Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tekanan intraokular (TIO) adalah tekanan yang dihasilkan oleh humor akuos
yang mengisi bilik mata depan dan bilik mata belakang.1 Keseimbangan tekanan
intraokular diatur oleh pergerakan cairan humor akuos termasuk diantaranya,
produksi cairan akuos, aliran cairan dan pengeluaran humor akuos.2 Umumnya
tekanan bola mata orang berbeda – beda, rentang TIO yang normal adalah 10 - 22
mmHg.3 Tekanan intraokular yang meningkat adalah faktor risiko yang signifikan
untuk terjadinya glaukoma. Glaukoma adalah salah satu penyebab utama kebutaan
di dunia.4

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes mellitus


adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi dan kegagalan dari berbagai organ - organ terutama pada mata,
ginjal, saraf, hati dan pembuluh darah.5

Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF), diperkirakan


terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun 2013,
diprediksikan angka tersebut akan terus bertambah pada tahun 2035 menjadi 592
juta orang. Dari 382 juta orang dengan diabetes tersebut, 175 juta diantaranya
belum terdiagnosis, sehingga bisa berkembang menjadi secara progresif menjadi
komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan.

Di Indonesia, menurut IDF terdapat sebesar 10 juta penyandang DM tahun


2015 yang akan diperkirakan tahun 2040 bertambah menjadi 16,2 juta orang.
Dengan berdasarkan data tersebut, tahun 2015 Indonesia menduduki peringkat ke-
7 dunia untuk pengidap diabetes mellitus.2 Di samping prevalensinya yang
semakin bertambah, penyakit DM akan semakin sulit bila telah terjadi komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular. Keadaan hiperglikemia pada darah
menyebabkan terjadinya kerusakan endotel. Juga terjadi kehilangan perisit dan
penebalan membran basal dari pembuluh darah sehingga memicu terjadinya
oklusi kapiler dan iskemi pembuluh darah yang menyebabkan dekompensasi
fungsi endotel sebagai sawar darah retina dan terjadi retinopati diabetik.27-29
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko
25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding non diabetes. Resiko
mengalami retinopati meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada diabetes
tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% pasien sudah menderita retinopati
diabetik nonproliferatif yaitu bentuk yang paling ringan dari retinopati diabetik
dan sering tidak memperlihatkan gejala. Dan pada retinopati diabetik proliferatife
jika tidak ditangani dengan cepat maka akan menimbulkan penurunan tajam
penglihatan disertai peningkatan TIO. Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati
diabetik meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. WHO tahun
2004 melaporkan 4,8 % penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopati
diabetik. Dalam urutan penyebab kebutaan secara global, retinopati diabetik
menempati urutan ke-4 setelah katarak, glaukoma dan degenerasi makula (AMD=
age-related macular degeneration).30
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tekanan
intraokuar dengan riwayat diabetes mellitus di RS UKI tahun 2018 berdasarkan
usia, jenis kelamin, tekanan intraokular dan riwayat diabetes yang menggunakan
data sekunder yaitu rekam medik.

I.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara tekanan intraokular dengan riwayat diabetes


mellitus di poli mata RSU UKI tahun 2018 ?
I.3 Tujuan Penelitian

I.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara tekanan intraokular dengan riwayat


diabetes mellitus di poli mata RSU UKI tahun 2018.

I.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui analisis univariat tekanan intraokular pada penderita


DM tipe II dan non diabetes di poli mata RSU UKI tahun 2018.
2. Untuk mengetahui peningkatan TIO yang signifikan pada penderita DM
tipe II dan non diabetes di poli mata RSU UKI tahun 2018.

I.4. Manfaat Penelitian

I.4.1 Bagi kalangan medis diharapkan dapat menjadi bahan penelitian sekunder
bagi penelitian-penelitian kesehatan selanjutnya. Selain itu, juga diharapkan dapat
memperluas wawasan di bidang kesehatan, terutama mengenai tekanan
intraokular pada pasien dengan riwayat diabetes mellitus.

I.4.2 Bagi masyarakat diharapkan dapat memperluas wawasan masyarakat


mengenai efek diabetes melitus yang dapat meningkatkan TIO sehingga dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeriksaan mata secara
rutin.

