Laporan Kasus
Laporan Kasus
I. IDENTITAS
- Nama : Ny. L
- Jenis kelamin : Perempuan
- Usia : 34 tahun
- Tempat tanggal lahir : Wonogiri, 23/04/1980
- Alamat : Pamulang Elok Blok G No.9 RT 002/014,
Pondok Petir Bojongsari Kota Depok
- Pendidikan : SLTA
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Status perkawinan : Kawin
- Agama : Islam
- Warga Negara : Indonesia
- Pembiayaan : ASK Diknas
- Tanggal Masuk RS : Selasa, 17 Juni 2014
- Ruang perawatan : P. Sibatik RSAL Mintohardjo
- No. Rekam Medik : 112582
1
II. ANAMNESIS
a. KELUHAN UTAMA
Adanya benjolan di dekat leher dan di bahu atas kanan sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit
b. KELUHAN TAMBAHAN
2
Riwayat hipertensi : Disangkal
Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
Riwayat alergi makanan dan/atau obat-obatan : Disangkal
Riwayat asma : Disangkal
Riwayat penyakit jantung : Disangkal
f. RIWAYAT KEBIASAAN
Riwayat merokok : (-)
Riwayat minum alkohol : (-)
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status generalis
Keadaan Umum
- Kesan sakit : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Kesan gizi : Gizi cukup
- Sianosis : tidak ada
- Edema : tidak ada
- Dispnea : tidak ada
Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 76x/menit
- Suhu : 36.6o C
- Laju Pernafasan : 18x/menit
Kulit
- Warna : warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak
ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat
hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi
- Lesi : tidak terdapat efloresensi yang bermakna
- Rambut : tumbuh rambut pada permukaan kulit,
berwarna hitam, distribusi merata
- Turgor : turgor baik
Kepala
- Kepala normocephali, wajah simetris, tidak ada
deformitas
4
- Rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
Mata
- Exophtalmus : -/-
- Enophtalmus : -/-
- Oedem palpebral : -/-
- Konjungtiva anemis : -/-
- Sclera ikterik : -/-
- Injeksi konjungtiva : -/-
- Pupil : bulat, isokor, RCL +/+, RCTL
+/+ miosis kanan = kiri
Hidung
- Septum : lurus ditengah
- Mukosa : tidak hiperemis
- Cavum nasi : secret -/-, perdarahan -/-, benda asing-/-
Mulut
- Bibir : pucat (-), ikterik (-), kering (-)
- Oral hygiene : cukup baik
- Faring : tidak hiperemis
- Lidah : normoglossi, tidak kotor
Telinga
- Normotia
- Liang telinga : sekret -/-. Serumen -/+, darah -/-
- Nyeri tekan os mastoid : -/-
- Nyeri tekan tragus : -/-
- Nyeri Tarik : -/-
Leher
- Trakea : lurus ditengah
5
- KGB : tidak ada pembesaran KGB
- Tiroid : tidak ada pembesaran tiroid
- Terdapat benjolan di regio cervicalis lateralis dextra dan
regio klavikula dextra (lihat status lokalis)
Thoraks
o Inspeksi dinding dada
- Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak
dilatasi vena, tidak tampak efloresensi yang bermakna
- Sternum bentuk normal, mendatar
- Tulang iga normal, sela iga tidak melebar, retraksi sela
iga (-)
o Paru
- Inspeksi : gerak napas dada kanan dan kiri
simetris.
- Palpasi : pergerakan nafas kedua hemithorax
simetris, vocal fremitus kanan dan kiri
sama teraba sama kuat
- Perkusi : perkusi pada dinding dada kanan dan
kiri didapatkan suara sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikuler terdengar sama
pada kedua hemithorax, wheezing -/-,
ronchi -/-
o Jantung
- Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis pada
dinding dada
- Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba teratur di
ICS 5, 1 cm medial linea midklavikula
sinistra
6
- Perkusi : batas kanan : redup pada ICS 3 – 5
linea sternalis kanan
batas atas : terdengar redup di ICS 3
linea parasternalis kiri
batas kiri : dengan suara redup di
ICS 5, 1 cm medial
linea midklavikularis kiri
- Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-),
bunyi jantung tambahan (-)
Abdomen
- Inpeksi : warna kulit sawo matang, bentuk normal
simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-)
efloresensi yang bermakna (-), sagging of the
flanks (-)
- Auskultasi : BU (+) 3x/menit, normal
- Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, shifting
dullness (-)
- Palpasi : supel, rigiditas (-), defens muscular (-), nyeri
tekan (-), massa (-), pembesaran hepar (-),
turgor kulit baik
Punggung :
o Tidak ada kelainan bentuk pada vertebrae
o Tidak terdapat nyeri pada perabaan vertebra
Ekstremitas
o Atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Tidak ada Tidak ada
Kulit efloresensi efloresensi
7
bermakna bermakna
Eutrofi Eutrofi
Trofi
Tidak ada
Tidak ada deformitas
Deformitas deformitas
Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Nyeri tekan tekan tekan
o Bawah
Pemeriksaan Kanan Kiri
Tidak ada Tidak ada
efloresensi efloresensi
Kulit
bermakna bermakna
Eutrofi Eutrofi
Trofi
Tidak ada
Tidak ada deformitas
Deformitas deformitas
Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Nyeri tekan tekan tekan
8
Status lokalis regio cervicalis lateralis dextra
- Inspeksi (look) : tampak massa di bawah kulit, kulit diatasnya
tidak terdapat kelainan, tidak kemerahan dan tidak ada efloresensi
bermakna.
