Anda di halaman 1dari 18

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Beban Kerja


2.1.1 Pengertian Beban Kerja
Beban kerja menurut Meshkati dalam Astianto dan Suprihhadi (2014)
dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau
kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi.
Mengingat kerja manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-
masing mempunyai tingkat pembebanan yang berbeda-beda. Tingkat
pembebanan yang terlalu tinggi memungkinkan pemakaian energi yang
berlebihan dan terjadi overstress, sebaliknya intensitas pembebanan
yang terlalu rendah memungkinkan rasa bosan dan kejenuhan atau
understress. Oleh karena itu perlu diupayakan tingkat intensitas
pembebanan yang optimum yang ada di antara kedua batas yang
ekstrim tadi dan tentunya berbeda antara individu yang satu dengan
yang lainnya.

Menurut Moekijat (2010, p.28) beban kerja adalah volume dari hasil
kerja atau catatan tentang hasil pekerjaan yang dapat menunjukan
volume yang dihasilkan oleh sejumlah pegawai dalam suatu bagian
tertentu. Jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh sekelompok
atau seseorang dalam waktu tertentu atau beban kerja dapat dilihat pada
sudut pandang obyektif dan subyektif. Secara obyektif adalah
keseluruhan waktu yang dipakai atau jumlah aktivitas yang dilakukan.
Sedangkan beban kerja secara subyektif adalah ukuran yang dipakai
seseorang terhadap pernyataan tentang perasaan kelebihan beban kerja,
ukuran dari tekanan pekerjaan dan kepuasan kerja. Beban kerja sebagai
sumber ketidakpuasan disebabkan oleh kelebihan beban kerja.
12

2.1.2 Pengukuran Beban Kerja


Menurut Ilyas dalam Krisna (2012) ada tiga cara yang dapat digunakan
untuk mengukur beban kerja yaitu:
1. Work Sampling
Tehnik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban
kerja yang dipangku oleh personil pada suatu unit, bidang ataupun
jenis tenaga tertentu. Pada work sampling kita dapat mengamati
sebagai berikut:
a. Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja.
b. Kaitan antara aktifitas personil dengan fungsi dan tugasnya pada
waktu jam kerja.
c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif
atau tidak produktif.
d. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule
jam kerja.
2. Study Time and Motion
Tehnik ini dilaksanakan dengan mengamati secara cermat kegiatan
yang dilakukan oleh personil yang sedang diamati. Pada time and
motion study, kita juga dapat mengamati sebagai berikut:
a. Aktifitas yang sedang dikerjakan personil pada jam kerja.
b. Kaitan antara petugas personil dengan fungsi dan tugasnya pada
waktu jam kerja.
c. Proporsi waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif
atau tidak produktif.
d. Pola beban kerja personil dikaitkan dengan waktu dan schedule
jam kerja.
3. Daily Log
Daily log merupakan bentuk sederhana dari work sampling, dimana
orang-orang yang diteliti menuliskan sendiri kegiatan dan waktu
yang digunakan untuk kegiatan tersebut. Penggunaan tehnik ini
sangat tergantung pada kerjasama dan kejujuran dari personel yang
13

diteliti. Dengan meggunakan formulir kegiatan dapat dicatat jenis


kegiatan, waktu, dan lamanya kegiatan dilakukan.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja menurut
Tarwaka dalam Hariyati yang dikutip dari Astianto dan Suprihhadi
(2014) dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik
faktor internal maupun faktor eksternal.
1. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah
beban yang berasal dari luar tubuh karyawan. Termasuk beban kerja
eksternal adalah:
a. Tugas (task) yang dilakukan bersifat fisik seperti beban kerja,
stasiun kerja, alat dan sarana kerja, kondisi atau medan kerja, alat
bantu kerja, dan lain-lain.
b. Organisasi yang terdiri dari lamanya waktu kerja, waktu istirahat,
kerja bergilir, dan lain-lain.
c. Lingkungan kerja yang meliputi suhu, intensitas penerangan,
debu, hubungan karyawan dengan karyawan, dan sebagainya
2. Faktor internal
Faktor internal yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah faktor
yang berasal dari dalam tubuh sendiri sebagai akibat adanya reaksi
dari beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai
strain. Berat ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif
maupun subjektif. Penilaian secara objektif melalui perubahan reaksi
fisiologis, sedangkan penilaian subjektif dapat dilakukan melalui
perubahan reaksi psikologis dan perubahan perilaku. Karena itu
strain secara subjektif berkaitan erat dengan harapan, keinginan,
kepuasan dan penilaian subjektif lainnya.
14