I.4.3 Bagi peneliti, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
peneliti dalam memperluas wawasan dan meningkatkan pengetahuan di bidang
penelitian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tekanan Intraokular

II.1.1 Anatomi Humor Akuos

Humor akuos adalah cairan jernih yang dihasilkan oleh korpus siliar, setelah
diproduksi humor akuos akan memasuki bilik mata belakang/ camera oculi
posterior (COP) , humor akuos melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan /
camera oculi anterior (COA), kemudian ke perifer menuju ke sudut camera oculi
anterior (COA). Humor akuos akan diekskresikan oleh trabecular meshwork.10,11

Korpus silliaris merupakan bagian dari sistem uvea yang terletak diantara iris
dan koroid. Bentuk korpus siliaris menyerupai cincin tebal pada lapisan posterior
persimpangan korneosklera yang terdiri atas otot dan pembuluh darah. Korpus
siliaris juga merupakan tempat perlekatan dari lensa. Kontraksi dan relaksasi
muskulus siliaris mengatur tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat
mempunyai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapang pandang. Ada dua lapisan epitel siliaris yaitu satu lapisan tanpa
pigmen sebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior dan satu
lapisan berpigmen sebelah luar, yang merupakan perluasan epitel pigmen retina.
Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen berfungsi sebagai tempat
diproduksinya humor akuos.10,11

Sudut COA terletak di antara kornea perifer dan pangkal iris yang merupakan
komponen penting dalam proses pengaliran humor akuos. Struktur ini terdiri dari
Schwalbe’s line, trabecular meshwork dan scleral spur. Trabecular meshwork
merupakan jaringan anyaman yang tersusun atas lembar-lembar berlubang
jaringan kolagen dan elastik. Trabecular meshwork disusun atas tiga bagian, yaitu
uvea meshwork (bagian paling dalam), corneoscleral meshwork (lapisan terbesar)
dan juxta canalicular/ endothelial meshwork (lapisan paling atas).
Juxtacanalicular meshwork adalah struktur yang berhubungan dengan bagian
dalam kanal Schlemm.10

Kanal Schlemm merupakan lapisan endotel tidak berpori dan lapisan tipis
jaringan ikat. Saluran – saluran eferen dari kanal Schlemm bertanggung jawab
terhadap perpindahan cairan humor akuos yang berhubungan dengan sistem vena
episklera.10

