Anda di halaman 1dari 34

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENILAIAN

DAFTAR ISI

BAB IPENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1

BAB IILAPORAN KASUS .................................................................................... 3

2.1 Identitas pasien .............................................................................................. 3

2. 2 Anamnesis .................................................................................................... 3

2.3 Pemeriksaan Fisik.......................................................................................... 4

2.4 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 6

2.5 Diagnosa ........................................................................................................ 9

2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................. 9

2.7Prognosis ........................................................................................................ 9

BAB IIIPEMBAHASAN ...................................................................................... 15

BAB IVKESIMPULAN ....................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kolangitisakutadalahsindromklinis yang ditandaidengandemam, ikterus,
dan nyeriperutkananatas yang berkembangsebagaiakibatdarisumbatan dan
infeksi di saluranempedu.
Kolangitisakutterjadisebagaihasildariobstruksisaluranbilier dan
pertumbuhanbakteridalamempedu. Penyebab paling
seringobstruksibilieradalah
koledokolitiasis.1Penyakitiniperludiwaspadaikarenainsidenbatuempedu di
Asia Tenggara cukuptinggi, sertakecenderunganpenyakitiniuntukterjadi pada
pasienberusialanjut, yang biasanyamemilikipenyakitpenyerta yang lain yang
dapatmemperburukkondisi dan mempersulit terapi.2
Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya
kolangitis akut simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula
disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan
striktur.1,3Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat sesuai dengan kriteria
penilaian keparahan pada Tokyo Guideline 2007 adalah 12,3% atau 23 dari 187
kasus kolangitis akut karena saluran batu empedu.3
Penyebab paling sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier
jinak, striktur anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas.
Koledokolitiasis digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-
baru ini kejadian kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sklerosis
kolangitis, dan instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat.4
Diagnosis secara klinis dapat ditegakan dengan trias Charcot, yaitu adanya
demam, ikterus dan nyeri perut kanan atas. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
meliputi pemeriksaan darah rutin, fungsi hati (aspartate transaminase & alinine
transaminase), alkali fosfatase, dan bilirubin serum, dan kultur bakteri dari
sampel darah. Studi pencitraan juga dapat membantu dalam menegakan
diagnosis kolangitis akut.4
Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian antibiotik dan drainase bilier.
Derajat kolangitis akut menentukan perlu tidaknya pasien dirawat di rumah sakit.

1
Bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan, terutama jika kolangitis akut
ringan yang berulang.5
Sepsis merupakan salah satu komplikasi yang mengancam nyawa dari
kolangitis akut. Sepsis didefinisikansebagaidisfungsi organ,
dapatmengancamjiwa yang disebabkan oleh respons host terhadapinfeksi
(SIRS/Systemic Inflammatory Response Syndrme dan
terbuktiadanyasumberinfeksi).5
Gangguan ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) dapat diartikan
sebagai penurunan cepat dan tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal.
Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin serum
atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN). Akan tetapi biasanya segera
setelah cedera ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal,
sehingga yang menjadi patokan adanya kerusakan ginjal adalah penurunan
produksi urin.6

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Tn. GN
Umur :
Jeniskelamin :
Agama : Kristen Protestan
Suku :
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Batu Putih
Masuk
Keluar rumah sakit : 08 Desember 2019

2. 2 Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
masuk rumah sakit. Nyeri perut kanan atas tersebut dikatakan
berlangsung hilang timbul, dan terasa seperti tertusuk benda tumpul.
Keluhan nyeri dirasakan memburuk sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri dikatakan memberat apabila pasien menarik nafas dan tidak
berkurang bila merubah posisi seperti posisi duduk atau tidur. Tidak jarang
menurut pasien, nyeri muncul setelah pasien makan, sehingga pasien takut
untuk makan terlalu banyak.
Pasien juga mengeluhkan mual sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah
sakit bersamaan dengan keluhan nyeri perut. Mual disertai dengan muntah
dikatakan memberat sejak ± 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
dialami pasien terutama ketika mengkonsumsi makanan. Muntah berisikan
makanan dan minuman yang dikonsumsi dengan volume setengah gelas
air mineral per hari.

3
Kencing dikatakan berwarna gelap seperti teh sejak ± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan tersebut dikatakan terus-menerus sampai
pasien tiba di Rumah Sakit. Pasien mengaku buang air kecil 2-3 kali per
hari dengan volume kurang lebih 1/2 gelas air mineral danbuang air besar
baik. Pasien mengeluh nafsu makan menurun dan tidak mengeluh demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tahun 2007 sempat menderita penyakit batu
empedu. Saat itu pasien mengeluh nyeri perut.namun pasien tidak berobat
ke rumah sakit, pasien hanya minum obat ramuan dan pasien mengaku
keluhan menghilang.
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayatpenyakitjantung : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakitTBC : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
4. RiwayatPenyakitKeluarga
- Tidakadaanggotakeluargapasien yang menderitasakitsepertipasien saat
ini.
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayatpenyakitjantung : disangkal
- Riwayat darah tinggi : disangkal
- Riwayat penyakitTBC : disangkal
- Riwayat penyakit asma : disangkal
5. RiwayatAlergi
- Riwayatalergimakanan : disangkal
- Riwayatalergiminuman : disangkal
- Riwayatalergiobat : disangkal

2.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

4
Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/90 mmHg
 Nadi : 94 x/menit
 Respirasi rate : 22 x/menit
 Suhu badan : 37,00C
 Saturasi Oksigen : 98% (Nafas Spontan)
- Status Generalis
Kepala : Normocephal, jejas (-), oedema (-)
Mata : Sekret (-/-), Conjungtivaanemis (-/-),
skleraikterik (+/+).
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), Deformitas (-), sekret (-),
perdarahan (-),
Telinga : Sekret (-), darah (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-),
Thorax
 Paru-paru
Inspeksi :Simetris, ikut gerak nafas, retraksidinding dada (-),
jejas (-)
Palpasi :vocal fremitus Dekstra = Sinistra
Perkusi : Sonor pada parukanan dan kiri
Auskultasi :Suara nafasdasar : bronkovesikuler, Suara tambahan :
wheezing (-/-), ronkhi(-/-)
 Jantung
Inspeksi : Iktuskordistidaktampak
Palpasi : Iktuskordisteraba di selaigake V, 1 cm ke medial linea
mid clavicularis sinistra, kuatangkat, tidakmelebar.

