Kesenian Ketoprak
Kesenian Ketoprak
KETOPRAK
Oleh Kelompok 1:
Kata Pengantar.............................................................................................
i
Daftar Isi......................................................................................................
ii
Bab 1 Pendahuluan.......................................................................................
1
Bab 2 Pembahasan.......................................................................................
5
Bab 3 Penutup..............................................................................................
24
Kesimpulan..................................................................................................
24
Daftar Pustaka..............................................................................................
25
BAB I
PENDAHULUAN
3
Chafit Ulya, “Kajian Historis Dan Pembinaan Teater Tradisional Ketoprak”
(Tesis) (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2011), hlm 14
mengembangkan dan mereka-reka kembali nilai-nilai tradisi untuk
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Pengkajian seperti ini penting
selain sebagai bentuk dokumentasi juga sebagai salah satu upaya untuk
mencari kebenaran yang sejati tentang hakikat seni tradisi ketoprak.
Apalagi, hal yang sama jarang sekali dilakukan oleh peneliti lain. Tidak
sekadar itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penerangan
kepada masyarakat bahwa bangsa ini memiliki satu seni tradisi yang luar
biasa, yaitu ketoprak.
PEMBAHASAN
5
Juli Christanto, 1992, Peluang Pengembangan Seni Tradisional Ketoprak
Sebagai Atraksi Wisata, Skripsi Universitas Kristen Petra, hlm. 2.
lepas dari peran Keraton Kasunanan Surakarta pada awal abad ke-20.
Karena salah satu bukti tertua justru mencatat bahwa Ketoprak pertaa kali di
pentaskan di keraton Surakarta. Kristian Haryanto, anggota Dewan
Kesenian Surakarta dan salah satu pemain gender terbaik di kota itu,
mengatakan bahwa seorang pejabat Kasunanan telah membina seniman-
seniman ketoprak lesung, kemudian mementaskan di kediamannya pada
1908. Pentas mereka masih menggunakan lesung, belum menggunukan
iringan gamelan. Baru pada periode 1925-26 M, pertunjukan ketoprak tak
hanya menggunakan iringan musik lesung, tetapi juga gamelan sederhana,
juga alat musik gesek dan petik dari Eropa. Tema cerita, tata kostum dan tata
pentas pun mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.6
7
Juli Christanto, op.cit., hlm. 3.
8
http://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id/nasional/ketoprak/ diunduh pada 27
Oktober 2015 pukul 22.39 WIB
Pada mulanya ketoprak merupakan permainan orang-orang desa
yang sedang menghibur diri dengan menabuh lesung pada waktu bulan
purnama. Seiring dengan perkembangan zaman dalam perkembangannya
menjadi suatu bentuk teater rakyat yang lengkap dan waktu pelaksanaannya
pun mengalami perubahan. Ketoprak dikatakan tradisional karena drama ini
dipertunjukkan kepada penonton tanpa menggunakan teks sebagaimana
yang berlaku pada drama modern. Di sini para pemainnya tidak perlu
menghafalkan teks terlebih dahulu sebelum bermain. Para pemain
mengucapkan dialog-dialognya secara improvisasi atau memakai pola-pola
kalimat tertentu yang dikenal secara tradisi oleh masyarakat.9
9
Ibid.
2.2 Eksistensi Seni Pertunjukkan Ketoprak
10
Suwardi Endraswara, Metodelogi Penelitian Foklor (Yogyakarta,
MediaPressIndo, 2009), hlm. 193-194
11
Margono, dkk, Seni Rupa dan Seni Teater (Jakarta: Yudhistira), hlm.58
rakyat karena seni ini merupakan sumber hiburan bagi masyarakat baik bagi
seniman maupun penonton. Melalui pementasan lakon dalam pertunjukan
Ketoprak banyak sekali pesan moral atau nasehat yang terkandung di
dalamnya. Nilai yang dipertahankan dalam seni Ketoprak tersebut adalah
nilai moral, nilai pendidikan, nilai sosial-kultural dan nilai estetika atau
keindahan.12
12
Evie Nur Afifah, op.cit., hlm. 8
13
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sejarah Daerah : Daerah Istimewa
Yogyakarta ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997), hlm.228
Pementasan ketoprak juga dipentaskan oleh anak-anak muda yang
bertujuan untuk terus menjaga eksistensi ketoprak agar tidak ketinggalan
jaman. Menambahkan kesan modern merupakan sebuah alat yang dapat
digunakan untuk terus melestarikan ketoprak. Meskipun begitu kemunduran
ketoprak memang tidak bisa dipungkiri. Keberadaan ketoprak yang dulu
begitu terkenal sekarang memang mengalami kemunduran karena kesenian-
kesenian modern yang lebih menarik,
14
Dominic Strinati, Populer Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer
(Jakarta: Bentang Pustaka), 2002, hlm. 30.
menambah minat masyarakat untuk menikmatinya. Seperti kehadiran K-
pop, Drama Korea, serta hiburan khas budaya populer telah
memposisikan kesenian tradisional semakin tersudut. Akibatnya jika
anak mudanya saja sudah tidak mau menghargai kesenian tradisional
maka sudah pasti kesenian tersebut kehilangan popularitas.
Saat ini kita sebagai kaum intelektual harus dapat memikirkan agar
kesenian daerah yang kita banggakan tersebut tidak punah, sehingga dengan
gampangnya bangsa asing dapat merebut kesenian kita, seperti yang terjadi
beberapa tahun kebelakang. Generasi muda yang seharusnya melestarikan
17
Amiluhur Soeroso dan Y. Sri Susilo, “Strategi Konservasi Kebudayaan Lokal
Yogyakarta” dalam Jurnal Manajemen Teori dan Terapan I Tahun 1, No.2, Agustus, 2008,
hlm.144
18
ibid, hlm.145
kebudayaan nenek moyangnya kini telah terseret arus modernisasi yang
dianggap “keren” bagi kehidupan sosial mereka.
PENUTUP
Buku:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Sejarah Daerah : Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI, 1997.
Dominic Strinati, Populer Culture: Pengantar Menuju Budaya Populer
Jakarta: Bentang Pustaka, 2002.
Masunah, Juju dan Tati Narawati, Seni dan Pendidikan Seni, Bandung:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Seni dan Tradisional (P4ST)
UPI, 2003.
Suwardi Endraswara, Metodelogi Penelitian Foklor, Yogyakarta,
MediaPressIndo, 2009.
Tim Peneliti Universitas Udayana, Peranan Kesenian dan Kebudayaan :
Sebagai Media Diplomasi dan Komunikasi Antarbangsa, Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri,
1988.