Gambar II.I.I anatomi humor akuos

II.1.2 Fisiologi Humor Akuos


Humor akuos adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Volumenya sekitar 250 µL dan kecepatan pembentukannya yang
memiliki variasi diurnal adalah 2,5 µL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit lebih
tinggi dibandingkan plasma. Komposisi humor akuos serupa dengan plasma.
Cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat yang lebih tinggi
sedangkan protein, urea dan glukosa lebih rendah. 10
Mekanisme fisiologis pembentukan akuos humor terdiri dari :
II.1.2.1 Difusi
Pergerakan pasif ion-ion melalui membran karena perbedaan konsentrasi.
Pada waktu akuos humor melewati sudut bilik mata belakang menuju kanalis
schlemm, mengalami kontak dengan korpus siliaris, iris, lensa, vitreus, kornea dan
trabekular meshwork. Terjadi pertukaran secara difusi dengan jaringan sekitarnya,
sehingga akuos humor pada sudut bilik mata depan lebih menyerupai plasma
dibandingkan dengan akuos humor pada bilik mata belakang.13,16
II.1.2.2 Ultrafiltrasi
Ultrafiltrasi merupakan proses dimana cairan dan bahan terlarut melewati
membran semi permeabel dibawah gradient tekanan. Setiap menitnya ± 150 ml
darah mengalir melalui kapiler prosesus siliaris. Selama darah melewati kapiler
prosesus siliaris, sekitar 4% filter plasma mengalami penetrasi dalam dinding
kapiler kedalam rongga interstisial antara kapiler dan epitel siliaris. Dalam korpus
siliaris, gerakan cairan dipengaruhi oleh perbedaan tekanan hidrostatis antara
tekanan kapiler dan tekanan cairan interstisial, ditahan oleh perbedaan antara
tekanan onkotik plasma dan akuos humor. Dalam ruang jaringan prosesus siliaris,
konsentrasi koloid ± 75 % dari konsentrasinya di dalam plasma. Konsentrasi yang
tinggi dari koloid didalam ruang jaringan prosesus siliaris mempengaruhi
pergerakan cairan dari plasma kedalam stroma siliar, akan tetapi akan mengurangi
gerakan cairan dari stroma ke COP.13,14
II.1.2.3 Transport Aktif
Sekresi aktif membutuhkan energi untuk memindahkan substansi secara
selektif terhadap gradient elektrokimia serta tidak bergantung pada tekanan.
Sekresi aktif bertanggung jawab pada mayoritas produksi cairan dan melibatkan
aktifitas dari enzim karbonik anhidrase. Ion-ion yang diangkut melalui epitel
siliaris tidak berpigmen belum jelas, menurut kebanyakan teori termasuk sodium,
klorida dan bikarbonat. Sekresi aktif diperkirakan memproduksi 80 % dari total
produksi akuos humor. Sisanya (20 %) di produksi secara difusi dan ultra
filtrasi.13,14
II.1.3. Mekanisme Aliran Akuos Humor
Humor akuos keluar dari mata melalui dua rute yaitu aliran trabekular /
konvensional dan aliran uveoskleral / nonkonvensional
II.1.3.1 Jalur trabekular atau konvensional
Aliran trabekular merupakan jalur utama keluarnya humor akuos dari bilik
depan sekitar 90% dari total. Aliran humor akuos dari anyaman trabekular masuk
ke kanal schlemm . Pada dinding kanal schlemm terdapat sel endotel yang
berbentuk seperti vakuola dan pori-pori yang peka terhadap tekanan dan
mentranspor humor akuos melalui jaringan ikat juksta kanalikular ke kanal
schlemm. Dari kanal Schlemm, humor akuos akan ditranspor melalui kanal-kanal
pengumpul ke vena episklera, yang kemudian dialirkan ke vena siliaris anterior
dan vena opthalmica superior yang selanjutnya diteruskan ke sinus
kavernosus.12,15
II.1.3.2 Jalur uveoskleral atau nonkonvensional
Aliran uveoskleral merupakan jalur kedua keluarnya humor akuos sekitar
10% dari total. Pada mekanisme ini, humor akuos mengalir dari sudut bilik mata
depan menuju ke otot siliar dan kemudian ke rongga suprasiliar dan
suprakoroidal. Cairan ini kemudian meninggalkan mata melalui sklera atau
mengikuti saraf dan pembuluh darah yang ada. 12,15

Gambar II.1.3 Mekanisme Aliran Akuos Humor


II.1.4 Pemeriksaan Tekanan Intraokular
Tonometri merupakan pemeriksaan untuk menilain tekanan intra okular bola
mata. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan tonometri disebut dengan
tonometer.10 Tonometri terdiri atas beberapa macam, yaitu :
II.1.4.1 Tonometri Goldmann
Tonometri ini disebut juga dengan tonometri aplanasi. Tekanan intraokular
ditentukan oleh gaya yang diperlukan untuk meratakan kornea dengan beban
standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Gaya yang diperlukan meningkat
seiring dengan peningkatan tekanan intraokular. Pemeriksaan mata ini
menggunakan anestesi topikal dan pemberian fluoresein.10,12

Gambar II.1.4.1 Tonometri Goldmann

II.1.4.2 Tono-Pen
Tonometer jenis ini merupakan tonometer portabel dengan sumber energi dari
baterai. Pada ujung tonometer terdapat transduser yang mengukur gaya yang
diterapkan. Tono-pen sering digunakan pada kondisi-kondisi yang sulit untuk
dilakukan pemeriksaan dengan slitlamp, misalnya kasus trauma orbita dengan
perdarahan retrobulbar.10
Gambar II.1.4.2 Tono-Pen

II.1.4.3 Tonometri Schiotz


Keuntungan cara ini adalah kesederhanaannya, hanya memerlukan alat
portable genggam yang relative tidak mahal. Dalam menentukan tekanan
intraokular dengan cara mengukur jumlah indentasi atau tiap lekukan pada kornea
terhadap tekanan yang diberikan. Pada pemeriksaan jenis ini harus dilakukan
secara hati-hati karena dapat menyebabkan kornea sehingga dapat menyebabkan
keratitis dan erosi kornea. 10,20