Perkusi :
Batas atas : ICS II lineaparasternaliskiri
Pinggang : ICS III lineaparasternaliskiri

5
Batas kiri : ICS V 2 cm ke lateral linea
midclavicularis kiri
Batas kanan :ICS V linea parasternalis kanan
Auskultasi :Bunyijantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampakcembung
Auskultasi : BU (+) Normal
Palpasi :Supel, nyeri tekan epigastrium (+), massa (-)
Hepar : teraba 2 jari di bawah arcus costa
Lien : tidakteraba
Perkusi : Timpani.

Ekstremitas
Superior : Akralterabahangat,sianosis (-/-), oedem (-/-), ikterik (-
), CRT <2 detik
Inferior : Akralhangat (+), sianosis (-/-), oedem (-/-), ikterik (-),
CRT < 2 detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal29November 2019
Parameter Hasil Nilai Rujukan
Hematologi rutin
Hb 15,4 g/dL 13.3 – 16.6
HCT 45,5 % 41.3 – 52.1
RBC H 5,77 x 106/uL 3.69 – 5.46
WBC H 11,28 x 103/uL 3.37 – 8.38
PLT L 100 x 103/uL 140 – 400

Hitung Jenis Leukosit


Sel Basofil L 0.1 % 0.3 – 1.4
Sel Eosinofil L 0.2 % 0.6 – 5.4

6
Sel Neutrofil H 75.0 % 39.8 – 70.5
Sel Limfosit L 20.3 % 23.1 – 49.9
Sel Monosit 4.4 % 4.3 – 10.0
Kimia Darah
GDS 94mg/dl ≤ 140
BUN HH 82.9 mg/dl 7 – 18
Creatinin HH 9.56 mg/dl ≤ 0.95
Natrium Darah L 134.50 mEq/L 135 – 148
Kalium Darah 3.56 mEq/L 3.50 – 5.30
CL Darah 104.40 mEq/L 98 – 106
Calcium Ion L 0.89 mEq/L 1.15 – 1.35
SGOT H 190.0 U/L ≤ 40
SGPT H 205.7 U/L ≤41

Kimia Darah (03-12-2019)


Bilirubin Total HH21.86 mg/dL 0.20 – 1.000
Bilirubin Indirek H 7.57 mg/dL 0.00 – 0.70
Bilirubin Direk H 14.29 mg/dL ≤ 0.2
SGOT H 56.0 U/L ≤ 40
SGPT H 58.0 U/L ≤ 41
BUN HH 155.0 mg/dl 7 – 18
Creatinin HH 6.00 mg/dl ≤ 0,95
Protein Total L 4,7 g/dl 6,4 – 8,3
Albumin L 2,3 g/dl 3,5 – 5,2
Globulin 2,4 g/dl 2,0 – 4,0
Rasio Alb/Glob 1,0 g/dl ≥1

7
Serologi
Hbs Ag 0,10 Positif : ≥ 1.00
(Kuantitatif) Negatif : < 1.00
Anti HCV 0,02 Positif : ≥ 1.00
Kuantitatif Negatif : < 1.00

USG Abdomen (03-Desember-2019)

- Hasil Pemeriksaan USG Abdomen


Hepar Membesar, echoparenchym heterogen kasar meningkat,
VH/VP : kesan normal
IHB : Kesan melebar
CBD batu (+) 1,6 cm
Gall Bladder Besar normal, Dinding menebal, batu (+), multiple sludge (+)
Lien Membesar, echoparenchym baik, tak tampak perubahan pada
struktur
Pankreas Besar normal, echoparenchym baik, tak tampak perubahan pada
struktur
Ginjal Kiri Besar normal, echocortex meningkat,
Ginjal Kanan Besar normal, echocortex meningkat,
Vesica Urinaria Besar normal, dinding menebal, mucosa irreguler, tak tampak
batu
Kesan Hepatosplenomegali, Ephyema gall Bladder,
Choledocolitiasis.

CT Scan Abdomen (6 Desember 2019)

8
Hasil Pemeriksaan CT Scan Abdomen
Gaster Kesan membesar dengan posisi normal. Tampak penyempitan di
daerah pylorus, tak tampak ekstravasasi
Hepar Besar normal, permukaan rata, densitas homogen, tak tampak
massa, vena porta/vena hepatica/vena cava inferior normal.
Duktus biliaris intrahepatal normal. Tak tampak koleksi cairan
disekitarnya.
Kantung Kesan membesar di distal, tak tampak batu. Duktus biliaris ekstra
Empedu hepatal dinding menebal tampak batu kecil-kecil.
Limpa Ukuran normal, densitas homogen, vena lienalis tak melebar
Traktus Diameter usus halus normal, tak tampak penebalan plica pada
Intestinalis usus halus, pada daerah caecum, colon ascenden tampak bentuk
kidney-likesepanjang caecum colon ascenden.
Pankreas Ukuran tidak membesar, densitas homogen, tampak seperti
adanya desakan pada daerah caput pankreas atau massa kistik.
Ginjal Kanan Ukuran tidak membesar, struktur parenkim homogen, sistem
pelvikokalis tidak melebar, tidak tampak batu/massa.
Ginjal Kiri Ukuran tidak membesar, struktur parenkim homogen, sistem
pelvikokalis tidak melebar, tidak tampak batu/massa.
Vesika Urinaria Terisi penuh, tidak tampak batu/massa. Perivesical fat normal
Kesan Akut Cholangitis, Batu pada ductus bilier ekstra hepatal
multiple, hypertropi gaster.