- Palpasi (feel) : teraba massa dengan konsistensi padat, difus, tidak
nyeri, permukaan tidak rata, tidak dapat digerakan (immobile)
9
IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
10
- Foto Thorax
Tanggal : 16/06/2014
11
V. DIAGNOSIS KERJA
VII. PENATALAKSANAAN
a. Persiapan operasi
o Memeriksa kembali identitas pasien
o Menyakan apakah ada keluhan
o Menanyakan apa adanya alergi obat-obatan
o Memeriksa tanda vital dan fisik pasien
o Menginstruksikan pasien untuk berpuasa
o Informed consent
o Memasang infus
b. Tindakan operatif
Tindakan debridement + eksisi granuloma dan pemasangan
drainage (Tanggal: 18-06-2014)
1. Pasien posisi supine dengan general anestesi, kepala miring ke kiri
2. Dilakukan prosedur aseptik dan antiseptic , tutup dengan duk
steril
3. Incisi di atas massa granuloma, dilakukan excisi
4. Luka operasi dijahit lapis demi lapis
12
5. Dilakukan incisi pada abses, dilakukan debridement abses sampai
bersih
6. Pasang drainage
7. Jahit situasional
8. Luka operasi ditutup dengan kassa steril
9. Operasi selesai
c. Medikamentosa
IV :
Ceftriaxone 2x1g
Ketorolac 3 x 1 amp
Oral :
Obat pulang
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
d. Edukasi
o Minum obat teratur
o Luka operasi tidak boleh terkena air
o Kembali control
VIII. KOMPLIKASI
- Myositis
- Osteomyelitis
- Endocarditis
- Bacteremia
13
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functioam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
14
Laporan Histopatologi
Mikroskopik : sediaan berasal dari leher mengandung keping – keping jaringan
kelenjar getah bening dengan tuberkel-tuberkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia
Langerhans disertai nekrosis perkijuan luas. Tampak sebukan sedang sel radang
mendadak.
Kesimpulan:
15
TINJAUAN PUSTAKA
a. Regio Colli
Colum adalah bagian tubuh yang menghubungkan caput (kepala) dan tractus
thoracis (dada) dan berisi viscera colli.
Batas-batas
Cranial : Basis mandibula
Caudal : Incisura jugularis sterni, clavicula sampai acromion dan garis lurus
yang menghubungkan kedua acromion.
