Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan


saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak (Junaidi, 2011).
Stroke merupakan salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh terhadap arteri
utama menuju dan berada di otak (National Stroke Association, 2012). Stroke juga bisa
diartikan sebagai gejala–gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh lainnya (Adib, 2009) Stroke dibagi menjadi stroke
iskemik dan stroke hemoragik. Umumnya sekitar 50% kasus stroke hemoragik akan
berujung kematian, sedangkan stroke iskemik hanya 20% yang berakibat kematian.
Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah arteri ke otak sehingga
terhalangnya suplai darah menuju otak. Penyebab arteri pecah tersebut misalnya
tekanan darah yang mendadak tinggi dan atau oleh stress psikis berat (Junaidi, 2011).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat dalam Ghani (2015) bahwa
peningkatan jumlah pasien stroke di beberapa negara Eropa sebesar 1,1 juta pertahun
pada tahun 2000 menjadi 1,5 juta pertahun pada tahun 2025. American Heart
Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit ada satu orang di Amerika
yang terkena serangan stroke. Stroke menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit
jantung dan kanker (Sikawin, 2013). Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di
Indonesia tahun 2013, prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi
Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah
sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama
(Kemenkes, 2013)
Menurut Junaidi (2011) dalam 6-12 bulan setelah stroke, 1 dari 10 orang bisa
terserang stroke kedua. Terjadinya stroke ulangan bergantung pada jenis stroke awal,
usia, penyakit terkait, dan faktor risikonya, serta kurun waktu kejadian stroke. Menurut
Tarwoto (2013), mobilisasi sangat penting untuk meningkatkan kekuatan otot, jantung
dan pengembangan paru pada pasien pasca stroke. Sehingga latihan gerak pada pasien
stroke setelah stroke pertama dapat meminimalkan terjadinya stroke kedua.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yudha (2014) bahwa kekuatan otot dan
kemampuan fungsional meningkat secara signifikan setelah diberikan latihan.
Perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan memiliki tugas untuk merawat
tidak hanya fisik saja tetapi juga aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual pasien.Secara
psikologis pasien umumnya merasa bosan dengan program pengobatan yang lama dan
cemas. Dari segi fisik dan spiritual pasien akan merasa terganggu dengan adanya
kelemahan fisik dalam beraktivitas dan menjalankan ibadah, sehingga dibutuhkan
peran penting seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara
menyeluruh. Dampaknya akan mempengaruhi terhadap proses perawatan dan
pengobatan.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Mampu memahami asuhan keperawatan secara teoritis dan secara aplikatif pada
pasien dengan masalah keperawatan hambatan mobilitas fisik pada kasus stroke
infark.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar, etiologi, patofisiologi disertai
pathway, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, serta
penatalaksanaan dengan masalah keperawatan mobilitas fisik pada kasus stroke
infark
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke
infark

C. MANFAAT
a. Bagi Instansi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dan acuan yang diperlukan dalam meningkatkan
pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien dengan stroke
non hemoragik.

b. Bagi Instansi Akademik


Sebagai bahan masukan dan referensi dalam kegiatan proses belajar mengajar
tentang asuhan keperawatan pasien dengan stroke non hemoragik yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi praktek mahasiswa keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
HAMBATAN MOBILITAS FISIK

1. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total tetapi juga mengalami penurunan
aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Mobilisasi adalah kemampuan
seseorang untuk dapat bergerak dengan bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan
sehat menuju kemandirian. Mobilisasi mempunyai banyak tujuan seperti
mengekspresikan emosi dengan gerakan non verbal, pertahanan diri, pemenuhan
kebutuhan dasar, aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan rekreasi. Untuk
mempertahankan mobilisasi fisik secara optimal maka sistem saraf, otot, dan skeletal
harus tetap utuh dan berfungsi baik (Potter & Perry, 2005).
Menurut NANDA, hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan
fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.

2. Etiologi
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya hambatan mobilitas
fisik(Tarwoto & wartonah, 2007) :
a. Gangguan sendi dan tulang, penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau
patah tulang tertentu akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b. Penyakit syaraf. Adanya strok, penyakit parkinson, dan gangguan syaraf tepi juga
menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
c. Penyakit jantung atau pernapasan. Penyakit jantung ataupernapasan akan
menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketgika beraktivitas. Akibatnya, pasien
dengan gangguan pada organ-organ tersebut akan mengurangi mobilitasnya. Ia
cenderung lebih banyak duduk atau berbaring.
d. Gangguan penglihatan. Rasa percaya diri untuk bergerak akan terganggu bila ada
gangguan penglihatan karena ada kekhawatiran terpeleset,terbentur, atau
tersandung.
e. Masa penyembuhan. Pasien yang masih lemah setelah menjalani operasi atau
penyakit berat tertentu memerlukan bantuan untuk berjalan.

