Anda di halaman 1dari 31

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS
- Nama : Ny. L
- Jenis kelamin : Perempuan
- Usia : 34 tahun
- Tempat tanggal lahir : Wonogiri, 23/04/1980
- Alamat : Pamulang Elok Blok G No.9 RT 002/014,
Pondok Petir Bojongsari Kota Depok
- Pendidikan : SLTA
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Status perkawinan : Kawin
- Agama : Islam
- Warga Negara : Indonesia
- Pembiayaan : ASK Diknas
- Tanggal Masuk RS : Selasa, 17 Juni 2014
- Ruang perawatan : P. Sibatik RSAL Mintohardjo
- No. Rekam Medik : 112582

1
II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada


tanggal 17 Juni 2014 WIB di P.Sibatik RSAL Mintohardjo.

a. KELUHAN UTAMA

Adanya benjolan di dekat leher dan di bahu atas kanan sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit

b. KELUHAN TAMBAHAN

Os merasa badan meriang kadang-kadang

c. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Os mengeluhkan adanya benjolan satu buah di bahu atas kanan


dekat leher yang semakin membesar. Benjolan awalnya dirasakan ± 2
minggu SMRS, lama-kelamaan semakin membesar, kemerahan, berisi
cairan dan terasa sakit. Daerah di sekitar benjolan juga terasa sakit jika
dipegang. 1 minggu SMRS muncul massa baru di dekat leher (medial dari
benjolan pertama), massa ini teraba keras, tidak terasa sakit dan terletak
dibawah kulit, Os tidak mengeluhkan adanya demam tinggi, hanya
mengatakan adanya rasa meriang kadang-kadang. Tidak ada pusing, mual,
dan muntah. BAK dan BAB normal. Os mengaku sebelumnya tidak ada
luka dan riwayat operasi di daerah timbulnya benjolan.
.
d. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
 Riwayat penyakit dengan keluhan sama : Disangkal
 Riwayat penyakit paru kronis : Disangkal
 Riwayat operasi : Disangkal

2
 Riwayat hipertensi : Disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
 Riwayat alergi makanan dan/atau obat-obatan : Disangkal
 Riwayat asma : Disangkal
 Riwayat penyakit jantung : Disangkal

e. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


 Riwayat hipertensi : Disangkal
 Riwayat diabetes mellitus : Disangkal
 Riwayat alergi makanan dan/atau obat-obatan : Disangkal
 Riwayat asma : Disangkal
 Riwayat penyakit jantung : Disangkal

f. RIWAYAT KEBIASAAN
 Riwayat merokok : (-)
 Riwayat minum alkohol : (-)

3
III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 juni 2014 di P.


Sibatik RSAL Mintohardjo

A. Status generalis
 Keadaan Umum
- Kesan sakit : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Kesan gizi : Gizi cukup
- Sianosis : tidak ada
- Edema : tidak ada
- Dispnea : tidak ada
 Tanda vital
- Tekanan darah : 110/80 mmHg
- Nadi : 76x/menit
- Suhu : 36.6o C
- Laju Pernafasan : 18x/menit
 Kulit
- Warna : warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak
ikterik, tidak sianosis, tidak terdapat
hipopigmentasi ataupun hiperpigmentasi
- Lesi : tidak terdapat efloresensi yang bermakna
- Rambut : tumbuh rambut pada permukaan kulit,
berwarna hitam, distribusi merata
- Turgor : turgor baik
 Kepala
- Kepala normocephali, wajah simetris, tidak ada
deformitas

4
- Rambut berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah
dicabut
 Mata
- Exophtalmus : -/-
- Enophtalmus : -/-
- Oedem palpebral : -/-
- Konjungtiva anemis : -/-
- Sclera ikterik : -/-
- Injeksi konjungtiva : -/-
- Pupil : bulat, isokor, RCL +/+, RCTL
+/+ miosis kanan = kiri
 Hidung
- Septum : lurus ditengah
- Mukosa : tidak hiperemis
- Cavum nasi : secret -/-, perdarahan -/-, benda asing-/-
 Mulut
- Bibir : pucat (-), ikterik (-), kering (-)
- Oral hygiene : cukup baik
- Faring : tidak hiperemis
- Lidah : normoglossi, tidak kotor
 Telinga
- Normotia
- Liang telinga : sekret -/-. Serumen -/+, darah -/-
- Nyeri tekan os mastoid : -/-
- Nyeri tekan tragus : -/-
- Nyeri Tarik : -/-
 Leher
- Trakea : lurus ditengah