Gambar II.1.4.3 Tonometri Schiotz


II.1.4.4 Tonometri non kontak
Tonometer non kontak tidak seteliti tonometer aplanasi. Tonometer jenis ini
menggunakan metode hembusan angin ke kornea. Udara yang terpantul dari
permukaan kornea akan mengenai membrane penerima tekanan pada alat ini.
Sehingga metode ini tidak lagi memerlukan anestesi karena tidak ada bagian alat
yang mengenai mata. 10,20

Gambar II.1.4.4 Tonometri non kontak

II.1.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Intraokular


II.1.5.1 Umur
Faktor umur masih menjadi pertentangan mengenai pengaruh terhadap
perubahan tekanan intraokular. Pada umumnya usia muda mempunyai tekanan
yang lebih rendah dibanding populasi umum, sedangkan pada orang tua
peninggian tekanan ini mempunyai hubungan dengan tekanan darah yang
meninggi, frekuensi nadi dan obesitas.
Studi histologi menghubungkannya dengan perubahan pada jaringan
trabekula, termasuk penebalan dan penggabungan lapisan trabekula, degenerasi
kolagen dan elastisitas fibril, hilangnya sel-sel endotel, hiperpigmentasi sel-sel
endotel, akumulasi organel intraseluler, perubahan matriks ekstraseluler dan
berkurangnya jumlah vakuola raksasa.16
II.1.5.2 Jenis kelamin
Tidak banyak ditemui perbedaan TIO antara pria dan wanita. Umumnya
wanita usia menopause mempunyai TIO yang relatif lebih tinggi dibandingkan
pria dengan umur yang sama, dalam hal ini disebabkan oleh faktor hormon
estrogen yang menurun. 16
II.1.5.3 Variasi diurnal
Variasi diurnal merupakan perubahan keadaan tekanan intraokular setiap hari.
Pada orang normal tidak melebihi 3-6 mmHg dalam 24 jam sebagai hasil dari
produksi humor aquous dan pergantian alirannya. Sedangkan pada penderita
glaukoma dapat lebih tinggi lagi. Umumnya tekanan intraokular meninggi pada
siang hari terutama pagi hari dan lebih rendah pada malam hari. Ini dihubungkan
dengan variasi diurnal kadar kortisol plasma, dimana puncak tekanan intraokular
sekitar tiga sampai empat jam setelah kortisol plasma.17
II.1.5.4 Genetik
Tekanan intraokular pada populasi umum ada kaitannya dengan keturunan,
keadaan ini di buktikan dengan terdapatnya kecenderungan tekanan intraokular
yang lebih tinggi pada sejumlah keluarga penderita glaukoma. Serta adanya
keterkaitan antara ras tertentu dengan tekanan intraokular telah diperkuat dengan
adanya laporan yang menyatakan bahwa ras kulit hitam mempunyai tekanan
intraokular lebih tinggi di bandingkan ras kulit putih.10,18
II.1.5.5 Kondisi sistemik
Kondisi sistemik seperti tekanan darah tinggi dan diabetes dapat
menimbulkan peningkatan tekanan intraokular. Diabetes mellitus diketahui dapat
menyebabkan kerusakan mikrovaskuler dan dapat mempengaruhi autoregulasi
dari pembuluh darah di retina dan saraf optik. 8

II.2 Diabetes Mellitus


II.2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
mellitus (DM) adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan dari berbagai organ-organ
terutama pada mata, ginjal, syaraf, hati dan pembuluh darah.7
II.2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus
DM tipe 1 terjadi karena disebabkan oleh destruksi sel beta pankreas,
umumnya menjurus pada defisiensi insulin absolut, yang dapat terjadi karena
autoimun atau idiopatik. DM tipe 1 bisa terjadi pada semua umur, namun waktu
mulai penyakit ini yaitu pada masa anak – anak atau dewasa muda dengan
manifestasi klinis pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis. Pasien dengan
jenis diabetes ini memerlukan insulin setiap hari untuk mengontrol kadar
glukosa darah.7,21
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus
Pada DM tipe 2 terjadi hiperinsulinemia, tetapi insulin tidak bisa
membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin
yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi
terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu
gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi insulin yang terjadi perlahan-lahan
akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe
ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. 7,21
3. Diabetes Melitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk
menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan. 7,21