Secara lebih ringkas faktor internal meliputi:


a. Faktor somatis meliputi jenis kelamin, umur, ukuran tubuh,
kondisi kesehatan, status gizi.
b. Faktor psikis terdiri dari motivasi, presepsi, kepercayaan,
keinginan, dan kepuasan.

2.1.4 Indikator Beban Kerja


Indikator beban kerja dalam penelitian ini akan diukur dengan indikator
sebagai berikut (Hart dan Staveland dalam Astianto, 2014):
1. Faktor tuntutan tugas (task demands)
Faktor tuntutan tugas (task demands) yaitu beban kerja dapat
ditentukan dari analisis tugas-tugas yang dilakukan oleh pekerja.
Bagaimanapun perbedaan-perbedaan secara individu harus selalu
diperhitungkan.
2. Usaha atau tenaga (effort)
Jumlah yang dikeluarkan pada suatu pekerjaan mungkin merupakan
suatu bentuk intuitif secara alamiah terhadap beban kerja.
Bagaimanapun juga, sejak terjadinya peningkatan tuntutan tugas,
secara individu mungkin tidak dapat meningkatkan tingkat effort.
3. Performansi
Sebagian besar studi tentang beban kerja mempunyai perhatian
dengan performansi yang akan dicapai.

2.2 Kompensasi
2.2.1 Pengertian Kompensasi
Mathis dan Jackson (2011, p.118) kompensasi adalah segala sesuatu
yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.
Menurut Hasibuan (2016, p.117), kompensasi ialah sesuatu yang
diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Kompensasi
berkaitan dengan konsistensi internal dan eksternal. Konsistensi internal
berkaitan dengan konsep penggajian relatif dalam organisasi sedang
15

konsistensi eksternal berkaitan dengan tingkat relatif struktur


penggajian dalam suatu organisasi dibanding dengan struktur
penggajian yang berlaku di luar organisasi, sedangkan Mangkunegara
(2013, p.83), menyebutkan kompensasi sebagai sistem reward atau
imbalan, merupakan keseluruhan paket keuntungan sehingga organisasi
bisa membuat sesuatu yang bermanfaat bagi anggotanya serta diikuti
bagaimana mekanisme dan prosedur imbalan didistribusikan. Sistem
imbalan bisa mencakup gaji, penghasilan, uang pensiun, uang liburan,
promosi ke posisi yang lebih tinggi (berupa baji dan keuntungan yang
lebih tinggi). Juga berupa asuransi keselamatan kerja, transfer secara
horisontal untuk mendapat posisi yang lebih menantang atau ke posisi
utama untuk pertumbuhan dan pengembangan berikutnya, serta
berbagai macam bentuk pelayanan.

2.2.2 Tujuan Kompensasi


Hasibuan (2016, p.121), mengemukakan bahwa tujuan dari kompensasi,
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Ikatan Kerjasama
Agar terjalin ikatan kerjasama antara majikan dengan pegawai,
dimana pegawai harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik,
sedangkan pengusaha atau majikan wajib membayar kompensasi
sesuai dengan perjanjian.
2. Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa, pegawai akan dapat memenuhi kebutuhan-
kebutuhan fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga ia
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya itu.
3. Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar maka pengadaan
pegawai yang berkualitas untuk organisasi itu akan lebih mudah.
16

4. Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan memotivasi bawahannya cukup besar,
manajemen akan lebih mudah memotivasi bawahannya.
5. Stabilitas Kerja
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta
eksternal konsistensi yang kompetitif, maka stabilitas pegawai lebih
terjamin karena turn over relatif kecil.
6. Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin
pegawai semakin baik, mereka akan menyadari serta mentaati
peraturan yang berlaku.
7. Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh
dapat dihindarkan dan pegawai akan berkonsentrasi pada
pekerjaannya.
8. Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi itu sesuai dengan Undang-Undang
Perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka
campur tangan pemerintah secara berlebihan dapat dihindarkan.