Pembagian regio, oleh m.sternocleidomastoideus dibagi menjadi
trigonum colli anterior yang terletak di depan (ventral) dan trigonum colli
posterior yang terletak di belakang (dorsal) otot tersebut dan regio pada otot
dikenal sebagai regio sternocleidomastoideus.1
1
Snell R. (2004). The Head and Neck. In: Clinical anatomy (7th Ed). USA: Lippincott
Williams & Wilkins.p.723-9
16
Keterangan:
1. Sternocleidomastoideus
2. Trigonum Submentale
3. Trigonum Musculare
4. Trigonum Submandibulare
5. Trigonum Caroticum
6. Cervicalis Lateralis
b. Abses
Sebuah abses merupakan hasil dari penumpukan pus dalam jaringan di
tubuh yang membentuk sebuah rongga (kavitas). Beberapa abses terbentuk
karena adanya obstruksi pada kelenjar, contohnya pada kelenjar getah bening
dan beberapa lainnya terbentuk karena adanya infeksi, yang tersering
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Pembentukan abses
Abses merupakan bagian dari serangkaian respon imun terhadap
inflamasi. Respon inflamasi terjadi ketika adanya kerusakan jaringan, baik oleh
infeksi mikroorganisme, trauma, atau toksin. Leukosit dalam jumlah besar
terutama neutrophil akan bermgirasi ke jaringan yang rusak. Ini merupakan
respon atas sinyal dari sitokin-sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α
terhadap adanya kematian sel ataupun cedera. Leukosit akan melakukan proses
fagositosis terhadap sel-sel yang rusak ataupun mati, serta memfagosit benda
asing yang berpotensi menimbulkan terjadinya kerusakan jaringan. Ketika
terjadinya penumpukan sel yang mati, sel rusak dan leukosit maka akan
terbentuk pus.2
17
Sel yang rusak juga akan melepas senyawa kimia histamine, bradikinin,
dan prostaglandin. Senyawa-senyawa tersebut akan meningkatkan aliran darah
(blood flow) di tempat terjadinya inflamasi dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, dimana cairan akan keluar ke jaringan, sehingga timbul salah satu
tanda inflamasi, yaitu pembengkakan (swelling). Keadaan tersebut akan
membantu untuk mengisolasi zat asing (bakteri, toksin, dll) dari kontak yang
lebih lanjut terhadap jaringan sekitar yang masih sehat. 3
Jaringan ikat sekitar yang masih sehat dan memiliki vaskularisasi yang
baik akan mengelilingi jaringan yang rusak, leukosit dan debris-debris untuk
membentengi/membentuk dinding abses untuk mencegah penyebaran lebih
lanjut.
Granuloma
Granuloma dapat terbentuk ketika terjadi radang kronis pada tubuh.
Radang kronis adalah kumpulan respons jaringan terhadap agen pencedera
persisten: bakteri, virus kimia, imunologik, dan lain-lain. Jaringan yang terkena
radang kronis biasanya menunjukkan adanya proses patologik berikut:
(1) Respons imun. Manifestasi respons imun pada jaringan yang cedera
meliputi keberadaan limfosit, sel plasma, dan makrofag. Kadar imnuglobulin
plasma dapat meningkat.
2
Townsend C, et al. (2010). Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston (17th ed.) Jakarta: EGC.p.12-4
18
(3) Nekrosis. Biasanya terdapat beberapa derajat nekrosis yang hanya
dapat mengenai sel yang satu persatu menyebar atau dapat ekstensif.
Radang kronis dapat terjadi setelah respons radang akut yang gagal
mengatasi agen, atau dapat terjadi tanpa fase akut yang nyata secara klinis.
Radang kronis dikenali dan didefinisikan menurut sifat morfologiknya. Radang
ini dibedakan dari radang akut melalui tidak adanya tanda cardinal, seperti
kemerahan, bengkak, nyeri, dan kenaikan suhu. Pada radang kronis tidak terjadi
hyperemia aktif, eksudasi cairan, dan perpindahan neutrophil. Radang ini secara
patologis berbeda dari radang akut oleh adanya durasi yang cukup panjang
untuk memungkinkan manifestasi respons imun dan perbaikan jaringan.4
3
Rote NS, et al. (2004). Hypersensitivities, Infection, and Immunodeficiencies. In:
Understanding Pathophysiology (3rd ed). Philadelphia: Mosby.p. 192-5
19
Granuloma sel epiteloid adalah agregat makrofag yang diaktifkan ini.
Agregasi makrofag diinduksi oleh limfokin yang dihasilkan oleh sel T yang
teraktifasi. Granuloma biasanya dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, fibroblast,
dan kolagen.
c. Infeksi Kulit
4
Chandrasoma P. (2006). Patologi Anatomi ( 2nd ed). Jakarta; EGC.p. 56-62
20
Pertahanan host dapat ditembus pada keadaan :
- Trauma fisik
- Penyakit kulit endogen
- Keadaan immunosupresi seperti HIV atau Leukemia
- Organisme pathogen
Skrofuloderma
Patofisiologi
21
berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut
dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut mengalami perlunakan
yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam – macam,
yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan
menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya, abses ini
disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan,
melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair).
Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari
jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk fistel.
Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni
bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah kebiruan,
dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang purulen, jika
mengering menjadi krusta warna kuning.
Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus telah lama dikenal sebagai salah satu bakteri yang
paling penting yang menyebabkan penyakit pada manusia. Ini adalah penyebab
utama infeksi kulit dan jaringan lunak seperti abses, furunkel, dan selulitis.