4. DM Tipe Lain
DM tipe lain yang antara lain disebabkan oleh defek genetik fungsi sel
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,
pengaruh obat dan zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM. 7,21

II.2.3 Gejala Diabetes Mellitus


Perkumpulan Endrokrinologi Indonesia membagi alur diagnosis DM menjadi
2 bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala DM. Gejala khas DM terdiri dari
poliuri (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan)
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM
diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita).7

II.2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.7

Kriteria diagnosis Diabetes Melitus (DM) menurut pedoman American


Diabetes Association (ADA) 2011 dan konsensus Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) 2015 :

1. Glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta;


2. Glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl;
3. Glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM seperti
banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia)
dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.7
Kriteria diagnosis DM (konsensus PERKENI 2015) :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam, atau
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik
(poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya), atau
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi
oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).7

II.3 Tekanan Intraokular Pada Pasien dengan Riwayat Diabetes Mellitus

Penderita diabetes dapat terjadi gangguan pada mata dimana pada jaringan
trabekular akan menyempit sehingga terjadi hambatan sirkulasi humor akuos
sehingga terjadinya gangguan pengeluaran humor akuos yang mengakibatkan
humor akuos tertahan didalam COA sehingga akan terjadi peningkatan TIO.19

Trabecular meshwork (TM) merupakan jaringan khusus yang terdiri dari


berbagai componen extracellular matrix (ECM) termasuk fibronektin, laminin dan
kolagen. Komposisi komponen ECM ini dalam jaringan trabekula dapat
memengaruhi fungsi trabekula dalam pemeliharaan fasilitas aliran humor akuos.
Berdasarkan dari beberapa penelitian, menggunakan model kultur sel in vitro,
menunjukkan bahwa sel-sel trabekular yang tumbuh dalam kondisi glukosa tinggi
meningkatkan regulasi mRNA dan sintesis protein fibronektin, komponen ECM
dan pada kelebihan pengendapan komponen ECM yang dihasilkan oleh sel-sel ini
dapat terjadi penyumbatan humor akuos melalui trabekula dan dengan demikian
menyebabkan peningkatan TIO dan pengembangan POAG.32
II.4 Kerangka Teori

Anatomi

Fisiologi

Mekanisme

Aliran Humor
Akuos

Tekanan Faktor-faktor yang


Intraokular mempengaruhi

Usia

Jenis Kelamin

Variasi Diurnal Riwayat Diabetes

Genetik
Disfungsi sistem
Kondisi otonom
Sistemik
Pemeriksaan Jaringan trabekular
menyempit
Tonometri
Gangguan aliran
keluar akuos
Penumpukan humor
akuos didalam mata
TIO meningkat
II.5 Kerangka Konsep

1. Usia

Tekanan Intraokular
Pada Pasien Dengan 2. Jenis Kelamin
Riwayat Diabetes
Mellitus
3. Tekanan
Intraokular

4. Jenis DM
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian

III.1.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional


dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

III.1.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS UKI, dengan mengambil data rekam medis


tahun 2018.

III.1.3 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari status


pasien di rekam medik pasien.

III.2 Populasi dan Sampel Penelitian

III.2.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang telah dilakukan
pengukuran tekanan intraokular dan memiliki riwayat diabetes mellitus di poli
mata RS UKI tahun 2018.

III.2.2 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik yaitu teknik


pengambilan sampel pada populasi yang heterogen dan berstrata dengan
mengambil sampel dari tiap-tiap sub populasi yang jumlahnya disesuaikan
dengan jumlah anggota dari masing-masing sub populasi secara acak. Dari
populasi yang ada didapatkan sampel melalui rumus slovin yaitu :

n = (Z1-α/2)2 . P . (1-P)
d2
n = (1,96)2 x (0,04) x (0,96)
(0,5)2
= 60

Keterangan :
n = besar sampel minimum
Z1-α/2 = nilai sebaran normal baku yang nilainya tergantung α.
Bila α = 0,05 (5%)  Z = 1,96
P = Estimator proporsi pada populasi
D = besar penyimpangan yang bisa diterima

III.3 Kriteria Penelitian

III.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang datang di poli mata
RS UKI yang telah dilakukan pemeriksaan tekanan intraokular dan memiliki
penyakit diabetes mellitus pada tahun 2018.

