakan lokasi potensial untuk tabrakan (kecelakaan). Jumlah potensial titik-
titik konflik pada simpang tergantung dari :
a. Jumlah kaki simpang
b. Jumlah lajur dari kaki simpang
c. Jumlah pengaturan simpang
d. Jumlah arah pergerakan

2.8.1. Daerah Konflik di Simpang


Daerah konflik dapat digambarkan sebagai diagram yang memperlihatkan
suatu aliran kendaraan dan manuver bergabung, menyebar, dan persilangan di
simpang dan menunjukkan jenis konflik dan potensi kecelakaan di simpang.
15

a. Simpang tiga lengan


Simpang dengan 3 (tiga) lengan mempunyai titik-titik konflik sebagai berikut :

Gambar. 2.3. Aliran Kendaraan di simpang tiga lengan/pendekat. (Selter, 1974)

keterangan :
Titik konflik persilangan (3 titik)
Titik konflik penggabungan (3 titik)
Titik konflik penyebaran (3 titik)

b. Simpang empat lengan


Simpang dengan 4 (empat) lengan mempunyai titik-titik konflik sebagai berikut:

Gambar. 2.4. Aliran Kendaraan di simpang empat lengan/pendekat.(Selter, 1974)

Keterangan :
Titik konflik persilangan (16 titik)
16

Titik konflik penggabungan (8 titik)


Titik konflik penyebaran (8 titik)

2.9. Kinerja Lalu Lintas


Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) menyatakan ukuran
kinerja lalu lintas diantaranya adalah Level of Performace (LoP). LoP
berarti Ukuran kwantitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas
lalu lintas seperti yang dinilai oleh pembina jalan. (Pada umumnya di nyatakan
dalam kapasitas, derajat kejenuhan, kecepatan rata-rata, waktu tempuh,
tundaan, peluang antrian, panjang antrian dan rasio kerndaraan terhenti).
Ukuran-ukuran kinerja simpang tak bersinyal berikut dapat diperkirakan untuk
kondisi tertentu sehubungan dengan geometric, lingkungan dan lalu lintas adalah:

- Kapasitas (C)
- Derajat Kejenuhan (DS)
- Tundaan (D)
- Peluang antrian (QP %)

2.9.1. Kapasitas Simpang Tak Bersinyal


MKJI (1997) mendefenisikan bahwa kapasitas adalah arus lalu
lintas makimum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan
dalam kondisi tertentu dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam.
Kapasitas total suatu persimpangan dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara
kapasitas dasar (Co) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Rumusan kapasitas
simpang menurut MKJI 1997 dituliskan sebagai berikut :
C = Co x FW x FM x FCS x FRSU x FLT x FRT x FMI ………………….….………(4)

Keterangan :
C = Kapasitas aktual (sesuai kondisi yang ada)
Co = Kapasitas Dasar
FW = Faktor penyesuaian lebar masuk
FM = Faktor penyesuaian median jalan utama
17

FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota


FRSU = Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor
FLT = Faktor penyesuaian rasio belok kiri
FRT = Faktor penyesuaian rasio belok kanan
FMI = Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor

2.9.2. Derajat Kejenuhan


Derajat kejenuhan (DS) merupakan rasio arus lalu lintas (smp/jam)
terhadap kapasitas (smp/jam), dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
DS = Qsmp / C............................................................................................(5)
Keterangan :

DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas (smp/jam)
Qsmp = Arus total sesungguhnya(smp/jam), dihitung sebagai berikut :
Qsmp = Qkend. X Fsmp
Fsmp merupakan faktor ekivalen mobil penumpang (emp).

2.9.3. Tundaan (D)


Tundaan di persimpangan adalah total waktu hambatan rata-rata yang
dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu simpang (Tamin. O.Z).
Hambatan tersebut muncul jika kendaraan berhenti karena terjadinya antrian
di simpang sampai kendaraan itu keluar dari simpang karena adanya pengaruh
kapasitas simpang yang sudah tidak memadai. Nilai tundaan mempengaruhi nilai
waktu tempuh kendaraan. Semakin tinggi nilai tundaan, semakin tinggi pula waktu
tempuh.

1. Tundaan lalu lintas rata-rata untuk seluruh simpang (DTi)


Tundaan lalu lintas rata-rata DTi (detik/smp) adalah tundaan rata-rata
untuk seluruh kendaraan yang masuk simpang. Tundaan DTi ditentukan
dari hubungan empiris antara tundaan DTi dan derajat kejenuhan DS.
18

-Untuk DS ≤ 0,6 :
DTi = 2 + (8.2078xDS ) − [(1 − DS )x2] .............................................................................................(6)
-Untuk DS > 0,6 :
DTi = 1,0504 - [(1 – DS) x 1,8]................................................(7)
[0,2742 − (0.2042 xDS )]

2. Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan major (DTMA)


Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan major merupakan tundaan lalu lintas
rata- rata untuk seluruh kendaraan yang masuk di simpang melalui jalan major.