3. Tanda dan Gejala


Menurut NANDA 2018-2020, hambatan mobilitas fisik memiliki beberapa batasan
karakteristik:
- Gangguan sikap berjalan
- Penurunan keterampilan motorik halus
- Penurunan keterampilan motorik kasar
- Penurunan rentang gerak
- Waktu reaksi memanjang
- Kesulitan membolak balik posisi
- Ketidaknyamanan
- Melakukan aktivitas lain pengganti pergerakkan
- Dispnea setelah aktivitas
- Tremor akibat bergerak
- Gerak tidak terkoordinasi

4. Patofisiologis

Gangguan pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam mobilisasi dapat


disebabkan oleh trauma, kondisi patologis, beberapa penyakit yang beresiko
menyebabkan seperti stroke seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis serta
kontak antara bagian tubuh dengan sumber panas ekstrem. Terjadinya trauma dan
kondisi patologis tersebut dapat menimbulkan adanya fraktur yang menyebabkan
pergeseran fragmen tulang sehingga terjadi perubahan bentuk (deformitas) yang
menimbulkan gangguan fungsi organ dan akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas
fisik. Beberapa penyakit seperti hipertensi, DM, Arterosklerosis, embolis dapat
menyebabkan pembekuan darah dan terjadi penyempitan pembuluh darah sehingga
aliran darah ke otak terganggu dan terjadi iskemia sel-sel otak yang menimbulkan
stroke yang menyerang pembuluh darah otak bagian depan mengakibatkan penurunan
kekuatan otot (hemiparesis) hingga hilangnya kekuatan otot (hemiplegia) yang
akhirnya menimbulkan hambatan mobilitas fisik (Aziz Alimul, 2009).
Menurut Asmandi (2008) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari
penyebab gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan
terseut. Diantaranya adalah :
a. Kerusakan otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis oto. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan, jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan . otot dapat rusak oleh
beberapa hal seperti trauma langsung pleh benda tajam yang merusak kontinuitas
otot. Kerusakan tendon atau ligaman, radang dan lainnya.
b. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penompang sekaligus poros pergerakan dapat terganggu pada
kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau mobilisasi. Beberapa penyakit
dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka.
c. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan implus ke otak. Implus tersebut
merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak. Jadi, jika syaraf
terganggu makan akan terjadi gangguan penyampaian implus dari dan ke organ
target. Dengan tidak sampainya implus maka akan mengakibatkan gangguan
mobilisasi. Kerusakan dapat terjadi pada sistem syaraf pusat (upper motor
neuron/UMN) atau pada susunan syaraf teri (lower motor neuron/LMN). Yang
termasuk UMN adalah otak. Contoh penyakit yang mengganggu otak adalah stroke
dan dapat mengakibatkan gangguan mobilitas. Sedangkan untuk LMN
adalah Guillaine bare syndrome dan gangguan sistem syaraf lainnya seperti trauma
tulang belakang.
5. Pathway Kasus

6. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam mpbilisasi dan imobilisasi
antara lain :
1. Jenis Mobilisasi
a. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari.
b. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Dapat disebabkan oleh
trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.

2. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak


dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomyelitis
karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
7. Pemeriksaan Penunjang
- Sinar–X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
- CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
- MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang Dll.
- Pemeriksaan Laboratorium:
o Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

8. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat dilakukan antara lain menurut Saputra (2013) yaitu:
a. Kesejajaran Tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat
mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat, dan
memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi atau
brankar.
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
Posisi-posisi tersebut, yaitu : posisi fowler (setengah duduk), posisi litotomi, posisi
dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang), posisi pronasi (tengkurap), posisi
lateral (miring), posisi sim, posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b. Mobilisasi Sendi
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat
mengajarkan klien latihan ROM (Range Of Motion). Apabila klien tidak
mempunyai control motorik volunteer maka perawat melakukan latihan rentang
gerak pasif. Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan. Latihan ini baik
ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi
kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan itu, yaitu : Fleksi dan
ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku, pronasi dan supinasi lengan
bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan ekstensi
jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan
ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.

9. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
d. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilisasi dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah anpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat Aktivitas/Mobilisasi Kategori

Tingkat 0 Mempu merawat diri secara penuh


Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

e. Kekuatan Otot Dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak. Derajat kekuatan otot ditentukan dengan :
Skala Presentase Karakteristik
kekuatan normal
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh ang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh

10. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


a. Hambatan mobiitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan
keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan keterbatasan
rentang gerak sendi
b. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan ketidakmampuan untuk meakukan pembersihan tubuh.
c. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko tonjolan tulang ditandai
dengan imobilisasi fisik.

11. Intervensi Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Hambatan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan NIC Label Exercise Therapy:
berhubungan dengan keperawatan ...x24jam Joint Mobility
intoleransi aktivitas diharapkan pasien dapat
o Kaji keterbatasan gerak sendi
ditandai dengan tetap mempertahankan
o Kaji motivasi klien untuk
keterbatasan kemampuan pergerakannya, dengan
mempertahankan pergerakan
melakukan keterampilan criteria:
sendi
motorik kasar
o Jelaskan alasan/rasional
NOC Label : Body pemberian latihan kepada
Mechanics Performance pasien/ keluarga
o Monitor lokasi
 Menggunakan
ketidaknyamanan atau nyeri
posisi duduk
selama aktivitas
yang benar
o Lindungi pasien dari cedera
 Mempertahankan
selama latihan
kekuatan otot
o Bantu klien ke posisi yang
 Mempertahankan
optimal untuk latihan rentang
fleksibilitas sendi
gerak
o Anjurkan klien untuk
melakukan latihan range of
motion secara aktif jika
memungkinkan
o Anjurkan untuk melakukan
range of motion pasif jika
diindikasikan
o Beri reinforcement positif
setiap kemajuan klien

Daftar Pustaka

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

dalam Praktik. Jakarta : EGC.

Ghani, L., Mihardja, L.K., & Delima. 2015. Faktor Risiko Dominan Penderita Stroke di
Indonesia. Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id.
Junaidi, I. 2011. Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta: PT.Andi
Kemenkes RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Kemenkes RI

Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Saputra, L., 2013. Catatan Ringkas Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara.

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, gangguan sistem persarafan. Jakarta: CV.Sagung
Seto.
Yudha, Fajar. 2014. Pengaruh range of motion (rom) terhadap kekuatan otot dan rentang gerak
pasien pasca perawatan stroke.

Anda mungkin juga menyukai