2.5 Diagnosa
- Kolangitis Akut
- Sepsis Berat
- AKI prerenal
- Batu CBD
2.6 Penatalaksanaan
- IVFD Nacl 0,9% 500 cc/8 jam
- Levofloxacin 1 x 500 mg iv
- Metronidazole 3 x 500 mg iv

9
- Ranitidin 2 x 1 amp iv
- Meloxicam 2 x 1 tab
2.7 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

10
FOLLOW UP PASIEN

Hari/ Follow Up Planning


Tanggal (Terapi Medikamentosa)
30/11/2019 S : Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas - NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
(+), lemas(+), makan minum kurang(+) - Levofloxacin 1 x 500 mg
O: IV
KU : tampak sakit sedang - Metronidazole 3 x 500 mg
Kesadaran : composmentis IV
TD : 110/80 mmHg, N: 87 x/m, RR : 24 x.m - Ranitidin 2 x 1 amp IV
SB : 36,9 oC, SpO2 : 98% - Meloxicam 2 x 15 mg tab
Status Generalis P.O (K/P)

K/L: CA -/-, SI +/+, OC (-), P>KGB (-)

Thoraks: Simetris, ikutgeraknafas,

suaranafasvesikuler, rhonki (-), wheezing (-),

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan

epigastrium (+),Timpani

Heparteraba 2 jari di bawah arcus costa

Lien tidak teraba

Ekstremitas: akralhangat, CRT <2”, udem(-),

ulkus (-)

Vegetatif: makan dan minumkurang, BAB

baik dan BAK (+)

Assessment:
 Acute Colangitis
 Severe Sepsis
 AKI Prerenal

11
2/12/2019 S : Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas - NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
(+), mual-muntah (+), lemas (+), makan - Levofloxacin 1 x 500 mg
minum kurang (+) IV
O: - Metronidazole 3 x 500 mg
KU : tampak sakit sedang IV
Kesadaran : composmentis - Ranitidin 2 x 1 amp IV
TD : 110/80 mmHg, N: 87 x/m, RR : 24 x.m - Meloxicam 2 x 15 mg tab
SB : 36,9 oC, SpO2 : 98% P.O
Status Generalis - Domperidon 3 x 10 mg
tab P.O
K/L: CA -/-, SI +/+, OC (-), P>KGB (-)
- Cek BUN-Creatinin
Thoraks: Simetris, ikutgeraknafas,

suaranafasvesikuler, rhonki (-), wheezing (-),

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan

epigastrium (+),Timpani

Heparteraba 2 jari di bawah arcus costa

Lien tidak teraba

Ekstremitas: akralhangat, CRT <2”, udem(-),

ulkus (-)

Vegetatif: makan dan minumkurang, BAB

baik dan BAK (+)

Assessment:
 Acute Colangitis
 Severe Sepsis
 AKI Prerenal
3/12/2019 S : Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas - NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
(+), mual-muntah (+), lemas (+), makan - Clinimix 1000 cc/24 jam

12
minum kurang (+) - Levofloxacin 1 x 500 mg
O: IV
KU : tampak sakit sedang - Metronidazole 3 x 500 mg
Kesadaran : composmentis IV
TD : 110/80 mmHg, N: 87 x/m, RR : 24 x.m - Ranitidin 2 x 1 amp IV
SB : 36,9 oC, SpO2 : 98% - Meloxicam 2 x 15 mg tab
Status Generalis P.O
- Domperidon 3 x 10 mg
K/L: CA -/-, SI +/+, OC (-), P>KGB (-)
tab P.O
Thoraks: Simetris, ikutgeraknafas,

suaranafasvesikuler, rhonki (-), wheezing (-),

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan

epigastrium (+),Timpani

Heparteraba 2 jari di bawah arcus costa

Lien tidak teraba

Ekstremitas: akralhangat, CRT <2”, udem(-),

ulkus (-)

Vegetatif: makan dan minumkurang, BAB

baik dan BAK (+)

Assessment:
 Acute Colangitis
 Severe Sepsis

4/12/2019 S : Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas - NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
(+), mual-muntah (+), lemas (+), makan - Clinimix 1000 cc/24 jam
minum kurang (+) - Levofloxacin 1 x 500 mg

13
O: IV
KU : tampak sakit sedang - Metronidazole 3 x 500 mg
Kesadaran : composmentis IV
TD : 110/80 mmHg, N: 87 x/m, RR : 24 x.m - Meloxicam 2 x 15 mg tab
SB : 36,9 oC, SpO2 : 98% P.O
Status Generalis - Domperidon 3 x 10 mg
tab P.O
K/L: CA -/-, SI +/+, OC (-), P>KGB (-)

Thoraks: Simetris, ikutgeraknafas,

suaranafasvesikuler, rhonki (-), wheezing (-),

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan

epigastrium (+),Timpani

Heparteraba 2 jari di bawah arcus costa

Lien tidak teraba

Ekstremitas: akralhangat, CRT <2”, udem(-),

ulkus (-)

Vegetatif: makan dan minumkurang, BAB

baik dan BAK (+)

Assessment:
 Acute Colangitis
 Batu CBD
 Severe Sepsis

5/12/2019 S : Keluhan Utama: Nyeri perut kanan atas - NaCl 0.9% 500 cc/8 jam
berkurang (+), mual-muntah (-), lemas (+), - Clinimix 1000 cc/24 jam
makan minum baik(+) - Levofloxacin 1 x 500 mg
O: IV

14
KU : tampak sakit sedang - Metronidazole 3 x 500 mg
Kesadaran : composmentis IV
TD : 110/80 mmHg, N: 87 x/m, RR : 24 x.m - Meloxicam 2 x 15 mg tab
SB : 36,9 oC, SpO2 : 98% P.O
Status Generalis - Domperidon 3 x 10 mg
tab P.O
K/L: CA -/-, SI +/+, OC (-), P>KGB (-)

Thoraks: Simetris, ikutgeraknafas,

suaranafasvesikuler, rhonki (-), wheezing (-),

BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen: cembung, BU (+) N, nyeri tekan

epigastrium (+),Timpani

Heparteraba 2 jari di bawah arcus costa

Lien tidak teraba

Ekstremitas: akralhangat, CRT <2”, udem(-),

ulkus (-)

Vegetatif: makan dan minumkurang, BAB

baik dan BAK (+)

Assessment:
 Acute Colangitis
 Batu CBD
 Severe Sepsis

BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis,
didapatkanbahwapasienmengeluhnyeriperutkananatas yang dirasakanpertama

