Anda di halaman 1dari 9

1.

CAPTOPRIL
a) Mekanisme Aksi
Captopril adalah salah satu angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, yang menghambat
ACE sehingga tidak dapat mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II akan berikatan dengan reseptor AT1 pada sel otot polos yang
menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah. Angiotensin II juga
menstimulus korteks adrenal untuk mensekresi aldosteron. Aldosteron membuat
tubulus distal dan duktus kolektivus mereabsorpsi air dan natrium, dengan kalium
sebagai gantinya, yang menyebabkan penambahan volume ekstraseluler dan
peningkatan tekanan darah. Pemberian captopril akan menurunkan resistensi arteri
perifer pada pasien hipertensi. ACE juga memetabolisme bradikinin, peptida yang
menyebabkan vasodilatasi. ACE-I mencegah metabolisme bradikinin, sehingga terjadi
vasodilatasi dan efek samping batuk.
b) Dosis
Hipertensi
- Dosis inisial: 25 mg 2-3 kali per hari
- Dosis pemeliharaan: 25 sampai 150 mg 2-3x/hari. Dosis maksimum 450 mg per hari.
Gagal Jantung
- Dosis inisial pada pasien yang mendapat diuretik: 6,25 atau 1,25 mg 3x/hari.
- Dosis inisial pada sebagian besar pasien: 25 mg 3x/hari.
Disfungsi Ventrikel Kiri setelah Infark Miokard
- Setelah pemberian dosis tunggal 6,25 mg, captopril dimulai dengan dosis 12,5 mg
3x/hari sampai 25 mg 3x/hari.
- Dosis pemeliharaan: 50 mg 3x/hari.
- Terapi dapat dimulai 3 hari setelah infark miokard.
Krisis Hipertensi
25 mg oral atau sublingual.
c) Efek Samping
- Proteinuria (1 dari 100 pasien), yang akan hilang sendiri dalam 6 bulan meskipun
pemberian captopril dilanjutkan.
- Insufisiensi renal, gagal ginjal, sindrom nefrotik, poliuria, oliguria (1-2 dari 1000
pasien).
- Netropenia/agranulositosis dengan hipoplasia mieloid.
- Kemerahan dengan pruritus dan kadang disertai demam, artralgia, dan eosinofilia
(4-7 dari 100 pasien).
- Angina pektoris, infark miokard, sindrom Raynaud dan gagal jantung kongestif (2-
3 dari 1000 pasien).
- Disgeusia (gangguan persepsi rasa) yang bersifat reversibel dan sembuh sendiri (2-
4 dari 100 pasien).
- Anafilaktoid dan reaksi lain akibat inhibisi metabolisme eikosanoid dan polipeptida,
termasuk bradikinin.
- Angioedema kepala dan leher, wajah, bibir, membran mukosa, glotis dan laring.
- Angioedema intestinal, nyeri abdomen dengan/tanpa mual dan muntah.
- Takikardia, nyeri dada, palpitasi.

2. LISINOPRIL
a) Mekanisme Aksi
Lisinopril adalah angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor, yang menghambat ACE
sehingga tidak dapat mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, yang
merupakan vasokonstriktor poten. Berkurangnya angiotensin II menyebabkan
penurunan pada sekresi aldosteron, yang mengurangi reabsorpsi natrium pada duktus
kolektivus dan ekskresi kalium yang menyebakan peningkatan kalium serum. Dengan
menghilangkan feedback negatif dari angiotensin II, lisinopril meningkatkan aktivitas
renin serum.
Efek inhibisi pada sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) menyebabkan berkurangnya
aktivitas vasopresor dan aldosteron bahkan pada pasien renin-rendah. Di samping itu,
ACE-I menghambat metabolisme bradikinin oleh ACE sehingga rentan terjadi
angioedema.
b) Dosis
Hipertensi
10-40 mg 1x/hari.
Gagal Jantung
Dosis inisial 2,5 mg per hari, dengan dosis harian maksimal sebesar 40 mg per hari.
Disfungsi Ventrikel Kiri setelah Infark Miokard
Dosis inisial 2,5 sampai 5 mg per hari, dititrasi 10 mg per hari hingga mencapai dosis
maksimal yang ditoleransi pada pasien dengan hemodinamik yang stabil.
c) Efek Samping
Efek samping utama ACE-I meliputi hiperkalemia, batuk kering, angioedema, hipotensi,
pusing, dan insufisiensi renal. Efek ini menjadi lebih sering terjadi pada pasien dengan
gangguan ginjal, autoimun, atau kolagen vaskuler. AHA/ACCF merekomendasikan
penggunaan yang hati-hati pada pasien kardiomiopati dengan obstruksi outflow, karena
dapat memperparah gejala.