5
- KGB : tidak ada pembesaran KGB
- Tiroid : tidak ada pembesaran tiroid
- Terdapat benjolan di regio cervicalis lateralis dextra dan
regio klavikula dextra (lihat status lokalis)
 Thoraks
o Inspeksi dinding dada
- Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak
dilatasi vena, tidak tampak efloresensi yang bermakna
- Sternum bentuk normal, mendatar
- Tulang iga normal, sela iga tidak melebar, retraksi sela
iga (-)
o Paru
- Inspeksi : gerak napas dada kanan dan kiri
simetris.
- Palpasi : pergerakan nafas kedua hemithorax
simetris, vocal fremitus kanan dan kiri
sama teraba sama kuat
- Perkusi : perkusi pada dinding dada kanan dan
kiri didapatkan suara sonor
- Auskultasi : Suara napas vesikuler terdengar sama
pada kedua hemithorax, wheezing -/-,
ronchi -/-
o Jantung
- Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis pada
dinding dada
- Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba teratur di
ICS 5, 1 cm medial linea midklavikula
sinistra

6
- Perkusi : batas kanan : redup pada ICS 3 – 5
linea sternalis kanan
batas atas : terdengar redup di ICS 3
linea parasternalis kiri
batas kiri : dengan suara redup di
ICS 5, 1 cm medial
linea midklavikularis kiri
- Auskultasi : BJ I & II regular, murmur (-), gallop (-),
bunyi jantung tambahan (-)
 Abdomen
- Inpeksi : warna kulit sawo matang, bentuk normal
simetris, smiling umbilicus (-), dilatasi vena (-)
efloresensi yang bermakna (-), sagging of the
flanks (-)
- Auskultasi : BU (+) 3x/menit, normal
- Perkusi : timpani pada seluruh abdomen, shifting
dullness (-)
- Palpasi : supel, rigiditas (-), defens muscular (-), nyeri
tekan (-), massa (-), pembesaran hepar (-),
turgor kulit baik
 Punggung :
o Tidak ada kelainan bentuk pada vertebrae
o Tidak terdapat nyeri pada perabaan vertebra
 Ekstremitas
o Atas
Pemeriksaan Kanan Kiri
Tidak ada Tidak ada
Kulit efloresensi efloresensi

7
bermakna bermakna

Tonus baik Tonus baik


Tonus

Eutrofi Eutrofi
Trofi

Tidak ada edema Tidak ada edema


Edema

Tidak ada
Tidak ada deformitas
Deformitas deformitas
Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Nyeri tekan tekan tekan

o Bawah
Pemeriksaan Kanan Kiri
Tidak ada Tidak ada
efloresensi efloresensi
Kulit
bermakna bermakna

Tonus baik Tonus baik


Tonus

Eutrofi Eutrofi
Trofi

Tidak ada edema Tidak ada edema


Edema

Tidak ada
Tidak ada deformitas
Deformitas deformitas
Tidak ada nyeri Tidak ada nyeri
Nyeri tekan tekan tekan

8
Status lokalis regio cervicalis lateralis dextra
- Inspeksi (look) : tampak massa di bawah kulit, kulit diatasnya
tidak terdapat kelainan, tidak kemerahan dan tidak ada efloresensi
bermakna.
- Palpasi (feel) : teraba massa dengan konsistensi padat, difus, tidak
nyeri, permukaan tidak rata, tidak dapat digerakan (immobile)

Status lokalis regio klavikula dextra

- Inspeksi (look) : tampak benjolan tunggal di sekitar 1/3 tengah


klavikula, berwarna kemerahan, tampak skuama di pinggiran
benjolan, berbatas tegas
- Palpasi (feel) : teraba benjolan tunggal, konsistensi kistik, teraba
hangat, nyeri tekan, sirkumskrip, ukuran ± 7,5 x 6,5 cm.