15
kali sejak 2 bulan yang lalu dan memberat± 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Dari keterangan pasien, dikatakan nyeri berlangsung hilang timbul dan
terasasepertitertusukbendatumpul. Nyeri
dikatakanmemberatbilapasienmenariknafas dan
tidakberkurangbilamerubahposisiseperti duduk atautidur. Pasien juga
mengatakannyerimunculsetelahpasienmakan.
Pasien juga mengatakanmengeluhmual dan muntahsejak± 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Muntah dialami pasien ketika mengkonsumsi makanan.
Pasien juga mengatakan kencing berwarna gelap seperti teh sejak ± 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengaku buang air kecil 2-3 kali
perharidengan volume kuranglebih ½ gelas air mineral. Pasien juga
mengeluhnafsumakanmenurun.
Pasienmengatakantidakpernahdemamsebelumnya.
Pasienmengatakantahun 2007, pernahmenderitapenyakitbatuempedu dan
mengeluhnyeriperut, tetapitidakberobatkerumahsakit.
Pasienhanyameminumobatramuan dan keluhan yang dialamipasienmenghilang.
Riwayatpenyakit diabetes melitus, jantung, darahtinggi, TBC, asmadisangkal.
Berdasarkanpemeriksaanfisik, didapatkantanda-tanda vital saat masuk
rumah sakit, yaitu:keadaanumumpasientampaksakitsedang,
kesadarancomposmentis, tekanandarah 120/90 mmHg, nadi 94 x/menit,
respirasi 22 x/menit, suhu badan 37,0 oC, saturasioksigen 98%. Dari
pemeriksaan status generalis, didapatkanskleraikterik, nyeritekan epigastrium
dan heparteraba 2 jari di bawah arcus costa.
Dari pemeriksaan USG didapatkankesanadanyahepatosplenomegali,
emphyema gall bladder dan koledokolitiasis. Dan daripemeriksaan CT Scan
abdomen didapatkankesanadanyaacute cholangitis,batu pada ductus
bilierekstrahepatal multiple dan hipertrofigaster.
Dari data di atas,
makaberdasarkanteoridiketahuibahwakolangitisakutadalah sindrom klinis yang
ditandai adanya trias Charcot, yaitu nyeri perut kanan atas, ikterus dan
demamyang didapatkan pada 50% kasus. Pada kolangitisakutsupuratif,trias
Charcot disertaihipotensi, oliguria dan gangguankesadaran.1

16
Pasienmengatakanmemilikiriwayatbatuempedu dan
tidakpernahberobatkerumahsakit. Hal
inidapatmenjadipenyebabterjadinyakolangitisakut. Berdasarkanteori,
penyebabterjadinyakolangitisakutadalahhasil dari obstruksi saluran bilier dan
pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu).Penyebab paling sering
obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier jinak, striktur
anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Faktorrisiko lain
terjadinyakolangitisadalahriwayatinfeksisebelumnya, usia> 70 tahun dan
diabetes.2
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang
sering dijumpai berturut-turut adalah kuman-kuman aerob gram (-) enterik E.
Coli, Klebsiella, kemudian Streptococcus faecalis dan akhirnya bakteri anaerob
seperti Bacteroides fragilis dan Clostridia. Pula kuman-kuman Proteus,
Pseudomonas dan Enterobacter enterococci tidak jarang ditemukan.4
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak
mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier.
Kolangitis terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang
disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama
disebabkan oleh batu common bile duct (CBD), striktur, stenosis, atau tumor,
serta manipulasi endoskopik CBD. Dengan demikian aliran empedu menjadi
lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami migrasi ke
sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari
duodenum.3,4
Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara ascenden menuju duktus
hepatikus, empedumenjadistagnandalamsistembilieryang pada akhirnya akan
menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan melampaui batas 25
cmH2O, normalnya tekananduktusbiliarisialah 7-14 cm H2O. Oleh karena itu
akan terjadireflukskolangiovenous dan kolangiolimfatik, yang
menyebabkanbakteriemia dan endotoksinemia.Selainitu, pelepasan mediator
inflamasisistemikseperti TNF, reseptorterlarut TNF, interleukin (IL)-1, IL-16,
dan IL-10 menyebabkangangguanhemodinamikberat. Selain itu juga, tight
junction antarakolangiositmelebar, malfungsisel Kupffer, dan produksi IgA
menurun sehingga akan terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis

17
(25-40%). Apabila pada keadaan tersebut disertai dengan pembentukan pus
maka terjadilah kolangitis supuratif.7,8
Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kolangitis, yaitu:1,8
1. Kolangitis dengan kolesistitis
Pada keadaan ini tidak ditemukan obstruksi pada sistem bilier, maupun
pelebaran dari duktus intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini sering
disebabkan oleh batu CBD yang kecil, kompresi oleh vesica felea
/kelenjar getah bening/inflamasi pankreas, edema/spasme sfinkter
Oddi, edema mukosa CBD, atau hepatitis.
2. Kolangitis non-supuratif akut
Terdapat bakterobilia tanpa pus pada sistem bilier yang biasanya
disebabkan oleh obstruksi parsial.
3. Kolangitis supuratif akut
Pada CBD berisi pus dan terdapat bakterimia, namun tidak terdapat
obstruksi total sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis.
4. Kolangitis supuratif akut dengan obstruksi
Di sini terjadi obstruksi total sistem bilier sehingga melampaui tekanan
normal pada sistem bilier yaitu melebihi 250mm H20 sehingga terjadi
bakterimia akibat reflluk cairan empedu yang disertai dengan influks
bakteri ke dalam sistem limfatik dan vena hepatika.
5. Syok sepsis
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi
yaitu sepsis berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya
didahului oleh gagal ginjal yang disebabkan oleh sindroma
hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel) dan bahkan
peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk.
Berdasarkanteori dari pemeriksaan
penunjang,adanyabuktiterjadinyaresponinflamasiberupaleukositosis,
meningkatnya CRP atauperubahan lain yang mengindikasikanadanyainflamasi)
dan tesfungsihati abnormal (SGOT/SGPT). dan temuan-temuan pencitraan
dilatasi bilier atau bukti etiologi (misalnya adanya batu, striktur atau stenosis).