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi menurut Hasibuan
(2016, p.118) antara lain sebagai berikut:
1. Penawaran dan Permintaan Kerja
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan
pekerjaan (permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya
jika pencari kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan, maka
kompensasi relatif semakin besar.
2. Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Apabila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar
semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar.
17

3. Serikat Buruh/Organisasi Perusahaan


Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat
kompensasi semakin besar. Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat
dan kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4. Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka
kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas
kerjanya buruk serta sedikit maka kompensasinya kecil.
5. Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan keppres menetapkan
besarnya batas upah/balas jasa minimum. Peraturan Pemerintah ini
sangat penting supaya pengusaha tidak sewenag-wenang
menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan.
6. Biaya Hidup/Cost Living
Apabila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat
kompensasi/upah semakin besar. Sebaliknya, jika tingkat biaya
hidup di daerah itu rendah maka tingkat upah/kompensasi relatif
kecil.
7. Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menduduki jabatan lebih tinggi akan menerima
gaji/kompensasi lebih besar. Sebaliknya karyawan yang menduduki
jabatan yang lebih rendah akan memperoleh gaji/kompensasi yang
kecil.
8. Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka
gaji/balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta
keterampilannya lebih baik. Sebaliknya, karyawan yang
berpendidikan rendah dan pengalaman kerja yang kurang maka
tingkat gaji/kompensasinya kecil.
9. Kondisi Perekonomian Nasional Apabila kondisi perekonomian
nasional sedang maju (boom) maka tingkat upah/kompensasi akan
18

semakin besar, karena akan mendekati kondisi full employment.


Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju (depresi) maka
tingkat upah rendah, karena terdapat banyak penganggur
(disqueshed unemployment).
10. Jenis dan Sifat Pekerjaan
Kalau jenis dan sifat pekerjaan yang sulit dan mempunyai resiko
(finansial, keselamatan) yang besar maka tingkat upah/balas
jasanya semakin besar karena membutuhkan kecakapan serta
ketelititan untuk mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat
pekerjaannya mudah dan resiko (finansial, kecelakaannya) kecil,
tingkat upah/balas jasanya relatif rendah.

2.2.2 Indikator Kompensasi


Kompensasi dalam penelitian ini akan diukur dengan indikator sebagai
berikut (Mathis dan Jackson: 2011, p.118):
1. Gaji Pokok
Kompensasi dasar yang diterima oleh karyawan, biasanya sebagai
gaji atau upah, dsebut gaji pokok.
2. Gaji Variabel
Kompensasi yang dikaitkan dengan kinerja individu, kelompok
maupun kinerja organisasi. Jenis yang paling umum dari gaji jenis
ini untuk karyawan adalah program pembayaran bonus dan insentif.
3. Kesejahteraan Karyawan
Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap (material dan
non materaial) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan.
Tujuannya untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik
dan mental karyawan agar produktivitas kerjanya meningkat.
Kompensasi tidak langsung adalah balas jasa yang diterima pekerja
dalam bentuk selain upah atau gaji langsung seperti tunjangan.
Tunjangan adalah imbalan tidak langsung seperti asuransi kesehatan,
uang cuti, atau uang pensiun, diberikan kepada karyawan atau
19

sekelompok karyawan sebagai bagian dari keanggotaannya di


organisasi.

2.3 Kepuasan Kerja Karyawan


2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Karyawan
Menurut Hasibuan (2016, p.202), kepuasan kerja merupakan kunci
pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Kepuasan kerja merupakan
sikap emosional karyawan yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaan. Menurut Luthans (2011, p.243) yaitu kepuasan kerja adalah
hasil sebuah persepsi pegawai tentang sejauh mana pekerjaan dapat
memberikan segala sesuatu yang berarti untuk pegawai itu sendiri.
Rivai dan Sagala (2013, p.856) kepuasan kerja adalah kebutuhan yang
selalu bertambah dari waktu ke waktu dan manusia selalu berusaha
dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhannya
tersebut.