9
IV. PEMERIKSAAN TAMBAHAN

- Pemeriksaan Lab. Darah


Tanggal : 16/06/2014 pukul 17.16
Hematologi
Darah rutin
Lekosit 9.400
Eritrosit 4.60
Hemoglobin 11.6
Hematokrit 34
Trombosit 342.000
Hemostasis
Masa Pendarahan/BT 2’30”
Masa Pembekuan/CT 11’00”
Kimia klinik
Glukosa darah
Glukosa darah sewaktu 119

Interpretasi: Pemeriksan Lab Darah baik darah rutin, hemostasis, dan


glukosa darah sebagian besar dalam batas normal, kecuali Hb yang berada
dibawah nilai normal yaitu 12 – 14 g/dL, dan Ht dibawah nilai normal
juga, yaitu 37 – 42 %.

10
- Foto Thorax
Tanggal : 16/06/2014

Gambar 1. Foto Thorax Ny. L

 Sinus, diafragma, pleura, dan cor baik


 Aorta : Baik, tidak melebar
 Pulmo : Corakan bronkovaskuler dan hilus baik
Tak tampak kesuraman di kedua paru
 Tulang-tulang dan soft tissue baik

Kesan: Cor dan pulmo tak tampak kelainan

11
V. DIAGNOSIS KERJA

Abses - granuloma colli dextra

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Scrofuloderma
- Tuberculuous lymphadenitis
- Infeksi Staphylococcus aureus / Streptococcus pyogenes
- Lymphoma

VII. PENATALAKSANAAN
a. Persiapan operasi
o Memeriksa kembali identitas pasien
o Menyakan apakah ada keluhan
o Menanyakan apa adanya alergi obat-obatan
o Memeriksa tanda vital dan fisik pasien
o Menginstruksikan pasien untuk berpuasa
o Informed consent
o Memasang infus

b. Tindakan operatif
Tindakan debridement + eksisi granuloma dan pemasangan
drainage (Tanggal: 18-06-2014)
1. Pasien posisi supine dengan general anestesi, kepala miring ke kiri
2. Dilakukan prosedur aseptik dan antiseptic , tutup dengan duk
steril
3. Incisi di atas massa granuloma, dilakukan excisi
4. Luka operasi dijahit lapis demi lapis

12
5. Dilakukan incisi pada abses, dilakukan debridement abses sampai
bersih
6. Pasang drainage
7. Jahit situasional
8. Luka operasi ditutup dengan kassa steril
9. Operasi selesai

c. Medikamentosa
IV :
Ceftriaxone 2x1g
Ketorolac 3 x 1 amp

Oral :
Obat pulang 
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg

d. Edukasi
o Minum obat teratur
o Luka operasi tidak boleh terkena air
o Kembali control

VIII. KOMPLIKASI
- Myositis
- Osteomyelitis
- Endocarditis
- Bacteremia

13
IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functioam : dubia ad bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam

14
Laporan Histopatologi
Mikroskopik : sediaan berasal dari leher mengandung keping – keping jaringan
kelenjar getah bening dengan tuberkel-tuberkel terdiri atas sel epiteloid, sel datia
Langerhans disertai nekrosis perkijuan luas. Tampak sebukan sedang sel radang
mendadak.

Kesimpulan:

 Limfadenitis tuberculosis disertai radang akut


 Tidak tampak ganas

15
TINJAUAN PUSTAKA

a. Regio Colli
Colum adalah bagian tubuh yang menghubungkan caput (kepala) dan tractus
thoracis (dada) dan berisi viscera colli.
Batas-batas
 Cranial : Basis mandibula
 Caudal : Incisura jugularis sterni, clavicula sampai acromion dan garis lurus
yang menghubungkan kedua acromion.
Pembagian regio, oleh m.sternocleidomastoideus dibagi menjadi
trigonum colli anterior yang terletak di depan (ventral) dan trigonum colli
posterior yang terletak di belakang (dorsal) otot tersebut dan regio pada otot
dikenal sebagai regio sternocleidomastoideus.1

Gambar 2. Pembagian regio colli


(Ronald A. et al. Anatomy Atlases. 2014)

1
Snell R. (2004). The Head and Neck. In: Clinical anatomy (7th Ed). USA: Lippincott
Williams & Wilkins.p.723-9

16
Keterangan:
1. Sternocleidomastoideus
2. Trigonum Submentale
3. Trigonum Musculare
4. Trigonum Submandibulare
5. Trigonum Caroticum
6. Cervicalis Lateralis

b. Abses
Sebuah abses merupakan hasil dari penumpukan pus dalam jaringan di
tubuh yang membentuk sebuah rongga (kavitas). Beberapa abses terbentuk
karena adanya obstruksi pada kelenjar, contohnya pada kelenjar getah bening
dan beberapa lainnya terbentuk karena adanya infeksi, yang tersering
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.