- Untuk DS ≤ 0,6 :
DTMA = 1,8 + (5,8234 xDS ) − [(1 − DS )x1,8] ………...................….……..……..(8)

- Untuk DS > 0,6 :


DTMA = 1,05034 − [(1 − DS )x1,8] ..............................................................(9)
[0,346 − (0,246 xDS )]

3. Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor (DTMI)


Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan berdasarkan
tundaan lalu lintas rata-rata (DTi) dan tundaan lalu lintas rata-rata jalan major
(DTMA).

DTMI = [(QSMP x DTi ) −(QMA x DTMA )] ..................................................................................(10)


QMI

Keterangan :
Qsmp = Arus total sesungguhnya(smp/jam),
QMA = Jumlah kendaraan yang masuk di simpang memalui jalan major (smp/jam)
QMI = Jumlah kendaraan yang masuk di simpang memalui jalan minor
(smp/jam)

4. Tundaan geometrik simpang (DG)


Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
19

kendaraan bermotor yang masuk di simpang. DG dihitung menggunakan


persamaan:
- Untuk DS < 1,0 :
DG = (1 – DS) x (PT x 6 + (1 - PT ) x 3) + DS x 4 ……...........……..(11)
- Untuk DS ≥ 1,0 :
DG = 4 detik/smp …………………............................…………….........(12)

5. Tundaan simpang (D)


Tundaan simpang dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
D = DG + DTi …………………………………....................……………….(13)

2.9.4. Peluang Antrian (QP%)


Batas nilai peluang antrian QP% (%) ditentukan dari hubungan
empiris antara peluang antrian QP% dan derajat kejenuhan DS.
Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh
dengan menggunakan rumus sebagai berikut di bawah ini (MKJI 1997) :

Batas atas : QPa = (47,71 x DS) – (24,68 x DS2) + (56,47 x DS2)...............(14)

Batas bawah : QPb = (9,02 x DS) + (20,66 x DS2) + (10,49 x DS2)................(15)

2.10. Kondisi dan Karakteristik Lalu lintas


Karakteristik lalu lintas menjelaskan ciri arus lalu lintas secara kualitatif
maupun kuantitatif dalam kaitanya dengan kecepatan, besarnya arus dan kepadatan
lalu lintas serta hubungannya dengan waktu maupun jenis Kendaraan yang
menggunakan ruang jalan. Karakteristik diperlukan untuk menjadi acuan
perencanaan lalu lintas, karakteristik lalu lintas yang erat hubungannya dengan
penganalisaan dan perhitungan data-data sehingga menjadi jelas dan sistematis,
notasi, istilah dan kondisi dan karakteristik yang bersifat umum akan dipaparkan
sebagai berikut :
20

2.10.1. Karakteristik Kendaraan


Dalam berlalulintas terdapat berbagai jenis Kendaraan yang masing –
masing mempunyai ciri tersendiri , dengan perbedaan seperti dimensi, berat,
kapasitas angkut, tenaga penggerak, karakteristik pengendalian yang sangat
berpengaruh dalam operasi lalu lintas sehari-hari serta dalam perencanaan dan
pengendalian lalu lintas.
Pada studi ini jenis Kendaraan yang teliti di kelompokkan kedalam empat
jenis dengan karakteristik dan defenisi sebagai berikut :
1. Kendaraan Ringan (LV)
Kendaraan bermotor ber as dua dengan 4 roda dan dengan jarak as 2,0
– 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, oplet, mikrobis, dan truk kecil
sesuai dengan sistem klasifikasi Bina Marga).
2. Kendaraan Berat (HV)
Kendaraan bermotor dengan lebih dari 4 roda (meliputi : bis, truk 2 as,
truk 3 as, dan truk kombinasi sesuai dengan sisitem klasifikasi Bina
Marga).
3. Sepeda Motor (MC)
Kendaraan bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan
kendaraan roda 3 sesuai dengan sistem klasifikasi Bina Marga).
4. Kendaraan Tak Bermotor (UM)
Kendaraan dengan roda yang digerakka oleh manusia meliputi : sepeda,
becak dan kereta dorong sesuai dengan klasifikasi Bina Marga).