18
Tokyo Guidelines 2013 (TG13) mendefinisikan suatu diagnosis suspek
kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih dari salah satu kriteria berikut: riwayat
penyakit bilier, demam dan/atau menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian
atas atau kanan atas. Pedoman tersebut menunjukkan adanya kemajuan dan
suatu upaya yang jarang dalam standarisasi definisi kolangitis akut, namun
pedoman tersebut dirasakan kurang teliti. Misalnya tidak definiskannya berapa
tingkat demam atau ikterik, begitu juga nyeri abdomen kuadran kanan atas.9,10
Pada TG13 mendefinisikan kolangitis akut dalam kategori ringan
(merespon terhadap terapi suportif dan antibiotik), sedang (tidak merespon
terhadap terapi medikal namun tidak terjadi disfungsi organ), atau berat
(adanya paling tidak 1 tanda disfungsi organ). Tanda-tanda disfungsi organ
meliputi hipotensi, sehingga memerlukan pemberian dobutamin atau
dopamine, delirium, rasio PaO2/FiO2<300, kreatinin serum >1,5mg/dl, INR
>1.5 atau kadar trombosit <100.000/μl.11,12
Adapun kriteria diagnosis kolangitis akut dapat dilihat pada tabel berikut.
A. Inflamasi Sistemik
A-1. Demam
A-2. Hasil pemeriksaan laboratorium, menunjukkan adanya respon inflamasi
B. Kolestasis
B-1. Ikterus
B-2. Hasil laboratorium menunjukkan tes fungsi hati yang abnormal
C. Pencitraan
C-1. Dilatasi Bilier
C-2. Bukti dari etiologi dilakukan pencitraan (penyempitan, batu, sumbatan
dan lainnya)
Diagnosis suspek : satu dari item di A +, salah satu dari item B atau C +
Diagnosis definitif : satu dari item A +, satu dari item B dan satu item C +
Catatan:
A-2 : nilai hitung abnormal sel darah putih, peningkatan serum level C-
reaktif
protein, dan perubahan lain dari indikator inflamasi.
B-2: peningkatan serum ALP, Gamma GT, AST dan ALT.

19
Faktor lain yang dapat membantu diagnosis kolangitis akut termasuk
nyeri abdomen kanan atas dan adanya riwayat dari penyakit bilier
sebelumnya seperti gallstones, proses bilier sebelumnya, dan
pemasangan sten bilier. Dalam hepatitis akut penanda respon sistemik
inflamasi juga dipantau.
Batasan :
A-1 Demam • Suhu tubuh > 38 oC
A-2 Adanya bukti respon inflamasi • WBC (x1000/uL) <4 atau >10
• CRP (mg/dl) ≥1
B-1 Ikterus • T-bil ≥ 2 mg/dl
B-2 Fungsi liver abnormal • ALP (IU) > 1,5xSTD
• GGT (IU) > 1,5xSTD
• AST (IU)> 1,5xSTD
Ket:
White Blood Cell (WBC), C-reaktif protein (CRP), Alkaline Phosphatase
(ALP), Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), Aspartate Transaminase
(AST/SGOT) dan Alanine Transaminase (ALT/SGPT)

Tingkat keparahan kolangitis akut dibagi kedalam tiga kelompok:


1. Derajat ringan, yaitu kolangitis fase awal yang tidak memenuhi kriteria
derajat sedang maupun berat.
2. Derajat sedang, yaitu kolangitis yang diikuti dua dari empat gejala yaitu:
a. Jumlah leukosit yang abnormal (>18.000/mm3)
b. Teraba masa pada kuadran kanan atas.
c. Durasi keluhan >72 jam
d. Terdapat tanda inflamasi lokal (abses hepar, peritonitis bilier,
empisematus kolesisitis)
3. Derajatberat, yaitukolangitisakut yang diikuti minimal satudisfungsi organ
lainyayaitu
a. Disfungsikardiovaskular
b. Disfungsineurologi
c. Disfungsirespiratori

20
d. Disfungsi renal
e. Disfungsihepatik
f. Disfungsihematologi

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik kolangitis akut dapat dilakukan


dengan mendeteksi dilatasi bilier dan pemeriksaan penyebab kolangitis akut
adalah EUS (endoscopic ultrasonography), MRCP (magnetic resonance
cholangiopancreotography) dan ERCP (endoscopic retrograde
cholangiopancreotography). Diantara semuanya hanya MRCP yang tidak
bersifat invasif, namun tidak praktis hanya dapat digunakan pada pasien yang
dapat dibawa ke ruang radiologi, umumnya studi menunjukkan sensivitas
>90% untuk MRCP dalam mendeteksi batu di CBD dan sensivitasnya makin
berkurang untuk batu yang kecil. ERCP selain memiliki sensivitas untuk
mendeteksi juga memiliki potensi untuk terapeutik, dalam mendiagnosis batu
CBD, EUS lebih baik dari ERCP, dalam hal keganasan EUS sama dengan
ERCP.11,13
Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten
dengan obstruksi distal seperti batu CBD atau kanker pankreas. Mengetahui
penyebab dilatasi meminimalisasi kebutuhan injeksi kontras yang dapat
meningkatkan tekanan bilier cukup kuat untuk menimbulkan refluks cairan
bilier ke dalam sirkulasi sistemik dan menghindarkan resiko injeksi yang tidak
diinginkan ke dalam segmen yang tidak terdrainase (misalnya pasien dengan
striktur daerah hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkan
terjadinya kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan
EUS dan ERCP, namun kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan
harus dilakukan sebagai prosedur terpisah. Meskipun USG transabdominal
relatif tidak sensitif untuk mendeteksi batu CBD (biasanya <30%), namun
tersedia mudah dan dapat membantu bila batu atau tumor ditemukan. CT scan
lebih sensitif dari USG transabdominal untuk mendeteksi batu CBD, dan
sensitivitas helical CT tampaknya sebanding dengan MRCP atau EUS pada
beberapa studi. Namun EUS lebih sensitif dari CT dan MRCP untuk
mendiagnosis batu dengan diameter <1 cm.12,13

21
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
maka dapat ditegakkan diagnosis kolangitis akut.
Adapun terapi yang diberikan pada pasien ini adalah IVFD Nacl 0,9% 500
cc/8 jam, Levofloxacin 1 x 500 mg iv, Metronidazole 3 x 500 mg iv, Ranitidin
2 x 1 amp iv, Meloxicam 2 x 1 tab. Levofloksasin merupakan antibiotik
golongan fluoroquinolon yang aktif terhadap gram positif maupun negatif. Dan
memiliki daya antibakteri kuat terhadap E.Coli, Klebsiella, Enterobacter,
Salmonella.10,11
Metronidazole efektif melawan bakteri anaerob yang bekerja dengan
mengganggu DNA bakteri sehingga menghambat sintesis asam nukleat.
Spektrum metronidazole terbatas pada bakteri anaerob obligat dan beberapa
bakteri mikroaerofilik, dan paling efektif melawan bakteri anaerob gram
negatif.12
Berdasarkan teori, penatalaksanaan pada semua pasien kolangitis akut,
hidrasi agresif harus diberikan segera setelah akses vena didapatkan untuk
koreksi kekurangan volume/dehidrasi dan menormalkan tekanan darah. Terapi
kolangitis akut terdiri dari pemberian antibiotik dan drainase bilier. Beratnya
kolangitis akut menentukan perlu tidaknya pasien dirawat di rumah sakit. Bila
klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan, terutama jika kolangitis akut
ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien dengan batu intrahepatik).
Namun demikian umumnya dokter menyarankan perawatan rumah sakit pada
kasus kolangitis akut. Kolangitis ringan sampai sedang dapat ditatalaksana di
ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat sebaiknya dirawat di ICU
(Intensive Care Unit)3,12,13
1. Terapi Antibiotik
Antibiotik harus segera diberikan pada semua penderita dengan
kolangitis akut (Rekomendasi A). Kultur bile sebaiknya diperiksa secepat
mungkin (Rekomendasi B). Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
dalam pemilihan antibiotik meliputi:
- Kemampuan obat melawan bakteri penyebab
- Derajat beratnya kolangitis
- Ada atau tidaknya penyakit ginjal atau hati