Pembentukan abses
Abses merupakan bagian dari serangkaian respon imun terhadap
inflamasi. Respon inflamasi terjadi ketika adanya kerusakan jaringan, baik oleh
infeksi mikroorganisme, trauma, atau toksin. Leukosit dalam jumlah besar
terutama neutrophil akan bermgirasi ke jaringan yang rusak. Ini merupakan
respon atas sinyal dari sitokin-sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, TNF-α
terhadap adanya kematian sel ataupun cedera. Leukosit akan melakukan proses
fagositosis terhadap sel-sel yang rusak ataupun mati, serta memfagosit benda
asing yang berpotensi menimbulkan terjadinya kerusakan jaringan. Ketika
terjadinya penumpukan sel yang mati, sel rusak dan leukosit maka akan
terbentuk pus.2

17
Sel yang rusak juga akan melepas senyawa kimia histamine, bradikinin,
dan prostaglandin. Senyawa-senyawa tersebut akan meningkatkan aliran darah
(blood flow) di tempat terjadinya inflamasi dan meningkatkan permeabilitas
kapiler, dimana cairan akan keluar ke jaringan, sehingga timbul salah satu
tanda inflamasi, yaitu pembengkakan (swelling). Keadaan tersebut akan
membantu untuk mengisolasi zat asing (bakteri, toksin, dll) dari kontak yang
lebih lanjut terhadap jaringan sekitar yang masih sehat. 3

Jaringan ikat sekitar yang masih sehat dan memiliki vaskularisasi yang
baik akan mengelilingi jaringan yang rusak, leukosit dan debris-debris untuk
membentengi/membentuk dinding abses untuk mencegah penyebaran lebih
lanjut.

Granuloma
Granuloma dapat terbentuk ketika terjadi radang kronis pada tubuh.
Radang kronis adalah kumpulan respons jaringan terhadap agen pencedera
persisten: bakteri, virus kimia, imunologik, dan lain-lain. Jaringan yang terkena
radang kronis biasanya menunjukkan adanya proses patologik berikut:

(1) Respons imun. Manifestasi respons imun pada jaringan yang cedera
meliputi keberadaan limfosit, sel plasma, dan makrofag. Kadar imnuglobulin
plasma dapat meningkat.

(2) Fagositosis. Fagositosis imun diperantarai oleh makrofag yang


diaktifkan oleh limfokin sel T dan menyerang antigen beropsonin
(imnuglobulin dan faktor komplemen) yang melekat pada permukaannnya.
Fagositosis noimun diarahkan terhadap partikel nonantigen asing.

2
Townsend C, et al. (2010). Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston (17th ed.) Jakarta: EGC.p.12-4

18
(3) Nekrosis. Biasanya terdapat beberapa derajat nekrosis yang hanya
dapat mengenai sel yang satu persatu menyebar atau dapat ekstensif.

(4) Perbaikan. Perbaikan jaringan yang rusak akibat cedera persisten


dapat ditandai oleh pembentukan pembuluh darah baru, proliferasi fibrolastik,
dan deposisi kolagen (fibrosis).

Radang kronis dapat terjadi setelah respons radang akut yang gagal
mengatasi agen, atau dapat terjadi tanpa fase akut yang nyata secara klinis.
Radang kronis dikenali dan didefinisikan menurut sifat morfologiknya. Radang
ini dibedakan dari radang akut melalui tidak adanya tanda cardinal, seperti
kemerahan, bengkak, nyeri, dan kenaikan suhu. Pada radang kronis tidak terjadi
hyperemia aktif, eksudasi cairan, dan perpindahan neutrophil. Radang ini secara
patologis berbeda dari radang akut oleh adanya durasi yang cukup panjang
untuk memungkinkan manifestasi respons imun dan perbaikan jaringan.4

Pembedaan berbagai tipe radang kronis didasarkan pada sifat agen


pencetus dan respons imun yang ditimbulkan.