2.3.2 Teori-teori Kepuasan Kerja


Menurut Rivai dan Sagala (2013, p.856), ada beberapa teori kepuasan
kerja, yaitu sebagai berikut:
1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)
Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung
selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang
dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari
yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi, sehingga
terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.
Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu
yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
2. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak
puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi,
20

khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam


teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Input
adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah
tugas dan peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap
bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya,
seperti: upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status,
penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri.
Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa seseorang di
perusahaan yang sama, atau di tempat lain atau bisa pula dengan
dirinya di masa lalu. Menurut teori ini, setiap karyawan akan
membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rassio input hasil
orang lain. Bila perbandingan itu dianggap cukup adil, maka
karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak seimbang
tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula
tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul
ketidak puasan.
3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu
merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontineu. Teori ini
merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu
satisfies atau motivator dan dissatifies. Satifies adalah faktor-faktor
atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang
terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada
kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan
dan promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan
kepuasan, namun tidak terpenuhinya faktor ini tidak selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfies (hygiene factors) adalah
faktor faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari:
21

gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan


status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis
serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi faktor ini,
karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini memadai
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa
meskipun belum terpuaskan.
4. Teori Kesetaraan (Equity Model Theory)
Salah satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu
teori yang dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan
Equity Model Theory atau teori kesetaraan. Intinya teori ini
menjelaskan kepuasan dan ketidakpuaasan dengan pembayaran.
Perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang
dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama
terjadinya ketidakpuasan.untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan
karyawan, yaitu:
a. Memenuhi kebutuhan dasar karyawan.
b. Memenuhi harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga
mungkin tidak mau pindah kerja ke tempat lain.
c. Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa
yang diharapkan.
5. Teori Keinginan Relatif (Relative Deprivation Theory)
Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative
Deprivation Theory, ada enam keputusan penting menyangkut
kepuasan dengan pembayaran menurut teori ini adalah perbedaan
antara apa yang diharapkan dengan kenyataan, perbedaan antara
pengeluaran dengan penerimaan, ekspektasi untuk menerima
pembayaran lebih, ekspektasi yang rendah terhadap masa depan,
perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diingikan dan perasaan
secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang buruk.
22

6. Teori Motivator-Hygiene (M-H)


Salah satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah
teori motivator-hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick
Herzberg. Teori M-H sebenarnya berujung pada kepuasan kerja.
Namun penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara
kepuasan kerja dan turnover SDM serta antara kepuasan kerja dan
komitmen SDM. Pada intinya, teori M-H justru kurang sependapat
dengan pemberian balas jasa tinggi macam strategi golden handcuff
karena balas jasa tinggi hanya mampu menghilangkan ketidakpuasan
kerja dan tidak mampu mendatangkan kepuasan kerja (balas jasa
hanyalah faktor hygiene, bukan motivator). Untuk mendatangkan
kepuasan kerja, Herzberg menyarankan agar perusahaan melakukan
job enrichment, yaitu suatu upaya menciptakan pekerjaan dengan
tantangan, tanggung jawab dan otonomi yang lebih besar. Dalam
dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu kepada
kompensasi yang diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau
imbalan dan fasilitas kerja lainnya seperti, rumah dinas, dan
kendaraan kerja. Konteks “puas” dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu
individu akan merasa puas apabila dia mengalami hal-hal berikut:
a. Apabila hasil atau imbalan yang didapat atau diperoleh individu
tersebut lebih dari yang diharapkan. Masing-masing individu
memiliki target pribadi.
b. Apabila hasil yang dicapai lebih besar dari standar yang
ditetapkan. Apabila individu memperoleh hasil yang lebih besar
dari standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka individu
tersebut memiliki produktivitas yang tinggi dan layak
mendapatkan penghargaan dari perusahaan.
c. Apabila yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan
yang diminta dan ditambah dengan ekstra yang menyenangkan
konsisten untuk setiap saat serta dapat ditingkatkan setiap waktu.
Apakah kepuasan kerja dapat ditingkatkan atau tidak, tergantung
23

dari apakah imbalan sesuai dengan ekspektasi, kebutuhan dan


keinginan karyawan. Jika kinerja yang lebih baik dapat
meningkatkan imbalan bagi karyawan secara adil dan seimbang,
maka kepuasan kerja akan meningkat.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan


Ada lima faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja menurut
Kreitner dan Kinicki (2014, p.225) yaitu sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan (Need fulfillment)
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan
memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Perbedaan (Discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan
harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan
apa yang diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan lebih
besar dari apa yang diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya
individu akan puas bila menerima manfaat diatas harapan.
3. Pencapaian nilai (Value attainment)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan
pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
4. Keadilan (Equity)
Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan
di tempat kerja.
5. Komponen genetik (Genetic components)
Kepuasan kerja merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
Hal ini menyiratkan perbedaan sifat individu mempunyai arti penting
untuk menjelaskan kepuasan kerja disampng karakteristik
lingkungan pekerjaan.
24

2.3.4 Indikator Kepuasan Kerja Karyawan


Kepuasan kerja dalam penelitian ini akan diukur dengan beberapa
indikator yang dikemukakan oleh Hasibuan (2016, p.202):
1. Kedisiplinan
Kedisiplinan adalah satu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui
proses dari serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan, dan ketertiban
2. Moral kerja
Moral adalah suasana batin yang mempengaruhi tujuan individu dan
tujuan organisasi. Suasana batin itu terwujud di dalam aktivitas
individu padaa saat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
Suasana batin dimaksud berupa perasaan senang atau tidak senang,
bergairah atau tidak bergairah dan bersemangat atau tidak
bersemangat dalam melakukan suatu pekerjaan. Moral kerja yang
tinggi merupakan dorongan bagi terciptanya usaha berpartisipasi
secara. maksimal dalam kegiatan organisasi/ kelompok, guna
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
3. Turnover
Turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya
bekerja secara sukarela . Intensi turnover adalah kecenderungan atau
niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara
sukarela menurut pilihannya sendiri.

2.4 Penelitian Terdahulu


Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa penelitian
terdahulu sebagai bahan referensi. Adapun penelitian terdahulu tersebut dapat
dilihat pada tabel 2.1.
25

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Hasil Perbedaan


1 Hamzah Pengaruh Variabel Kompensasi Objek
(2013) Kompensasi Bebas: Berpengaruh Penelitian
Terhadap Kompensasi Terhadap dan
Kepuasan Kepuasan Variabel
Kerja Variabel Kerja Pegawai, Bebas
Pegawai Terikat: Akan Tetapi
Pada Dinas Kepuasan Hubungannya
Pertamanan Kerja Lemah
Kota Medan Pegawai
2 Paramartha Pengaruh Variabel Kompensasi Objek
(2013) Kompensasi Bebas: Berpengaruh Penelitian
Terhadap Kompensasi Terhadap dan
Kepuasan Kepuasan Variabel
Kerja Variabel Kerja Bebas
Karyawan Terikat: Karyawan dan
Pada PT. Kepuasan Mempunyai
Galamedia Kerja Hubungan
Bandung Karyawan Yang Kuat
Perkasa
3 Mahendrawan Pengaruh Variabel Beban Kerja Objek
dan Indrawati Beban Bebas: Berpengaruh Penelitian
(2015) Kerja dan Beban Negatif
Kompensasi Kerja dan Terhadap
Terhadap Kompensasi Kepuasan
Kepuasan Kerja,
Kerja PT. Variabel Sedangkan
Panca Terikat: Kompensasi
Dewata Kepuasan Berpengaruh
Denpasar Kerja Positif
Terhadap
Kepuasan
Kerja
Sumber: Data diolah (2017)
26