3. VALSARTAN
a) Mekanisme Aksi
Valsartan menghambat efek vasokonstriktor dan sekresi aldosteron dari angiotensin II dengan
secara selektif memblok ikatan angiotensin II dengan reseptor AT1 pada banyak
jaringan, seperti otot polos vaskuler dan glandula adrenal. Aksinya terlepas dari jalur
sintesis angiotensin II. Pada jaringan juga terdapat reseptor AT2, namun AT2 tidak
berhubungan dengan homeostasis kardiovaskuler. Valsartan memiliki afinitas yang
tinggi (sekitar 10-20 ribu kali lipat) terhadap reseptor AT1 daripada AT2.
b) Dosis
Hipertensi
Dosis yang direkomendasikan yaitu 80-160 mg 1x/hari. Rentang dosis yaitu 80-320 mg
per hari.
Gagal Jantung
Dosis yang direkomendasikan yaitu 40 mg 2x/hari, dititrasi hingga 80-160 mg 2x/hari. Dosis
maksimal yaitu 320 mg per hari terbagi dalam 2 dosis.
Pasca Infark Miokard
Dosis inisial dapat diberikan mulai 12 jam setelah infark miokard. Dosis yang
direkomendasikan yaitu 20 mg 2x/hari, dititrasi menjadi 40 mg 2x/hari dalam 7 hari,
sampai dengan dosis pemeliharaan maksimum 160 mg 2x/hari.
c) Efek Samping
Efek samping valsartan meliputi nyeri kepala, pusing, infeksi saluran napas atas, batuk, diare,
rinitis, sinusitis, nausea, faringitis, edema, artralgia dengan kejadian >1%. Efek
samping lain dengan kejadian >0,2% mencakup reaksi alergi, palpitasi, pruritus dan
kemerahan, konstipasi, mulut kering, dispepsia, nyeri punggung, kram otot, myalgia,
cemas, insomnia, parestesia, dispnea, vertigo. Angioedema jarang terjadi.
4. CANDESARTAN
a) Mekanisme Aksi
Candesartan bekerja secara antagonis pada reseptor angiotensin II tipe I. Blokade ini
menyebabkan penurunan tekanan darah dan retensi cairan. Candesartan secara selektif
memblok ikatan angiotensin II dengan reseptor AT1 pada banyak jaringan, seperti otot
polos vaskuler dan glandula adrenal. Aksinya terlepas dari jalur sintesis angiotensin II.
Pada jaringan juga terdapat reseptor AT2, namun AT2 tidak berhubungan dengan
homeostasis kardiovaskuler. Valsartan memiliki afinitas yang tinggi (sekitar 10-20 ribu
kali lipat) terhadap reseptor AT1 daripada AT2.
b) Dosis
Hipertensi
Dosis inisial dimulai dengan 16 mg 1x/hari dengan rentang dosis 8-32 mg 1x/ hari.
Gagal Jantung: 4-8 mg 1x/hari
Profilaksis Migrain: 16 mg 1x/hari
c) Efek Samping
Efek samping yang paling sering terjadi yaitu hipotensi simptomatik (18,8%), fungsi ginjal
abnormal (12,5%), dan hiperkalemia (6,3%). Efek samping lainnya meliputi nyeri
kepala, nyeri punggung, angioedema, dan infeksi saluran napas atas, tetapi jarang
terjadi. Candesartan termasuk teratogen dan dapat menyebabkan toksisitas pada fetus.
Jika diberikan pada trimester kedua atau ketiga, medikamentosa yang mempengaruhi
RAAS akan mengganggu fungsi renal fetus yang menyebabkan peningkatan risiko
morbiditas dan mortalitas akibat oligohidramnion. Selain itu neonatus dapat mengalami
hipoplasia skull, paru-paru, hipotensi, dan gagal ginjal.