2.10.2. Karakteristik Geometrik


Dalam hal ini karakteristik geometrik meliputi hal-hal yang erat kaitannya
dengan geometrik persimpangan. Hal-hal tersebut berupa type persimpangan,
penentuan jalan utama dan jalan minor, penetapan pendekatan dengan alphabet A,
B, C, D, type median, lebar pendekatan, lebar rata – rata semua pendekatan, dan
juga jumlah jalur serta arah jalan. Penjelasan mmengenai hal- hal di atas akan
dipaparkan berikut ini :
21

1. Tipe Simpang
Merupakan kode untuk jumlah lengan simpang dan jumlah lajur pada
jalan minor dan jalau utama simpang tersebut. Biasanya persimpangan
memiliki 3 lengan atau 4 lengan.

2. Jalan Utama dan Jalan Minor


Jalan utama adalah jalan yang paling penting pada persimpangan jalan,
misalnya dalam hal klasifikasi jalan. Jalan utama biasanya lebih banyak
dilalui atau dengan kata lain kepadatan Kendaraan yang melalui jalan ini
lebeh besar dari pada jalan lainnya pada persimpangan ini. Sedangkan jalan
minor merupakan jalan yang lebih sedikit volume Kendaraan yang
melaluinya. Pada suatu simpang tiga jalan yang menerus selalu ditentukan
sebagai jalan utama.

3. Penetapan Lengan
Penetapan ini berguna dalam hal menetapkan penandaan lengan pada
persimpangan dengan aturan pendekatan jalan utama disebut B dan D, jalan
minor disebut A dan C.

4. Tipe Median Jalan Utama


Klasifikasi tipe median jalan utama tergantung pada kemungkinan
menggunakan median tersebut untuk menyeberangi jalan utama.

5. Lebar Pendekatan X (Wx)


Lebar dari pendekatan yang diperkeras, diukur dibagian sempit, yang
digunakan oleh lalulintas yang bergerak. X adalah nama pendekatan.
Apabila pendekatan itu digunakan itu digunakan untuk parkir, lebar yang
akan dikurangi 2 m.
22

6. Lebar Rata – rata Semua Pendekatan (Wi)


Lebar efektif rata – rata untuk semua pendekatan pada persimpangan
jalan.

7. Jumlah Lajur dan Arah


Jumlah lajur adalah jumlah pembagian ruas dalam suatu jalan dan
biasanya memiliki arah yang sama. Jumlah lajur di tentukan dari lebar rata–
rata pendekatan minor / utama.

2.10.3. Karekteristik Lingkungan


Hal-hal yang terkait dengan karakteristik lingkungan berupa tata guna
lahan, yaitu pengembangan lahan di simpang jalan. Hal lainnya berupa ukuran kota,
akses jalan terbatas, pemukiman, komersialisme dan hambatan samping. Hambatan
samping merupakan dampak terhadap perilaku lalulintas akibat kegiatan sisi jalan
seperti pejalan kaki, penghentian kendaraan lainya, kendaraan masuk dan keluar
sisi jalan dan kendaraan lambat.

2.11. Perilaku Pengemudi Kendaraan di persimpangan


Perilaku seorang pengemudi di pengaruhi oleh faktor luar berupa keadaan
sekelilingnya, keadaan cuaca, daerah pandangan, penerangan, dan juga
dipengaruhi oleh emosinya sendiri seperti sifat tidak sabar. Seorang pengemudi
yang sudah hafal dengan jalan yang dilaluinya akan berbeda sifatnya dengan
seorang pengemudi pada jalan yang belum dikenalnya. Dalam peristiwa tertentu,
pengemudi cenderung untuk mengikuti kelakuan pengemudi-pengemudi lainnya.
Selain faktor-faktor tersebut di atas, faktor lain yang mempengaruhi
perilaku manusia sebagai pengemudi kendaraan adalah :

1. Sifat perjalanan (bekerja, rekreasi, berbelanja, berjalan-jalan, dan lainnya),


2. Kecakapan dan kebiasaan dalam mengemudikan kendaraan,
23

3. Pengetahuan tentang peraturan berlalu lintas di jalan raya,


4. Kemampuan dan pengalaman mengemudi,
5. Kondisi fisik pengemudi.
Pendidikan mengemudi yang memadai meliputi pengetahuan tentang
interaksi manusis-kendaraan-lingkungan, mengembangkan keahlian mengemudi,
dan mempengaruhi secara positif perilaku calon pengemudi. Ini akan
menciptakan kebiasaan pengemudi yang lebih aman, yang akan menghasilkan
penurunan jumlah kecelakaan. Hukum dan penegakannya memberikan petunjuk
dan motivasi demi terwujudnya perilaku pengemudi yang aman dan efisien.
Untuk memahami pengemudi berperilaku seperti yang mereka lakukan,
dapat diketahui dari motif dan sikapnya. Perilaku seringkali dapat menentukan
bagaimana seseorang pengemudi bereaksi terhadap situasi pada saat
mengemudikan kendaraan. Motif dapat dikaitkan dengan rasa takut akan
kecelakaan, takut dikritik, dan perasaan tanggung jawab sosial, kehendak untuk
memberikan contoh, rasa bangga dalam kesempurnaan penampilan, dan takut
dihukum. Sedangkan sikap sering menentukan bagaimana pengemudi bereaksi
terhadap situasi berkendaraan dan sikap cenderung dikaitkan dengan perbuatan
sesuatu yang tidak perlu, bermain dengan kendaraan bergerak lainnya,
balapan, kecerobohan, pamer, dan mengendara ketika lelah.