Meskipun sebagian besar infeksi S. aureus tidak serius, S. aureus dapat
menyebabkan infeksi serius seperti bacteremia , pneumonia, atau infeksi tulang dan
sendi.5
Kebanyakan infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah infeksi kulit dan
jaringan lunak seperti abses atau selulitis.
Abses
Kavitas infeksi yang terbentuk di tempat cedera
Biasanya penuh dengan pus
22
Daerah sekitar abses biasanya merah, sakit dan oedem dan kulit di
sekitarnya abses dapat terasa hangat saat dipalpasi.
Selulitis
Infeksi pada lapisan dasar kulit.
Biasanya hasil dari gesekan atau luka pada kulit yan memungkinkan
bakteri untuk masuk, meskipun tidak ada luka yang terlihat jelas
Selulitis dapat terjadi di mana saja di tubuh, tetapi paling sering terjadi
pada kaki atau lengan.
Termasuk gejala kemerahan, oedem, dan nyeri pada tempat infeksi
Banyak infeksi kulit yang umum yang disebabkan oleh S. aureus akan
sembuh tanpa perawatan medis. Namun, beberapa infeksi kulit akan memerlukan
insisi dan drainase dari situs yang terinfeksi dan beberapa infeksi mungkin
memerlukan antibiotik.
Transmisi
S. aureus yang paling sering menyebar ke orang lain dengan tangan yang
terkontaminasi.
Kulit dan selaput lendir biasanya barrier efektif terhadap infeksi. Namun,
jika barrier tersebut terganggu (misalnya, kerusakan kulit akibat trauma
atau kerusakan mukosa akibat infeksi virus) S. aureus dapat mendapatkan
akses ke jaringan di bawahnya atau aliran darah dan menyebabkan infeksi.
5
Lowy F. (2012). Staphylococcoal infections. In: Harrison: Principles of Medicine
(18th ed). USA: The McGraw-Hill.p.1160-5
23
Streptococcus pyogenes
Selulitis
Impetigo
6
Wesses MR. (2012). Streptococcal Infections. In: Harrison: Principles of Medicine (18th ed). USA:
The McGraw-Hill.p.1171-5
24
Trauma minor, seperti goresan atau gigitan serangga dapat menjadi
media untuk terjadinya inokulasi organisme ke dalam kulit. Gejala klinis
impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang
cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang pecah akan
mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini paling sering
ditemukan di daerah kaki, tangan, wajah dan leher. Pada umumnya tidak
dijumpai demam. Pada awalnya, kemungkinan akan dijumpai; ruam merah yang
lembut, kulit mengeras/krusta (Honey-colored crusts), gatal, luka yang sulit
menyembuh
d. Limfadenopati
Limfadenopati adalah peningkatan yang abnormal dalam ukuran dan/atau
konsistensi dari kelenjar getah bening. Kondisi ini umumnya bukan penyakit
melainkan merupakan gejala dari salah satu maslah yang mendasari.
Limfadenopati merupakan manifestasi klinis dari penyakit regional atau
sistemik. Limfadenopati servikal adalah presentasi umum yang sering
ditemukan pada beberapa penyakit.Penyakitnya dapat berupa neoplasma atau
inflamasi.
Limfadenitis Tuberkulosis
25
perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini
pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana
penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang
saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada
orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran
basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk
suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama
dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon.
Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus
Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitasseluler yang
spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu
lesipenyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang
dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang
yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer
TB post primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas
paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia Langerhans kemudian
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan nekrosis, menjadi
lembek dan membentuk jaringan perkejuan. Sama seperti pada TB primer, basil
TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju
kelenjar limfe lalu ke semua organ.
26
tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan
berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling
sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio
supraklavikular.
Lymphoma
27
Working Formulation membagi limfoma non-hodgkin menjadi tiga
kelompok utama, antara lain:
28
Teraba pembesaran limonodi Melibatkan banyak kelenjar
pada satu kelompok kelenjar perifer
(cervix, axilla, inguinal) Cincin Waldeyer dan
Cincin Waldeyer & kelenjar kelenjar mesenterik sering
mesenterik jarang terkena terkena
Hepatomegali & Hepatomegali &
Pemeriksaan
Splenomegali Splenomegali
Fisik
Sindrom Vena Cava Massa di abdomen dan testis
Superior
Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)
7
Kumar A, et al. (2005). PatHologic Basis of Diseases (7th Ed). Philadelphia: Elsevier &
Saunders.p.675-6
29
(a) (b)
Gambar 3. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed
Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin
30
DAFTAR PUSTAKA
31