5. DOPAMIN
a) Mekanisme Aksi
Dopamin adalah katekolamin endogen dan juga prekursor norepinefrin. Aksi sistemik dopamin
dimediasi oleh reseptor D1-D5, alfa-, dan beta-adrenergik. Aktivasi reseptor D1 pada
otot polos, tubulus proksimal renal, dan korteks duktus kolektivus meningkatkan
diuresis. Reseptor D2 terletak pada pre-sinaps nervus renalis dan di dalam glomerulus
dan korteks adrenal. Aktivasi saraf ini menyebabkan penurunan ekskresi air dan
natrium. Reseptor adrenergik juga berikatan dengan dopamin menyebabkan
peningkatan kontraksi otot polos arteri dan konduktivitas jantung. Aksi dopamin pada
reseptor beta-adrenergik meningkatkan cAMP yang kemudian akan meningkatkan
kalsium influks dan interaksi aktin-miosin-troponin sehingga menghasilkan efek
inotropik dan kronotropik positif.
b) Dosis
- Dosis dopaminergik: 0,5 – 2 mcg/kg/menit
- Dosis beta 1-adrenergik: 2 – 10 mcg/kg/menit
- Dosis alfa-adrenergik: >10 mcg/kg/menit
- Dosis rendah (1 – 5 mcg/kg/menit): meningkatkan ekskresi urin dan aliran darah
renal.
- Dosis menengah (5 – 15 mcg/kg/menit): meningkatkan aliran darah renal, cardiac
output, frekuensi jantung, dan kontraktilitas jantung.
- Dosis tinggi (20 – 50 mcg/kg/menit): meningkatkan tekanan darah dan menstimulus
vasokonstriksi, meningkatkan risiko takiaritmia.
c) Efek Samping
Efek samping dopamin mempengaruhi fungsi ginjal menyebabkan peningkatan aliran urin,
selain itu dapat juga menyebabkan irama jantung ireguler. Pemberian dopamin yang
berlebihan dapat menyebabkan efek samping serebrovaskuler karena tingginya tekanan
darah pada otak.

6. DOBUTAMIN
a) Mekanisme Aksi
Dobutamin memiliki efek inotropik pada miokardium dengan berikatan dan mengaktivasi
reseptor beta-1. Dobutamin meningkatkan kontraktilitas yang menurunkan end-systolic
volume dan meningkatkan stroke volume yang pada akhirnya meningkatkan cardiac
output. Perubahan pada cardiac output menghasilkan respon baroreseptor sehungga
resistensi vaskuler sistemik berkurang dan tidak menyebabkan perubahan pada tekanan
darah arteri. Dobutamin juga memiliki efek pada reseptor beta-2, yang menyebabkan
berkurangnya resistensi vaskuler sistemik, dan sedikit alfa-1.
b) Dosis
- Dekompensasi jantung: 0,5 – 1 mcg/kg/menit IV, kemudian 2 – 20 mcg/kg/menit;
jangan melebihi 40 mcg/kg/menit.
- Cardiac output rendah: 2 – 20 mcg/kg/menit, titrasi hingga mendapat efek yang
diinginkan, jangan melebihi 40 mcg/kg/menit.
c) Efek Samping
Efek samping dobutamin diperantai oleh efek simpatomimetik. Sebagian besar pasien
mengalami kenaikan tekanan darah 10 sampai 20 mmHg, peningkatan nadi 5 sampai
10 kali per menit. Dobutamin meningkatkan risiko respon ventrikuler cepat pada pasien
yang memiliki atrial fibrilasi. Efek samping lainnya meliputi hipotensi, yang lebih
jarang terjadi, phlebitis, hipokalemia, nausea, nyeri kepala, nyeri dada, palpitasi, dan
sesak napas.