Radang Kronis Granulomatosa

1. Gambaran karakteristik. Radang granulomatosa kronis ditandai


dengan pembentukan granuloma sel epiteloid. *Sel epiteloid adalah makrofag
yang diaktifkan. Pada pemerikasaan mikroskop sel tersebut tampak sebagai sel
besar dengan banyak sitoplasma pucat berbusa; sel ini disebut sel epiteloid
karena kemiripan superfisial dengan sel epitelium. Sel epiteloid memiiki lebih
banyak kemampuan mengeluarkan lisosim dan berbagai enzim, tetapi
mengalami penurunan kemampuan fagositik.

3
Rote NS, et al. (2004). Hypersensitivities, Infection, and Immunodeficiencies. In:
Understanding Pathophysiology (3rd ed). Philadelphia: Mosby.p. 192-5

19
Granuloma sel epiteloid adalah agregat makrofag yang diaktifkan ini.
Agregasi makrofag diinduksi oleh limfokin yang dihasilkan oleh sel T yang
teraktifasi. Granuloma biasanya dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, fibroblast,
dan kolagen.

2. Penyebab. Granuloma sel epiteloid terbentuk bila terpenuhi dua


kondisi: (1) Bila makrofag berhasil memfagosit agen pencedera, tetapi agen
tersebut bertahan hidup selamanya. Banyaknya sitoplasma pucat berbusa
menunjukan keberadaan retikulum endoplasma kasar yang luas (fungsi
sekretorik). (2) Bila terjadi respons imun selular yang diperantarai limfosit-T.
Limfokin yang dihasilkan limfosit T yang teraktivasi mencegah perpindahan
makrofag dan menyebabkan makrofag beragregasi di daerah cedera dan
membentuk granuloma. Granuloma epiteloid terjadi pada beberapa tipe keadaan
penyakit yang berlainan.

3. Perubahan pada jaringan yang terkena. Semula granuloma


mikroskopik berkembang dan menyatu dengan granuloma di dekatnya seiring
waktu untuk membentuk massa besar yang terkadang mirip tumor. Jaringan
parenkim di sekeliling granuloma menghilang akibat nekrosis dan digantikan
oleh jaringan parut pada saat terjadi penyembuhan.4

c. Infeksi Kulit

Kulit merupakan bagian tubuh yang secara terus-menerus terpapar oleh


agen infeksius. Mekanisme pertahanan tubuh oleh kulit diberikan oleh stratum
korneum (physical barrier) dan epidermis sebagai immunological barrier.

4
Chandrasoma P. (2006). Patologi Anatomi ( 2nd ed). Jakarta; EGC.p. 56-62

20
Pertahanan host dapat ditembus pada keadaan :

- Trauma fisik
- Penyakit kulit endogen
- Keadaan immunosupresi seperti HIV atau Leukemia
- Organisme pathogen

Skrofuloderma

Skrofuloderma adalah tuberculosis kutis murni sekunder yang timbul akibat


penjalaran perkontinuitatum dari jaringan atau organ di bawah kulit yang telah
terserang penyakit tuberculosis misalnya otot, tuberkulosis kelenjar getah bening,
tuberculosis tulang.

Skrofuloderma terjadi terutama pada anak-anak dan dewasa muda pada


bagian kulit yang berada diatas nodus limfatikus dan daerah yang kelihatan
tulangnya.

Patofisiologi

Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan. Dimulai


dengan infeksi sebuah kelenjar yang selanjutnya menjadi berkembang menjadi
periadenitis. Beberapa kelenjar kemudian dapat meradang, sehingga membentuk
suatu kantong kelenjar. Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan,
mencari jalan keluar dengan menembus kulit diatasnya, dengan demikian terbentuk
fistel. Fistel tersebut kian melebar, membentuk ulkus yang mempunyai sifat-sifat
khas.

Skrofuloderma biasanya dimulai sebagai infeksi kelenjar getah bening


(limfadenitis tuberculosis) berupa pembesaran kelenjar getah bening. Kelenjar
getah bening ini konsistensinya padat pada perabaan. Mula – mula hanya beberapa
kelenjar yang diserang, lalu makin banyak dan berkonfluensi. Selanjutnya

21
berkembang menjadi periadenitis yang menyebabkan perlekatan kelenjar tersebut
dengan jaringan sekitarnya. Kemudian kelenjar tersebut mengalami perlunakan
yang tidak serentak, menyebabkan konsistensinya menjadi bermacam – macam,
yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan
menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya, abses ini
disebut abses dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan,
melainkan berfluktuasi (bergerak bila ditekan, menandakan bahwa isinya cair).
Pada stadium selanjutnya terjadi perkejuan dan perlunakan, pecah dan mencari
jalan keluar dengan menembus kulit di atasnya dengan demikian membentuk fistel.
Kemudian fistel meluas hingga mejadi ulkus yang mempunyai sifat khas yakni
bentuknya panjang dan tidak teratur, dan di sekitarnya berwarna merah kebiruan,
dindingnya tergaung, jaringan granulasinya tertutup oleh pus yang purulen, jika
mengering menjadi krusta warna kuning.

Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus telah lama dikenal sebagai salah satu bakteri yang
paling penting yang menyebabkan penyakit pada manusia. Ini adalah penyebab
utama infeksi kulit dan jaringan lunak seperti abses, furunkel, dan selulitis.
Meskipun sebagian besar infeksi S. aureus tidak serius, S. aureus dapat
menyebabkan infeksi serius seperti bacteremia , pneumonia, atau infeksi tulang dan
sendi.5

Tanda dan gejala infeksi

Kebanyakan infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah infeksi kulit dan
jaringan lunak seperti abses atau selulitis.

Abses
 Kavitas infeksi yang terbentuk di tempat cedera
 Biasanya penuh dengan pus

22
 Daerah sekitar abses biasanya merah, sakit dan oedem dan kulit di
sekitarnya abses dapat terasa hangat saat dipalpasi.

Selulitis
 Infeksi pada lapisan dasar kulit.
 Biasanya hasil dari gesekan atau luka pada kulit yan memungkinkan
bakteri untuk masuk, meskipun tidak ada luka yang terlihat jelas
 Selulitis dapat terjadi di mana saja di tubuh, tetapi paling sering terjadi
pada kaki atau lengan.
 Termasuk gejala kemerahan, oedem, dan nyeri pada tempat infeksi

Bagi orang-orang yang terinfeksi S. aureus, waktu dari paparan bakteri


sampai ke perkembangan penyakit bisa dalam waktu hari sampai tahunan.

Banyak infeksi kulit yang umum yang disebabkan oleh S. aureus akan
sembuh tanpa perawatan medis. Namun, beberapa infeksi kulit akan memerlukan
insisi dan drainase dari situs yang terinfeksi dan beberapa infeksi mungkin
memerlukan antibiotik.

Transmisi

 S. aureus yang paling sering menyebar ke orang lain dengan tangan yang
terkontaminasi.
 Kulit dan selaput lendir biasanya barrier efektif terhadap infeksi. Namun,
jika barrier tersebut terganggu (misalnya, kerusakan kulit akibat trauma
atau kerusakan mukosa akibat infeksi virus) S. aureus dapat mendapatkan
akses ke jaringan di bawahnya atau aliran darah dan menyebabkan infeksi.

5
Lowy F. (2012). Staphylococcoal infections. In: Harrison: Principles of Medicine
(18th ed). USA: The McGraw-Hill.p.1160-5

23
Streptococcus pyogenes

Streptococcus pyogenes adalah termasuk Group A Streptococcus (GAS).


GAS adalah coccus gram positif aerobik yang menyebabkan faringitis dan
berbagai infeksi kulit. infeksi invasif, dan komplikasi lain seperti demam rematik
akut glomerulonefritis akut, dan Toxic Shock Syndrome (TSS). Infeksi GAS
invasif didefinisikan sebagai bacteremia, pneumonia, atau infeksi lain yang
terkait dengan isolasi GAS pada situs tubuh yang biasanya steril. Infeksi invasif
juga mencakup necrotizing fascitis dan gangren myositis.

Infeksi kulit GAS:

Selulitis

Inokulasi organisme ke dalam kulit dapat menyebabkan selulitis; infeksi


yang melibatkan kulit dan jaringan subkutan. Jalan masuknya dapat melalui luka
traumatik atau pembedahan, gigitan serangga, atau kerusakan apapun yang
mengganggu integritas kulit. Seringkali, tidak ada situs entri organisme ke dalam
kulit yang jelas. Salah satu bentuk selulitis Streptococcus ditandai dengan lesi
berwarna merah cerah, yang permukaannya lebih tinggi dan berbatas tegas dari
kulit normal sekitarnya. Lesi hangat saat disentuh, bisa ada nyeri tekan, dan
tampak mengkilap dan bengkak.