2.12. Satuan Mobil Penumpang


Lalulintas terdiri dari berbagai kompisisi kendaraan, sehingga
volume lalulintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam jenis kendaraan
standar. Standar tersebut yaitu mobil penumpang sehingga dikenal dengan
satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume lalulintas dalam
satuan smp, maka diperlukan factor konversi dari berbagai macam kendaraan
menjadi mobil penumpang. Faktor konversi tersebut dikenal dengan ekivalen
mobil penumpang (emp). MKJI (1997) mengklasifikasikan kendaraan menjadi 4
(empat) golongan adalah :
24

Tabel 2.4. Penggolongan jenis kendaraan dan nilai emp untuk persimpangan
tak bersinyal
j Jenis Kendaraan Notasi Terlindungi Terlawan
Kendaraan Ringan LV 1.0 1.0
Kendaraan Berat HV 1.3 1.3
Sepeda Motor MC 0.2 0.4
Sumber : MKJI 1997

2.12.1. Penentuan Nilai Ekivalen Mobil Penumpang


Nilai ekivalen mobil penumpang (emp) merupakan faktor dari berbagai tipe
kendaraan dibandingkan dengan sebuah kendaraan ringan, untuk kendaraan ringan
ekivalensi mobil penumpang (emp) adalah 1,0 (MKJI 1997). Ekivalen
mobil penumpang bisa ditentukan berdasarkan beberapa hal diantaranya adalah :

2.12.1.1. Metode Waktu Perjalanan


Keller et al (1984), mengembangkan suatu prosedur untuk memperkirakan
nilai emp kendaraan berat dengan memperkirakan jumlah keterlambatan oleh
kendaraan dari berbagai ukuran dan beratnya. Dasar studi tersebut adalah pengaruh
relatif pengurangan kapasitas jalan dari kendaraan besar berbanding lurus
terhadap pertambahan keterlambatan yang disebabkan oleh kendaraan tersebut
bila dibandingkan dengan kasus yang sama pada mobil penumpang. Oleh sebab itu
dihipotesiskan pengaruh relatif pengurangan kapasitas jalan dihitung dalam
emp, sehingga dapat diperkirakan sebagai perbandingan dari total waktu perjalanan
dari kendaraan berat terhadap mobil penumpang ketika melakukan perjalanan
melalui jaringan jalan.

2.12.1.2. Metode Jam Kendaraan


Kapasitas jalan disuatu titik tertentu secara konvensional dinyatakan
sebagai jumlah maksimum kendaraan yang melewati titik tersebut persatuan
waktu. Disuatu penggalan jalan dapat dinyatakan dalan jam kendaraan,
yaitu perkalian jumlah kendaraan dengan waktu tempuh dari kendaraan yang
melalui penggalan jalan tersebut. Semakin lambat kendaraan dari kendaraan
25

lain akan memerlukan jumlah jam kendaraan lebih banyak untuk trip yang
sama terhadap sebuah kendaraan mobil penumpang. Penambahan jam kendaraan
untuk suatu kendaraan dibanding dengan kendaraan mobil penumpang selama
melewati penggalan jalan dapat dipakai sebagai dasar perhitungan emp (Summer,
et al. 1983).

2.12.1.3 Metode Headway

Ekivalen mobil penumpang bisa ditentukan dengan pencatatan headway


antara kendaraan-kendaraan yang melintas, pengamatan dibagi dalam kelompok
seperti :
1. Mobil penumpang mengikuti mobil penumpang
2. Mobil barang mengikuti mobil penumpang
3. Mobil penumpang mengikuti mobil barang
4. Mobil barang mengikuti mobil barang
Kondisi yang perlu diperhatikan adalah jumlah headway rata-rata dari
mobil penumpang mengikuti mobil penumpang dan mobil barang mengikuti
mobil barang harus sama dengan jumlah headway rata-rata mobil penumpang
mengikuti mobil barang dan mobil barang mengikuti mobil penumpang.

Anda mungkin juga menyukai