22
- Riwayat pemakaian antibiotik
- Hasil kultur sebelumnya, bila ada
- Penetrasi biliaris oleh antibiotik
Bila organisme penyebab telah teridentifikasi, antibiotik empiris harus
diganti dengan antibiotik berspektrum sempit yang paling sesuai dengan
hasil kultur.
Terapi antibiotik intravena harus diberikan sesegera mungkin.
Pedoman pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan pola infeksi spesifik
dan resistensi lokal rumah sakit. Beberapa panduan menyarankan pada
kolangitis akut ringan sebaiknya pemberian jangka pendek 2-3 hari dengan
sefalosporin generasi pertama atau kedua, penisilin dan penghambat β
laktam. Sedangkan kolangitis sedang sampai berat sebaiknya pemberian
antibiotik minimal 5-7 hari dengan sefalosporin generasi ketiga atau
keempat, non baktam dengan atau tanpa metronidazol untuk kuman
anaerob, atau karbapenem.
Rekomendasi lain menyarankan regimen berikut pada pasien
kolangitis akut ringan sampai sedang atau community acquired: (misalnya
Ampisilin sulbactam iv 3 gram setiap 6 jam, atau ertepenem 1 gram sekali
sehari, atau ampisilin iv 2 gram setiap 6 jam plus gentamicin iv 1.7
mg/kgbb setiap 8 jam atau golongan fluorokuinolon (misalnya
siprofloksasin iv 400 mg setiap 12 jam, levofloksasin iv 500 mg sekali
sehari, atau moxiflokasasin iv atau oral 400 mg sekali sehari) ditambah
metronidazol iv 500 mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob. Untuk
pasien kolangitis akut berat atau nosokomial (hospital acquired),
direkomendasikan pemberian antibiotik sebagai berikut: piparisilin-
tazobaktam (3.375 gr iv stiap 6 jamatau 4.5 gr iv setiap 8 jam), atau 3.1 gr
iv tikarsilin-klavulanat setiap 6 jam, atau tigesilin (100 mg iv bolus,
diteruskan 50 mg iv sekali sehari) atau sefalosporin generasi ketiga
(misalnya seftriakson 1-2 gr sekali sehari atau cefepim 1-2 gr setiap 12
jam) dengan metronidazol iv 500 mg setiap 6-8 jam untuk bakteri
anaerob.11,12,13

23
Pada pasien yang resiko tinggi terkena patogen resistensi antibiotik
dapat diberikan imipenem iv 500 mg setiap 6 jam, meropenem iv 1 gr
setiap 8 jam atau doripenem iv 500 mg setiap 8 jam. Pengecualian terdapat
pada semua panduan, misalnya sefalosporin generasi pertama tidak
mencakup infeksi enterococcus spp. Walaupun cefazolin disetujui untuk
terapi kolangitis akut. Karena itu pemilihan terapi antibiotik sebaiknya
berdasarkan sejumlah faktor meliputi sensitivitas antibiotik, beratnya
penyakit, adanya disfungsi ginjal atau hati, riwayat pemakaian antibiotik
sebelumnya, pola resistensi kuman lokal dan penetrasi bilier dari
antibiotik. Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan hasil kultur darah
dan cairan empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik tidak
boleh terhambat/tertunda karena menunggu hasil kultur. Pada akhirnya
yang lebih penting dari pemilihan terapi antibiotik adalah drainase bilier
efektif, karena adanya obstruksi menghambat ekskresi bilier antibiotik.
Pada suatu studi, dimana pasien mendapat satu antibiotik (ceftazime,
cefoperazone, imipenem, netilmisin atau siprofloksasin), hanya
siproflokasasin diekskresi kedalam sistem bilier yang obstruksi dan hanya
20% dari konsentrasi serum10.11.12
2. Drainase Bilier
Drainase bilier biasanya diperlukan pada pasien kolangitis akut untuk
menghilangkan sumber infeksi dan juga karena obstruksi dapat
menurunkan ekskresi bilier antibiotik. Beratnya penyakit menetukan dan
menegaskan saatnya untuk dilakukan drainase. Drainase dapat dilakukan
secara elektif pada pasien kolangitis akut ringan, dalam 24-28 jam pada
pasien kolangitis sedang, dan segera (dalam beberapa jam) pada pasien
kolangitis berat karena tidak akan merespon dengan pemberian antibiotik
saja. Beratnya kolangitis ditentukan oleh respon klinik terhadap terapi
medical sebagaimana diuraikan dalam TG13, sehingga penggolangan
derajat beratnya penyakit kolangitis akut menuntut observasi untuk
mengetahui pasien-pasien mana akan respons baik terhadap terapi. Pada
suatu studi didapatkaan bahwa sekitar 80% pasien kolangitis akut
merespon terhadap terapi medical saja dan resolusi infeksi.11,12 Namun