Impetigo

Impetigo, infeksi permukaan kulit terutama disebabkan oleh GAS dan


kadang-kadang oleh Streptococcus lainnya atau Staphylococcus aureus. Infeksi
lebih sering terjadi di antara orang dengan kondisi kebersihan yang buruk.

6
Wesses MR. (2012). Streptococcal Infections. In: Harrison: Principles of Medicine (18th ed). USA:
The McGraw-Hill.p.1171-5

24
Trauma minor, seperti goresan atau gigitan serangga dapat menjadi
media untuk terjadinya inokulasi organisme ke dalam kulit. Gejala klinis
impetigo dimulai dari munculnya kelainan kulit berupa eritema dan vesikel yang
cepat menyebar dan memecah dalam waktu 24 jam. Lesi yang pecah akan
mengeluarkan sekret/cairan berwarna kuning encer. Lesi ini paling sering
ditemukan di daerah kaki, tangan, wajah dan leher. Pada umumnya tidak
dijumpai demam. Pada awalnya, kemungkinan akan dijumpai; ruam merah yang
lembut, kulit mengeras/krusta (Honey-colored crusts), gatal, luka yang sulit
menyembuh

d. Limfadenopati
Limfadenopati adalah peningkatan yang abnormal dalam ukuran dan/atau
konsistensi dari kelenjar getah bening. Kondisi ini umumnya bukan penyakit
melainkan merupakan gejala dari salah satu maslah yang mendasari.
Limfadenopati merupakan manifestasi klinis dari penyakit regional atau
sistemik. Limfadenopati servikal adalah presentasi umum yang sering
ditemukan pada beberapa penyakit.Penyakitnya dapat berupa neoplasma atau
inflamasi.

Limfadenitis Tuberkulosis

Limfadenitis tuberkulosis (TB) merupakan peradangan pada kelenjar


limfe atau getah bening yang disebabkan oleh basil Tuberkulosis. Apabila
peradangan terjadi pada kelenjar limfe di leher disebut dengan scrofula. TB
primer terjadi pada saat seseorang pertama kali terpapar terhadap basil
tuberkulosis (Raviglione, 2010). Basil TB ini masuk ke paru dengan cara
inhalasi droplet. Sampai di paru, basil TB ini akan difagosit oleh makrofag dan
akan mengalami dua kemungkinan. Pertama, basil TB akan mati difagosit oleh
makrofag. Kedua, basil TB akan dapat bertahan hidup dan bermultiplikasi
dalam makrofag sehingga basil TB akan dapat menyebar secara limfogen,

25
perkontinuitatum, bronkogen, bahkan hematogen. Penyebaran basil TB ini
pertama sekali secara limfogen menuju kelenjar limfe regional di hilus, dimana
penyebaran basil TB tersebut akan menimbulkan reaksi inflamasi di sepanjang
saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe regional (limfadenitis). Pada
orang yang mempunyai imunitas baik, 3 – 4 minggu setelah infeksi akan
terbentuk imunitas seluler. Imunitas seluler ini akan membatasi penyebaran
basil TB dengan cara menginaktivasi basil TB dalam makrofag membentuk
suatu fokus primer yang disebut fokus Ghon. Fokus Ghon bersama-sama
dengan limfangitis dan limfadenitis regional disebut dengan kompleks Ghon.
Terbentuknya fokus Ghon mengimplikasikan dua hal penting. Pertama, fokus
Ghon berarti dalam tubuh seseorang sudah terdapat imunitasseluler yang
spesifik terhadap basil TB. Kedua, fokus Ghon merupakan suatu
lesipenyembuhan yang didalamnya berisi basil TB dalam keadaan laten yang
dapat bertahan hidup dalam beberapa tahun dan bisa tereaktivasi kembali
menimbulkan penyakit Jika terjadi reaktivasi atau reinfeksi basil TB pada orang
yang sudah memiliki imunitas seluler, hal ini disebut dengan TB post-primer

TB post primer dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas
paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia Langerhans kemudian
berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan nekrosis, menjadi
lembek dan membentuk jaringan perkejuan. Sama seperti pada TB primer, basil
TB pada TB post-primer dapat menyebar terutama melalui aliran limfe menuju
kelenjar limfe lalu ke semua organ.