7. MILRINON
a) Mekanisme Aksi
Inhibitor Fosfodiesterase
Milrinon adalah obat kelas inhibitor fosfodiesterase. Fosfodiesterase adalah enzim yang
menghidrolisis cAMP dan cGMP, menghilangkan efek mereka pada berbagai jaringan.
Ada beberapa varian fosfodiesterase pada tubuh; milrinon secara selektif menghambat
fosfodiesterase III pada dosis rendah dan non-selektif pada dosis tinggi. Fosfodiesterase
III (PDE III) berlokasi di retikulum sarkoplasma kardiak dan otot polos arteri dan vena.
Efek kardiak Milrinon
Pada miokardium, inhibitor PDE III menyebabkan peningkatan kontraktilitas (inotropik) dan
memperbaiki relaksasi (lusitropik), yang meningkatkan fungsi sistolik dan diastolik,
sehingga mengoptimalkan cardiac output. Peningkatan frekuensi jantung (kronotropik)
juga meningkat tapi tidak setinggi katekolamin.
Inhibisi pada PDE III mencegah metabolisme cAMP sehingga meningkatkan
aktivitas protein kinase A, yang menyebabkan fosfolirasi kanal ion kalsium pada
retikulum sarkoplasma dan meningkatkan avaibilitas kalsium dalam sarkomer miosit.
Peningkatan kalsium menyebabkan peningkatan inotropok dan kronotropik kardiak.
Inhibisi PDE III meningkatkan pengambilan kembali kalsium pada retikulum
sarkoplasma, yang menyebabkan relaksasi miokardium (lusitropik) dan memperbaiki
fungsi diastolik.
Efek vasoaktif Milrinon
Pada vaskuler, inhibisi PDE III mencegah metabolisme cGMP pada otot polos sehingga terjadi
vasodilatasi baik pada arteri dan vena. Efek vasodilatasi milrinon lebih poten daripada
dobutamin. Milrinon tersedia dalam bentuk inhalasi yang bisa menghasilkan
vasodilatasi pada vaskularisasi pulmoner untuk kondisi hipertensi pulmoner.
b) Dosis
- Gagal jantung kongestif: 50 mcg/kg loading dose dengan IV selama 10 menit,
kemudian 0,375 – 0,75 mcg/kg/menit.
- Dosis pemeliharaan: 1,13 mg/kg/hari dengan memantau elektrolit, fungsi renal, dan
tekanan darah.
c) Efek Samping
Efek samping yang paling ditakutkan adalah potensi untuk menginduksi perubahan
hemodinamik dan aritmia. Milrinon dapat menyebabkan takiaritmia ventrikel, yang
bisa menyebabkan iskemi kardiak atau sudden cardiac death. Milrinon dapat
meningkatkan kapasitas vena, yang akan menyebabkan penurunan preload dan
menimbulkan manifestasi seperti nyer kepala, sinkop, dan hipotensi berat. Takiaritmia
tidak bergantung pada dosis sementara hipotensi terkait dengan dosis. Selain itu,
milrinon juga bisa mempengaruhi fungsi platelet dan jalur inflamasi. Milrinon dapat
memblok agregasi platelet, menekan hiperplasi neointima, dan menurunkan efek
proinflamasi dari cardiopulmonary bypass.