24
semua pasien tersebut akhirnya memerlukan tindakan pembersihan saluran
bilier untuk mencegah kekambuhan kolangitis.13
Frekuensi denyut jantung >100 x/menit, kadar albumin <30 g/l,
kadar bilirubin >50 μmol/l dan masa protrombin > 14 detik pada saat
masuk rumah sakit signifikan berkaitan dengan diperlukannya ERCP, serta
menunjukkan terapi endoskopi lebih aman dibandingkan pembedahan
dalam tatalaksana kolangitis akut, sehingga dekompresi surgical tidak
mempunyai peranan dalam managemen kolangitis akut. Sebuah studi
secara random mengalokasikan 82 pasien dengan kolangitis akut berat ke
dalam 2 grup, endoskopi atau dekompresi bilier surgical, kelompok
surgical signifikan lebih banyak mengalami komplikasi dan mortalitas
selama di rumah sakit dibandingkan kelompok endoksopi (66% vs 34%, p
>0.05 dan 32% vs 10%, p<0.03 secara berurutan). Dengan demikian,
pasien dengan kolangitis akut sebaiknya masuk dirawat di ruangan
medical untuk terapi antibiotik intravena dan dekompresi endoskopi.
Dekompresi bilier surgical sebaiknya dihindari pada pasien kolangitis
akut.12
ERCP lebih jadi pilihan dibandingkan PTBD (percutaneus biliary
drainage) karena lebih tidah invasif, lebih aman, dapat dilakukan bedside
dan dapat membersihkan batu saluran empedu, tidak perlu koreksi
koagulopati dan dapat dilakukan tanpa paparan radiasi jika perlu (pada
pasien yang hamil). Keberhasilan ERCP lebih tinggi dibandingkan PTBD
untuk tatakasana obstruksi CBD, namun PTBD dipertimbangkan pada
obstruksi hilar, bila ahli endoskopi tidak tersedia. PTBD biasanya
dilakukan pada pasien yang gagal dengan ERCP awal atau bila terdapat
anatomi yang abnormal akibat prosedur pembedahan sebelumnya seperti
koledokoyeyunostomi,
kecualibilaahliendsokopiutntuktatalaksanapasiensepertiitu ada.13,14
Pasien dengan kolangitis akut dimana kontras tidak terdrainase
setelah gagal ERCP dapat memerlukan drainase bilier perkutan mendesak
untuk menghindari perburukan sepsis. Kolangitis akut yang terjadi stelah
manipulasi saluran bilier merupakan faktor resiko prognosis buruk pada

25
kolangitis akut. Karena itu tidak direkomendasikan injeksi kontras tanpa
terlebih dahulu menempatkan guidewire ke dalam sistem bilier. Pada
umumnya pusat endoskopi, keberhasilan ERCP untuk drainase bilier lebih
dari 90%, jika tidak demikian sebaiknya dirujuk pada unit/pusat layanan
endoskopi yang lebih baik. EUS terbatas, bila tersedia sebaiknya
dilakukan sebelumnya untuk evaluasi dilatasi saluran bilier intrahepatik
dan ekstrahepatik, adanya batu, massa pankreas atau hilus atau batu
kandung empedu. Aspirasi jarum halus pada suatu massa sebaiknya
dilakukan hanya jika pasien stabil dan tidak memerlukan dekompresi bilier
mendesak.13,14
Prognosis pada penderita kolangitis akut tergantung derajat
keparahannya. Semakin berat derajatnya semakin buruk prognosis
penderitanya.
Acute kidney injury (AKI) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi
mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan
ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa
disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.5,15
Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) 2012, AKI
didefinisikan sebagai:5,16
• Kenaikan serum kreatinin sebesar ≥ 0,3 mg/dL dalam waktu 48 jam atau
• Kenaikan serum kreatinin ≥ 1,5 kali lipat dari nilai referensi,
yangdiketahui atau dianggap telah terjadi dalam waktu 7 hari, atau
• Turunnya produksi urine <0.5ml/kgBB/jamselama lebih dari 6 jam
berturut-turut.

26
Table 1. Klasifikasi Gangguan Ginjal Akut (KDIGO, 2012)

Keterangan:
Cukup penuhi salah satu kriteria untuk menegakkan diagnosa AKI. Pada kriteria AKIN,
peningkatan kreatinin serum harus terjadi < 48 jam. Pada kriteria RIFLE, penurunan fungsi
ginjal harus bersifat akut (dalam 1-7 hari) dan bertahan selama > 24 jam.
AKIN: Acute Kidney Injury Network, ESRD: End-Stage Renal Disease, LFG: Laju Filtrasi
Glomerulus, RIFLE: Risk, Injury, Failure, Loss and End-stage, SCr: Kreatinin Serun

Secara garis besar, etiologi dari AKI dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prerenal,
renal dan post renal.5,16
1. Prerenal (55%)
Pada umumnya disebabkan oleh gangguan perfusi ginjal.
a. Hipovolemia: perdarahan, muntah-muntah, diare, penggunaan
diuretik, luka bakar, hipoalbuminemia berat, dehidrasi akibat
kurang asupan cairan, diabetes insipidus.
b. Gangguan hemodinamik ginjal yang menyebabkan hipoperfusi
renal antara lain:
 Penurunan curah jantung
 Vasodilatasi sistemik: sepsis, anafilaksis
 Obstruksi renovaskuler
 Vasokontriksi ginjal
 Gangguan autoregulasi
 Sindrom hepatorenal

27
 Sindrom kardiorenal
2. Renal/Intrinsik (40%)
a. Penyakit glomerulus
b. Nekrosis tubular akut
c. Nefritis interstisial
d. Obstruksi intratubular
3. Postrenal (obstruksi) pada ureter, leher kandung kemih atau uretra (5%).

Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus
relatif konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi.
Dua mekanisme yang berperan dalam autoregulasi ini adalah:
• Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
• Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada AKI pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Parenkim ginjal tidak mengalami jejas, tetapi hipoperfusi
yang lama atau berat dapat menyebabkan iskemia (nekrosis tubular akut).5
Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penuruna tekanandarah, yang akan
mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya
mengaktifasisistem saraf simpatis, sistem rennin-angiotensin serta merangsang
pelepasanvasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme
tubuh untukmempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi
serebral. Padakeadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan
mempertahankanaliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan
vasodilatas arteriol afferent yang dipengaruhi oleh reflek miogenik,
prostaglandin dan nitric oxide(NO), serta vasokonstriksi arteriol afferent yang
terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1. Namun, pada kondisi
hipoperfusi berat, kompensasi tidak adekuat sehingga LFG menurun dan
terjadilah AKI prerenal.5
Gejala klinis yang biasanya dialami pada penderita AKI prerenal, yaitu:
- Rasa haus, seperti ingin jatuh
- Hipotensi ortostatik, takikardi, penurunan JVP, turgor kulit menurun,
mukosa kering

28
- Stigmata pada sirosis hati dan hipertensi portal
- Tanda-tanda gagal jantung pada pasien gagal jantung kongestif
- Sepsis

Tatalaksana AKI pre renal, yaitu jika penyebab hipovolemia dilakukan


penggantian cairan sesuai dengan cairan yang hilang.
Sepsis didefinisikansebagaidisfungsi organ, dapatmengancamjiwa yang
disebabkan oleh respons host terhadapinfeksi (SIRS/Systemic Inflammatory
Response Syndrme dan terbuktiadanyasumberinfeksi).17
SIRS adalah pasien yang memiliki dua atau lebih kriteria sebagai berikut:
1. SuhuTubuh : > 38oC atau< 36oC.
2. DenyutJantung : > 90 denyut/menit.
3. Respirasi : > 20/menitatau PaCO2< 32 mmHg.
4. Hitungleukosit : > 12.000/mm3atau< 4.000/mm3atau> 10% sel
imatur(band).
Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan
hipoperfusi atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas)
pada:
1. Asidosislaktat
2. Oliguria
3. Atauperubahanakut pada status mental.