2.5 Kerangka Pikir


Berdasarkan pada latar belakang dan tujuannya dilakukan penelitian ini serta
analisis data yang akan digunakan maka dapat digambarkan kerangka pikir
dalam penelitian ini adalah:
Perumusan Masalah
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana pengaruh
1. Turnover pada tahun 2016
beban kerja terhadap
meningkat yang
kepuasan kerja karyawan
mengindikasikan bahwa
PT. Perdana Adhi Lestari
tingkat kepuasan kerja
Bandar Lampung?
rendah Variabel
2. Bagaimana pengaruh
2. Beban kerja terus
kompensasi terhadap
bertambah 1. Beban Kerja
kepuasan kerja kerja
3. Karyawan mengeluhkan 2. Kompensasi
karyawan PT. Perdana
gaji yang diterimanya 3. Kepuasan
Adhi Lestari Bandar
hanya sebatas gaji pokok Kerja
Lampung?
tanpa adanya bonus karena
3. Bagaimana pengaruh
target penjualan terlalu
beban kerja dan
tinggi
kompensasi terhadap
kepuasan kerja kerja
karyawan T. Perdana
Adhi Lestari Bandar
Lampung?

Analisis Data
1. Regresi Linear Berganda
2. Uji t
3. Uji F
Feedback

Hasil

1. Beban kerja berpengaruh


terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Perdana
Adhi Lestari
2. Kompensasi berpengaruh
terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Perdana
Adhi Lestari
3. Beban kerja dan
kompensasi berpengaruh
terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Perdana
Adhi Lestari

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


27

2.6 Hipotesis
2.6.1 Pengeruh Beban Kerja Terhadap Kepuasan Kerja
Beban kerja menurut Meshkati dalam Astianto dan Suprihhadi (2014)
dapat didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau
kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi.
Mengingat kerja manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-
masing mempunyai tingkat pembebanan yang berbeda-beda. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Mahendrawan dan Indrawati (2015),
menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap kepuasan
kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa beban kerja yang terlalu berat
dapat mengakibatkan kepuasan kerja menurun. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa beban kerja dapat mempengaruhi kepuasan kerja,
sehingga dapat dirumuskan hipotesis pertama dalam penelitian ini
adalah:
H1: Beban kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT.
Perdana Adhi Lestari

2.6.2 Pengaruh Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja


Menurut Hasibuan (2016, p.117), kompensasi ialah sesuatu yang
diterima oleh pekerja sebagai balas jasa atas kerja mereka. Kompensasi
berkaitan dengan konsistensi internal dan eksternal. Konsistensi internal
berkaitan dengan konsep penggajian relatif dalam organisasi sedang
konsistensi eksternal berkaitan dengan tingkat relatif struktur
penggajian dalam suatu organisasi dibanding dengan struktur
penggajian yang berlaku di luar organisasi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Paramartha (2013), menyatakan bahwa kompensasi
berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan dan mempunyai
hubungan yang kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa kompensasi yang
tinggi dapat mengakibatkan kepuasan kerja juga tinggi. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa kompensasi dapat mempengaruhi
28

kepuasan kerja, sehingga dapat dirumuskan hipotesis kedua dalam


penelitian ini adalah:
H2: Kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT.
Perdana Adhi Lestari

2.6.3 Pengaruh Beban Kerja dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja


Menurut Hasibuan (2016, p.202), kepuasan kerja merupakan kunci
pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam
mendukung terwujudnya tujuan perusahaan. Kepuasan kerja merupakan
sikap emosional karyawan yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahendrawan dan
Indrawati (2015), menyatakan bahwa beban kerja berpengaruh negatif
terhadap kepuasan kerja dan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Paramartha (2013), menyatakan bahwa kompensasi berpengaruh
terhadap kepuasan kerja karyawan dan mempunyai hubungan yang
kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa beban kerja yang terlalu berat
dapat mengakibatkan kepuasan kerja menurun dan kompensasi yang
tinggi dapat mengakibatkan kepuasan kerja juga tinggi. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa beban kerja dan kompensasi dapat
mempengaruhi kepuasan kerja, sehingga dapat dirumuskan hipotesis
ketiga dalam penelitian ini adalah:
H3: Beban kerja dan kompensasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja
karyawan PT. Perdana Adhi Lestari

Anda mungkin juga menyukai