Limfadenitis adalah presentasi klinis paling sering dari TB


ekstrapulmoner Limfadenitis TB paling sering melibatkan kelenjar getah bening
servikalis, kemudian diikuti berdasarkan frekuensinya oleh kelenjar mediastinal,
aksilaris, mesentrikus, portal hepatikus, perihepatik dan kelenjar inguinalis.
Pembengkakan kelenjar limfe dapat terjadi secara unilateral atau bilateral,

26
tunggal maupun multipel, dimana benjolan ini biasanya tidak nyeri dan
berkembang secara lambat dalam hitungan minggu sampai bulan, dan paling
sering berlokasi di regio servikalis posterior dan yang lebih jarang di regio
supraklavikular.

Menurut Jones dan Campbell (1962) dalam Mohapatra (2004)


limfadenopati tuberkulosis perifer dapat diklasifikasikan ke dalam lima stadium
yaitu:

 Stadium 1, pembesaran kelenjar yang berbatas tegas, mobile dan diskret.


 Stadium 2, pembesaran kelenjar yang kenyal serta terfiksasi ke jaringan
sekitar oleh karena adanya periadenitis.
 Stadium 3, perlunakan di bagian tengah kelenjar (central softening) akibat
pembentukan abses.
 Stadium 4, pembentukan collar-stud abscess.
 Stadium 5, pembentukan traktus sinus.

Lymphoma

Limfoma adalah keganasan yang berasal dari jaringan limfoid mencakup


sistem limfatik dan imunitas tubuh. Bersifat heterogen, ditandai dengan
kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali,
hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Secara umum, limfoma
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin.

27
Working Formulation membagi limfoma non-hodgkin menjadi tiga
kelompok utama, antara lain:

 Limfoma Derajat Rendah


Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,
limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler
campuran sel belah besar dan kecil.

 Limfoma Derajat Menengah


Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan
kecil, dan limfoma difus sel besar.
 Limfoma Derajat Tinggi

Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik


sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil
(Burkitt’s Lymphoma)

Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma


Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
 Asimtomatik limfadenopati  Asimtomatik limfadenopati
 Gejala sistemik (demam  Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat malam, intermitten, keringat malam,
BB turun) BB turun)
Anamnesis  Nyeri dada, batuk, napas  Mudah lelah
pendek  Gejala obstruksi GI tract dan
 Pruritus Urinary tract.
 Nyeri tulang atau nyeri
punggung

28
 Teraba pembesaran limonodi  Melibatkan banyak kelenjar
pada satu kelompok kelenjar perifer
(cervix, axilla, inguinal)  Cincin Waldeyer dan
 Cincin Waldeyer & kelenjar kelenjar mesenterik sering
mesenterik jarang terkena terkena
 Hepatomegali &  Hepatomegali &
Pemeriksaan
Splenomegali Splenomegali
Fisik
 Sindrom Vena Cava  Massa di abdomen dan testis
Superior
 Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-


Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel
Reed-Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti
ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak
(multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak
jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti
“mata burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang
bening. 7

7
Kumar A, et al. (2005). PatHologic Basis of Diseases (7th Ed). Philadelphia: Elsevier &
Saunders.p.675-6

29
(a) (b)
Gambar 3. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed
Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin

30
DAFTAR PUSTAKA

Chandrasoma P. (2006). Patologi Anatomi (2nd ed). Jakarta; EGC.p.56-62


Kumar A, et al. (2005). PatHologic Basis of Diseases (7th Ed). Philadelphia: Elsevier &
Saunders.p.675-6
Lowy F. (2012). Staphylococcoal infections. In: Harrison: Principles of Medicine
(18th ed). USA: The McGraw-Hill.p.1160-5
Rote NS, et al. (2004). Hypersensitivities, Infection, and Immunodeficiencies. In:
Understanding Pathophysiology (3rd ed). Philadelphia: Mosby.p.192-5
Snell R. (2004). The Head and Neck. In: Clinical anatomy (7th Ed). USA: Lippincott
Williams & Wilkins.p.723-9
Townsend C, et al. (2010). Buku Saku Ilmu Bedah Sabiston (17th ed). Jakarta:
EGC.p. 12-4
Wesses MR. (2012) Streptococcal Infections. In: Harrison: Principles of Medicine
(18th ed). USA: The McGraw-Hill.p.1171-5

31

Anda mungkin juga menyukai