Adapun manajemen dan tatalaksana pada sepsis, berupa:

1. Resusitasi cairan (dalam 6 jam pertama)


2. Pemberian antibiotik
Dilakukan berdasarkan hasil kultur darah, sambil menunggu hasil kultur
berikan antibiotik empiris dalam jam pertama. Durasi pemberian selama
7-10 hari.
Untuk infeksi intraabdomen dapat diberikan terapi, yaitu:
Monoterapi:
imipenem IV 1-2 g/12 jam atau meropenem IV 1 g/8 jam atau
monifloksasin IV 400 mg/24 jam atau piperasilin-tazobaktam IV 4,5 g/6

29
jam, atau ampisilin sulbaktam IV 1,5 g/6-8 jam atau tigesiklin (dosis
inisial 100 mg/30-60 menit dilanjutkan 50 mg/12 jam)
Kombinasi:
Metronidazole IV 500 mg/8 jam. Ditambah aztreonam IV 2 g/6-8 jam,
atau levofloksasin IV 750 mg/24 jam atau gentamisin 7 mg/KgBB/8 jam
3. Terapi dukungan hemodinamik
- Pemberian agen vasopressor dan inotropik.
- Kortikosteroid

Prognosis pada pasien ini buruk karena pasien mengalami komplikasi dari
kolangitis akut yang diderita berupa sepsis berat. Menurut penelitian, tingkat
mortalitas antara 13%-88%.1,3

30
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam,


ikterus, dan nyeri perut kanan atas yang berkembang sebagai akibat dari
sumbatan dan infeksi di saluran empedu.
2. Koledokolitiasis atau adanya batu di dalam saluran empedu/bilier
merupakan penyebab utama kolangitis akut.1,
3. Acute kidney injury (AKI) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi
mendadak, dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh
kegagalan ginjal untuk mengekskresikan sisa metabolisme nitrogen
dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
4. Sepsis didefinisikansebagaidisfungsi organ, dapatmengancamjiwa yang
disebabkan oleh respons host terhadapinfeksi (SIRS/Systemic
Inflammatory Response Syndrme dan terbuktiadanyasumberinfeksi).
5. Tatalaksana pada pasien dengan kolangitis akut beradasarkan derajat
keparahannya. Pasien ini termasuk dalam derajat III (Berat), yang perlu
penanganan segera untuk drainase bilier.
6. Prognosis tergantung dari derajat keparahan dan komplikasi yang dialami.
Semakin berat derajat keparahan dan semakin banyak komplikasi dapat
memperburuk prognosis pasien.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Fauzi A. Kolangitis Akut. Dalam: Rani A, Simadibrata M, Syam AF, Editor.


Buku ajar Gastroenterohepatologi. Edisi-IV. Jakarta: Interna Publishing;
2016:2020-2023.
2. Leung JW,et al. Bacteriologic Analysis of Bile and Brown Pigment Stones in
Patients with Acute Cholangitis. Gastrointest Endosc. 2001;54:340-5
3. Kimura Y, Takada T, Karawada Y, Nimura Y, Hirata K, Sekiomto M,et al.
Defenitions, Pathophysiology, and Epidemiology of Acute Cholangitis and
Cholecystitis: Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007;14:15-26
4. Satapathy SK, Shifteh A, Kadam J, Friedman B, Cerulli M A, Yang SS. Acute
Cholangitis Secondary to Biliary Ascariasis, A Case Report. Practical
Gastroenterology. Maret 2011:44-46
5. Markum, H. M. S. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al (ed). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. 6th edition. Jakarta: InternaPublishing; 2016.p1487
6. Kimura Y, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Dirk J. Gouma, et al. TG13 Current
Terminology, Etiology, and Epidemiology of Acute Cholangitis and
Cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:8–23
7. Attasaranya S, Fogel EL, Lehman GA, Choledocholithiasis, Ascending
Cholangitis, and Gallstone Pancreatitis. Med Clin N Am. 2008;92:925–960
8. Higuchi R, Takada T, Strasberg SM, Pitt HA, Gouma DJ, Garden OJ. TG13
Miscellaneous Etiology of Cholangitis and Cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Sci. 2013;20:97–105
9. Sung JY, Costerton JW, Shaffer EA. Defense system in the biliary tract against
bacterial infection. Dig Dis Sci. 1992; 37:689.
10. Miura F, Takada T, Strasberg MS, Solomkin JS, Pitt HA, Gouma DJ, TG13
flowchart for the management of acute cholangitis and cholecystitis. J
Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:47–54
11. Okamoto K, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Garden OJ. TG13
management bundles for acute cholangitis and cholecystitis. J Hepatobiliary
Pancreat Sci. 2013;20:55–59
12. Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Pitt HA, Gomi H, Yoshida M, Mayumi
T. TG13: Updated Tokyo Guidelines for the management of acute cholangitis
and cholecystitis. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:1–7

32
13. Kiriyama S, Takada T, Strasberg SM, Solomkin JS, Mayumi T, Pitt HA,et al.
TG13 Diagnostic criteria and severity grading of acute cholangitis. Tokyo
Guidline. J Hepatobiliary Pancreat Sci. 2013;20:24-34
14. Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of
Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2012, p : 1203-1213
15. Sinto, R. dan Nainngolan, G. Acute Kidney Injury : PendekatanKlinis dan
Tata Laksana. 2010. Maj Kedokt Indon. Vol 60 (2).
16. Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). KDIGOClinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. KidneyInternational Supplements
2012. Vol.2. 19-36
17. Chen K., Phan H.T. 2016. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, AW.,
Setyohadi, Bambang, A., Maecellus,S., Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I ed VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
187-189.

33

Anda mungkin juga menyukai