III.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi pada penelitian ini yaitu pasien dirumah RS UKI yang
sudah pernah dioperasi katarak.

III.4 Variabel Penelitian

III.4.1 Variabel Independen

Penyakit Diabetes Melitus

III.4.2 Variabel Dependen

Tekanan Intraokular
III.5 Definisi Operasional Variabel

Nama Variabel Definisi Variabel Skala Ukur Hasil Ukur

Jenis Kelamin Identitas seksual Nominal 1 = Laki-laki


yang tercatat pada 2 = Perempuan
rekam medik
Usia Lama hidup Ordinal 1 = 35-41 tahun
penderita sampai 2 = 42-48 tahun
masuk rekam medik 3 = 49-55 tahun
4 = 56-62 tahun
5 = 63-69 tahun
6 = 70-76 tahun
7 = 77-83 tahun
8 = 84-90 tahun

Tekanan Tekanan intraokular Nominal 1 = ≤ 22 mmHg


Intraokular penderita yang 2 = > 22 mmHg
tercatat di rekam
medik
Penyakit Diabetes Riwayat diabetes Nominal 1 = Ya
Mellitus mellitus yang 2 = Tidak
tercatat pada rekam
medik

III.6 Tahapan Penelitian

III.6.1 Cara Pengambilan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin pelaksanaan


dari Institusi Pendidikan dan Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia. Setelah itu, pengumpulan data peneliti dilakukan melakui
analisis data yang didapatkan dari rekam medis berdasarkan kelengkapan data dan
variable yang diteliti.

Tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

- Perumusan masalah
- Menentukan tujuan penelitian
- Menentukan kriteria inklusi dan ekslusi
- Mengumpulkan data rekam medik pada pasien di RSU UKI Jakarta
- Menyeleksi rekam medik sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi
- Memindahkan data dari rekam medik ke dalam form pengumpulan data
- Pengolahan dan analisa data menggunakan SPSS
- Membuat laporan hasil analisis

III.6.2 Cara Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah terkumpul melalui rekam medik dilakukan


dengan menggunakan program IBM SPSS (Statistical for Social Science) for
Windows edition 24.0 dan program Microsoft Office Excel 2016. Data yang telah
dikumpulkan akan diolah dengan beberapa tahapan meliputi :

1. Edit Data (Editing)


Data yang sudah terkumpul akan dikoreksi dan diperiksa kelengkapannya.

2. Pemberian Kode (Coding)


Data dibedakan berdasarkan masing-masing kategori. Setiap kategori
diberikan kode untuk mempermudah dalam proses pengolahan data.

3. Masukan Data (Entry)


Data yang sudah dikode, selanjutnya dimasukkan kedalam system
pengolahan data menggunakan software SPSS 22.0 for Windows.

4. Pembersihan Data (Cleaning)


Pembersihan data dilakukan secara manual maupun komputerisasi. Dalam
pembersihan data akan dilakukan pengecekan ulang data sehingga akan
terdeteksi jika ada kesalahan pemasukan data atau data yang hilang.
Dari data rekam medik yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara
univariat menggunakan software SPSS 22.0 for Windows atau Microssoft
Excel, meliputi analisis deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi
setiap variabel.

III.7 Analisis data

III.7.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan variabel umur, jenis


kelamin, tekanan intraokular kanan, tekanan intraokular kiri dan riwayat
diabetes berdasarkan data dari rekam medik.

III.7.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan yang bermakna


antara variabel bebas dan variable terikat. Analisis bivariat ini menggunakan uji
Chi-square, sehingga dapat diketahui apakah ada hubungan yanga bermakna
antara variabel bebas dan variabel terikat secara statistic dengan taraf kemaknaan
(signifikan) sebesar ≤ 0,05 adapun kriteria pengujian :

a. Jika nilai probabilitas (Asymp sign (2-sided) ≤ 0,05, maka ada hubungan
bermakna.
b. Jika nilai probabilitas (Asymp sign (2-sided) ≥ 0,05, maka tidak ada hubungan
bermakna.

Anda mungkin juga menyukai