8. DIGOKSIN
a) Mekanisme Aksi
Digoksin menghasilkan efek hemodinamik, elektrofisiologik, dan neurohormonal pada sistem
kardiovaskuler. Digoksin menghambat enzim Na-K-ATPase, yang berfungsi untuk
mempertahankan lingkungan intrasel dengan meregulasi keluar masukinya natrium,
kalium, dan kalsium (secara tidak langsung). Na-K-ATPase juga disebut sebagai pompa
natrium. Inhibisi pompa natrium oleh digoksin meningkatkan natrium intrasel dan
meningkatkan kadar kalsium dalam sel miokard, menyebabkan peningkatan pada
kontraktilitas jantung.
Digoksin juga menstimulus saraf parasimpatis melalui nervus vagus sehingga
mempengaruhi nodus sinoatrial (SA) dan atrioventrikuler (AV), yang menurunkan
frekuensi jantung. Bagian patofisiologi gagal jantung meliputi aktivasi neurohormonal,
yang meningkatkan norepinefrin. Digoksin membantu menurunkan kadar norepinefrin
melalui aktivasi sistem saraf parasimpatis.
b) Dosis
Atrial Fibrilasi
- Loading-dose: 8 – 12 mcg/kg IV atau 10 – 15 mcg/kg PO; diadministrasikan 50%
dahulu; kemudian ¼ loading dose setiap 6 – 8 jam dua kali; pemantauan respon
klinis dan toksisitas pada setiap pemberian digoxin harus dilakukan dengan hati-hati.
- Dosis pemeliharaan: 3,4 – 5,1 mcg/kg/hari atau 0,125 – 0,5 mg/hari PO atau 0,1 –
0,4 mg/hari IV/IM.
Gagal Jantung
- Loading dose tidak direkomendasikan.
- Dosis 0,125 – 0,25 mg PO/IV per hari. Dosis yang lebih tinggi 0,375 – 0,5 mg/hari
jarang diperlukan.
c) Efek Samping
Toksisitas digoksin dapat terjadi karena ingesti dosis diatas rentang terapeutik atau penggunaan
dalam jangka waktu yang lama. Toksisitas digoksin meliputi nausea, muntah, gangguan
penglihatan, hingga aritmia. Usia lanjut, berat badan rendah, penurunan fungsi ginjal
atau abnormalitas elektrolit meningkatkan risiko toksisitas digoksin.

Referensi
- Marte F, Cassagnol M. 2019. Captopril. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535386/ (Diakses pada 27 Januari 2020;
15:28)
- https://reference.medscape.com/drug/capoten-captoril-captopril-342315 (Diakses
pada 27 Januari 2020, 15:29)
- Lopez EO, Parmar M, Terrell JM. 2020. Lisinopril. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482230/ (Diakses pada 27 Januari 2020;
15:30)
- https://www.drugs.com/pro/lisinopril.html (Diakses pada 27 Januari 2020, 15:31)
- https://www.drugbank.ca/drugs/DB00177 (Diakses pada 27 januari 2020, 15:32)
- Bulsara KG, Makaryus AN. 2019. Candesartan. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519501/ (Diakses pada 27 januari 2020,
15:33)
- Sonne J, Lopez-Ojeda W. 2019. Dopamine. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK535451/ (Diakses pada 27 Januari 2020,
15:34)
- https://reference.medscape.com/drug/intropin-dopamine-342435 (Diakses pada 27
Januari 2020; 15:49)
- Ashkar H, Makaryus AN. 2019. Dobutamine. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470431/ (Diakses pada 27 Januari 2020,
15:34)
- https://reference.medscape.com/drug/dobutamine-342434 (Diakses pada 27 Januari
2020, 15:43)
- Ayres JK, Maani CV. 2019. Milrinone. Diakses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532943/ (Diakses pada: 27 Januari 2020,
15:45)
- https://reference.medscape.com/drug/milrinone-342433 (Diakses pada 27 Januari
2020, 15:47)
- https://www.drugbank.ca/drugs/DB00390 (Diakses pada 27 Januari 2020, 15:45)

Anda mungkin juga menyukai